155,217 466,748 107,311 Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

itu, lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya. Permasalahan pendidikan yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru, namun kenyataan menunjukkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualitas pendidikan minimal. Berikut dapat kita lihat guru menurut ijazah tertinggi pada Table 1.1 Tabel 1.1 Jumlah Guru Menurut Kelayakan Mengajar Tahun 20022003 No. Jenjang Pendidikan Kelayakan Negeri Swasta Jumlah Jumlah 1,143,070 92.6 91,857 7.4 1,234,927 a. Layak 584,395 47.3 41,315 3.3 625,710 1 SD b. Tidak Layak 558,675 45.2 50,542 4.1 609,217 Jumlah 311,531

66.7 155,217

33.3 466,748

a. Layak 202,720 43.4 96,385 20.7 299,105 2 SMP b. Tidak Layak 108,811 23.3 58,832 12.6 167,643 Jumlah 122,803

53.4 107,311

46.6 230,114

a. Layak 87,379 38.0 67,051 29.1 154,430 3 SMA b. Tidak Layak 35,424 15.4 40,260 17.5 75,684 Jumlah 48,645

33.0 98,914

67.0 147,559

a. Layak 27,967 19.0 55,631 37.7 83,598 4 SMK b. Tidak Layak 20,678 14.0 43,283 29.3 63,961 Sumber : Balitbang Depdiknas 2004 Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun 2004 menunjukkan terdapat 991.243 45,96 guru SD, SMP dan SMA yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal. Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. Sebagai gambaran rinci keadaan kualifikasi pendidikan minimal guru di Indonesia sebagai berikut: Guru TK yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 119.470 78,1 dengan sebagian besar 32.510 orang berijazah SLTA. Di tingkat SD, guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 391.507 34 yang meliputi sebanyak 378.740 orang berijazah SMA dan sebanyak 12.767 orang berijazah D1. Di tingkat SMP, jumlah guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 317.112 71,2 yang terdiri atas 130.753 orang berijazah D1 dan 82.788 orang berijazah D2. Begitu juga di tingkat SMA, terdapat 87.133 46,6 guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal, yakni sebanyak 164 orang berijazah D1, 15.589 orang berijazah D2, dan 71.380 orang berijazah D3. Tabel 1.2 Jumlah Guru Menurut Ijazah Tertinggi Tahun 20022003 dalam No Jenjang Jumlah guru SMAD1 D2 D3 S1 S2S3 1 SD 1.234.927 49,33 40,14 2,17 8,30 0,05 2 SMP 466.748 11,23 21,33 25,10 42,03 0,31 3 SMA 230.114 1,10 1,89 23,92 72,75 0,33 4 SMK 147.559 3,544 1,79 30,18 64,16 0,33 Sumber : Balitbang Depdiknas 2004 Kabupaten Aceh Timur memiliki 44 unit sekolah SMP Negeri yang tersebar di 21 kecamatan. Sebagian besar sekolah dibangun di pedalaman Aceh Timur, hal ini diupayakan oleh pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat untuk melanjutkan sekolah dan mengurangi anak putus sekolah. Selain itu yang menjadi persoalan saat ini adalah sekolah-sekolah tersebut masih banyaknya kekurangan guru. Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. Belum lagi guru yang sudah ada tersebut, belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal dan berkualitas. Masalah guru atau pendidik lainnya adalah masih terdapatnya kesenjangan guru dilihat dari keahliannya. Guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya mismatch yang masih banyak terjadi terutama pada jenjang sekeloh menengah pertama. Hal ini merupakan fenomena yang dihadapi disetiap sekolah didaerah saat ini. Sementara itu, rendahnya kualitas pendidikan dapat juga dilihat dari rendahnya prestasi belajar siswa atau mutu hasil belajar ditandai oleh standar kelulusan yang ditetapkan pada ujian nasional, yaitu 4,25 dari skala 10. Ini berarti bahwa seorang siswa dinyatakan lulus apabila yang bersangkutan mampu menyerap mata pelajaran sebesar 4,25. Dengan standar kelulusan yang rendahpun masih banyak siswa yang tidak lulus. Pada ujian nasional 2007 di Kabupaten Aceh Timur pada tingkat SMP ketidaklulusan mencapai 20, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 39. Ini menandakan bahwa masih rendahnya mutu pendidikan di kabupaten Aceh Timur. Salah satu metode yang dipergunakan untuk mengukur kondisi pembangunan manusia adalah menggunakan Indeks Pembangunan Manusia IPM Human Development Index HDI. Human Development Index Indonesia masih menunjukkan capaian yang belum menggembirakan. IPM adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Hal ini dapat kita lihat pada Table 1.3. Tabel 1.3 Rangking Indonesia Berdasarkan HDI dibandingkan beberapa Negara 2007 Tahun No Negara 1995 2000 2003 2004 2005 2006 1 Malaysia 59 61 58 59 61 61 2 Thailand 58 76 74 76 73 74 3 Philipina 100 77 85 83 84 84 4 Indonesia 104 109 112 111 110 108 5 Vietnam 120 99 109 112 108 109 Sumber : Balitbang Depdiknas, 2007 Pada tahun 2007 angka IPM Indonesia mengalami kenaikan menjadi 0.728, laporan ini dikeluarkan oleh UNDP pada 27 November 2007, Indonesia berada pada peringkat 108 sedunia dan masih dibawah Vietnam. Penilaian tersebut diantaranya usia harapan hidup menempatkan Indonesia pada posisi ke-100. Tingkat pemahaman aksara dewasa di urutan 56. Tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi ada di urutan 110. Sedangkan untuk pendapatan domestik bruto PDB per kapita berada di posisi 113. Dari IPM Indonesia menunjukkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan Indonesia masih rendah. Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dijelaskan bahwa IPM Aceh Timur berada pada peringkat kedua belas. IPM Kabupaten Aceh Timur jika dibandingkan dengan KabupatenKota lain dalam Propinsi Aceh, Posisi Kabupaten Aceh Timur menunjukkan peringkat dan posisi yang masih rendah. IPM tertinggi berada di Kota Banda Aceh sebesar 76, 37. Sedangkan IPM Aceh Timur sebesar 69,51. Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. Tabel 1.4 Persentase IPM Menurut KabupatenKota di Propinsi Aceh Tahun 20062007 Tahun Rangking No KabupatenKota 2006 2007 2006 2007 1 Banda Aceh 75,44 76,37 1 1 2 Lhokseumawe 73,80 74,71 2 2 3 Sabang 73,66 74,53 3 3 4 Aceh Besar 71,87 72,65 5 4 5 Bireun 72,20 72,60 4 5 6 Langsa 71,51 72,14 6 6 7 Aceh Tengah 71,16 71,92 7 7 8 Aceh Utara 70,44 71,32 9 8 9 Aceh Tenggara 70,58 71,27 8 9 10 Pidie 69,99 70,82 10 10 11 Pidie Jaya 69,40 69,90 11 11 12 Aceh Timur 68,84 69,51 12 12 13 Aceh Tamiang 68,73 69,36 13 13 14 Aceh Selatan 68,41 69,02 14 14 15 Aceh Barat 68,08 68,92 16 15 16 Benar Meriah 68,12 68,82 15 16 17 Aceh Jaya 67,77 68,58 18 17 18 Aceh Barat Daya 67,52 68,45 19 18 19 Subulussalam 67,80 68,34 17 19 20 Aceh Singkil 67,17 68,02 20 20 21 Nagan Raya 66,88 67,70 21 21 22 Gayo Lues 66,61 67,14 22 22 23 Simeulu 66,38 67,13 23 23 Propinsi Aceh 69,41 70,60 Indonesia 70,42 70,82 Sumber : BPS Aceh Timur 2009 Tampaknya pelaksanaan pendidikan di sekolah belum sesuai seperti yang diharap dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain meningkatkan anggaran untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan disemua jenjang secara bertahap dan terencana. Kondisi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dipicu oleh beberapa faktor antara lain : pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional yang Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. menggunakan pendekatan education production atau input-output analisis tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input masukan yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini juga menganggap bahwa input pendidikan seperti guru, buku, media pembelajaran, dan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, mutu pendidikan output secara otomatis akan meningkat. Dalam kenyataannya, mutu pendidikan yang diharapkan tidak meningkat secara signifikan. Hal ini dikarenakan dalam menerapkan pendekatan education production function selama ini terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan proses pendidikan. Pada hal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik sentralistik sehingga penempatan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergatung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan terkadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi dari birokrasi diatasnya sehingga kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, dan kreativitasinisiatif untuk mengembangkan dan memajukan sekolah. Ketiga, peran serta warga sekolah, khususnya, dan peran serta masyarakat, khususnya orangtua siswa, dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan disekolah sangat tergantung pada guru. Meskipun Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. dikenal berbagai macam pembaruan, jika guru tidak berubah, tidak akan terjadi perubahan disekolah tersebut. Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber daya pendidikan lainnya memadai sering kali kurang berarti apabila tidak disertai kualitas guru yang memadai. Guru memegang peranan kunci terhadap maju mundurnya sebuah pendidikan dalam satuan pendidikan. Guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Mengingat peran guru yang sangat penting, pemerintah bersama komponen bangsa lainya telah bersepakat dan hal ini dibuktikan dengan melahirkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Guru Indonesia yang profesional diharapkan mempunyai; 1 dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; 2 penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; 3 pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah. Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah dan nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian, sementara itu guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pemerintah telah menempuh berbagai strategi antara lain: 1 penyempurnaan kurikulum menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan, 2 penyediaan fasilitas fisik dan media pendidikan, 3 peningkatan kemampuan profesional pendidik dan tenaga kependidikan dan 4 peningkatan kesejahteraan dan berbagai jenis kegiatan lainnya. Peningkatan mutu pendidikan akan berhasil jika seluruh komponen pendidikan yang terkait berfungsi dan bersinergi secara optimal. Salah satu komponen yang sangat menentukan keberhasilan tersebut adalah kemampuan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan dalam mengembangkan proses pembelajaran. Hal ini berdasarkan keyakinan bahwa mutu pendidikan pada akhirnya sangat ditentukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Walaupun dalam suatu Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. lembaga pendidikan telah tersedia semua komponen yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, namun tanpa guru yang memiliki kemampuan profesional yang mapan, peningkatan mutu pendidikan tidak mungkin terwujud. Dengan tidak mengesampingkan faktor lain, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplemen-tasikannya , maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai proses dan hasil pendidikan seperti yang diharapkan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru. Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu terletak pada kualitas sumber daya manusia SDM Indonesia yang handal dan berbudaya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas Sumber daya manusia sejak dini merupakan hal penting yang harus dipikirkan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Dengan latar belakang inilah peneliti sangat berminat untuk satu kajian tentang ”Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP terhadap peningkatan Mutu Pendidikan”, sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini guna menjamin pengembangan pembangunan yang berkesinambungan. Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ketersediaan guru-guru SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur telah memenuhi standar pendidikan nasional. 2. Bagaimana persepsi guru terhadap pengembangan profesionalismenya 3. Apakah ada pengaruh pengembangan profesionalisme guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, secara total maupun berdasarkan bidang studi.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis ketersediaan guru-guru SMP Negeri Kabupaten Aceh Timur apakah telah memenuhi standar pendidikan nasional. 2. Mengetahui bagaimana persepsi guru terhadap pengembangan profesionalismenya. 3. Untuk menganalisis pengaruh pengembangan profesionalisme guru terhadap peningkatan mutu pendidikan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam upaya menambah dan merekrut guru Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengembangkan profesionalisme guru dalam peningkatan mutu pendidikan 3. Memberikan pemahaman kepada stakeholders, bahwa pengembangan profesionalisme guru merupakan salah satu dari upaya untuk meningkat prestasi peserta didik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. BAB II Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pendidikan Menurut Widjojo dalam Bintaro 1977, perencanaan adalah upaya sadar untuk memecahkan masalah atas dasar nilai-nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, melakukan pengkajian pilihan diantara berbagai alternatif dengan cara efesien dan rasional guna mencapai tujuan-tujuan tertentu. Perencanaan adalah upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan disebuah wilayah negaradaerah berdasarkan kelemahan dan keunggalan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut Widodo,2006:3 Perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan – kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk pengembangan potensi sistem pendidikan nasional, memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut. Hal ini memperlihatkan dimensi baru dalam perencanaan pendidikan Beeby dalam Enoch, 1992. Perencanaan pendidikan adalah suatu alat untuk mengatur sistem pendidikan, penyesuaiannya dengan kebutuhan dan aspirasi seseorang dan msyarakat. Perencanaan harus mampu melihat bagaimana gambaran masyarakat pada masa yang Bustami : Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur, 2010. akan datang dan adalah tugas perencanaan untuk menyesuaikan sistem pendidikan kearah itu. Dari definisi-definisi diatas, yang menjadi perhatian dalam perencaan pendidikan adalah suatu upaya untuk mengorganisir semua kemampuan yang dimiliki oleh suatu daerah untuk memacu meningkatkan kualitasmutu pendidikan. Perencanaan pendidikan yang dibuat diharapkan dapat mengubah pendidikan didaerah tersebut menjadi lebih baik.

2.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia