BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perindustrian saat ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dan harus menghadapi persaingan yang sangat ketat mengingat akan
terlaksananya Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA tahun 2015. Seiring dengan perkembangan berbagai industri, suatu industri dituntut untuk dapat
mengembangkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing untuk dapat berkompetisi
dalam pasar lokal, regional, nasional maupu n internasional.
Dewasa ini banyak usaha mikro yang berkembang terutama di daerah- daerah, salah satu jenis produk yang banyak dikembangkan oleh usaha kecil
adalah makanan ringan, sebagai salah satu altenatif pengembangan produk yang praktis. Permintaan terhadap makanan ringan mulai meningkat hal ini dapat
dilihat dari banyaknya produk-produk hasil olahan pertanian khususnya tanaman pangan untuk meningkatkan nilai jual atau nilai tambah, mengingat sektor
pertanian merupakan sektor yang sangat dominan untuk dikembangkan. Struktur perekonomian Aceh berdasarkan PDRB Produk Domestik
Regional Bruto pada tahun 2008-2010 masih di dominasi oleh sektor pertanian, sektor ini memberikan kontribusi sebesar 26-29 dengan kecenderungan terus
meningkat tiap tahunnya. Tahun 2011 menunjukkan dua sektor yang merupakan leading sector
bagi perekonomian aceh ialah sektor pertanian 27,89 dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16,03 serta pada tahun 2012 PDRB
Aceh Atas Dasar Harga Berlaku dengan menyertakan migas dua sektor yang merupakan leading sector ini sebesar 27,03 untuk sektor pertanian dan 16,83
Universitas Sumatera Utara
untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran BPS, Aceh dalam angka 2011, 2012 dan 2013. Melihat peranan sektor pertanian yang besar merupakan peluang yang
cukup menarik untuk meningkatkan harga jual hasil pertanian melalui industri pengolahan bahan pangan yang tidak tahan lama menjadi hasil olahan yang siap
dikonsumsi dan tahan lama. Bagi kota Langsa yang merupakan bagian dari provinsi Aceh, peranan
sektor pertanian sendiri sangat penting dalam perkembangan perekonomian. Hasil pertanian seperti pada komoditas ubi, yaitu ubi kayu dan ubi jalar dijadikan
produk olahan yang memiliki nilai tambah. Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum dan sesudah dilakukannya proses produksi. Potensi
ubi kayu dan ubi jalar di provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.1, sehingga perlu mendapat perhatian dan pengolahan lebih lanjut.
Tabel 1.1 Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar Di Aceh Pada Tahun 2008-2012
Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Aceh
Tahun Produksi Ton Ubi Kayu
Ubi Jalar Produksi 2012 Ton
38.257 13.356
Produksi 2011 Ton 39.384
11.843 Produksi 2010 Ton
43.810 11.095
Produksi 2009 Ton 49.839
15.298 Produksi 2008 Ton
38.403 13.172
Sumber Data: BPS Provinsi Aceh, Aceh dalam angka 2013.
Berdasarkan tabel diatas, potensi produksi ubi kayu lebih banyak daripada produksi ubi jalar walaupun produksi ubi kayu pada tahun 2010-2012 mengalami
penurunan. Luas panen ubi kayu tahun 2012 mengalami penurunan 3,60
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan 2011 sebesar 10,10, sedangkan luas panen ubi jalar tahun 2012 mengalami peningkatan 11,7 dibandingkan 2011 sebesar 6,75. BPS, Aceh
dalam angka 2012 dan 2013. Daerah kota Langsa sendiri, pada tahun 2012 luas panen ubi kayu sebesar 17
ha, dengan produksi 203 ton dan produktivitas 11,91 tonha, sedangkan ubi jalar tidak memiliki hasil panen BPS, Aceh dalam angka 2013. Melihat kondisi ini,
akan lebih efektif dan efisien apabila produksi ubi ini diolah menjadi makanan siap konsumsi yaitu keripik, untuk meningkatkan harga jual dan meningkatkan
nilai tambah dari harga baku. Keripik ubi di kota Langsa merupakan salah satu makanan khas setelah
pisang sale, bolu ikan, timpan, kopi ulee kareng, kopi gayo, rencong Aceh dan lain sebagainya. Permintaan akan keripik ubi di kota Langsa sendiri relatif besar,
dapat terlihat dari banyak berdirinya usaha kecil dengan skala industri rumah tangga yang mengusahakan keripik ubi. Di Kecamatan Langsa Baro merupakan
daerah berdirinya beberapa usaha kecil keripik ubi. Usaha keripik ubi yang masih berskala rumah tangga di Kecamatan Langsa
Baro tentunya mengalami beberapa kendala. Keterbatasan modal menjadi faktor utama. Selain itu proses produksi produk ini masih menggunakan teknologi
sederhana. Bahan baku ubi juga dipengaruhi oleh musim. Harga bahan baku ubi kayu dan ubi jalar dalam pengolahan keripik ubi berbeda. Perbedaan proses
pembuatan dan jenis ubi yang digunakan akan menyebabkan perbedaan harga jual masing-masing produk.
Kecamatan Langsa Baro memiliki potensi pada industri keripiknya, sehingga pengembangan usaha ini perlu untuk ditingkatkan, antara lain
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan bahan baku ubi untuk meningkatkan nilai jual. Saat ini usaha keripik ubi sebagai salah satu makanan khas kota Langsa masih kecil dan belum
terintegrasi, sehingga diperlukan beberapa usaha untuk mencapai economic of scale
. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi pada Usaha Keripik Ubi sebagai Makanan Khas Langsa di Kota Langsa, Provinsi Aceh”.
1.2. Perumusan Masalah