Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Di Kabupaten Aceh Timur
PENGARUH PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
SMP TERHADAP PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
B U S T A M I 077003034/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
PENGARUH PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
SMP TERHADAP PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
B U S T A M I 077003034/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(3)
ABSTRAK
Bustami, ”Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan di Kabupaten Aceh Timur” δενγαν κοmισι pembimbing Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Ketua), Prof. Dr. Lic.rer.reg.
Sirojuzilam, SE (Pembimbing I) dan Agus Suriadi, S.Sos, M.Si (Pembimbing II).
Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan. Sumber daya pendidikan lain menjadi kurang berarti apabila tidak disertai kualitas guru. Guru memegang peranan kunci tehadap maju mundurnya sebuah pendidikan dalam satuan pendidikan. Guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ketersediaan guru SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur apakah telah memenuhi standar pendidikan nasional dan untuk menganalisis pengaruh pengembangan profesionalisme guru terhadap peningkatan mutu pendidikan. Penelitian ini dilakukan di 44 Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Aceh Timur dengan sampel penelitian sebanyak 65 orang guru. Variabel penelitian adalah pengembangan profesionalisme guru sebagai variabel bebas dan peningkatan mutu pendidikan sebagai variabel terikat. Pengumpulan data menggunakan kuisioner, dokumentasi, wawancara dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif dan menggunakan analisis regresi linear sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan guru berdasarkan kualitas yaitu pendidikan minimal S1 sudah baik. 64,8 % guru di Kabupaten Aceh Timur sudah berpendidikan S1. Dari segi kuantitas dari total kebutuhan guru 1150 yang tersedia 623 orang atau 54,2%, selebihnya diisi oleh tenaga honor sebanyak 527 orang atau 45,8%. Pengambangan profesionalisme guru mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan sebesar 32%, selebihnya 68% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Disarankan kepada pemerintah kabupaten Aceh Timur untuk menambah dan mengangkat guru dan mendistribusikan secara merata kesetiap unit sekolah sesuai dengan kebutuhannya. Dalam upaya peningkatan profesionalisme guru diharapkan lebih memperhatikan dan mengalokasikan dana pendidikan untuk peningkatan mutu guru melalui peningkatan profesionalismenya.
Kata kunci : Profesionalisme, ketersediaan guru, perencanaan pendidikan, dan pengembangan wilayah.
(4)
ABSTRACT
Bustami, "The influence of Junior Teacher Professionalism Development of
Education Quality Improvement in East Aceh regency" with the commission supervising Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Chairman), Prof. Dr. Lic.rer.reg.
Sirojuzilam, SE (Guide I) and Agus Suriadi, S. Sos, M. Si (Guide II).
Teachers have a strategic role in education. Other educational resources become less significant if not accompanied by quality teachers. Teacher plays a key role tehadap advanced education in the withdrawal of an educational unit. Teachers are the spearhead in the effort to improve service quality and educational outcomes. The purpose of this study is to analyze the availability of Junior High School teacher in East Aceh regency whether meets national education standards and to analyze the influence of teachers' professional development to improve education quality. This research was conducted at 44 State Junior High School in East Aceh regency sample of 65 teachers. Variable research is the development of teacher professionalism as an independent variable and the improvement of education quality as a variable bound. Data collection using questionnaires, documentation, interviews and observation. Data were analyzed descriptively and using simple linear regression analysis.
The results showed the availability of teachers based on the quality of education is a good minimum S1. 64.8% of teachers in East Aceh regency was educated S1. In terms of quantity of total requirement of 1150 teachers available 623 people or 54.2%, the rest fees charged by many as 527 workers or 45.8% of people. Floating professionalism of teachers affect the improvement of education quality by 32%, the rest 68% influenced by other factors. Recommended to the government of East Aceh district to increase and raise teacher and distribute evenly kesetiap school units in accordance with their needs. In an effort to increase the professionalism of teachers is expected to more attention and allocate funds to improve the quality of education through increased professionalism of teachers.
Keywords: Professionalism, availability of teachers, educational planning, and development of the region.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan HidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Konsentrasi Perencanaan Pendidikan pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Tesis ini
berjudul ; “Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap
Peningkatan Mutu Pendidikan di Kabupaten Aceh Timur”.
Di dalam penyelesaian tesis ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali menerima bantuan dan bimbingan dari semua pihak, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana, MS, Bapak Dr. Lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE, dan Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, Selaku dosen Pembimbing yang dengan ketulusan, kearifan dan kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan tesis ini.
2. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D, Bapak Drs.Rujiman MA, dan Bapak Kasyful Mahalli, SE,Msi, Selaku dosen pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
3. Bapak Prof.H.Bachtiar Hassan Miraza,SE. Selaku Ketua Program Studi PWD Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.
6. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2009.
(6)
7. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan Tugas Belajar kepada saya, serta telah memberikan bantuan Beasiswa untuk pemondokan dan penyusunan tesis.
8. Kanda Agussalim, SH, M.Hum, selaku Kepala Dinas Pendidikan Aceh Timur yang telah memberikan kemudahan kepada saya untuk mendapat tugas belajar. 9. Kanda Habsah, SH, selaku ketua KPU Aceh Timur, yang telah banyak
memberikan dorongan dan motivasi kepada saya. Kanda Ishak, SPd, Kepala SMP Negeri 1 Peureulak yang telah mendukung saya.
10. Kepala Sekolah SMP Negeri Se-Kabupaten Aceh Timur yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, atas bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis.
11. Ayahanda Alm Muhammad Kasim tercinta semoga Allah SWT memberikan tempat yang indah dan Ibunda Nurjannah atas dukungan kasih sayang dan do’α yang tak hentinya diberikan kepada saya.
12. Kanda Zahniar beserta Istri Hasmah, Kanda Abubakar besera istri Hamidah, Kanda Salmanuddin beserta istri Eriyani, Kakak Nurhafida, kakak Mariah beserta suami Kudhri Alba, Kanda Muhammad Yusuf Beserta istri Fitriani, serta Adinda Muhammad.
13. Teman-teman kuliah khususnya Mariani, Fauziah, Susi, syahrial, yang telah banyak membantu dorongan dan motivasi kepada penulis.
14. Serta kepada handai tolan dan kerabat, yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu, Saya haturkan ribuan trimaksih.
Penulis menyadari dalam penulisan Tesis ini masih banyak kekurangannya, saya mohon maklum adanya dan menjadi perhatian untuk penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga tesis ini menjadi bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Akhirul kalam saya ucapkan terimakasih.
Medan, September 2008
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blang Bateee Peureulak (Kabupaten Aceh Timur) pada
tanggal 05 Mei 1979 dari pasangan Ayahanda alm Muhammad Kasim dan Ibunda
Nurjannah. Penulis merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara.
Penulis mengikuti pendidikan Dasar di SD Negeri 1 Blang Batee Peureulak dan selesai pada Tahun 1992, setelah itu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Rantau Kuala Simpang Aceh Tamiang dan selesai pada tahun 1995. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMA) Negeri 1 Peureulak Kabupaten Aceh Timur dan selesai Pada Tahun 1998.
Jenjang pendidikan tinggi diperoleh pada Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, dari Tahun 1998 dan selesai pada Tahun 2003 dengan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Syukur Alhamdulillah pada Tahun yang sama yaitu Tahun 2003 setelah mengikuti seleksi yang sangat ketat akhirnya lulus sebagai CPNS dan resmi bertugas di SMPN 2 Peureulak Aceh Timur pada bulan Maret 2004, sampai saat ini. Setelah itu pada bulan Oktober 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Konsentrasi Perencanaan Pendidikan melalui program Beasiswa Unggulan hasil kerjasama DEPDIKNAS dengan Universitas Sumatera Utara.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... ...iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... ...x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 12
1.3. Tujuan Penelitian ... ...12
1.4. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1. Perencanaan Pendidikan ... 14
2.2. Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 15
2.3. Standar Pendidikan Nasional ... 17
2.4. Pengembangan Profesionalisme Guru ... 22
2.5. Mutu Pendidikan ... 30
2.6. Pengembangan Wilayah ... 32
2.7. Penelitian Sebelumnya ... 34
2.8. Kerangka berfikir ... 36
2.9. Hipotesis Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Lokasi Penelitian ... 37
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 37
3.3 Populasi dan Sampel ... 38
(9)
3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41
3.6 Teknik Analisa Data ... 43
3.7 Defenisi dan Batasan Operasional ... 45
BAB I V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1 Gambaran Umum Wilayah ... 48
4.2 Gambaran Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Aceh Timur... 49
4.3 Karakteristik Responden ... 50
4.4 Uji Validitas ... 54
4.5 Uji Reliabilitas ... 55
4.6 Analisis Ketersediaan Guru SMP Negeri... 56
4.6.1 Ketersediaan Guru Berdasarkan Kuantitas ... 57
4.6.2 Ketersediaan Guru Berdasarkan Kualitas ... 67
4.7 Tanggapan Responden terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru... 69
4.8 Mutu Pendidikan ... 76
4.9 Analisis Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Peningktan Mutu Pendidikan ... 78
4.10 Kaitan Penelitian dengan Perencanaan Pendidikan dan Pengembangan Wilayah... 85
4.11 Kaitan Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91
5.1 Kesimpulan ... 91
5.2 Saran ... 92
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Jumlah Guru Menurut Kelayakan Mengajar Tahun 2002/2003 ... 3
1.2 Jumlah Guru Menurut Ijazah Tertinggi Tahun 2002/2003 (dalam %) ... 4
1.3 Rangking Indonesia Berdasarkan HDI dibandingkan beberapa Negara 2007 ... ...6
1.4 Persentase IPM Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Aceh Tahun 2006/2007 ... 7
3.1 Jenis dan Sumber Data ... 38
3.2 Populasi dan Sebaran Guru pada 44 SMP di Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008/2009 ... 39
3.3 Sebaran Populasi dan Jumlah Sampel di 10 SMPN di Kabupaten Aceh Timur 2008/2009 ... 40
3.4 Variabel, Indikator, Sub Indikator dan Model Instrumen
Penelitian ... 46
3.5 Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Pengembangan Profesionalisme Guru ... 46
4.1 Nama dan Luas Kecamatan serta Jarak dengan Ibukota Kabupaten Tahun 2007 ... 49
4.2 Gambaran Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2009 ... 50
4.3 Distribusi Karakteristik Responden Menurut kelompok Umur, Jenis Kelamin dan Masa Kerja ... 51
4.4 Distribusi responden Menurut Pendidikan ... 52
(11)
4.6 Hasil Reliabilitas Variabel Penelitian ... 56
4.7 Analisis Ketersediaan Guru dengan Kebutuhan berdasarkan Rasio Guru dan Murid pada 44 SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur
2008/2009 ... 58
4.8 Analisis Ketersediaan Guru dengan Kebutuhan Berdasarkan Bidang Studi pada 44 SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur 2008/2009 ... 60
4.9 Ketersediaan Guru menurut Pendidikan di Lokasi Penelitian ... 68
4.10 Tanggapan Responden terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru ... 70
4.11 Tanggapan Responden terhadap Indikator Kompetensi Keperibadian .... 71
4.12 Tanggapan Responden terhadap Indikator Kompetensi Pedagogik ... 72
4.13 Tanggapan Responden terhadap Indikator Kompetensi Profesional ... 73
4.14 Tanggapan Responden terhadap Indikator Kompetensi Sosial ... 74
4.15 Tingkat kelulusan dan Nilai Rata-Rata UN Tahun 2005/2006,
2006/2007, dan 2007/2008 ... 77
4.16 Hasil Analisis Pangaruh Pengambangan Profesionalisme Guru
terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan ... 78
4.17 Hasil Analisis Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru
terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Bidang Studi Matematika ... 80
4.18 Hasil Analisis Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Bidang Studi Bahasa
Indonesia ... 82
4.19 Hasil Analisis Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Bidang Studi Bahasa
(12)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Kerangka Pemikiran ...36
2 Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam,
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuisioner Penelitian Pengembangan Profesionalisme Guru ... 97
2 Tabulasi Jawaban Responden ... 105
3 Nilai Rata-rata UN dari Tahun 2005/2006, 2006/2007, dan 2007/2008 ... ...107
4 Hasil Regresi Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan di Kabupaten Aceh Timur ... 108
5 Tabulasi Jawaban Responden Bidang Studi Matematika... 109
6 Hasil Regresi Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Bidang Studi Matematika ... 110
7 Tabulasi Jawaban Responden Bidang Studi Bahasa Indonesia ... 111
8 Hasil Regresi Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Bidang Studi Bahasa Indonesia ... 112
9 Tabulasi Jawaban Responden Bidang Studi Bahasa Inggris ... 113
10 Hasil Regresi Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Bidang Studi Bahasa Inggris ... 114
11 Ketersedian dan Kebutuhan Guru Berdasarkan Bidang Studi di Kabupaten Aceh Timur 2009 ... 115
12 Ketersediaan Guru dan Murid pada 44 SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur 2008/2009 ... 116
13 Dokumentasi (Foto) Penelitian ... 117
14 Peta Lokasi Penelitian ... 120
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan
manusia dan bagian dari pembangunan nasional. Pendidikan diharapkan memberikan
kontribusinya untuk mengembangkan generasi penerus bangsa menjadi warga Negara
berkualitas yang mampu menghadapai tantangan akademik dan bisnis di masa depan.
Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan
bangsa yang maju, modern dan sejahtera.
Pengembangan sumber daya manusia (human resourse development) secara
makro adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam
mencapai tujuan pembangunan bangsa. Proses pengembangan sumber daya manusia
mencakup perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan sumber daya manusia.
Secara mikro sumber daya manusia yang dimaksud adalah tenaga kerja, karyawan
atau pegawai yang bekerja disuatu proses produksi. Fasilitas yang canggih dan
lengkap belum merupakan jaminan akan keberhasilan suatu proses, tanpa diimbangi
kualitas dari tenaga kerja yang terlibat didalamnya. Pengembangan sumber daya
manusia secara mikro adalah suatu proses perencanaan pendidikan, pelatihan dan
(15)
Tujuan pendidikan di SMP yaitu memberikan bekal kemampuan dasar yang
merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh di SD; untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota
masyarakat dan warga negara sesuai dengan perkembangannya serta mempersiapkan
siswa untuk hidup dalam masyarakat dan atau melanjutkan kependidikan menengah.
Peningkatan kualitas Sumber daya manusia sejak dini merupakan hal penting yang
harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Hal ini akan terwujud bila di sekolah
tersebut tersedia guru-guru yang berkualitas dan profesioanal yang secara terus
menerus mengembangkan profesionalismenya sesuai dengan perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan
yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan yang bermutu.
Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif
dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar,
pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri,
komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah
sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan
jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin,
profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa
depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan
yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan
(16)
itu, lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan
dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.
Permasalahan pendidikan yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui
upaya peningkatan kualitas guru, namun kenyataan menunjukkan bahwa kualitas
guru di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak
terpenuhinya kualitas pendidikan minimal. Berikut dapat kita lihat guru menurut
ijazah tertinggi pada Table 1.1
Tabel 1.1 Jumlah Guru Menurut Kelayakan Mengajar Tahun 2002/2003
No. Jenjang
Pendidikan Kelayakan Negeri % Swasta % Jumlah
Jumlah 1,143,070 92.6 91,857 7.4 1,234,927
a. Layak 584,395 47.3 41,315 3.3 625,710
1 SD
b. Tidak Layak 558,675 45.2 50,542 4.1 609,217
Jumlah 311,531 66.7 155,217 33.3 466,748
a. Layak 202,720 43.4 96,385 20.7 299,105
2 SMP
b. Tidak Layak 108,811 23.3 58,832 12.6 167,643
Jumlah 122,803 53.4 107,311 46.6 230,114
a. Layak 87,379 38.0 67,051 29.1 154,430
3 SMA
b. Tidak Layak 35,424 15.4 40,260 17.5 75,684
Jumlah 48,645 33.0 98,914 67.0 147,559
a. Layak 27,967 19.0 55,631 37.7 83,598
4 SMK
b. Tidak Layak 20,678 14.0 43,283 29.3 63,961
Sumber : Balitbang Depdiknas 2004
Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun
2004 menunjukkan terdapat 991.243 (45,96%) guru SD, SMP dan SMA yang tidak
(17)
Sebagai gambaran rinci keadaan kualifikasi pendidikan minimal guru di
Indonesia sebagai berikut: Guru TK yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan
minimal sebesar 119.470 (78,1%) dengan sebagian besar 32.510 orang berijazah
SLTA. Di tingkat SD, guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal
sebesar 391.507 (34%) yang meliputi sebanyak 378.740 orang berijazah SMA dan
sebanyak 12.767 orang berijazah D1. Di tingkat SMP, jumlah guru yang tidak
memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 317.112 (71,2%) yang terdiri atas
130.753 orang berijazah D1 dan 82.788 orang berijazah D2. Begitu juga di tingkat
SMA, terdapat 87.133 (46,6%) guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan
minimal, yakni sebanyak 164 orang berijazah D1, 15.589 orang berijazah D2, dan
71.380 orang berijazah D3.
Tabel 1.2 Jumlah Guru Menurut Ijazah Tertinggi Tahun 2002/2003 (dalam %)
No Jenjang Jumlah guru SMA/D1 D2 D3 S1 S2/S3
1 SD 1.234.927 49,33 40,14 2,17 8,30 0,05
2 SMP 466.748 11,23 21,33 25,10 42,03 0,31
3 SMA 230.114 1,10 1,89 23,92 72,75 0,33
4 SMK 147.559 3,544 1,79 30,18 64,16 0,33
Sumber : Balitbang Depdiknas 2004
Kabupaten Aceh Timur memiliki 44 unit sekolah SMP Negeri yang tersebar
di 21 kecamatan. Sebagian besar sekolah dibangun di pedalaman Aceh Timur, hal ini
diupayakan oleh pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat untuk
melanjutkan sekolah dan mengurangi anak putus sekolah. Selain itu yang menjadi
(18)
Belum lagi guru yang sudah ada tersebut, belum memiliki kualifikasi
pendidikan minimal dan berkualitas. Masalah guru atau pendidik lainnya adalah
masih terdapatnya kesenjangan guru dilihat dari keahliannya. Guru yang mengajar
tidak sesuai dengan bidang keahliannya (mismatch) yang masih banyak terjadi
terutama pada jenjang sekeloh menengah pertama. Hal ini merupakan fenomena
yang dihadapi disetiap sekolah didaerah saat ini.
Sementara itu, rendahnya kualitas pendidikan dapat juga dilihat dari
rendahnya prestasi belajar siswa atau mutu hasil belajar ditandai oleh standar
kelulusan yang ditetapkan pada ujian nasional, yaitu 4,25 dari skala 10. Ini berarti
bahwa seorang siswa dinyatakan lulus apabila yang bersangkutan mampu menyerap
mata pelajaran sebesar 4,25%. Dengan standar kelulusan yang rendahpun masih
banyak siswa yang tidak lulus. Pada ujian nasional 2007 di Kabupaten Aceh Timur
pada tingkat SMP ketidaklulusan mencapai 20%, dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 39%. Ini menandakan bahwa masih rendahnya mutu pendidikan di
kabupaten Aceh Timur.
Salah satu metode yang dipergunakan untuk mengukur kondisi pembangunan
manusia adalah menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/ Human
Development Index (HDI). Human Development Index Indonesia masih
menunjukkan capaian yang belum menggembirakan. IPM adalah pengukuran
perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk
semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
(19)
juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Hal ini dapat kita lihat pada Table 1.3.
Tabel 1.3 Rangking Indonesia Berdasarkan HDI dibandingkan beberapa Negara 2007
Tahun No Negara
1995 2000 2003 2004 2005 2006
1 Malaysia 59 61 58 59 61 61
2 Thailand 58 76 74 76 73 74
3 Philipina 100 77 85 83 84 84
4 Indonesia 104 109 112 111 110 108
5 Vietnam 120 99 109 112 108 109
Sumber : Balitbang Depdiknas, 2007
Pada tahun 2007 angka IPM Indonesia mengalami kenaikan menjadi 0.728,
laporan ini dikeluarkan oleh UNDP pada 27 November 2007, Indonesia berada pada
peringkat 108 sedunia dan masih dibawah Vietnam. Penilaian tersebut diantaranya
usia harapan hidup menempatkan Indonesia pada posisi ke-100. Tingkat pemahaman
aksara dewasa di urutan 56. Tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi
ada di urutan 110. Sedangkan untuk pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita
berada di posisi 113. Dari IPM Indonesia menunjukkan bahwa kualitas atau mutu
pendidikan Indonesia masih rendah.
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dijelaskan bahwa IPM Aceh Timur berada pada
peringkat kedua belas. IPM Kabupaten Aceh Timur jika dibandingkan dengan
Kabupaten/Kota lain dalam Propinsi Aceh, Posisi Kabupaten Aceh Timur
menunjukkan peringkat dan posisi yang masih rendah. IPM tertinggi berada di Kota
(20)
Tabel 1.4 Persentase IPM Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Aceh Tahun 2006/2007
Tahun Rangking
No Kabupaten/Kota
2006 2007 2006 2007
1 Banda Aceh 75,44 76,37 1 1
2 Lhokseumawe 73,80 74,71 2 2
3 Sabang 73,66 74,53 3 3
4 Aceh Besar 71,87 72,65 5 4
5 Bireun 72,20 72,60 4 5
6 Langsa 71,51 72,14 6 6
7 Aceh Tengah 71,16 71,92 7 7
8 Aceh Utara 70,44 71,32 9 8
9 Aceh Tenggara 70,58 71,27 8 9
10 Pidie 69,99 70,82 10 10
11 Pidie Jaya 69,40 69,90 11 11
12 Aceh Timur 68,84 69,51 12 12
13 Aceh Tamiang 68,73 69,36 13 13
14 Aceh Selatan 68,41 69,02 14 14
15 Aceh Barat 68,08 68,92 16 15
16 Benar Meriah 68,12 68,82 15 16
17 Aceh Jaya 67,77 68,58 18 17
18 Aceh Barat Daya 67,52 68,45 19 18
19 Subulussalam 67,80 68,34 17 19
20 Aceh Singkil 67,17 68,02 20 20
21 Nagan Raya 66,88 67,70 21 21
22 Gayo Lues 66,61 67,14 22 22
23 Simeulu 66,38 67,13 23 23
Propinsi Aceh 69,41 70,60
Indonesia 70,42 70,82
Sumber : BPS Aceh Timur2009
Tampaknya pelaksanaan pendidikan di sekolah belum sesuai seperti yang
diharap dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, antara lain meningkatkan anggaran untuk peningkatan sarana
dan prasarana pendidikan disemua jenjang secara bertahap dan terencana.
Kondisi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dipicu oleh beberapa faktor
(21)
menggunakan pendekatan education production atau input-output analisis tidak
dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan
berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang
diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, lembaga ini akan menghasilkan output
yang dikehendaki. Pendekatan ini juga menganggap bahwa input pendidikan seperti
guru, buku, media pembelajaran, dan sarana serta prasarana pendidikan lainnya
dipenuhi, mutu pendidikan (output) secara otomatis akan meningkat. Dalam
kenyataannya, mutu pendidikan yang diharapkan tidak meningkat secara signifikan.
Hal ini dikarenakan dalam menerapkan pendekatan education production
function selama ini terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang
memperhatikan proses pendidikan. Pada hal, proses pendidikan sangat menentukan
output pendidikan. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara
birokratik sentralistik sehingga penempatan sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan sangat tergatung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang
sangat panjang dan terkadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi
sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi dari birokrasi diatasnya
sehingga kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, dan kreativitas/inisiatif untuk
mengembangkan dan memajukan sekolah.
Ketiga, peran serta warga sekolah, khususnya, dan peran serta masyarakat,
khususnya orangtua siswa, dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat
minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal
(22)
dikenal berbagai macam pembaruan, jika guru tidak berubah, tidak akan terjadi
perubahan disekolah tersebut.
Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber
daya pendidikan lainnya memadai sering kali kurang berarti apabila tidak disertai
kualitas guru yang memadai. Guru memegang peranan kunci terhadap maju
mundurnya sebuah pendidikan dalam satuan pendidikan. Guru merupakan ujung
tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan.
Mengingat peran guru yang sangat penting, pemerintah bersama komponen
bangsa lainya telah bersepakat dan hal ini dibuktikan dengan melahirkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
Guru Indonesia yang profesional diharapkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang
kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu
pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan
praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya
(23)
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis
pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional
berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus
dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi
guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service
karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah dan nilai, tujuan dan kualitas
suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang
berkaitan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian, sementara itu guru
yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk
melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan pemerintah telah menempuh berbagai
strategi antara lain: 1) penyempurnaan kurikulum menjadi kurikulum tingkat satuan
pendidikan, 2) penyediaan fasilitas fisik dan media pendidikan, 3) peningkatan
kemampuan profesional pendidik dan tenaga kependidikan dan 4) peningkatan
kesejahteraan dan berbagai jenis kegiatan lainnya.
Peningkatan mutu pendidikan akan berhasil jika seluruh komponen
pendidikan yang terkait berfungsi dan bersinergi secara optimal. Salah satu
komponen yang sangat menentukan keberhasilan tersebut adalah kemampuan
profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan dalam mengembangkan proses
pembelajaran. Hal ini berdasarkan keyakinan bahwa mutu pendidikan pada akhirnya
(24)
lembaga pendidikan telah tersedia semua komponen yang mendukung peningkatan
mutu pendidikan, namun tanpa guru yang memiliki kemampuan profesional yang
mapan, peningkatan mutu pendidikan tidak mungkin terwujud.
Dengan tidak mengesampingkan faktor lain, komponen yang selama ini
dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini
memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung
dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya
kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan,
tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplemen-tasikannya , maka
semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai proses dan hasil
pendidikan seperti yang diharapkan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis
komponen guru.
Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu terletak pada kualitas
sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berbudaya. Oleh karena itu,
peningkatan kualitas Sumber daya manusia sejak dini merupakan hal penting yang
harus dipikirkan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
Dengan latar belakang inilah peneliti sangat berminat untuk satu kajian
tentang ”Pengaruh Pengembangan Profesionalisme Guru SMP terhadap peningkatan Mutu Pendidikan”, sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini guna menjamin pengembangan pembangunan yang berkesinambungan.
(25)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ketersediaan guru-guru SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur telah memenuhi standar pendidikan nasional.
2. Bagaimana persepsi guru terhadap pengembangan profesionalismenya
3. Apakah ada pengaruh pengembangan profesionalisme guru dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan, secara total maupun berdasarkan bidang studi.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis ketersediaan guru-guru SMP Negeri Kabupaten Aceh Timur apakah telah memenuhi standar pendidikan nasional.
2. Mengetahui bagaimana persepsi guru terhadap pengembangan
profesionalismenya.
3. Untuk menganalisis pengaruh pengembangan profesionalisme guru terhadap peningkatan mutu pendidikan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam upaya menambah dan merekrut guru
(26)
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengembangkan profesionalisme guru dalam peningkatan mutu pendidikan
3. Memberikan pemahaman kepada stakeholders, bahwa pengembangan
profesionalisme guru merupakan salah satu dari upaya untuk meningkat
prestasi peserta didik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
(27)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Pendidikan
Menurut Widjojo dalam Bintaro (1977), perencanaan adalah upaya sadar
untuk memecahkan masalah atas dasar nilai-nilai yang dimiliki masyarakat yang
bersangkutan, melakukan pengkajian pilihan diantara berbagai alternatif dengan cara
efesien dan rasional guna mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Perencanaan adalah upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan
pembangunan yang harus dilakukan disebuah wilayah (negara/daerah) berdasarkan
kelemahan dan keunggalan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut
(Widodo,2006:3)
Perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan dalam hal
menentukan kebijaksanaan, prioritas dan biaya pendidikan dengan
mempertimbangkan kenyataan – kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk pengembangan potensi sistem pendidikan nasional, memenuhi
kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut. Hal ini
memperlihatkan dimensi baru dalam perencanaan pendidikan (Beeby dalam Enoch,
1992).
Perencanaan pendidikan adalah suatu alat untuk mengatur sistem pendidikan,
penyesuaiannya dengan kebutuhan dan aspirasi seseorang dan msyarakat.
(28)
akan datang dan adalah tugas perencanaan untuk menyesuaikan sistem pendidikan
kearah itu.
Dari definisi-definisi diatas, yang menjadi perhatian dalam perencaan
pendidikan adalah suatu upaya untuk mengorganisir semua kemampuan yang dimiliki
oleh suatu daerah untuk memacu meningkatkan kualitas/mutu pendidikan.
Perencanaan pendidikan yang dibuat diharapkan dapat mengubah pendidikan
didaerah tersebut menjadi lebih baik.
2.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia
Werther dan David (1989) dalam Notoatmodjo (2003 :14), membuat batasan
human resources planning yakni : systematically forcast an organization’s future demand, and supplay of, employess. Perencanaan sumber daya manusia adalah suatu
perencanaan yang sistematik tentang perkiraan kebutuhan dan pengadaan atau
pasokan tenaga kerja. Dengan perkiraan jumlah dan tipe kebutuhan tenaga manusia,
bagian kepegawaian atau menejer sumber daya manusia akan mempunyai
perencanaan yang baik dalam rekrutmen, pengembangan tenaga, dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
Pendidikan sebagai salah satu unsur dinamika sosial mempunyai kontribusi
terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini seperti dikemukakan oleh
Arnold dalam Wiener yang dikutip oleh Adikusuma, dkk (1992) terdapat perubahan
sosial, modernisasi dengan peran pendidikan dalam rangka empowerment
(29)
menimbulkan perubahan sosial tidak akan berlangsung tanpa didukung dengan
sumberdaya manusia yang terdidik dan terampil.
Menurut Notoatmodjo (2003:4), pengembangan sumberdaya manusia
mengimplikasikan pentingnya makna pendidikan sebagai wahana dan instrumen
untuk pembangunan dan perubahan sosial, bahkan sekaligus dipandang investasi
sumberdaya manusia dimasa mendatang. Pengembangan sumber daya manusia secara
mikro adalah suatu proses perencanaan pendidikan, pelatihan dan pegelolaan tenaga.
Pengembangan sumber daya manusia secara makro adalah penting dalam
rangka mencapai tujuan-tujuan pembangunan secara efektif. Pengembangan sumber
daya manusia terarah dan terencana disertai pengelolaan yang baik akan dapat
menghemat sumber daya alam, atau setidaknya pengelolaan dan pemakaian sumber
daya alam dapat secara berdaya guna dan berhasil guna. Demikian pula
pengembangan sumber daya manusia secara mikro disuatu organisasi sangat penting
dalam mencapai hasil kerja yang optimal. Baik secara makro maupun secara mikro
pengembangan sumber daya manusia adalah merupakan bentuk investasi (human
investment).
Menurut Tilaar (2002 : 8), setiap daerah membutuhkan sumber daya manusia
yang berkualitas, maka daerah tersebut harus bertanggung jawab dalam
pengembangan mutu sumber daya manusia yang ada didaerahnya. Laju atau
lambatnya pembangunan didaerah tergantung kepada mutu sumber daya
manusianya. Pengembangan mutu sumberdaya manusia adalah tanggung jawab
(30)
manusia, oleh sebab itu merupakan suatu yang mutlak pengelolaannya menjadi
tanggung jawab dari masyarakat di daerah. Sehingga pemerintah daerah mempunyai
peluang yang sangat luas untuk meningkatkan dan membina guru-guru dalam hal
untuk peningkatan kualitas/mutu pendidikan.
2.3 Standar Pendidikan Nasional
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan dasar pokok
bagi pembangunan bangsa dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah memerlukan undang-undang dan peraturan
peraturan lainnya yang secara khusus mengatur penyelenggaraan pendidikan
nasional. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3, yang menyatakan perlunya
pemerintah mengusahakan sistem pendidikan nasional yang mengarah kepada
peningkatan kualitas pendidikan. Maka diperlukan undang-undang yang khusus
mengatur masalah sistem pendidikan nasional. Sehingga lahirlah Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional menurut undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yakni : Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
(31)
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Tujuan pendidikan di SMP yaitu memberikan bekal kemampuan dasar yang
merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh di SD, untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota
masyarakat dan warga negara sesuai dengan perkembangannya serta mempersiapkan
siswa untuk hidup dalam masyarakat dan atau melanjutkan kependidikan menengah.
Dalam rangka melaksanakan dan menjabarkan Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pemerintah mengeluarkan peraturan
agar penyelenggaraan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan berkualitas.
Untuk itu diperlukan peraturan penentuan standar pendidikan yang harus menjadi
acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan, ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005. Suatu hal yang cukup penting dalam PP ini adalah perlunya
dibentuk suatu Badan yang bernama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
sebagai badan yang menentukan standar dan kriteria pencapaian dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 merupakan standar umum
penyelenggaran pendidikan, yaitu tentang lingkup standar pendidikan nasional antara
lain ; 1) Standar isi , 2) Standar proses, 3) Standar kompetensi lulusan, 4) Standar
pendidik dan tenaga kependidikan, 5) Standar sarana dan prasarana, 6) Standar
(32)
Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan
prajabatan, dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboraturium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berekreasi, serta sumber belajar lainnya, yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran, termasuk penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi.
Standar Pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten / kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Standar Pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan
(33)
Standar Penilaian Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik.
Menurut Sutadipura (1983:54) dalam Nurdin (2005:6), bahwa :“Γυρυ adalah orang yang layak di gugu dan ditiru”. Pendapat tersebut dikuatkan lagi sebagaimana yang dinyatakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1985:65) dalam
Nurdin (2005:7) : Guru adalah seseorang yang mempunyai gagasan yang harus
diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan
sebaik-baiknya dengan anak didik, sehingga menjunjung tinggi, mengembangkan dan
menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan, keilmuan.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, guru diakui sebagai jabatan profesional. Hal ini sekaligus
mengangkat harkat dan martabat guru yang sungguh luar biasa bila dibandingkan
dengan profesi lainnya di kalangan pegawai negeri sipil. Namun demikian, untuk
menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah (SM)
persyaratannya cukup kompleks, yaitu: (a) memilik kualifikasi pendidikan minimal
sarjana (S1) atau diploma empat (DIV), (b) memiliki kompetensi pedagogik,
kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional, (c) memiliki
sertifikasi pendidik; (d) sehat jasmani dan rokhani, serta (e) memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8, UU Nomor:14/2005).
Dengan demikian, keberadaan UU Guru dan Dosen pada prinsipnya memiliki dua
(34)
profesional dan kedua meningkatkan kesejahteraan guru sebagai konsekuensi logis
dari keprofesionalannya.
Sesuai dengan undang – Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa seorang tenaga pendidik pada sekolah menengah harus memiliki kualifikasi
akademik minimum Diploma IV atau Sarjana (S1). Menurut PP Nomor 19 Tahun
2005, Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian kualifikasi akademik adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan
perundangundangan yang berlaku. Guru harus memiliki kualifikasi akademik
pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dengan latar belakang
pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran
yang diajarkan.
Ketersediaan Guru untuk jenjang SD atau yang sederajat dengan rasio satu
guru untuk minimal 18 murid dan maksimal 40 murid. Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau yang sederajat dengan rasio satu guru untuk minimal 16 siswa dan
maksimal 38 siswa. Sedangkan SLTA atau yang sederajat dengan rasio satu guru
minimal 15 siswa dan maksimal 32 siswa.
Rasio siswa dan guru dapat menjadi faktor penting dalam terpenuhinya
kebutuhan pendidikan yang merata dan dapat mempengaruhi kualitas pendidikan.
(35)
besar. Untuk itu perlu diamati dari tahun per tahun mengenai rasio siswa dan guru.
Hal ini sangat penting untuk menentukan arah kebijakan terutama terkait dengan
penempatan guru dan penambahan guru di sekolah-sekolah.
2.4 Pengembangan Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan
atau jabatan menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang
disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan
persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
(UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Menurut Kunandar (2007:46), guru yang profesional adalah guru yang
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan
pengajaran. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan
profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Dengan kata lain
pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya
sebagai guru dan dengan kemampuan maksimal. Jadi guru yang profesional adalah
orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman
(36)
Menurut Martinis (2007 : 3), profesi mempunyai pengertian seseorang yang
menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur
berlandaskan intelektualitas. Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliau
menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan
tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara
menyikapi lapangan pekerjaan yng berorientasi pada pelayanan yang ahli. Pengertian
profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan
teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada
pelayanan yang ahli.
Selanjutnya Subijanto (2006), menjelaskan bahwa profesi merupakan
pengakuan masyarakat terhadap karakteristik pekerjaan yang memiliki sifat-sifat
tertentu seperti juga profesi guru, adalah kemampuan intelektual yang diperoleh
melalui pendidikan dan memiliki pengetahuan spesialisasi dan pengetahuan praktis
untuk menunjang proses belajar mengajar.
Menurut Surya dalam Kunardar (2007 : 47), guru yang profesional akan
tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian
baik dalam materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan dengan tanggung
jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional
hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada
peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional
memiliki tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung
(37)
menghargai serta mengembangkan profesinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan
melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif.
Tanggung jawab intelaktual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menungjang tugas-tugasnya.
Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai
makhluk yang beragama yang prilakunya senantiasa tidak menyimpang dai
norma-norma moral dan agama.
Soedijarto dalam Kunandar (2007 : 49), berpendapat bahwa, guru sebagai
jabatan profesional memerlukan pendidikan lanjutan dan latihan khusus (advanced
education and special training), maka guru sebagai jabatan profesional, seperti dokter
dan lawyer, memerlukan pendidikan pascasarjana. Namun, pascasarjana bagi jabatan
profesional bukanlah program akademik, tetapi program profesional yang
mengutamakan praktik.
Tilaar (2002 : 86), menjelaskan pula bahwa seorang profesional menjalankan
pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki
kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional
menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran.
Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan
terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan
(38)
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang
bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri
dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan
pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat
luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Pendidik berkewajiban : (1) menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2) mempunyai komitmen
secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (3) memberi teladan dan
nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya (UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan seseorang yang menjadi sumber pengasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
(39)
harus dimiliki oleh guru, meliputi ; kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajan, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya. Upaya memperdalam
pemahaman terhadap peserta didik ini didasari oleh kesadaran bahwa bakat minat dan
tingkat kemampuan mereka berbeda-beda, sehingga layanan secara individual juga
berbeda-beda. Sekalipun bahan ajar yang disajikan dalam kelas secara klasikal sama,
namun ketika sampai kepada pemahaman individual, guru harus mengetahui tingkat
perbedaan individual siswa, sehingga dapat memandu siswa yang percepatan
belajarnya terbelakang, sehingga pada akhir pembelajaran memiliki kesetaraan. Pada
dasarnya proses pembelajaran ini adalah bagaimana kemampuan pendidik membantu
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Kompetensi kepribadian yaitu guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan wibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Bakat dan minat menjadi guru merupakan faktor penting untuk memperkokoh
seseorang memilih profesi guru. Guru adalah teladan bagi anak didik, dan masyarakat
sekitarnya. Oleh sebab itu kepribadian yang mantap menjadi syarat pokok bagi guru
agar tidak mudah terombang-ambing secara psikologis oleh situas-situasi yang terus
(40)
seperti ini guru akan mampu tampil berwibawa, arif dalam menyapa dan mendidik
para siswa dan cerdas dalam melayani masyarakat dengan segala perbedaannya.
Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar. Guru harus menjauhkan sikap egois, sikap yang hanya
mengedepankan kepentingan diri sendiri. Guru harus pandai bergaul, ramah terhadap
peserta didik, orang tua maupun pada masyarakat umumnya. Guru adalah sosok yang
dapat secara luwes berkomunikasi kesegala arah, kerena bidang tugasnya harus
berhubungan dengan siswa, antar guru, dengan atasannya, dan kepada masyarakat
diluar sekolah. Kunci keberhasilan guru dalam membina dan membelajarkan siswa
maupun anggota masyarakat lainnya, adalah pada kemampuan guru melakukan
interaksi sosial ini kepada siswa dan masyarakat lainnya.
Kompetensi profesional yaitu kemampuan untuk dapat menguasai materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru mampu
membimbing peserta didik dapat memenuhi standar kompetensi minimal yang
seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Guru diwajibkan menguasai dengan baik mata
pelajaran yang diasuhnya, sejak dari dasar-dasar keilmuannya sampai dengan
bagaimana metode dan teknik untuk mengajarkan serta cara menilai dan
mengevaluasi siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Akhir dari proses
pembelajaran adalah siswa memiliki standar kompetensi minimal yang harus dikuasai
dengan baik, sehingga ia dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kompetensi
(41)
dan mampu membelajarkan siswa secara optimal, menguasai semua kompetensi yang
persyaratkan bagi seorang guru.
Untuk menjadi guru yang memiliki kompetensi maka diharuskan untuk
mengembangkan tiga aspek kompetensi yang ada pada dirinya, yaitu kompetensi
pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi kemasyarakatan. Kompetensi
pribadi adalah sikap pribadi guru berjiwa pancasila yang mengutamakan budaya
bangsa Indonesia yang rela berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya.
Kompetensi profesional adalah kemampuan dalam penguasaan akademik (mata
pelajaran/bidang studi) yang diajarkan dan terpadu dengan kemampuan mengajarnya
sekaligus sehingga guru itu memiliki wibawa akademis. Sementara itu kompetensi
kemasyarakatan (sosial) adalah kemampuan yang berhubungan dengan bentuk
partisipasi sosial seorang guru dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat tempat ia
bekerja, baik formal maupun informal. Guru yang dapat atau mampu
mengembangkan ketiga aspek kompetensi tersebut pada dirinya dengan baik, maka ia
tidak hanya akan memperoleh keberhasilan tetapi ia juga memperoleh kepuasan atas
profesi yang dipilihnya.
Guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akan
memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar,
maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik. Dengan
demikian, keberadaan guru profesional selain untuk mempengaruhi proses belajar
(42)
yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan
itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru
yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara
pandang yang maju.
Manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial
mempunyai berbagai macam kebutuhan material, kebendaan maupun nonmaterial.
Maslow mengklasifikasikan kebutuhan manusia itu dalam tingkat kebutuhan yaitu
kebutuhan fsikologis (pangan, sandang, papan), jaminan keamanan, kebutuhan sosial,
pengakuan dan penghargaan, kesempatan mengembangkan diri. Kebutuhan untuk
mengembangkan diri (self actualization) merupakan kebutuhan yang paling tinggi
bagi setiap orang. Realisasi pengembangan diri ini berbagai macam bentuknya, antara
lain melalui pendidikan yang lebih tinggi atau pelatihan-pelatihan peningkatan
kemapuan. Di sekolah, kesempatan untuk meningkatkan kemampuan melalui
pendidikan atau pelatihan, baik bergelar maupun non gelar merupakan usaha untuk
memberikan kesempatan bagi guru-guru guna memenuhi kebutuhan.
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena
guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu
bertahan dalam era hiperkompetensi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar
mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan
(43)
2.5 Mutu Pendidikan
Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan
dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang
sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari
produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik
mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah
suatu keberhasilan proses dan hasil belajar yang menyenangkan dan memberikan
kenikmatan.
Mutu atau kulitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang
atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang
diharapkan atau yang tersirat. Dalam konsteks pendidikan, pengertian mutu
mencakup input, proses, dan output pendidikan (Rohiat, 2008:52).
Input pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan
untuk berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia
(kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan), sumber daya selebihnya adalah
anggaran biaya (dana), sarana dan prasarana. Input harapan-harapan berupa visi, misi,
tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai, serta input perangkat lunak meliputi
struktur organisasi, peraturan perundang undangan, deskripsi tugas dan sebagainya.
Proses pendidikan merupakan kejadian berubahnya input pendidikan menjadi
autput pendidikan. Proses yang dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan ,
pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, proses belajara mengajar serta
(44)
belajar mengajar (pembelajaran) memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan
dengan proses-proses lainnya. Proses akan bermutu tinggi bila perpaduan antara input
sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan) dilakukan secara harmonis.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreatifitas berfiklir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
peningkatan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Untuk menghasilkan
proses pembelajaran yang optimal maka dibutuhkan tenaga pendidik yang
berkualitas.
Out put pendidikan adalah kinerja sekolah yang merupakan prestasi sekolah
yang dihasilkan dari proses/prilaku sekolah. Output sekolah dikatakan
berkualitas/bermutu jika prestasi sekolah khususnya prestasi belajar siswa
menunjukkan pencapaian prestasi yang tinggi dalam prestasi akademik, berupa nilai
ulangan harian, ulangan dan UN (ujian Nasional), sedangkan prestasi non akademik
berupa seperti IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian dan keterampilan
kejuruan.
Prestasi merupakan hasil yang dicapai setelah melalui proses belajar.
Sedangkan prestasi belajar siswa dapat diketahui dari nilai rapor siswa, nilai UAS dan
(45)
indikatornya dapat dilihat dari prestasi akademik yang dihasilkan oleh siswa (Tilaar,
2006 : 70).
Jadi dalam penelitian ini yang menjadi landasan bagi peningkatan mutu
pendidikan adalah dilihat dari output pendidikan berupa prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar siswa dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa yaitu berupa
nilai-nilai yang diperoleh dari proses belajar siswa. Nilai-nilai diasumsikan cerminan
pencapaian tujuan yang telah dicapai sebagai alat ukur untuk mengetahui sejauhmana
tingkat kemampuan dan merupakan hal yang terpenting dari peserta didik. Hasil
belajar dapat memberikan kepuasan tertentu terhadap siswa.
2.6 Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah adalah suatu usaha memberdayakan suatu masyarakat
yang berada disuatu daerah itu untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat
disekeliling mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan,
dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan.
Tujuan pengembangan wilayah sangat bergantung pada permasalahan serta
karakteristik spesifik wilayah yang terkait, namun pada dasarnya ditujukan pada
pendayagunaan potensi serta manajemen sumber-sumber daya melalui pembangunan
perkotaan, pedesaan dan prasarana untuk peningkatan kondisi sosial dan ekonomi
wilayah tersebut. Sehingga perencanaaan pengembangan wilayah (regional
(46)
Konsep pengembangan wilayah dibagi menjadi tiga kelompok yaitu konsep
pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional dan konsep pendekatan desentralisasi
(Alkadri et all, Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, 1999). Konsep
pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara
besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai
infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan
diharapkan melalui proses tetesan ke bawah (trickle down effect).
Dalam perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat
beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter
Isard sebagai pelopor ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab akibat
dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial ekonomi,
dan budaya. Kedua adalah Hirschman (1950), yang memunculkan teori polarization
effeck dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah
tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal
(1950), dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah
belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effeck. Keempat
adalah Friedman (1960), yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna
mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan
teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass pada era 70-an yang
memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa-kota (rural-urban linkages) dalam
(47)
Berdasarkan pengertian diatas maka pengembangan suatu wilayah diperlukan
suatu perencanaan wilayah yang menyeluruh (comprehensif) yang berdasarkan pada
pertimbangan potensi wilayah baik itu sumber daya alam, fisik, sosial dan ekonomi,
lingkungan, serta SDM sebagai sasaran dari pembangunan.
2.7 Penelitian Sebelumnya
Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini,
adalah : Nababan (2007), dengan judul tesis “Πενγαρυη Πενγεmβανγαν Profesionalisme dan Kinerja Dosen terhadap prestasi Belajar mahasiswa di FKIP
Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar”. Πενελιτιαν ινι mενγγυνακαν metode deskriptif kuantitatif dan analisis korelasi. Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa pengembangan profesinalisme Dosen berpengaruh terhadap peningkatan
prestasi belajar mahasiswa secara positif dan berarti. Selanjutnya disimpulkan juga
bahwa pengembangan profesionalime dosen dan kinerja dosen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar mahasiswa secara positif dan
berarti. Dikemukakan juga bahwa perlunya kebijakan untuk membekali dan
meningkatkan pengembangan profesionalisme Dosen dengan menstimulus kinerja
dosen.
Hayani (2004), dengan judul tesis “Μαναjemen Pengembangan Mutu Profesionalisme Guru di SMP Negeri 9 Binjei”. Πενελιτιαν ινι mενγυνακαν mετοδε deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukankan bahwa manajemen
(48)
dengan memadai. Pentingnya peningkatan kemampuan profesionalisme guru
disekolah dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, ditinjau dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, kepuasan dan moral kerja, keselamatan
kerja guru dan peranannya yang demikian penting dalam rangka implementasi
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah disekolah-sekolah.
Selanjutnya, peningkatan kemampuan guru dapat diartikan sebagai upaya
membantu guru yang belum mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi
kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi
terakreditasi. Peningkatan kemampuan profesionalisme guru itu sifatnya bantuan
profesional, oleh karena itu, yang lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan itu
adalah guru itu sendiri. Artinya, guru itu sendiri yang seharusnya meminta bantuan
(49)
2.8 Kerangka Berpikir
2.9 Hipotesis Penelitian
1. Ketersediaan guru-guru SMPN di Kabupaten Aceh Timur telah memenuhi standar pendidikan Nasional.
2. Ada pengaruh pengembangan profesionalisme guru dalam peningkatan mutu pendidikan.
Pengembangan Profesionalisme Guru
Prestasi Belajar Siswa
Peningkatan Mutu Pendidikanan
SDM Berkualitas
Pengembangan Wilayah Kompetensi
Peadagogik Kompetensi
Kepribadian
Kompetensi Profesional
Kompetensi Sosial
(50)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 44 SMP Negeri dalam Kabupaten Aceh Timur
yang dianggap memenuhi syarat pada Penelitian ini. Penentuan lokasi penelitian
digunakan metode purposive sampling. Dari 44 (empat puluh empat) sekolah tersebut
ditentukan 10 (sepuluh) sekolah yang dianggap mewakili dari penelitian ini. Sekolah
yang dimaksud adalah SMPN 1 Pante Bidari, SMPN 1 Simpang Ulim, SMPN 1
Julok, SMPN 1 Peudawa, SMPN 1 Idi Rayeuk, SMPN 1 Peureulak, SMPN 1
Peureulak Timur, SMPN 1 Sungai Raya, SMPN 1 RT Seulamat, SMPN 1 Birem
Bayeun.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner yang berisi daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan dan observasi langsung kelapangan dengan
menggunakan teknik wawancara dengan responden. Pengamatan dilakukan untuk
menyesuaikan data sekunder dan memperkirakan kondisi di lapangan sesuai dengan
tahun penelitian.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dari berbagai
(51)
yaitu : Sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini, Dinas Pendidikan Kabupaten
Aceh Timur, penelitian sebelumnya dan literatur yang dianggap relevan dalam
mendukung penelitian ini. Jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis Data Sumber Data
Pengembangan Profesionalisme Guru - Kompetensi Kepribadian
- Kompetensi Peadagogik - Kompetensi Profesional - Kompetensi Sosial
Kuisioner atau Angket
Peningkatan Mutu Pendidikan
- Prestasi Belajar Siswa (Nilai Ujian Nasional)
Sekolah
Ketersediaan Guru dan Pendidikannya Sekolah
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2003:90), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi
penelitian ini adalah seluruh guru (Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa
Indonesia) SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur.
Populasi dalam penelitian ini adalah 165 guru di 44 SMP Negeri di Kabupaten
Aceh Timur, populasi dan sebaran Guru pada 44 SMP Negeri di Kabupaten Aceh
(52)
Tabel : 3.2. Populasi dan sebaran Guru pada 44 SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur 2008/2009
Guru No Nama Sekolah Lokasi
Matematika B. Indonesia B. Inggris Jumlah Wilayah Barat
1 SMPN 1 Pante Bidari I 1 1 1 3
2 SMPN 2 Pante Bidari 1 1 - 2
3 SMPN 3 Pante Bidari 1 - 1 2
4 SMPN 1Simpang Ulim II 2 2 1 7
5 SMPN 2 Simpang Ulim 1 - 1 2
6 SMPN 1 Madat 1 1 1 3
7 SMPN 2 Madat 1 1 1 3
8 SMPN 1 Indra Makmu 2 2 1 5
9 SMPN 2 Indra makmu 2 1 2 5
Wilayah Utara
10 SMPN 1 Julok III 2 2 2 6
11 SMPN 2 Julok 2 - 2 4
12 SMPN 3 Julok - - - -
13 SMPN 1 Darul Aman - 1 - 1
14 SMPN 2 Darul Aman - - - -
15 SMPN 1 Peudawa IV 2 1 1 5
16 SMPN 1 Darul Ichsan - - 1 1
17 SMPN 1 Banda Alam 1 1 - 2
18 SMPN 1 Idi Tunong - 1 - 1
Wilayah Tengah
19 SMPN 1 Idi Rayeuk V 3 3 3 9
20 SMPN 2 Idi Rayeuk 2 1 2 5
21 SMPN 3 Idi Rayeuk - - - -
22 SMPN 4 Idi Rayeuk - - - -
23 SMPN 1 Peureulak VI 3 3 2 8
24 SMPN 2 Peureulak 1 1 1 3
25 SMPN 3 Peureulak - 1 - 1
26 SMPN 1 RT Peureulak 1 2 1 4
27 SMPN 2 RT Peureulak 1 - 1 2
28 SMPN 3 RT Peureulak 1 1 - 2
29 SMPN 4 RT Peureulak - - - -
Wilayah Timur
30 SMPN 1 Peureulak Barat 3 3 2 8
31 SMPN 2 Puereulak Barat 1 - 2 3
32 SMPN 1 Peureulak Timur VII 3 3 2 8
33 SMPN 1 Serbajadi 3 2 1 6
34 SMPN 2 Serbajadi 2 2 1 5
35 SMPN 1 Sungai Raya VIII 1 4 3 8
36 SMPN 1 Nurussalam 4 - 3 7
37 SMPN 2 Nurussalam 1 2 3 6
38 SMPN 3 Nurussalam - - - -
Wilayah Selatan
39 SMPN 1 RT Seulamat IX 2 3 3 8
40 SMPN 1 Birem Bayeun X 2 2 2 6
41 SMPN 2 Birem Bayeun 1 1 - 2
42 SMPN 3 Birem Bayeun 1 1 1 2
43 SMPN 4 Birem Bayeun 1 - - 1
44 SMPN 5 Birem Bayeun 3 2 1 6
Jumlah 58 53 54 165
(53)
Sampel penelitian ini merupakan sekelompok anggota yang menjadi bagian
dari populasi, dan memiliki karakteristik populasi. Populasi dari penelitian ini adalah
guru SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur yang telah menjadi pegawai negeri dan
jumlahnya 165 orang. Penentuan Sampel dari penelitian ini menggunakan teknik area
purposive sampling, sehingga diperoleh sampel berjumlah 65 orang guru yang
masing-masing rinciannya dapat kita lihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Sebaran Populasi dan Jumlah Sampel di 10 SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur 2008/2009
Guru No Nama Sekolah
Matematika B. Indonesia B. Inggris Jumlah
1 SMPN 1Simpang Ulim 2 2 1 5
2 SMPN 1 Pante Bidari 1 1 1 3
3 SMPN 1 Julok 2 2 2 6
4 SMPN 1 Peudawa 2 1 1 4
5 SMPN 1 Idi Rayeuk 3 3 3 9
6 SMPN 1 Peureulak 3 3 2 8
7 SMPN 1 Peureulak Timur 3 3 2 8
8 SMPN 1 Sungai Raya 1 4 3 8
9 SMPN 1 RT Seulamat 2 3 3 8
10 SMPN 1 Birem Bayeun 2 2 2 6
Jumlah 21 24 20 65
Sumber : Hasil olahan Peneliti, 2009
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Field
Research dan Library Research.
1. Field Research (riset lapangan) adalah teknik pengumpulan data primer,
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Ketersediaan guru dari sisi kualitas di Kabupaten Aceh Timur meelah memenuhi standar pendidikan nasional. Guru yang memiliki pendidikan Sarjana (S1) sebesar 64,8%. Ketersediaan guru dari sisi kuantitas menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan. Kebutuhan guru sebanyak 1150, yang tersedia 623 orang atau 54,2%, dan kekurangannya sebanyak 527 orang atau 45,8%.
2. Variasi persepsi guru tentang pengembangan profesionalisme guru di SMP di Kabupaten Aceh Timur adalah sebanyak 53,9% menyatakan sangat baik, 29,2% menyatakan baik, dan 16,9% menyatakan cukup baik. Persepsi ini hampir rata-rata sama antar sekolah karena kategori masing-masing sekolah yang menyatakan sangat baik rata-rata di atas 50 %. Ini berarti bahwa pengembangan profesionalisme guru SMP di Kabupaten Aceh Timur telah merata keberadaannya di masing-masing sekolah.
3. Profesionalisme guru berpengaruh nyata terhadap mutu pendidikan di Kabupaten Aceh Timur.
(2)
4.2. Saran
1. Identifikasi ketersedian guru secara kuantitas belum memadai, dari kebutuhan guru SMP Negeri di Kabupaten Aceh Timur sebanyak 1150, yang tersedia 623 orang yang bersatus PNS dan kekurangannya adalah guru honor (GTT). Di harapkan Pemerintah dapat memberikan perhatian bagi kesejahteraan guru honor sebagai guru perbantuan yang sangat di perlukan tenaga dan keilmuannya. Kemudian pemerintah disarankan mengangkat status guru honor tersebut menjadi guru PNS, sehingga kesejahteraan dan masa depan mereka akan terjamin.
2. Melihat besarnya pengaruh pengembangan profesionalisme guru terhadap mutu pendidikan, di harapkan pada pemerintah Kabupaten Aceh Timur dapat terus menerus meningkatkan profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan MGMP/KKG, pelatihan-pelatihan, dan penataran. Secara individu guru harus terus mempelajari pengetahuan yang dapat meningkatkan profesionalismenya, selanjutnya guru dapat mengikuti workshop, MGMP, pelatihan, penataran, seminar, dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2004 . Pendidikan Kecapan Hidup. Bandung: Alfabeta.
Adisasmita, Rahardjo, 2008. Pengembangan Wilayah, Teori dan Konsep, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Renika Cipta
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan Teknologi. Penerbit CV. Cahaya Ibu. Jakarta.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah: Kajian Konsep dan Pengembangan. CV. Cahaya Ibu. Jakarta. Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Timur, 2009.
Hamalik, Oemar, 2008. Pendidikan Guru, Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Penerbit Bumi Aksara.
Hayani, 2004. Manajemen Pengembangan Mutu Profesionalisme Guru di SMP
Negeri 9 Binjei, Tesis, Medan.
Kunandar, 2007. Guru Profesional, Impelementasi Kurikulum Tingkat satuan
pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam sertifikasi Guru, Penerbit Rajawali Pers.
Lie, Anita dan Prasasti, S. 2004. Cara Membina Kemandirian dan Tanggungjawab
Anak. Elek Media Komputido Kelompok Gramedia.
Miraza, Bachtiar Hassan. 2005. Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. Bandung: ISEI
Mulyanto, HR, 2008. Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Muslich, Masnur, 2007. Sertifikasi Guru menuju Profesionalisme Pendidik, Penerbit Bumi Aksara.
(4)
M Chan, Sam dkk, 2005. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Penerbit Rajawali Pers.
Nazir, Moh.,1990. Metodelogi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Nachrowi, D, Nachrowi, 1999. Analisis Sumberdaya Manusia,Otonomi Daerah dan
Pengembangan Wilayah dalam Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Pusat
Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah.Jakarta.
Nababan, 2007. Pengaruh Pengembangan Profesionalisme dan Kinerja Dosen
terhadap prestasi Belajar mahasiswa di FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar. Tesis, Medan.
Namsa, M. Yunus, Kiprah Baru Profesi Guru Indonsia Wawasan Metodologi
Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Pustaka Mapan, 2006
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pengembangan Sumber daya Manusia, PT. Rineka Cipta
Nurdin, Syafruddi, 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Penerbit Quantum Teaching. Jakarta
Rohiat, 2008. Manajemen Sekolah, PT Refika Aditama. Bandung
Sekolah Pascasarjana, 2003. Pedoman Penulisan Proposal dan Tesis. USU Press. Subana, M. dan Sudrajat., 2001. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Penerbit
Pustaka Setia.
Subijanto. 2006. Profesi guru sebagai profesi yang menjanjikan Pasca
Undang-Undang guru dan dosen. Balitbang.Depdiknas. Jakarta
Suryabrata, Sumadi, 2004. Paikologi Pendidikan, Penerbit Rajawali Pers. Sudjana, 1992. Metode Statistika, Bandung : Tasito.
Sugiono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Alfabeta
S, P, Hasibuan, Malayu, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
(5)
Tilaar, 1993, Analisis Kebijakan Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya. Bandung _____, 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional, PT Rineka Cipta.
_____ , 2002, Membenahi Pendidikan Nasional, PT Rineka Cipta
Kamars,M, Dachnel, 2005. Administrasi Pendidikan “Teori dan Praktek”. Edisi
Kedua. Universitas Putra Indonesia Press. Padang.
Komariah, Aan dan Triatna, Cepi, 2008. Visionary Leadership Menuju Sekolah
Efektif. Bumi Aksara. Jakarta.
Walpole, RE., 1990. Pengantar Satistika, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widodo, Tri, 2006. Perencanaan Pembangunan Aplikasi Komputer, Yogyakarta :
UPP STIM YKPN.
Yamin, Martinis, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007,
Peraturan- Peraturan :
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
---, Undang-Undang Nomor 14 Tentang Guru dan Dosen
---, Peraturan Pemerintah 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
---, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan
Pendidikan Dasra dan Menengah.
---, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan dasar dan Menengah.
---, Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
(6)
---, Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam
Jabatan.
---, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.