Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa Di Kota Langsa, Provinsi Aceh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADA USAHA KERIPIK UBI SEBAGAI MAKANAN KHAS LANGSA DI KOTA LANGSA, PROVINSI

ACEH

OLEH

Nana Purnama Sari 110501050

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Nana Purnama Sari

NIM : 110501050

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

JudulSkripsi : Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa Di Kota Langsa, Provinsi Aceh

Tanggal Pembimbing,

NIP. 19530412 198103 1 006 Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU

Penguji I, Penguji II,

Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si.Dra.Raina Linda Sari, M.S

NIP. 19490808 198103 1 001 NIP. 19630907 198803 2 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PENCETAKAN

Nama : Nana Purnama Sari

NIM : 110501050

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

JudulSkripsi : Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa Di Kota Langsa, Provinsi Aceh

Tanggal Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003

Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D

Tanggal Ketua Departemen

Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa Di Kota Langsa, Provinsi Aceh” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 05 Februari 2015 Penulis

NIM: 110501050 Nana Purnama Sari


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi dan mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, kuesioner dan studi kepustakaan yang ditujukan kepada 30 responden yang memiliki usaha keripik ubi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas, dan Efisiensi Ekonomi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro adalah jumlah bahan baku (input) dan modal kerja (capital). Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, faktor produksi yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi keripik ubi pada taraf signifikan 5 persen adalah modal kerja. Namun, jumlah bahan baku berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi. Sedangkan, tenaga kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi.Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro tidak efisien, dikarenakan bahwa penjumlahan dari masing-masing koefisien elastisitas faktor produksi bersifat Decreasing Return to Scale.


(6)

ABSTRACT

This study aims to determine the factors that affect the business production of cassava chips and determine the efficiency of using production factors in cassava chips business in Langsa Baro district.

This study used primary data and secondary data by the collecting method of data such as interviews , questionnaires and literature study that aimed to 30 respondents who have a cassava chipsbusiness. The analysis technique that used in this research was the analysis of Cobb Douglas Production Function and Economic Efficiency.

The results showed that the factors which affected the production of cassava chips in Langsa Baro district was the amount of raw material ( input ) and capital working. Based on the analysis of the Cobb Douglas production function , the factors of production were positive and significant effect on the production of cassava chips on a significant level of 5 percent was capital working. However , the amount of raw materials had positive effect but no significant on the production of cassava chips. Whereas, labor had negative effect and no significant on the production of cassava chips. The factors of production were used in cassava chips business in Langsa Baro district had not efficient, because the sum of each elasticity coefficient of production factors wereDecreasing Return to Scale.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Dengan mengucap rasa syukur yang tak terhingga atas nikmat, karunia dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk menempuh ujian Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa di Kota Langsa,Provinsi Aceh”.

Dalam tulisan ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik berupa dorongan semangat dan sumbangan pikiran. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis terutama kepada:

1. Secara khusus, skripsi ini penulis persembahkan buat kedua orang tua tercinta Naar Bahrum Ms dan Sulasmiserta saudara penulis Dewi Minarti Syahfitri dan Andi Minarta Syahputra.

2. Bapak Prof. Dr.Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E.,M.Soc.Sc.,Ph.Dselaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

6. Bapa

dosen pembanding yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan berlangsung ataupun selama proses skripsi ini berjalan.


(8)

7. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis.

8. Terima Kasih kepada Fanny Elvina, S.E yang telah membantu dan memberi saran dalam penyelesaian skripsi ini. Dan teman terdekat saya Yagi Jayagiri, Adit, Naya, Meli, Naqiya, Ade, Ari, Rayna dan Maya yang sudah memberi semangat kepada saya.

9. Seluruh teman-teman serta pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya sangat membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.

Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Medan, Februari 2015


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis ... 6

2.1.1. Pembangunan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi ... 6

2.1.2. Teori Produksi dan Produk Marjinal ... 8

2.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 12

2.1.4. Return to Scale ... 14

2.1.5. Fungsi Produksi Frontier ... 14

2.1.6. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ... 17

2.1.6.1. Batasan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 17

2.1.6.2. Perkembangan, Prospek, dan Permasalahan ... Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMK) ... 19

2.1.6.3. Ciri Umum Usaha Kecil Menengah (UKM) ... 20

2.1.7. Efisiensi ... 22

2.1.7.1. Efisiensi Teknis ... 22

2.1.7.2. Efisiensi Ekonomis ... 23

2.1.8. Produk Olahan Ubi Kayu ... 25

2.2.Penelitian Terdahulu ... 26

2.3. Kerangka Konseptual ... 28

2.4. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ... 29


(10)

3.2. Lokasi Penelitian ... 29

3.3. Batasan Operasional ... 29

3.4. Definisi Operasional ... 30

3.5. Populasi dan Sampel ... 30

3.5.1. Populasi ... 30

3.5.2. Sampel ... 31

3.6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 31

3.6.1. Jenis Data ... 31

3.6.2. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.7. Teknik Analisis Data ... 33

3.7.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglass ... 33

3.7.2. Uji Asumsi Klasik ... 34

3.7.2.1. Uji Normalitas ... 34

3.7.2.2. Uji Multikoleniaritas ... 34

3.7.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 35

3.7.3. Uji Hipotesis ... 36

3.7.3.1. Uji t-Statistik ... 36

3.7.3.2. Uji F-Statistik ... 36

3.7.3.3. Koefisien Determinasi (R2) ... 37

3.7.4. Uji Efisiensi ... 38

3.7.4.1. Efisiensi Ekonomi ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 40

4.2. Karakteristik Responden ... 42

4.2.1. Umur Responden ... 42

4.2.2. Jenis Kelamin ... 43

4.2.3. Tingkat Pendidikan ... 43

4.2.4. Lama Usaha ... 44

4.3.Hasil Analisis ... 45

4.3.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas ... 45

4.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 47

4.3.2.1.Uji Normalitas ... 47

4.3.2.2.Uji Multikolinearitas ... 48

4.3.2.3.Uji Heteroskedastisitas ... 49

4.3.3. Uji Hipotesis ... 50

4.3.3.1.Uji t-statistik ... 50

4.3.3.2.Uji F ... 51

4.3.3.3.Koefisien Determinasi (R2) ... 52

4.3.4. Uji Efisiensi Ekonomi ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 54

5.2.Saran ... 54


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1. Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Aceh

pada Tahun 2008-2012 ... 2

2.1. Penjabaran Kategori Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah ... 18

4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Langsa Baro di Masing-masing Desa ... 40

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 41

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 42

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha ... 43

4.6. Hasil Regresi Fungsi Cobb Douglas ... 44

4.7. Hasil Uji Multikolinearitas ... 47

4.8. Hasil Uji Multikolinearitas dengan Dua Variabel Bebas ... 48

4.9. Hasil Uji Glejser ... 48

4.10. Hasil Uji Glejser Dalam Bentuk Transformasi Logaritma Natural ... 48

4.11. Hasil Regresi Linear Berganda ... 49

4.12. Koefisien Fhitung... 50


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1. Fungsi Produksi Total, Rata-Rata dan

Marjinal ... 10 2.2. Kurva Isokuan ... 15 2.3. Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi

Teknis ... 16 2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 28 4.1. Histogram Uji Normalitas ... 46


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi dan mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, kuesioner dan studi kepustakaan yang ditujukan kepada 30 responden yang memiliki usaha keripik ubi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas, dan Efisiensi Ekonomi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro adalah jumlah bahan baku (input) dan modal kerja (capital). Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, faktor produksi yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi keripik ubi pada taraf signifikan 5 persen adalah modal kerja. Namun, jumlah bahan baku berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi. Sedangkan, tenaga kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi.Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro tidak efisien, dikarenakan bahwa penjumlahan dari masing-masing koefisien elastisitas faktor produksi bersifat Decreasing Return to Scale.


(14)

ABSTRACT

This study aims to determine the factors that affect the business production of cassava chips and determine the efficiency of using production factors in cassava chips business in Langsa Baro district.

This study used primary data and secondary data by the collecting method of data such as interviews , questionnaires and literature study that aimed to 30 respondents who have a cassava chipsbusiness. The analysis technique that used in this research was the analysis of Cobb Douglas Production Function and Economic Efficiency.

The results showed that the factors which affected the production of cassava chips in Langsa Baro district was the amount of raw material ( input ) and capital working. Based on the analysis of the Cobb Douglas production function , the factors of production were positive and significant effect on the production of cassava chips on a significant level of 5 percent was capital working. However , the amount of raw materials had positive effect but no significant on the production of cassava chips. Whereas, labor had negative effect and no significant on the production of cassava chips. The factors of production were used in cassava chips business in Langsa Baro district had not efficient, because the sum of each elasticity coefficient of production factors wereDecreasing Return to Scale.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perindustrian saat ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dan harus menghadapi persaingan yang sangat ketat mengingat akan terlaksananya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015. Seiring dengan perkembangan berbagai industri, suatu industri dituntut untuk dapat mengembangkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing untuk dapat berkompetisi dalam pasar lokal, regional, nasional maupu n internasional.

Dewasa ini banyak usaha mikro yang berkembang terutama di daerah-daerah, salah satu jenis produk yang banyak dikembangkan oleh usaha kecil adalah makanan ringan, sebagai salah satu altenatif pengembangan produk yang praktis. Permintaan terhadap makanan ringan mulai meningkat hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk-produk hasil olahan pertanian khususnya tanaman pangan untuk meningkatkan nilai jual atau nilai tambah, mengingat sektor pertanian merupakan sektor yang sangat dominan untuk dikembangkan.

Struktur perekonomian Aceh berdasarkan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) pada tahun 2008-2010 masih di dominasi oleh sektor pertanian, sektor ini memberikan kontribusi sebesar 26-29% dengan kecenderungan terus meningkat tiap tahunnya. Tahun 2011 menunjukkan dua sektor yang merupakan leading sector bagi perekonomian aceh ialah sektor pertanian 27,89% dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16,03% serta pada tahun 2012 PDRB Aceh Atas Dasar Harga Berlaku dengan menyertakan migas dua sektor yang merupakan leading sector ini sebesar 27,03% untuk sektor pertanian dan 16,83%


(16)

untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran (BPS, Aceh dalam angka 2011, 2012 dan 2013). Melihat peranan sektor pertanian yang besar merupakan peluang yang cukup menarik untuk meningkatkan harga jual hasil pertanian melalui industri pengolahan bahan pangan yang tidak tahan lama menjadi hasil olahan yang siap dikonsumsi dan tahan lama.

Bagi kota Langsa yang merupakan bagian dari provinsi Aceh, peranan sektor pertanian sendiri sangat penting dalam perkembangan perekonomian. Hasil pertanian seperti pada komoditas ubi, yaitu ubi kayu dan ubi jalar dijadikan produk olahan yang memiliki nilai tambah. Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum dan sesudah dilakukannya proses produksi. Potensi ubi kayu dan ubi jalar di provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.1, sehingga perlu mendapat perhatian dan pengolahan lebih lanjut.

Tabel 1.1

Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar Di Aceh Pada Tahun 2008-2012 Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Aceh

Tahun Produksi (Ton) Ubi Kayu Ubi Jalar

Produksi 2012 (Ton) 38.257 13.356

Produksi 2011 (Ton) 39.384 11.843

Produksi 2010 (Ton) 43.810 11.095

Produksi 2009 (Ton) 49.839 15.298

Produksi 2008 (Ton) 38.403 13.172

Sumber Data: BPS Provinsi Aceh, Aceh dalam angka 2013.

Berdasarkan tabel diatas, potensi produksi ubi kayu lebih banyak daripada produksi ubi jalar walaupun produksi ubi kayu pada tahun 2010-2012 mengalami penurunan. Luas panen ubi kayu tahun 2012 mengalami penurunan 3,60%


(17)

dibandingkan 2011 sebesar 10,10%, sedangkan luas panen ubi jalar tahun 2012 mengalami peningkatan 11,7% dibandingkan 2011 sebesar 6,75%. (BPS, Aceh dalam angka 2012 dan 2013).

Daerah kota Langsa sendiri, pada tahun 2012 luas panen ubi kayu sebesar 17 ha, dengan produksi 203 ton dan produktivitas 11,91 ton/ha, sedangkan ubi jalar tidak memiliki hasil panen (BPS, Aceh dalam angka 2013). Melihat kondisi ini, akan lebih efektif dan efisien apabila produksi ubi ini diolah menjadi makanan siap konsumsi yaitu keripik, untuk meningkatkan harga jual dan meningkatkan nilai tambah dari harga baku.

Keripik ubi di kota Langsa merupakan salah satu makanan khas setelah pisang sale, bolu ikan, timpan, kopi ulee kareng, kopi gayo, rencong Aceh dan lain sebagainya. Permintaan akan keripik ubi di kota Langsa sendiri relatif besar, dapat terlihat dari banyak berdirinya usaha kecil dengan skala industri rumah tangga yang mengusahakan keripik ubi. Di Kecamatan Langsa Baro merupakan daerah berdirinya beberapa usaha kecil keripik ubi.

Usaha keripik ubi yang masih berskala rumah tangga di Kecamatan Langsa Baro tentunya mengalami beberapa kendala. Keterbatasan modal menjadi faktor utama. Selain itu proses produksi produk ini masih menggunakan teknologi sederhana. Bahan baku ubi juga dipengaruhi oleh musim. Harga bahan baku ubi kayu dan ubi jalar dalam pengolahan keripik ubi berbeda. Perbedaan proses pembuatan dan jenis ubi yang digunakan akan menyebabkan perbedaan harga jual masing-masing produk.

Kecamatan Langsa Baro memiliki potensi pada industri keripiknya, sehingga pengembangan usaha ini perlu untuk ditingkatkan, antara lain


(18)

pemanfaatan bahan baku ubi untuk meningkatkan nilai jual. Saat ini usaha keripik ubi sebagai salah satu makanan khas kota Langsa masih kecil dan belum terintegrasi, sehingga diperlukan beberapa usaha untuk mencapai economic of scale. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti

dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi pada Usaha Keripik Ubi sebagai Makanan Khas Langsa di Kota Langsa, Provinsi Aceh”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai efesiensi produksi pada usaha keripik ubi sebagai makanan khas kota Langsa. Maka akan diajukan pertanyaan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro?

2. Apakah penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro sudah efisien ?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.

2. Mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Dapat memberikan manfaat bagi pemerintah kota Langsa dalam menentukan kebijakan ekonomi, terutama dalam pembangunan sektor pertanian dan perkembangan usaha industri rumah tangga.

2. Dapat memberikan informasi sebagai peluang usaha yang lebih besar bagi industri rumah tangga.

3. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan masukan bagi peneliti pada bidang yang sama.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Pembangunan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Kebijakan pembangunan pertanian diharapkan mempunyai kontribusi dalam mendorong pembangunan ekonomi. Ada beberapa teori dalam ekonomika pembangunan seperti merkantilisme, klasik, Karl Max, Shumpeter, neo-klasik, dan Post-Keynesian. Aliran klasik menekankan adanya sistem liberal dan perkembangan teknologi yang disebabkan oleh adanya akumulasi pembentukan modal dan spesialisasi. Tokoh utama aliran klasik adalah Adam Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus. Ada kesamaan pandangan dari mereka yang pesimistik karena adanya thelaw of the diminishing return (Adam Smith), ketersediaan lahan yang terbatas (Ricardo), dan pertambahan penduduk yang lebih besar daripada pertambahan produksi (Malthus).

Sejak merkantilisme, ilmu ekonomi pembangunan sudah menaruh perhatian pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, tetapi ekonomika pembangunan sebagai cabang terpisah dari ilmu ekonomi baru sejak tahun 1950 (Staatz & Eicher dalam Yuwono dkk, 2011). Baru sejak dasawarsa 1970-an pembangunan pertanian diartikan sebagai pertumbuhan dengan pemerataan mencakup distribusi pendapatan, kesempatan kerja, kemiskinan, gizi dan sebagainya.

Pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an pertanian dalam pembangunan ekonomi dipandang berperan pasif. Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh W. Arthur Lewis (1954) dalam tulisannya “Economic Development with Unlimited Supplies of Labour” dengan “zero marginal productivity of labour”, yang


(21)

menyebabkan banyak pakar ekonomika pembangunan memusatkan pada peranan industri dalam pembangunan ekonomi (Yuwono dkk, 2011).

Hal kedua yang penting pengaruhnya pada pandangan peranan penting dalam pembangunan adalah tulisan Albert Hirchman (1958) yang berjudul The Strategy of Ecnomic Development yang memperkenalkan konsepsi linkage(kaitan)

bahwa investasi dalam suatu kegiatan ekonomi akan mendorong investasi pada kegiatan ekonomi lain yang akan meningkatkan pendapatan melalui hubungan input-output baik backward linkage (kaitan ke belakang) pada penghasilan input maupun forward linkage (kaitan ke depan) pada pengolah output. Hirchman

mengatakan bahwa investasi pemerintah sebaiknya dipusatkan pada kegiatan yang mempunyai linkage effect terbesar, yang dimaksud sektor industry (Yuwono dkk, 2011).

Sebenarnya dalam dasawarsa 1960-an beberapa pakar dalam teori dualisme sudah menyatakan pentingnya investasi di pertanian untuk mempercepat pertumbuhan surplus produksi pertanian agar tidak terperangkap pada keseimbangan pendapatan rendah (low income-equilibrium trap) pada tahap permulaan pembangunan (Fei&Ranis, Jorgenson dan Johnston&Mellor dalam Yuwono dkk, 2011) menekankan pentingnya pertanian sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.


(22)

2.1.2. Teori Produksi dan Produk Marjinal

Produksi adalah suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi tidak hanya terbatas pada pembuatannya saja tetapi juga proses penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengeceran, dan pengemasan kembali, atau yang lainnya (Millers dan Meiners dalam Togatorop, 2010). Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.

Fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan output tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik tertentu. Dalam teori ekonomi, menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi (tanah, modal, keahlian keusahawan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Hubungan antara faktor-faktor produksi dengan tingkat output yang dihasilkan apabila input yang digunakan adalah tenaga kerja, modal, dan kekayaan alam dapat dirumuskan melalui persamaan berikut ini :


(23)

Dimana :

Q = Jumlah produksi K = Jumlah modal

L = Jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan R = Kekayaan alam

T = Selera komsumen

Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:

Q = f ( X1, X2, X3,….., Xn )………2.2

Dimana:

Q = Tingkat produksi (output) dipengaruhi oleh faktor X

X = Berbagai input yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi Q.

Dalam kenyataannya pengusaha harus menentukan berapa banyak input yang perlu digunakan untuk memproduksi output yang maksimum. Untuk membuat keputusan, pengusaha akan memperhitungkan seberapa besar dampak penambahan input variabel terhadap produksi total. Bermula dari fungsi produksi inilah kita dapat menghitung tiga konsep produksi yang penting, yaitu produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal (Paul A. Samuelson dalam Togatorop, 2010).

Produk total adalah produk yang menunjukkan total output yang diproduksi dalam unit fisik, misalnya segantang gandum atau satu barel minyak. Produk marjinal adalah tambahan produk atau output karena tambahan input (tenaga kerja) sebanyak satu satuan.


(24)

Produk rata-rata yaitu total output dibagi dengan unit total input.

APL = Q/L………2.4

Secara grafis hubungan fungsi dari produksi total, produksi rata-rata, dan produksi marjinal dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1

Fungsi produksi total, rata-rata dan marjinal

Sumber : Dominic Salvatore dalam Togatorop, 2010

Gambar 2.1 tersebut menunjukkan hubungan antara TPL, MPL dan APL. Gambar tersebut menunjukkan bahwa apabila tenaga kerja (input) yang dipergunakan mula-mula adalah sebanyak nol, produksi juga sama dengan nol. Apabila jumlah tenaga kerja yang dipergunakan semakin banyak, maka output akan meningkat. Mula-mula produksi total tambahan yang semakin tinggi (mulai dari 0 sampai L1), kemudian dengan tambahan yang semakin kecil (setelah


(25)

melampaui L1 dan seterusnya). Setelah L2, penambahan tenaga kerja justru menurunkan tingkat output yang dihasilkan. Pola seperti ini merupakan pola umum proses produksi. pola tersebut dicerminkan oleh kurva AP dan MP. MP melukiskan perubahan total output akibat perubahan input. MP mula-mula menaik, kemudian menurun sampai akhirnya negatif apabila jumlah input variabel digunakan terus bertambah. Demikian pula dengan AP, mula-mula naik kemudian turun (Miller dan Meiners dalam Togatorop,2010).

MP terlihat menaik ketika TP naik dengan laju yang semakin tinggi, MP menurun ketika TP naik dengan laju yang semakin rendah, MP sama dengan nol ketika TP mencapai maksimum dan MP negatif ketika TP menurun. MP mencapai maksimum lebih dulu daripada AP. Selama AP menaik, MP lebih tinggi daripada AP. Dan ketika AP menurun, MP lebih rendah daripada AP. AP mencapai maksimum ketika MP = AP ( Miller dan Meiners dalam Togatorop, 2010).

Menurut Sukirno dalam Togatorop (2010), pola produksi seperti Gambar 2.1 diatas disebut kondisi “Law of Diminishing Return”. Hukum ini menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Berdasarkan gambar diatas kondisi “Law of Diminishing Return” ini berlaku mulai L1 ke kanan yaitu saat TP meningkat semakin lambat dan MP pun mengalami penurunan.


(26)

Berdasarkan kurva TP, AP dan MP diatas kita bisa membagi proses produksi menjadi tiga tahapan yaitu tahap I, tahap II dan tahap III. Tahap I, kurva APL dan MPL terus meningkat. Makin banyak penggunaan faktor produksi maka semakin tinggi produksi rata-ratanya. Tahap ini disebut tahap tidak rasional karena jika penggunaan faktor produksi ditambah maka penambahan output total yang dihasilkan akan lebih besar dari penambahan faktor produksi itu sendiri. Seorang produsen yang rasional akan memproduksi output pada tahap yang kedua. Dalam tahap ini terjadi perpotongan antara kurva MPL dan kurva APL pada saat APL mencapai titik optimal. Pada tahap ini masih dapat meningkatkan output walaupun dalam presentasi kenaikan yang sama atau lebih kecil dari kenaikan jumlah faktor produksi yang digunakan. Penambahan satu unit faktor produksi maka akan memberikan tambahan produksi total (TP), walaupun produksi rata-rata (AP) dan marginal produk (MP) menurun tetapi masih dalam daerah yang positif.

2.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003).

Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis adalah sebagai berikut:


(27)

Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini:

LnY = Lnb0 + b1LnX1 + b2LnX2 + … + bnLnXn + u ……… (2.6)

Dimana:

Y = output

Xi = input

Lnb0 = intercept

b1 = parameter fungsi, juga merupakan elastisitas produksi

u = kesalahan karena faktor acak

Fungsi produksi Cobb-Douglas harus dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi bentuk fungsi linear dalam penggunaannya dalam penyelesaian analisis produksi, dengan syarat sebagai berikut:

1. Tidak ada pengamatan variabel penjelas (X) yang bersifat nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).

2. Dalam fungsi produksi, diasumsikan tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Dalam artian bahwa kalau fungsi produksi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.

3. Tiap variabel X adalah perfect competition.

4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah mencakup pada faktor kesalahan.


(28)

2.1.4. Return to Scale

Return to scale (RTS) atau hasil terhadap skala merupakan pengaruh peningkatan skala input terhadap kuantitas yang diproduksi. Dengan kata lain, return to scale mencerminkan keresponsifan produk total bilamana semua input ditingkatkan secara proporsional. Ada tiga kasus penting yang harus dibedakan: 1. Constant return to scale, menunjukkan kasus bilamana perubahan semua input

menyebabkan peningkatan output dengan jumlah yang sama (b1 + b2 + … + bn) = 1.

2. Decreasing return to scale, timbul bilamana peningkatan semua input dengan

jumlah yang sama menyebabkan peningkatan total output yang kurang proporsional (b1 + b2 + … + bn) < 1.

3. Increasing return to scale, terjadi bilamana peningkatan semua input

menyebabkan peningkatan output yang lebih besar (b1 + b2 + … + bn) > 1

2.1.5. Fungsi Produksi Frontier

Fungsi frontier adalah hubungan teknis antara faktor-faktor produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis isokuan. Menurut Roger Le Rey Miller dan Roger E. Meiners dalam Togatorop, 2010), garis isokuan adalah sebuah garis dalam ruang input yang memperlihatkan semua kemungkinan kombinasi dua macam input yang secara fisik dapat menghasilkan suatu tingkatan output.


(29)

Gambar 2.2 Kurva Isokuan

Sumber: Roger Le Rey Miller dan Roger E. Meiners dalam Togatorop, 2010

Suatu kurva isokuan menunjukkan kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja dan barang modal yang memungkinkan dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Masing-masing kurva isokuan diatas mencerminkan kombinasi input yang berbeda. Semakin jauh letak kurva isokuan dari titik nol (semakin ke kanan) menunjukkan tingkat produksi yang semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin ke kiri bawah maka semakin rendah tingkat outputnya. Apabila isokuan produsen bergerak ke kanan atas berarti produsen menaikkan skala produksinya atau melakukan perluasan usaha (ekspansi).

Dengan ditentukannya kombinasi input maka diperlukan suatu batas kemungkinan produksi (production possibility frontier) agar produksi yang dilakukan dapat dicapai dengan optimal. Menurut Nicholson (2002), batas kemungkinan produksi (production possibility frontier) merupakan suatu grafik yang menunjukkan semua kemungkinan kombinasi barang-barang yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya tertentu seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.


(30)

Gambar 2.3

Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis

Sumber: Nicholson, 2002

Pada gambar 2.3, garis batas PP’ memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang (barang X dan Y) yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya yang tersedia dalam suatu perekonomian. Kombinasi keduanya pada PP’ dan didalam kurva cembung adalah output yang mungkin diproduksi. Alokasi sumber daya yang dicerminkan oleh titik A adalah alokasi yang tidak efisien secara teknis karena produksi dapat ditingkatkan. Titik B contohnya, berisi lebih banyak Y dan tidak mengurangi X dibandingkan dengan alokasi A.


(31)

2.1.6. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.6.1.Batasan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Berbagai literature yang menjabarkan kategori usaha didasarkan pada asset, jumlah pekerja dan omset. Terdapat lima sumber yang dapat dipakai sebagai acuan yaitu, UU No. 9095 Tentang Usaha Kecil, BPS, Menteri Negara Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, dan Bank Dunia.

Pada UU No. 9/1995 terdapat defenisi untuk usaha kecil dan cenderung mengabaikan usaha mikro dan usaha menengah. Undang-Undang tersebut membuat klasifikasi sederhana dengan mengelompokkan dua dunia usaha, yaitu usaha kecil dan usaha besar. Bank Indonesia membuat definisi yang lebih kualitatif untuk usaha mikro. Lebih jelas mengenai penjabaran kategori usaha tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(32)

Tabel 2.1

Penjabaran Kategori Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah

Lembaga Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah UU No 9 Tahun

1995

Aset = Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. Omset = Rp 1 milyar setahun

BPS Pekerja < 5 orang, termasuk tenaga kerja keluarga

Pekerja 5-9 orang Pekerja 20-99 orang

Menteri Negara Koperasi dan UKM

Aset < Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. Omset < Rp 1 milyar /tahun.

Independen

Aset > Rp 200 juta. Omset antara Rp 1 milyar–Rp 10 milyar/tahun

Bank Indonesia Dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin, bersifat usaha keluarga,

menggunakan sumber daya lokal, menerapkan

teknologi

sederhana dan mudah keluar masuk industri.

Aset < Rp 200 juta. Omset < Rp 1 milyar

Untuk kegiatan industri, aset < Rp 5 milyar, untuk lainnya (termasuk jasa) asset < Rp 600 juta di luar

tanah dan bangunan. Omset

< Rp 3 milyar per tahun.

Bank Dunia Pekerja < 10 orang. Aset < $100 ribu. Omset < $100 ribu per tahun

Pekerja < 50 orang. Aset < $3 juta. Omset < $3 juta per tahun

Pekerja < 300 orang. Aset < $ 15 juta. Omset < $ 15 juta per tahun.

Sumber : Data diolah

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah batasan kategori usaha kecil menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan kategori BPS tersebut usaha keripik ubi di kota Langsa termasuk ke dalam usaha mikro.


(33)

2.1.6.2.Perkembangan, Prospek, dan Permasalahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM )

Berdasarkan berbagai studi diketahui bahwa dalam mengembangkan usahanya UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal, permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :

1. Manajemen 2. Permodalan 3. Teknologi 4. Bahan baku

5. Informasi dan pemasaran 6. Infrastruktur

7. Birokrasi dan pungutan 8. Kemitraan

Dari beragamnya permasalahan yang dihadapi UMKM, nampaknya permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi.

Pengembangan sektor UMKM bertumpu pada mekanisme pasar yang sehat dan adil. Langkah strategis yang perlu ditempuh demi keunggulan UMKM adalah sebagai berikut: Pertama, sumberdaya lokal (local resources) harus dijadikan basis utama, Karena salah satu karakter UMKM adalah melakukan proses efisiensi dengan mendekatkan sumber bahan baku. Kedua, pembentukan infrastruktur pendamping yang dapat membantu pelaku UMKM menghadapi lembaga pembiayaan, mengadopsi teknologi, dan mengakses pasar luas. Pusat


(34)

inkubasi bisnis dapat dimulai masyarakat, tetapi harus didukung penuh pemerintah.

Ketiga, hadirnya lembaga penjamin kredit merupakan pilihan tepat, karena

rendahnya aksesibilitas UMKM terhadap lembaga pembiayaan berpangkal dari ketiadaan agunan. Keempat, penggunaan teknologi yang berbasis pengetahuan lokal (indigenous knowledge) dilakukan pemerintah bekerja sama dengan perguruan tinggi. Ketergantungan terhadap teknologi asing yang berbiaya tinggi harus segera diakhiri. Kelima, penyediaan informasi bagi pelaku UMKM terkait dengan peluang pasar dan pemanfaatan teknologi. Keenam, meningkatkan promosi produk dalam negeri di arena perdagangan lintas Negara. Pelaku UMKM yang terdiri dari kelompok pengrajin, pengusaha tekstil, pengolah bahan pangan, pedagang eceran sampai asongan telah membuktikan diri mampu bertahan dimasa krisis.

2.1.6.3. Ciri Umum Usaha Kecil Menengah ( UKM )

Ada beberapa hal yang merupakan ciri UKM dan usaha mikro. Menurut Mintzberg dan Husen dalam Siregar, 2010) bahwa sektor UKM sebagai organisasi ekonomi/bisnis mempunyai beberapa karakter seperti: 1) Struktur organisasi yang sangat sederhana; 2) Mempunyai kekhasan; 3) Tidak mempunyai staf yang berlebihan; 4) Pembagian kerja yang lentur; 5) Memiliki hierarki manajemen yang sederhana; 6) Tidak terlalu formal; 7) Proses perencanaan sederhana; 8) Jarang mengadakan pelatihan untuk karyawan; 9) Jumlah karyawan sedikit; 10) Tidak ada pembedaan aset pribadi dan aset perusahaan; 11) Sistem akuntansi kurang baik (bahkan biasanya tidak punya).


(35)

Menurut Prawirokusumo dalam Siregar, 2010, jika dilihat dari kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, UKM secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Fleksibel, dalam arti jika menghadapi hambatan dalam menjalankan usaha akan mudah berpindah ke usaha lain.

2. Dari sisi permodalan, tidak selalu tergantung pada modal dari luar, UKM bisa berkembang dengan kekuatan modal sendiri.

3. Dari sisi pinjaman (terutama pengusaha kecil sektor tertentu seperti pedagang) sanggup mengembalikan pinjaman dengan bunga yang cukup tinggi

4. UKM tersebar diseluruh Indonesia dengan kegiatan usaha di berbagai sektor, merupakan sarana distributor barang dan jasa dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan penjabaran diatas UKM merupakan suatu unit organisasi yang sederhana. Karena lingkup usahanya terbatas maka UKM tidak menggunakan tenaga kerja secara berlebihan. Tenaga yang ada sering dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini dilihat bahwa tenaga di UKM dapat mengerjakan beberapa jenis pekerjaan yang berlainan. Dengan demikian mereka dapat menekan biaya tenaga kerja. Biasanya tenaga kerja yang terlibat di UKM bisa bertahan lama karena hubungan yang dikembangkan di sana adalah pola kekeluargaan. Ini menjadi karakteristik UKM di mana hubungan antara pengusaha dan pekerja besifat tidak formal.

2.1.7. Efisiensi

Efisiensi tertumpu pada hubungan antara output dan input. Efisiensi mencerminkan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik. Semakin


(36)

tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai (Widyananto, 2010). Dikatakan efektif bila produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya. Dikatakan efisien bila tidak ada barang yang terbuang percuma atau penggunaannya seefektif mungkin untuk memenuhi keinginan masyarakat (Paul Samuelson dalam Togatorop, 2010).

Miller dan Meiners dalam Banjarnahor, 2013) memperjelas konsep efisiensi dengan membaginya ke dalam dua jenis yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.

2.1.7.1.Efisiensi Teknis

Alokasi sumber daya yang efisien secara teknis adalah suatu pengalokasian sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya (Nicholson, 2002). Menurut Miller dan Meiners dalam Togatorop, 2010) efisien teknis (technical efficiency) mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

Efsiensi teknis didalam usaha keripik ubi ini dipengaruhi oleh kuantitas penggunaan faktor-faktor produksi. Proporsi penggunaan masing-masing faktor produksi berbeda-beda pada setiap pedagang, sehingga masing-masing faktor produksi memiliki tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Seorang pengusaha dapat dikatakan lebih efisien dari pengusaha lain jika pengusaha tersebut mampu menggunakan faktor-faktor produksi lebih sedikit atau sama dengan pengusaha


(37)

lainnya, namun dapat menghasilkan tingkat produksi yang sama atau bahkan lebih tinggi dari pengusaha lainnya.

2.1.7.2.Efisiensi Ekonomis

Secara implisit, dalam konsep efisiensi ekonomis (economy efficiency), terkandung gagasan bahwa yang terbaik adalah yang paling hemat biaya (least-cost). Pada setiap tingkatan output, suatu perusahaan akan memiliki proses

produksi secara ekonomis efisien jika perusahaan itu memanfaatkan sumber daya dan biaya paling murah / rendah untuk setiap unit outputnya (berapa pun total outputnya). Konsep efisiensi ekonomis juga diperjelas oleh Nicholcon (2002), dengan mendefinisikan bahwa alokasi sumber daya yang efisien secara ekonomis adalah sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat.

Menurut Soekartawi (2003), dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisiensi dibedakan menjadi tiga yaitu: efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif jika nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomis jika usaha pertanian tersebut mencapai kedua efisiensi yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga atau alokatif. Untuk menghitung efisiensi harga maka fungsi produksi yang digunakan adalah :

Y = AXb ……… (2.7)

Atau


(38)

Maka kondisi produksi marginal adalah :

��

�� = b (koefisien regresi)

b adalah koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, maka nilai produksi marginal (NPM) faktor produksi X, dapat ditulis sebagai berikut :

NPM = bYPy / X ……… (2.8)

Dimana :

b = elastisitas produksi

Y = produksi

Py = harga produksi

X = jumlah faktor produksi X

Kondisi efisiensi harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat dituliskan sebagai berikut :

bYPy / X = Px ………... (2.9)

atau

bYPy / XPx = 1

Dimana :

Px = harga faktor produksi X

Dalam praktek, nilai dari Y, Py, X dan Px adalah diperoleh dari nilai rata-ratanya, sehingga persamaan ialah:

bYPy / XPx = 1 ……… (2.10)

Jika (bYpy / XPx) > 1, hal ini berarti penggunaan faktor produksi X belum efisien. Agar bisa mencapai efisien, maka penggunaan faktor produksi X perlu ditambah.


(39)

Jika (NPM / XPx ) < 1, hal ini berarti penggunaan faktor produksi X tidak efisien, sehingga perlu dilakukan pengurangan faktor produksi X agar dapat tercapai efisiensi.

Nicholson (2002), mengatakan bahwa alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya.

2.1.8. Produk Olahan Ubi Kayu

Ubi kayu merupakan jenis bahan makanan yang memiliki rasa yang enak, mudah diolah, serta awet. Oleh karena itu, ubi kayu bisa diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Produk olahan olahan ubi kayu diantaranya adalah tepung tapioka, peuyeum, keripik, tape, donat, tiwul dan sebagainya. Tepung tapioka telah banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan, antara lain berbagai macam gorengan dan kue. Peuyeum dan tape dibuat dari ubi kayu yang dikukus, kemudian diberi ragi, makanan ini memiliki rasa asam manis. Produk olahan ubi kayu yang paling terkenal adalah keripik ubi kayu, yang dibuat dengan cara dipotong-potong, dikeringkan lalu digoreng.

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi.

Amri (2011), dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor)”. Menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif


(40)

dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi keadaan umum usahatani ubi kayu serta penerapan pedoman usahatani ubi kayu. Sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani menggunakan R/C rasio dan analisis efisiensi produksi dengan model Cobb-Douglas. Berdasarkan pengolahan data diperleh hasil bahwa petani ubi kayu Desa Pasirlaja belum sepenuhnya menerapkan pedoman usahatani ubi kayu, usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja memberikan keuntungan secara ekonomi bagi petani, penggunaan input pada usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja belum optimal, dan terdapat ketidaksesuaian antara hasil analisis dengan literatur, dalam hal penggunaan input optimal untuk pupuk urea dan pupuk kandang.

Banjarnahor (2013), dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Tanaman Kopi Di Kabupaten Dairi”. Yang menganalisis pengaruh faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi terhadap jumlah produksi kopi di kabupaten Dairi dan menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam produksi kopi di Kabupaten Dairi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan uji efisiensi. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa faktor produksi yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi kopi pada taraf signifikan 1% adalah luas lahan, tenaga kerja dan jenis kopi. Sedangkan faktor produksi umur pohon berpengaruh negatif tetapi signifikan terhadap produksi kopi. Faktor produksi pupuk berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi kopi. Faktor produksi pupuk, umur pohon kopi, lahan dan tenaga kerja belum efisien.


(41)

Sinurat (2011), dengan judul penelitian “Analisis Peranan Sektor Industri Kecil Kacang Sihobuk Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Di Kecamatan Sipoholon Tapanuli Utara”. Menganalisis pengaruh jumlah produksi, lama usaha dan modal awal usaha terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk di Kecamatan Sipoholon, dan menganalisis pengaruh industri kecil kacang sihobuk terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode analisis regresi linear berganda. Dari pengolahan data maka diperoleh hasil bahwa jumlah produksi, lama usaha, dan modal usaha memberikan pengaruh terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk di kecamatan Sipoholon, jumlah produksi dan lama usaha mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk, tetapi modal awal tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk.

2.3. Kerangka Konseptual

Beberapa variabel yang diperkirakan dapat menjelaskan produksi usaha keripik ubi yaitu: bahan baku yang tersedia, jumlah tenaga kerja, dan modal kerja. Variabel-variabel tersebutlah yang akan diteliti untuk membuktikan keefisienan usaha keripik ubi di daerah penelitian. Keterkaitan antar variabel tersebut digambarkan dalam kerangka konseptual pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual

Usaha Keripik

Ubi

Produksi

• Jumlah Tenaga Kerja • Bahan Baku • Modal Kerja

Efisiensi Usaha Keripik Ubi


(42)

2.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap jumlah produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.

2. Bahan Baku berpengaruh positif terhadap jumlah produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.

3. Modal kerja berpengaruh positif terhadap jumlah produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis pada penelitian. Adapun metode penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh, disusun, dikelompokkan, dianalisis, kemudian diinterpretasikan sehingga diperoleh gambaran tentang masalah yang dihadapi dan untuk menjelaskan hasil perhitungan (Sinurat, 2011). Data yang diperoleh adalah data primer berupa kuesioner yang telah di isi oleh sejumlah responden penelitian.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian efisiensi produksi usaha keripik ubi yang menjadi topik utama pada penelitian ini akan dilakukan pada salah satu daerah penghasil keripik ubi yang berada di Daerah Istimewa Aceh. Penelitian dilakukan di Kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa.

3.3. Batasan Operasional

Untuk menghindari cakupan pembahasan yang terlalu luas, maka penelitian ini diperlukan adanya batasan-batasan pembahasan yang diteliti agar sasaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang dimaksud. Adapun batasan pada penelitian ini:


(44)

b. Bahan baku (Input) c. Modal kerja (Capital)

3.4. Definisi Operasional

1. Produksi yaitu proses mengubah input (bahan baku) menjadi output (barang jadi).

2. Jumlah tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam pembuatan keripik ubi dinyatakan dalam satuan jumlah tertentu (orang).

3. Bahan baku yaitu input yang digunakan untuk memproduksi keripik ubi (kg). 4. Modal kerja yaitu sumber pembiayaan yang digunakan pedagang untuk

mendanai proses produksi (Rp).

5. Efisiensi yaitu penggunaan faktor produksi untuk menghasilkan produksi yang maksimal.

3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1.Populasi

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajari atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang atau pemilik usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro. Adapun alasan mengapa Kecamatan Langsa Baro dijadikan sebagai daerah penelitian yaitu karena Kecamatan ini merupakan salah satu Kecamatan Langsa daerah istimewa Aceh yang memproduksi keripik ubi yang menjadi komoditas dagang. Produksi keripik ubi yang terdapat pada Kecamatan Langsa Baro merupakan salah satu produksi usaha kecil yang utama pada Kecamatan tersebut. Dengan demikian penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Langsa Baro.


(45)

3.5.2. Sampel

Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi. (Kuncoro, 2009), atau merupakan bagian dari populasi yang diteliti secara rinci. Dalam penelitian yang dilakukan, ditetapkan sampel sebanyak 30 orang. Adapun alasan penarikan sampel tersebut dengan pertimbangan:

a. Dilihat dari kondisi dan situasi perdagangan keripik ubi di Langsa, sekitar 30 pedagang yang masih aktif dalam menjalankan usaha industri rumah tangga ini.

b. Dilihat dari keterbatasan waktu yang tersedia penulis hanya mampu mengambil sampel sebanyak 30 pedagang, demi kelangsungan penelitian untuk selesai tepat waktu.

Sedangkan dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah Simple Random Sampling. Teknik ini digunakan karena prinsip pemilihan sampel dalam

desain ini adalah setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih (Kuncoro, 2009).

3.6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.6.1.Jenis Data

Data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer merupakan data yang diperoleh dengan survey lapangan atau yang diperoleh secara langsung dari produsen keripik ubi dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang sudah disiapkan sebelumnya.

2. Data Sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data


(46)

(Kuncoro, 2009). Data sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), instansi terkait lainnya, berbagai media cetak dan media online (internet) beserta dari berbagai jurnal, literatur dan buku yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.6.2. Metode Pengumpulan Data

Agar diperoleh data yang objektif, maka metode yang digunakan oleh penulis adalah:

1. Wawancara

Yaitu wawancara antara peneliti dengan responden yang diarahkan oleh pewawancara untuk tujuan memperoleh informasi yang relevan (Kuncoro, 2009).

2. Kuesioner

Data primer yang diperoleh dengan cara terjun langsung ke lapangan terhadap objek yang telah dipilih, yaitu dengan mengedarkan kuesioner. Kuesioner yaitu suatu rangkaian pertanyaan yang dibuat secara relevan untuk memperoleh jawaban dari para responden.

3. Studi Kepustakaan

Yakni data yang didapat melalui kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, jurnal, literatur dan bahan perkuliahan yang kiranya punya relevansi langsung dengan masalah skripsi penulis.

3.7. Teknik Analisis Data

3.7.1.Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi yang mempengaruhinya. Hubungan fisik antara faktor-faktor


(47)

produksi dengan hasil produksi sangat kompleks. Sulit untuk mengetahui secara pasti pengaruh faktor-faktor produksi terhadap hasil produksi. Oleh karena itu, model yang digunakan untuk penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb Douglas.

Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut:

Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4…..Xnbneu………... (3.1)

Dimana:

Y = Jumlah produksi keripik ubi ( Kg/Bulan ) X1 = Jumlah Tenaga Kerja (Orang/Bulan)

X2 = Bahan Baku (Ubi Kayu) (Kg/Bulan)

X3 = Modal Kerja ( Rp/Bulan)

bi = Besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi

a = Konstanta, intersep, besaran parameter e = Bilangan natural ( 2,781 )

u = Sisa ( residual )

i = 1,2,3….n

Jika ditransformasikan dalam bentuk logaritma maka:

LnY = Lnα + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3+ u ……….. (3.2)

Dimana :

Y = Jumlah Produksi (Kg/Bulan) X1 = Jumlah Tenaga Kerja (Orang/Bulan)

X2 = Bahan Baku (Ubi Kayu) (Kg/Bulan)

X3 = Modal Kerja ( Rp/Bulan)

α = Intercept

βi = Koefisien Regresi Faktor Produksi Ke-i


(48)

3.7.2. Uji Asumsi Klasik

Persamaan yang didapat dari sebuah estimasi dapat dioperasikan secara statistik jika persamaan tersebut telah memenuhi asumsi klasik, yaitu bebas dari multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.

3.7.2.1.Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (Syafrizal Situmorang dkk, 2010). Dengan adanya tes normalitas maka hasil penelitian bisa digeneralisasikan pada populasi. Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan pendekatan histogram.

3.7.2.2.Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas berarti ada hubungan linear yang “sempurna” atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Syafrizal Situmorang, 2008). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk mengetahui keberadaan variabel independen berkorelasi kuat dapat dilihat dengan cara uji Tolerance dan uji Variance Inflations Factor (VIF).

Pengambilan Keputusan:

1. VIF > 5 maka diduga mempunyai persoalan multikolinearitas 2. VIF < 5 maka tidak terdapat multikolinearitas

3. Tolerance < 0,1 maka diduga mempunyai persoalan multikolinearitas 4. Tolerance > 0,1 maka tidak terdapat multikolinearitas


(49)

Uji heteroskedastisitas pada prinsipnya ingin menguji apakah sebuah grup mempunyai varians yang sama di antara anggota grup tersebut. Jika varians sama, dan ini yang seharusnya terjadi maka dikatakan ada homoskedastisitas. Sedangkan jika varians tidak sama dikatakan terjadi heteroskedastisitas. Alat untuk menguji heteroskedastisitas bisa dibagi dua, yakni dengan alat analisis grafik atau dengan analisis residual yang berupa statistik. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas lazim juga disebut sebagai ketimpangan data yang besar antar variabel. Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas maka dilakukan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi masing-masing variabel. Jika nilai signifikansi lebih besar dari alpha toleransi maka variabel tersebut tidak memiliki gejala heteroskedastisitas namun sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih kecil dari alpha toleransi maka variabel tersebut mengandung heteroskedastisitas.

3.7.3. Uji Hipotesis

3.7.3.1. Uji t-statistik (Partial Test)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara partial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen (variabel terikat), dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : b1 = b Ha : b1 ≠ b

Dimana b1 adalah koefisien independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap 0, artinya tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel


(50)

dependen. Bila thitung ≥ ttabel pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan :

1. Ho : β = 0 : Ho diterima jika thitung< ttabel, artinya variabel independen

secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

2. Ha : β ≠ 0 : Ha diterima jika thitung> ttabel, artinya variabel independen

secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel independen.

3.7.3.2.Uji F-Statistik

Uji F dilakukan untuk menilai pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen.

Pengujian ini menggunakan hipotesa sebagai berikut:

Ho : b1 = b2 = bk………..bk = 0 ( tidak ada pengaruh ) Ha : b1 ≠ b2 ≠ bk ………... bk ≠ 0 ( ada pengaruh ) Kriteria pengambilan keputusan:

1. Ho : β1 = β2 = β3 = 0

Ho diterima : jika F hitung < F tabel, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(51)

2. Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0

Ha diterima : jika F hitung > F tabel, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel independen.

3.7.3.3.Koefisien Determinasi (R2)

Dalam suatu penelitian atau observasi, perlu dilihat seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Jika R2 semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,X4) adalah besar terhadap variabel terikat (Y). Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika R2 semakin kecil (mendekati nol) maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas terhadap bariabel terikat (Y) semakin kecil. Hal ini berarti model yang digunakan tidak kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat.

3.7.4. Uji Efisiensi

Uji efisiensi digunakan untuk melihat apakah input atau faktor produksi yang digunakan pada usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro sudah efisien atau belum.

3.7.4.1.Efisiensi Ekonomi

Efisiensi merupakan upaya pengunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Untuk menganalisis uji efisiensi dapat dilihat dari hasil koefisien regresi dari fungsi Cobb Douglas. Pada model


(52)

fungsi Cobb Douglas, koefisien pangkatnya sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produks i dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam produksi. Hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi pada fungsi tersebut dapat menunjukkan skala usaha atau return to scale atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang sedang berlangsung.

Return to scale merupakan pengaruh peningkatan skala input terhadap kuantitas yang diproduksi. Ada tiga hal penting yang harus dibedakan dalam menentukan return to scale yaitu bila perubahan semua input menyebabkan peningkatan output dengan jumlah yang sama (b1+b2+…+bn) = 1 berarti constant return to scale, bila (b1+b2+…+bn) < 1 disebut decreasing return to scale, dan

apabila (b1+b2+…+bn) > 1 maka disebut increasing return to scale.

Usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi keripik ubi adalah persediaan bahan baku, jumlah tenaga kerja, dan modal kerja. Variabel-variabel tersebut kemudian akan diestimasi kedalam model fungsi produksi Cobb Douglas dengan metode OLS.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Kecamatan Langsa Baro merupakan salah satu nama kecamatan di kota Langsa dengan ibukota Geudubang Aceh. Kecamatan ini mempunyai luas 6,168 Ha atau 61,686 Km2 dengan jumlah desa sebanyak 12 desa. Adapun 12 desa tersebut yaitu Desa Timbang Langsa, Alue Dua, Birem Puntong, PB. Seulemak, Pondok Kelapa, Karang Anyar, PB. Tunong, Geudubang Jawa, Geudubang Aceh, Alue Dua Bakaran Batee, Lengkong dan Desa Sukajadi Makmur.

Kecamatan Langsa Baro terletak antara 04’26”53 – 04’32”07 LU dan 97’53”15 – 97’58”13 BT. Enam desa di Kecamatan Langsa Baro berada < 10 meter diatas permukaan laut yaitu Desa Alue Dua, Birem Puntong, PB. Seulemak, Karang Anyar, Alue Dua Bakaran Batee dan Lengkong. Dan sisanya enam desa lagi berada pada 10 m s/d 50 m di atas permukaan laut. (BPS Kota Langsa, 2014).

Adapun batas-batas Kecamatan Langsa Baro sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Timur

Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Timur dan Kecamatan LangsaLama Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Timur


(54)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kecamatan Langsa Baro di Masing-masing Desa

No Desa Jumlah Penduduk

1 Timbang Langsa 1.631

2 Alue Dua 2.609

3 Birem Puntong 3.685

4 PB. Seulemak 11.475

5 Pondok Kelapa 2.277

6 Karang Anyar 3.827

7 PB. Tunong 6.543

8 Geudubang Jawa 3.124

9 Geudubang Aceh 2.981

10 Alue Dua Bakaran Batee 3.042

11 Lengkong 2.205

12 Sukajadi Makmur 696

Jumlah 44.095

Sumber : BPS Kota Langsa

Berdasarkan tabel diatas, jumlah penduduk Kecamatan Langsa Baro tahun 2013 adalah 44.095 jiwa. Penduduk di Kecamatan Langsa Baro lebih mendominasi pada suku Jawa dan Aceh. Berdasarkan jenis kelamin, maka penduduk di Kecamatan Langsa Baro pada tahun 2013 adalah sebanyak 44.095 jiwa yang terdiri dari 21.953 jiwa laki-laki dan 22.142 jiwa perempuan. Selisih jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 189 jiwa. Dari 9.923 jumlah


(55)

rumah tangga sebanyak 1804 jiwa merupakan rumah tangga usaha pertanian. (BPS Kota Langsa, 2014)

4.2. Karakteristik Responden

Keseluruhan pengusaha keripik ubi yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang tinggal di Kecamatan Langsa Baro. Kegiatan usaha keripik ubi yang dijalankan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut:

4.2.1.Umur Responden

Faktor umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang. Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Umur Responden (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 31-40 2 6,7%

2 41-50 19 63,3%

3 >51 9 30,0%

Jumlah 30 100,0%

Sumber: Data diolah

Berdasarkan data pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro memiliki usia sekitar 41-50 tahun yaitu sebesar 63,3%. Sedangkan, pada usia diatas 50 tahun pedagang keripik ubi yang menjadi responden sebesar 30% dan sisanya 6,7% berada di usia 31-40 tahun.


(56)

4.2.2.Jenis Kelamin

Berdasarkan kuesioner, jenis kelamin dari responden yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini:

Tabel 4.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Laki-laki 8 26,7%

2 Perempuan 22 73,3%

Jumlah 30 100,0%

Sumber: Data diolah

Berdasarkan data pada tabel 4.3 di atas, pedagang keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro didominasi oleh pedagang yang berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 73,3% atau sebanyak 22 orang dan sisanya sebanyak 8 orang atau sebesar 26,7% berjenis kelamin laki-laki.

4.2.3.Tingkat Pendidikan Responden

Berdasarkan kuesioner, tingkat pendidikan terakhir dari responden yang diteliti dapat dilihat dari tabel 4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 0 0%

2 Tamat SD 2 6,7%

3 Tamat SMP 12 40,0%

4 Tamat SMA 16 53,3%

5 Sarjana Muda/D3 0 0%

6 Sarjana/S1 0 0%

Jumlah 30 100,0%

Sumber: Data diolah

Berdasarkan data pada tabel 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan pedagang keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro sudah tergolong menengah. Hal ini terlihat pada tingkat pendidikan responden didominasi oleh tamat SMA dengan


(57)

persentase sebesar 53,3% atau 16 orang. Di ikuti 40% berpendidikan tamat SMP atau sebanyak 12 orang dan sisanya berpendidikan sekolah dasar atau SD dengan persentase sebesar 6,7%.

4.2.4.Lama Usaha

Berdasarkan kuesioner, lama usaha pedagang keripik ubi dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5

Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha

No Lama Usaha (Tahun0 Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1-10 17 56,7%

2 11-20 12 40%

3 >20 1 3,3%

Jumlah 30 100,0%

Sumber: Data diolah

Berdasarkan data pada tabel 4.5 diatas, pedagang keripik ubi yang menjalankan usaha diatas 20 tahun sebanyak 1 orang atau sekitar 3,3%. Sedangkan yang menjalankan usaha diantara 11 sampai dengan 20 tahun adalah 12 orang atau sekitar 40%. Dan kebanyakan pedagang keripik ubi masih menjalankan usahanya selama 1 sampai dengan 10 tahun dengan persentase sebesar 56,7% atau sebanyak 17 orang.


(58)

4.3. Hasil Analisis

4.3.1.Analisis Fungsi Cobb Douglas

Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas. Model fungsi produksi Cobb Douglas yang digunakan dalam penelitian dituliskan dalam persamaan berikut:

LnY = Lnα + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3+ u

Berdasarkan data yang diperoleh, untuk melihat pengaruh variabel tenaga kerja, bahan baku dan modal kerja terhadap jumlah produksi dapat dianalisis koefisien statistik dari masing variabel. Koefisien statistik dari masing-masing variabel independent dapat dilihat dari tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6

Hasil Regresi Fungsi Cobb Douglas

Variabel Koefisien t stat t sig Keterangan

Konstanta -4,215 -2,067 0,049 Observasi (n) 30

In 0,394 1,757 0,091

Cap 0,599 2,857 0,008

Lab -0,187 -1,534 0,137

R2 = 0,839

F Statistik = 45,310 F sig = 0,000 Sumber: Data diolah

Berdasarkan hasil model estimasi fungsi produksi Cobb Douglas yang disajikan pada tabel diperoleh hasil persamaan sebagai berikut:

Y = -4,215 In0,394Cap0,599Lab-0,187

Dari bentuk persamaan produksi ini dapat disederhanakan menjadi:


(59)

Analisis hasil model estimasi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

a. Konstanta (α)

Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa koefisien konstanta adalah

-4,215. Koefisien ini memberi makna bahwa dalam keadaan tetap atau tidak ada perubahan pada faktor produksi Input (X1), Capital (X2), dan Labor (X3) maka nilai produksi keripik ubi (Y) sebesar -4,215 Kg yang artinya tidak menambah nilai produksi.

b. Koefisien Input (X1)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa koefisien input hasil empiris sebesar 0,394. Koefisien empiris variabel input menunjukkan pengaruh yang positif yang memberi makna bahwa apabila input atau bahan baku bertambah sebesar satu kilogram dengan menganggap faktor lain tetap (cateris paribus) maka akan menambah produksi keripik sebesar 0,394 Kg.

c. Koefisien Capital (X2)

Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa koefisien capital (modal) hasil empiris sebesar 0,599. Koefisien empiris capital (modal) menunjukkan pengaruh yang positif yang memberi makna bahwa apabila capital bertambah sebesar sepuluh ribu rupiah dengan menganggap faktor lain tetap maka akan menambah produksi keripik sebesar 0,599.

d. Koefisien Labor (X3)

Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa koefisien labor (tenaga kerja) hasil empiris sebesar -0,187. Koefisien empiris variabel labor menunjukkan pengaruh yang negatif yang memberi makna bahwa apabila tenaga kerja


(60)

bertambah sebanyak satu orang dengan menganggap faktor lain tetap maka tidak menambah jumlah produksi keripik sebesar 0,187 Kg.

4.3.2.Uji Asumsi Klasik 4.3.2.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program SPSS 20, dapat dilihat keberadaan normalitas yang diperoleh. Hasil uji normalitas dapat dilihat melalui grafik histogram berikut:

Sumber: Data diolah

Gambar 4.1

Histogram Uji Normalitas

Dari gambar 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa variabel menunjukkan pola distribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh distribusi data yang tidak menceng ke kiri atau ke kanan.


(61)

4.3.2.2. Uji Multikolinearitas

Untuk mengetahui apakah variabel mengandung gejala multikolinearitas atau tidak, dapat dilihat dengan cara uji Tolerance dan uji Variance Inflations Factor (VIF) dengan ketentuan sebagai berikut:

1. VIF > 5 maka diduga mempunyai persoalan multikolinearitas. 2. VIF < 5 maka tidak terdapat multikolinearitas.

3. Tolerance < 0,1 maka diduga mempunyai persoalan multikolinearitas. 4. Tolerance > 0,1 maka tidak terdapat multikolinearitas.

Berdasarkan hasil analisis data, maka hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Keterangan

LnLab 0,853 1,172 Tidak terdapat multikolinearitas LnIn 0,158 6,347 Terdapat multikolinearitas LnCap 0,155 6,454 Terdapat multikolinearitas Sumber : Data diolah

Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa terdapat 2 variabel yang mengandung multikolinearitas yaitu variabel input dan modal kerja. Hal ini ditunjukkan pada nilai VIF yang lebih besar dari 5. Maka untuk mengatasi multikolinearitas tersebut akan dikeluarkan satu variabel yang mengandung multikolinearitas. Dalam penelitian ini, peneliti mengeluarkan variabel input. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut:


(62)

Tabel 4.8

Hasil Uji Multikolinearitas dengan 2 Variabel Bebas

Variabel Tolerance VIF Keterangan

LnLab 0,982 1,018 Tidak terdapat multikolinearitas LnCap 0,982 1,018 Tidak terdapat multikolinearitas Sumber: Data diolah

4.3.2.3. Uji Heteroskedastisitas

Pada penelitian ini, cara yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dilakukan dengan pendekatan statistik melalui Uji Glejser. Hasil uji heterskedastisitas dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser

Variabel Sig Keputusan Dasar Keputusan

Input 0,003 Bergejala Nilai sig < 0,05 Capital 0,002 Bergejala Nilai sig < 0,05 Labor 0,012 Bergejala Nilai sig < 0,05 Sumber: Data diolah

Untuk mengatasi gejala heteroskedastisitas yang terdapat pada ketiga variabel, maka dilakukan transformasi kedalam bentuk logaritma natural sehingga hasil uji terhadap semua variabel dinyatakan bebas dari gejala heteroskedastisitas yang dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 4.10

Hasil Uji Glejser dalam Bentuk Transformasi Logaritma Natural

Variabel Sig Keputusan Dasar Keputusan

LnInput 0,172 Tidak Bergejala Nilai sig > 0,05 LnCapital 0,108 Tidak Bergejala Nilai sig > 0,05 LnLabor 0,260 Tidak Bergejala Nilai sig > 0,05 Sumber: Data diol


(63)

4.3.3.Uji Hipotesis 4.3.3.1. Uji t-statistik

Uji t dilakukan untuk menguji secara parsial apakah faktor-faktor produksi yang terdiri dari input, modal kerja dan tenaga kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi keripik ubi. Pada penelitian ini, jumlah sample adalah 30. Dengan demikian derajat nilai ttabel pada uji satu arah : (df) = n-k = 30-4 = 26. Pada α = 5%, ttabel = 1,706. Derajat nilai thitung dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.11

Hasil Regresi Linear Berganda Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error

1

(Constant) -4.215 2.040 -2.067 .049

LnIn .394 .224 1.757 .091

LnCap .599 .210 2.857 .008

LnLab -.187 .122 -1.534 .137

a. Dependent Variable: LnOut Sumber: Data diolah

Berdasarkan kriteria uji hipotesis dapat diketahui bahwa :

a. Jumlah bahan baku (LnInput)

Nilai thitung untuk variabel jumlah bahan baku adalah 1,757. Pada α = 5%, ttabel = 1,706 sehingga thitung> ttabel (1,757 > 1,706) maka dapat disimpulkan bahwa


(64)

secara parsial variabel jumlah bahan baku berpengaruh positif dan tidak signifikan (0,091 > 0,05) terhadap jumlah produksi keripik ubi.

b. Modal Kerja (LnCapital)

Nilai thitung untuk variabel modal kerja adalah 2,857. Pada α = 5%, ttabel = 1,706 sehingga thitung> ttabel (2,857 > 1,706) maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel modal kerja berpengaruh positif dan signifikan (0,008 < 0,05) terhadap jumlah produksi keripik ubi.

c. Tenaga Kerja (LnLabor)

Nilai thitung untuk variabel tenaga kerja adalah 1,534. Pada α = 5%, ttabel = 1,706 sehingga thitung< ttabel (1,534 < 1,706) maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel tenaga kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan (0,137 > 0,05) terhadap jumlah produksi keripik ubi.

4.3.3.2. Uji F

Uji F dilaksanakan untuk menguji apakah faktor-faktor produksi yang terdiri dari jumlah bahan baku (In), modal kerja (Cap) dan tenaga kerja (Lab) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah produksi keripik ubi. Ftabel dapat dilihat pada α = 5% (0,05) ; n = 30 ; k = 4, maka : Derajat pembilang = k-1 = 4-1 = 3

Derajat penyebut = n-k = 30-4 = 26, sehingga diperoleh Ftabel = 2,98.

Nilai Fhitung dapat dicari dengan menggunakan Tabel ANNOVA dari hasil pengolahan SPSS versi 20.


(65)

Tabel 4.12 Koefisien Fhitung

Model Fhitung Sig

1 Regression Residual Total

45,310 0,000

Sumber: Data diolah

Berdasarkan analisis diatas, nilai Fhitung sebesar 45,310 > nilai Ftabel sebesar

2,98 pada α = 5% dan tingkat siginifikansi 0,000 < 0,05. Dengan demikian maka

Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menujukkan bahwa variabel independen faktor-faktor produksi yang terdiri dari bahan baku, modal kerja dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi keripik ubi.

4.3.3.3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa erat kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13

Nilai Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .916a .839 .821 .259

a. Predictors: (Constant), LnLab, LnIn, LnCap b. Dependent Variable: LnOut


(1)

11

3

Tidak

Pernah

2240

4000

5880

Modal

Sendiri

17640000

12

4

Tidak

Pernah

1344

5000

2240

Modal

Sendiri

9660000

13

25

Tidak

Pernah

24024

5000

50000

Modal

Sendiri

224000000

14

2

Tidak

Pernah

1512

5000

3752

Modal

Sendiri

12320000

15

5

Tidak

Pernah

2436

5000

3500

Modal

Sendiri

10080000

16

5

Tidak

Pernah

1820

5000

4760

Modal

Sendiri

13160000

17

3

Tidak

Pernah

2660

4000

2884

Modal

Sendiri

10780000

18

3

Tidak

Pernah

2800

5000

2968

Modal

Sendiri

12040000

19

4

Tidak

Pernah

2800

5000

3416

Modal

Sendiri

11200000

20

4

Tidak

Pernah

3864

5000

8232

Modal

Sendiri

21980000

21

4

Tidak

Pernah

2296

5000

6104

Modal

Sendiri

17528000

22

3

Tidak

Pernah

2856

5000

7812

Modal

Sendiri

17360000

23

3

Tidak

Pernah

2940

5000

6160

Modal

Sendiri

18984000

24

3

Tidak

Pernah

2184

5000

5600

Modal

Sendiri

11900000

25

2

Tidak

Pernah

2016

4000

5600

Modal

Sendiri

14000000

26

3

Tidak

1736

5000

2520

Modal

10920000


(2)

Pernah

Sendiri

27

5

Tidak

Pernah

3220

5000

6860

Modal

Sendiri

16184000

28

4

Tidak

Pernah

1596

5000

4600

Modal

Sendiri

8008000

29

3

Tidak

Pernah

1652

5000

2464

Modal

Sendiri

10220000

30

3

Tidak

Pernah

2604

5000

5880

Modal


(3)

Lampiran 4

Hasil Uji SPSS

1.

Fungsi Cobb Douglas

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 .916a .839 .821 .259

a. Predictors: (Constant), LnLab, LnIn, LnCap b. Dependent Variable: LnOut

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 9.121 3 3.040 45.310 .000b

Residual 1.745 26 .067

Total 10.866 29

a. Dependent Variable: LnOut

b. Predictors: (Constant), LnLab, LnIn, LnCap


(4)

2.

Uji Normalitas

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) -4.215 2.040 -2.067 .049

LnIn .394 .224 .348 1.757 .091 .158 6.347

LnCap .599 .210 .570 2.857 .008 .155 6.454

LnLab -.187 .122 -.131 -1.534 .137 .853 1.172


(5)

3.

Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) -4.215 2.040 -2.067 .049

LnLab -.187 .122 -.131 -1.534 .137 .853 1.172

LnIn .394 .224 .348 1.757 .091 .158 6.347

LnCap .599 .210 .570 2.857 .008 .155 6.454

a. Dependent Variable: LnOut

Setelah salah satu variabel yang mengandung multikolinearitas dihilangkan.

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) -6.823 1.453 -4.697 .000

LnLab -.109 .118 -.076 -.927 .362 .982 1.018

LnCap .938 .086 .892 10.844 .000 .982 1.018

a. Dependent Variable: LnOut


(6)

4.

Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 791.244 196.504 4.027 .000

In .583 .181 4.064 3.218 .003 .015 67.504

Cap -6.423E-005 .000 -4.300 -3.399 .002 .015 67.745

Lab -63.049 23.226 -.436 -2.715 .012 .916 1.092

a. Dependent Variable: absut

Setelah data diubah ke dalam bentuk logaritma natural

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 1.783 .922 1.935 .064

LnIn .142 .101 .655 1.405 .172 .158 6.347

LnCap -.158 .095 -.782 -1.663 .108 .155 6.454

LnLab -.063 .055 -.231 -1.150 .260 .853 1.172