Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Penelitian Terdahulu

pemanfaatan bahan baku ubi untuk meningkatkan nilai jual. Saat ini usaha keripik ubi sebagai salah satu makanan khas kota Langsa masih kecil dan belum terintegrasi, sehingga diperlukan beberapa usaha untuk mencapai economic of scale . Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi pada Usaha Keripik Ubi sebagai Makanan Khas Langsa di Kota Langsa, Provinsi Aceh”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai efesiensi produksi pada usaha keripik ubi sebagai makanan khas kota Langsa. Maka akan diajukan pertanyaan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro? 2. Apakah penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro sudah efisien ? Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro. 2. Mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Dapat memberikan manfaat bagi pemerintah kota Langsa dalam menentukan kebijakan ekonomi, terutama dalam pembangunan sektor pertanian dan perkembangan usaha industri rumah tangga. 2. Dapat memberikan informasi sebagai peluang usaha yang lebih besar bagi industri rumah tangga. 3. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan masukan bagi peneliti pada bidang yang sama. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Pembangunan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Kebijakan pembangunan pertanian diharapkan mempunyai kontribusi dalam mendorong pembangunan ekonomi. Ada beberapa teori dalam ekonomika pembangunan seperti merkantilisme, klasik, Karl Max, Shumpeter, neo-klasik, dan Post-Keynesian. Aliran klasik menekankan adanya sistem liberal dan perkembangan teknologi yang disebabkan oleh adanya akumulasi pembentukan modal dan spesialisasi. Tokoh utama aliran klasik adalah Adam Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus. Ada kesamaan pandangan dari mereka yang pesimistik karena adanya thelaw of the diminishing return Adam Smith, ketersediaan lahan yang terbatas Ricardo, dan pertambahan penduduk yang lebih besar daripada pertambahan produksi Malthus. Sejak merkantilisme, ilmu ekonomi pembangunan sudah menaruh perhatian pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, tetapi ekonomika pembangunan sebagai cabang terpisah dari ilmu ekonomi baru sejak tahun 1950 Staatz Eicher dalam Yuwono dkk, 2011. Baru sejak dasawarsa 1970-an pembangunan pertanian diartikan sebagai pertumbuhan dengan pemerataan mencakup distribusi pendapatan, kesempatan kerja, kemiskinan, gizi dan sebagainya. Pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an pertanian dalam pembangunan ekonomi dipandang berperan pasif. Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh W. Arthur Lewis 1954 dalam tulisannya “Economic Development with Unlimited Supplies of Labour” dengan “zero marginal productivity of labour”, yang Universitas Sumatera Utara menyebabkan banyak pakar ekonomika pembangunan memusatkan pada peranan industri dalam pembangunan ekonomi Yuwono dkk, 2011. Hal kedua yang penting pengaruhnya pada pandangan peranan penting dalam pembangunan adalah tulisan Albert Hirchman 1958 yang berjudul The Strategy of Ecnomic Development yang memperkenalkan konsepsi linkagekaitan bahwa investasi dalam suatu kegiatan ekonomi akan mendorong investasi pada kegiatan ekonomi lain yang akan meningkatkan pendapatan melalui hubungan input-output baik backward linkage kaitan ke belakang pada penghasilan input maupun forward linkage kaitan ke depan pada pengolah output. Hirchman mengatakan bahwa investasi pemerintah sebaiknya dipusatkan pada kegiatan yang mempunyai linkage effect terbesar, yang dimaksud sektor industry Yuwono dkk, 2011. Sebenarnya dalam dasawarsa 1960-an beberapa pakar dalam teori dualisme sudah menyatakan pentingnya investasi di pertanian untuk mempercepat pertumbuhan surplus produksi pertanian agar tidak terperangkap pada keseimbangan pendapatan rendah low income-equilibrium trap pada tahap permulaan pembangunan FeiRanis, Jorgenson dan JohnstonMellor dalam Yuwono dkk, 2011 menekankan pentingnya pertanian sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Teori Produksi dan Produk Marjinal

Produksi adalah suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi tidak hanya terbatas pada pembuatannya saja tetapi juga proses penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengeceran, dan pengemasan kembali, atau yang lainnya Millers dan Meiners dalam Togatorop, 2010. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi. Fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan output tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik tertentu. Dalam teori ekonomi, menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi tanah, modal, keahlian keusahawan adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Hubungan antara faktor-faktor produksi dengan tingkat output yang dihasilkan apabila input yang digunakan adalah tenaga kerja, modal, dan kekayaan alam dapat dirumuskan melalui persamaan berikut ini : Q = f K, L, R, T ……………………………………………………2.1 Universitas Sumatera Utara Dimana : Q = Jumlah produksi K = Jumlah modal L = Jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan R = Kekayaan alam T = Selera komsumen Soekartawi 2003 menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan Y dan variabel yang menjelaskan X. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut: Q = f X 1 , X 2 , X 3 ,….., X n ……………………………………………2.2 Dimana: Q = Tingkat produksi output dipengaruhi oleh faktor X X = Berbagai input yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi Q. Dalam kenyataannya pengusaha harus menentukan berapa banyak input yang perlu digunakan untuk memproduksi output yang maksimum. Untuk membuat keputusan, pengusaha akan memperhitungkan seberapa besar dampak penambahan input variabel terhadap produksi total. Bermula dari fungsi produksi inilah kita dapat menghitung tiga konsep produksi yang penting, yaitu produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal Paul A. Samuelson dalam Togatorop, 2010. Produk total adalah produk yang menunjukkan total output yang diproduksi dalam unit fisik, misalnya segantang gandum atau satu barel minyak. Produk marjinal adalah tambahan produk atau output karena tambahan input tenaga kerja sebanyak satu satuan. MP L = ΔQΔL…………………………………………………………..2.3 Universitas Sumatera Utara Produk rata-rata yaitu total output dibagi dengan unit total input. AP L = QL………………………………………………………………2.4 Secara grafis hubungan fungsi dari produksi total, produksi rata-rata, dan produksi marjinal dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini : Gambar 2.1 Fungsi produksi total, rata-rata dan marjinal Sumber : Dominic Salvatore dalam Togatorop, 2010 Gambar 2.1 tersebut menunjukkan hubungan antara TPL, MPL dan APL. Gambar tersebut menunjukkan bahwa apabila tenaga kerja input yang dipergunakan mula-mula adalah sebanyak nol, produksi juga sama dengan nol. Apabila jumlah tenaga kerja yang dipergunakan semakin banyak, maka output akan meningkat. Mula-mula produksi total tambahan yang semakin tinggi mulai dari 0 sampai L1, kemudian dengan tambahan yang semakin kecil setelah Universitas Sumatera Utara melampaui L1 dan seterusnya. Setelah L2, penambahan tenaga kerja justru menurunkan tingkat output yang dihasilkan. Pola seperti ini merupakan pola umum proses produksi. pola tersebut dicerminkan oleh kurva AP dan MP. MP melukiskan perubahan total output akibat perubahan input. MP mula-mula menaik, kemudian menurun sampai akhirnya negatif apabila jumlah input variabel digunakan terus bertambah. Demikian pula dengan AP, mula-mula naik kemudian turun Miller dan Meiners dalam Togatorop,2010. MP terlihat menaik ketika TP naik dengan laju yang semakin tinggi, MP menurun ketika TP naik dengan laju yang semakin rendah, MP sama dengan nol ketika TP mencapai maksimum dan MP negatif ketika TP menurun. MP mencapai maksimum lebih dulu daripada AP. Selama AP menaik, MP lebih tinggi daripada AP. Dan ketika AP menurun, MP lebih rendah daripada AP. AP mencapai maksimum ketika MP = AP Miller dan Meiners dalam Togatorop, 2010. Menurut Sukirno dalam Togatorop 2010, pola produksi seperti Gambar 2.1 diatas disebut kondisi “Law of Diminishing Return”. Hukum ini menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya tenaga kerja terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Berdasarkan gambar diatas kondisi “Law of Diminishing Return” ini berlaku mulai L1 ke kanan yaitu saat TP meningkat semakin lambat dan MP pun mengalami penurunan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan kurva TP, AP dan MP diatas kita bisa membagi proses produksi menjadi tiga tahapan yaitu tahap I, tahap II dan tahap III. Tahap I, kurva APL dan MPL terus meningkat. Makin banyak penggunaan faktor produksi maka semakin tinggi produksi rata-ratanya. Tahap ini disebut tahap tidak rasional karena jika penggunaan faktor produksi ditambah maka penambahan output total yang dihasilkan akan lebih besar dari penambahan faktor produksi itu sendiri. Seorang produsen yang rasional akan memproduksi output pada tahap yang kedua. Dalam tahap ini terjadi perpotongan antara kurva MPL dan kurva APL pada saat APL mencapai titik optimal. Pada tahap ini masih dapat meningkatkan output walaupun dalam presentasi kenaikan yang sama atau lebih kecil dari kenaikan jumlah faktor produksi yang digunakan. Penambahan satu unit faktor produksi maka akan memberikan tambahan produksi total TP, walaupun produksi rata-rata AP dan marginal produk MP menurun tetapi masih dalam daerah yang positif.

2.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan Y, dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan X Soekartawi, 2003. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis adalah sebagai berikut: Y = αX 1 b1 X 2 b2 X 3 b3 …Xn bn e u ………………………………………… 2.5 Universitas Sumatera Utara Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini: LnY = Lnb + b 1 LnX 1 + b 2 LnX 2 + … + b n LnXn + u ……………… 2.6 Dimana: Y = output Xi = input Lnb = intercept b 1 = parameter fungsi, juga merupakan elastisitas produksi u = kesalahan karena faktor acak Fungsi produksi Cobb-Douglas harus dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi bentuk fungsi linear dalam penggunaannya dalam penyelesaian analisis produksi, dengan syarat sebagai berikut: 1. Tidak ada pengamatan variabel penjelas X yang bersifat nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui infinite. 2. Dalam fungsi produksi, diasumsikan tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan non-neutral difference in the respective technologies. Dalam artian bahwa kalau fungsi produksi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis slope model tersebut. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition. 4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi seperti iklim adalah sudah mencakup pada faktor kesalahan. 5. Hanya terdapat terdapat satu variabel yang dijelaskan Y Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Return to Scale

Return to scale RTS atau hasil terhadap skala merupakan pengaruh peningkatan skala input terhadap kuantitas yang diproduksi. Dengan kata lain, return to scale mencerminkan keresponsifan produk total bilamana semua input ditingkatkan secara proporsional. Ada tiga kasus penting yang harus dibedakan: 1. Constant return to scale, menunjukkan kasus bilamana perubahan semua input menyebabkan peningkatan output dengan jumlah yang sama b 1 + b 2 + … + b n = 1. 2. Decreasing return to scale, timbul bilamana peningkatan semua input dengan jumlah yang sama menyebabkan peningkatan total output yang kurang proporsional b 1 + b 2 + … + b n 1. 3. Increasing return to scale, terjadi bilamana peningkatan semua input menyebabkan peningkatan output yang lebih besar b 1 + b 2 + … + b n 1 2.1.5. Fungsi Produksi Frontier Fungsi frontier adalah hubungan teknis antara faktor-faktor produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis isokuan. Menurut Roger Le Rey Miller dan Roger E. Meiners dalam Togatorop, 2010, garis isokuan adalah sebuah garis dalam ruang input yang memperlihatkan semua kemungkinan kombinasi dua macam input yang secara fisik dapat menghasilkan suatu tingkatan output. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Kurva Isokuan Sumber: Roger Le Rey Miller dan Roger E. Meiners dalam Togatorop, 2010 Suatu kurva isokuan menunjukkan kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja dan barang modal yang memungkinkan dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Masing-masing kurva isokuan diatas mencerminkan kombinasi input yang berbeda. Semakin jauh letak kurva isokuan dari titik nol semakin ke kanan menunjukkan tingkat produksi yang semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin ke kiri bawah maka semakin rendah tingkat outputnya. Apabila isokuan produsen bergerak ke kanan atas berarti produsen menaikkan skala produksinya atau melakukan perluasan usaha ekspansi. Dengan ditentukannya kombinasi input maka diperlukan suatu batas kemungkinan produksi production possibility frontier agar produksi yang dilakukan dapat dicapai dengan optimal. Menurut Nicholson 2002, batas kemungkinan produksi production possibility frontier merupakan suatu grafik yang menunjukkan semua kemungkinan kombinasi barang-barang yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya tertentu seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis Sumber: Nicholson, 2002 Pada gambar 2.3, garis batas PP’ memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang barang X dan Y yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya yang tersedia dalam suatu perekonomian. Kombinasi keduanya pada PP’ dan didalam kurva cembung adalah output yang mungkin diproduksi. Alokasi sumber daya yang dicerminkan oleh titik A adalah alokasi yang tidak efisien secara teknis karena produksi dapat ditingkatkan. Titik B contohnya, berisi lebih banyak Y dan tidak mengurangi X dibandingkan dengan alokasi A. Universitas Sumatera Utara

2.1.6. Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM

2.1.6.1. Batasan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Berbagai literature yang menjabarkan kategori usaha didasarkan pada asset, jumlah pekerja dan omset. Terdapat lima sumber yang dapat dipakai sebagai acuan yaitu, UU No. 9095 Tentang Usaha Kecil, BPS, Menteri Negara Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, dan Bank Dunia. Pada UU No. 91995 terdapat defenisi untuk usaha kecil dan cenderung mengabaikan usaha mikro dan usaha menengah. Undang-Undang tersebut membuat klasifikasi sederhana dengan mengelompokkan dua dunia usaha, yaitu usaha kecil dan usaha besar. Bank Indonesia membuat definisi yang lebih kualitatif untuk usaha mikro. Lebih jelas mengenai penjabaran kategori usaha tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Penjabaran Kategori Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah Lembaga Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah UU No 9 Tahun 1995 Aset = Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. Omset = Rp 1 milyar setahun BPS Pekerja 5 orang, termasuk tenaga kerja keluarga Pekerja 5-9 orang Pekerja 20-99 orang Menteri Negara Koperasi dan UKM Aset Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. Omset Rp 1 milyar tahun. Independen Aset Rp 200 juta. Omset antara Rp 1 milyar–Rp 10 milyartahun Bank Indonesia Dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin, bersifat usaha keluarga, menggunakan sumber daya lokal, menerapkan teknologi sederhana dan mudah keluar masuk industri. Aset Rp 200 juta. Omset Rp 1 milyar Untuk kegiatan industri, aset Rp 5 milyar, untuk lainnya termasuk jasa asset Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan. Omset Rp 3 milyar per tahun. Bank Dunia Pekerja 10 orang. Aset 100 ribu. Omset 100 ribu per tahun Pekerja 50 orang. Aset 3 juta. Omset 3 juta per tahun Pekerja 300 orang. Aset 15 juta. Omset 15 juta per tahun. Sumber : Data diolah Dalam penelitian ini yang digunakan adalah batasan kategori usaha kecil menurut Badan Pusat Statistik BPS. Berdasarkan kategori BPS tersebut usaha keripik ubi di kota Langsa termasuk ke dalam usaha mikro. Universitas Sumatera Utara

2.1.6.2. Perkembangan, Prospek, dan Permasalahan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah UMKM Berdasarkan berbagai studi diketahui bahwa dalam mengembangkan usahanya UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal, permasalahan-permasalahan tersebut antara lain : 1. Manajemen 2. Permodalan 3. Teknologi 4. Bahan baku 5. Informasi dan pemasaran 6. Infrastruktur 7. Birokrasi dan pungutan 8. Kemitraan Dari beragamnya permasalahan yang dihadapi UMKM, nampaknya permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi. Pengembangan sektor UMKM bertumpu pada mekanisme pasar yang sehat dan adil. Langkah strategis yang perlu ditempuh demi keunggulan UMKM adalah sebagai berikut: Pertama, sumberdaya lokal local resources harus dijadikan basis utama, Karena salah satu karakter UMKM adalah melakukan proses efisiensi dengan mendekatkan sumber bahan baku. Kedua, pembentukan infrastruktur pendamping yang dapat membantu pelaku UMKM menghadapi lembaga pembiayaan, mengadopsi teknologi, dan mengakses pasar luas. Pusat Universitas Sumatera Utara inkubasi bisnis dapat dimulai masyarakat, tetapi harus didukung penuh pemerintah. Ketiga, hadirnya lembaga penjamin kredit merupakan pilihan tepat, karena rendahnya aksesibilitas UMKM terhadap lembaga pembiayaan berpangkal dari ketiadaan agunan. Keempat, penggunaan teknologi yang berbasis pengetahuan lokal indigenous knowledge dilakukan pemerintah bekerja sama dengan perguruan tinggi. Ketergantungan terhadap teknologi asing yang berbiaya tinggi harus segera diakhiri. Kelima, penyediaan informasi bagi pelaku UMKM terkait dengan peluang pasar dan pemanfaatan teknologi. Keenam, meningkatkan promosi produk dalam negeri di arena perdagangan lintas Negara. Pelaku UMKM yang terdiri dari kelompok pengrajin, pengusaha tekstil, pengolah bahan pangan, pedagang eceran sampai asongan telah membuktikan diri mampu bertahan dimasa krisis.

2.1.6.3. Ciri Umum Usaha Kecil Menengah UKM

Ada beberapa hal yang merupakan ciri UKM dan usaha mikro. Menurut Mintzberg dan Husen dalam Siregar, 2010 bahwa sektor UKM sebagai organisasi ekonomibisnis mempunyai beberapa karakter seperti: 1 Struktur organisasi yang sangat sederhana; 2 Mempunyai kekhasan; 3 Tidak mempunyai staf yang berlebihan; 4 Pembagian kerja yang lentur; 5 Memiliki hierarki manajemen yang sederhana; 6 Tidak terlalu formal; 7 Proses perencanaan sederhana; 8 Jarang mengadakan pelatihan untuk karyawan; 9 Jumlah karyawan sedikit; 10 Tidak ada pembedaan aset pribadi dan aset perusahaan; 11 Sistem akuntansi kurang baik bahkan biasanya tidak punya. Universitas Sumatera Utara Menurut Prawirokusumo dalam Siregar, 2010, jika dilihat dari kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, UKM secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Fleksibel, dalam arti jika menghadapi hambatan dalam menjalankan usaha akan mudah berpindah ke usaha lain. 2. Dari sisi permodalan, tidak selalu tergantung pada modal dari luar, UKM bisa berkembang dengan kekuatan modal sendiri. 3. Dari sisi pinjaman terutama pengusaha kecil sektor tertentu seperti pedagang sanggup mengembalikan pinjaman dengan bunga yang cukup tinggi 4. UKM tersebar diseluruh Indonesia dengan kegiatan usaha di berbagai sektor, merupakan sarana distributor barang dan jasa dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat. Berdasarkan penjabaran diatas UKM merupakan suatu unit organisasi yang sederhana. Karena lingkup usahanya terbatas maka UKM tidak menggunakan tenaga kerja secara berlebihan. Tenaga yang ada sering dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini dilihat bahwa tenaga di UKM dapat mengerjakan beberapa jenis pekerjaan yang berlainan. Dengan demikian mereka dapat menekan biaya tenaga kerja. Biasanya tenaga kerja yang terlibat di UKM bisa bertahan lama karena hubungan yang dikembangkan di sana adalah pola kekeluargaan. Ini menjadi karakteristik UKM di mana hubungan antara pengusaha dan pekerja besifat tidak formal.

2.1.7. Efisiensi

Efisiensi tertumpu pada hubungan antara output dan input. Efisiensi mencerminkan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik. Semakin Universitas Sumatera Utara tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai Widyananto, 2010. Dikatakan efektif bila produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya. Dikatakan efisien bila tidak ada barang yang terbuang percuma atau penggunaannya seefektif mungkin untuk memenuhi keinginan masyarakat Paul Samuelson dalam Togatorop, 2010. Miller dan Meiners dalam Banjarnahor, 2013 memperjelas konsep efisiensi dengan membaginya ke dalam dua jenis yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.

2.1.7.1. Efisiensi Teknis

Alokasi sumber daya yang efisien secara teknis adalah suatu pengalokasian sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya Nicholson, 2002. Menurut Miller dan Meiners dalam Togatorop, 2010 efisien teknis technical efficiency mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Efsiensi teknis didalam usaha keripik ubi ini dipengaruhi oleh kuantitas penggunaan faktor-faktor produksi. Proporsi penggunaan masing-masing faktor produksi berbeda-beda pada setiap pedagang, sehingga masing-masing faktor produksi memiliki tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Seorang pengusaha dapat dikatakan lebih efisien dari pengusaha lain jika pengusaha tersebut mampu menggunakan faktor-faktor produksi lebih sedikit atau sama dengan pengusaha Universitas Sumatera Utara lainnya, namun dapat menghasilkan tingkat produksi yang sama atau bahkan lebih tinggi dari pengusaha lainnya.

2.1.7.2. Efisiensi Ekonomis

Secara implisit, dalam konsep efisiensi ekonomis economy efficiency, terkandung gagasan bahwa yang terbaik adalah yang paling hemat biaya least- cost . Pada setiap tingkatan output, suatu perusahaan akan memiliki proses produksi secara ekonomis efisien jika perusahaan itu memanfaatkan sumber daya dan biaya paling murah rendah untuk setiap unit outputnya berapa pun total outputnya. Konsep efisiensi ekonomis juga diperjelas oleh Nicholcon 2002, dengan mendefinisikan bahwa alokasi sumber daya yang efisien secara ekonomis adalah sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat. Menurut Soekartawi 2003, dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisiensi dibedakan menjadi tiga yaitu: efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis efisiensi teknis jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif jika nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomis jika usaha pertanian tersebut mencapai kedua efisiensi yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga atau alokatif. Untuk menghitung efisiensi harga maka fungsi produksi yang digunakan adalah : Y = AXb …………………………………………………………… 2.7 Atau Log Y = Log A + b Log X Universitas Sumatera Utara Maka kondisi produksi marginal adalah : �� �� = b koefisien regresi b adalah koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, maka nilai produksi marginal NPM faktor produksi X, dapat ditulis sebagai berikut : NPM = bYPy X ……………………………………………………… 2.8 Dimana : b = elastisitas produksi Y = produksi Py = harga produksi X = jumlah faktor produksi X Kondisi efisiensi harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat dituliskan sebagai berikut : bYPy X = Px ……………………………………………………... 2.9 atau bYPy XPx = 1 Dimana : Px = harga faktor produksi X Dalam praktek, nilai dari Y, Py, X dan Px adalah diperoleh dari nilai rata- ratanya, sehingga persamaan ialah: bYPy XPx = 1 ………………………………………………………… 2.10 Jika bYpy XPx 1, hal ini berarti penggunaan faktor produksi X belum efisien. Agar bisa mencapai efisien, maka penggunaan faktor produksi X perlu ditambah. Universitas Sumatera Utara Jika NPM XPx 1, hal ini berarti penggunaan faktor produksi X tidak efisien, sehingga perlu dilakukan pengurangan faktor produksi X agar dapat tercapai efisiensi. Nicholson 2002, mengatakan bahwa alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya.

2.1.8. Produk Olahan Ubi Kayu

Ubi kayu merupakan jenis bahan makanan yang memiliki rasa yang enak, mudah diolah, serta awet. Oleh karena itu, ubi kayu bisa diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Produk olahan olahan ubi kayu diantaranya adalah tepung tapioka, peuyeum, keripik, tape, donat, tiwul dan sebagainya. Tepung tapioka telah banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan, antara lain berbagai macam gorengan dan kue. Peuyeum dan tape dibuat dari ubi kayu yang dikukus, kemudian diberi ragi, makanan ini memiliki rasa asam manis. Produk olahan ubi kayu yang paling terkenal adalah keripik ubi kayu, yang dibuat dengan cara dipotong-potong, dikeringkan lalu digoreng.

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi. Amri 2011, dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor”. Menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif Universitas Sumatera Utara dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi keadaan umum usahatani ubi kayu serta penerapan pedoman usahatani ubi kayu. Sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani menggunakan RC rasio dan analisis efisiensi produksi dengan model Cobb-Douglas. Berdasarkan pengolahan data diperleh hasil bahwa petani ubi kayu Desa Pasirlaja belum sepenuhnya menerapkan pedoman usahatani ubi kayu, usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja memberikan keuntungan secara ekonomi bagi petani, penggunaan input pada usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja belum optimal, dan terdapat ketidaksesuaian antara hasil analisis dengan literatur, dalam hal penggunaan input optimal untuk pupuk urea dan pupuk kandang. Banjarnahor 2013, dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Tanaman Kopi Di Kabupaten Dairi”. Yang menganalisis pengaruh faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi terhadap jumlah produksi kopi di kabupaten Dairi dan menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam produksi kopi di Kabupaten Dairi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan uji efisiensi. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa faktor produksi yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi kopi pada taraf signifikan 1 adalah luas lahan, tenaga kerja dan jenis kopi. Sedangkan faktor produksi umur pohon berpengaruh negatif tetapi signifikan terhadap produksi kopi. Faktor produksi pupuk berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi kopi. Faktor produksi pupuk, umur pohon kopi, lahan dan tenaga kerja belum efisien. Universitas Sumatera Utara Sinurat 2011, dengan judul penelitian “Analisis Peranan Sektor Industri Kecil Kacang Sihobuk Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Di Kecamatan Sipoholon Tapanuli Utara”. Menganalisis pengaruh jumlah produksi, lama usaha dan modal awal usaha terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk di Kecamatan Sipoholon, dan menganalisis pengaruh industri kecil kacang sihobuk terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode analisis regresi linear berganda. Dari pengolahan data maka diperoleh hasil bahwa jumlah produksi, lama usaha, dan modal usaha memberikan pengaruh terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk di kecamatan Sipoholon, jumlah produksi dan lama usaha mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk, tetapi modal awal tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk.

2.3. Kerangka Konseptual