Perbandinganperilaku Torsipada Tampangtipisterbuka Dengan Cara Analitis Dan Program Ansys
i PERBANDINGAN PERILAKU TORSI PADA TAMPANG TIPIS TERBUKA
DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM ANSYS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
11 0404 018
Nurul Hasanah Arwi
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
i
ABSTRAK
Dewasa ini, semakin berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain bangunan yang tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Pengaruh torsi / puntir terkadang sangat berperan penting dalam desain struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok – balok anak dengan bentang yang tak sama panjang. Disamping itu,banyak kita temukan baja sebagai pengganti beton dalam bangunan. Baja sering digunakan karena mempunyai kekuatan dan daktilitas yang tinggi. Torsi harus diperhitungkan dalam penggunaan baja dalam bangunan yang tidak beraturan, mengingat penampang dan bentuk dari baja yang rawan terhadap torsi.
Pada tugas akhir ini, penampang yang dianalisis adalah penampang I, dengan membandingkan profil I dan WF. Dengan membandingkan dua jenis profil yang memilki tinggi ( H ) dan lebar ( B ) yang sama tetapi berbeda pada tebal badan dan tebal sayap. Ukuran penampang profil baja akan mengikuti aturan yang tertuang dalam SNI . Dalam tugas akhir ini akan disajikan cara perhitungan analitis dan penurunan rumus sesuai dengan teori yang mengacu kepada metode saint venant. Selain itu tugas akhir ini akan disajikan cara kerja program Ansys yang digunakan untuk membandingkan hasil perilaku torsi tersebut.
Pada akhir penulisan tugas akhir ini akan terlihat bahwa perilaku torsi yang dihitung secara analitis dibandingkan dengan Program Ansys memiliki nilai yang mendekati .
(3)
ii KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “PERBANDINGANPERILAKU TORSIPADA TAMPANGTIPISTERBUKA DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM ANSYS” ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana di bidang studi Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala. Tetapi, karena bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, dukungan, masukan, serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Besman Surbakti, M.T dan Bapak Ir. Torang Sitorus ,M.T. sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Sanci Barus, M.T. sebagai koordinator Bidang Studi Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
(4)
iii 7. Kedua orang tua saya Muhammad Arsyad dan Sri Dewi Ernawati yang tak
pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih sayang dan segalanya selama ini, serta seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung dan membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Kepada Muhammad Harry Yusuf, ST yang tak pernah bosan memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Seluruh keluarga saya sipil 2011 yang telah sangat banyak membantu saya mulai dari awal proses pengerjaan Tugas Akhir : Reza, Dwi , Triana, Elvan, Shinta , Taufik, Anggi, Sylda, Fahmi , Siti , Wenny, Immaniar, Stephany, Manna, Silvia, Mien dan semua yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
10.Buat teman-teman saya Ade, Beby, Rini, dan Dameria terima kasih atasdukungannya selama ini.
11.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya menerima kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 07 Oktober 2015 Penulis
(5)
iv DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR NOTASI ... xxi
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan ... 3
1.4 Pembatasan Masalah ... 4
1.5 Metodologi Penelitian ... 4
1.6 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Umum ... 6
2.1.1. Sifat-sifat mekanik Baja ... 7
2.2.Balok Profil Baja dan Bentuk-Bentuknya ... 10
2.2.1 Perbedaan Profil I dan Wf ... 12
(6)
v
2.3.1. Balok Konsole (cantilever) ... 14
2.3.2 Balok Sederhana ... 15
2.3.3 Balok Overhang ... 16
2.3.4.Balok StatisTertentu ... 16
2.3.5. Balok Statis TakTentu ... 16
2.4.Sifat Aksi Umum Balok ... 17
2.5.Konsep dari Stabilitas Struktur ... 18
2.6 Jenis-jenis Struktur pada Bangunan TeknikSipil ... 19
2.6.1 Truss(rangka) ... 19
2.6.2 Grid (BalokSilang) ... 20
2.6.3.Frame (Portal) ... 20
2.7 Balok bersilang... 20
2.7.1. Jenis-jenis balokbersilang ... 20
2.7.2. Struktur pada balokbersilang ... 21
2.7.3. Gaya-gaya pada balokbersilang ... 22
2.8Dasar-dasar Metode ElemenHingga ... 22
2.9Pengantar Torsi ... 23
2.9.1. Perletakan Torsi ... 25
2.9.2. Penggambaran Bidang Torsi ... 27
2.9.3. Elastisitas ... 28
2.9.4. Tegangan ... 28
2.9.5. Regangan ... 33
2.9.6. Hukum Hooke ... 36
(7)
vi
2.10. Analisa Torsi pada Tampang Sembarang ... 42
2.10.1 Metode Semi-Invers Saint-Venant ... 42
2.10.2. Hubungan Antara Momen Torsi dan Fungsi Torsi ... 47
2.10.3. Puntir Murni Pada Penampang Homogen ... 48
2.10.4. Puntir Murni Pada Penampang Segi Empat ... 50
2.10.5. Tegangan Geser Akibat Lentur ... 52
2.10.6. Pusat Geser ... 55
2.11Torsi Pada Tampang I ... 57
2.11.1 Inertia Torsi pada Tampang Tipis Terbuka ... 57
2.11.2. Inertia Torsi pada TampangI ... 58
2.12Torsi pada penampang I ... 59
2.12.1. Torsi Murni ( Saint – Venant’s Torsion ) ... 60
2.12.2. Torsi Terpilin ( warping ) ... 62
2.13Persamaan Differensial Untuk Torsi Pada Penampang I.. ... 62
2.13.1. Persamaan Differensial Momen Torsi murni ( Ms) dan Momen Torsi Terpilin ( Mw) ... 62
2.13.2. Tegangan Geser akibat Torsi Murni ... 69
2.13.3. Tegangan geser akibat pemilinan ( warping )... 70
2.13.4. Tegangan normal akibat lenturan sayap ke samping ... 72
2.14.Persoalan UmumANSYS ... 76
2.14.1 .SejarahANSYS ... 76
2.14.2. Sistim Pemecahan dan KasusANSYS ... 77
(8)
vii BAB III PERHITUNGAN ANALITIS TORSI TAMPANG TIPIS TERBUKA
3.1 Perilaku Torsi Pada Tampang I ( Profil I ) ... 84
3.1.1 Properties Penampang ... 85
3.1.2 Analisa Perhitungan Momen Lentur, GayaLintang, Momen Torsi dan lendutan ... 85
3.1.3Perhitungan Inersia Torsi, Konstanta Warping, dan � ... 91
3.1.4 Perhitungan Sudut Puntir (�) ... 91
3.1.5Perhitungan Momen Torsi Murni (Ms) dan Momen Torsi Terpilin (Mw) . 93 3.1.6Perhitungan Tegangan Geser (��) akibat Torsi Murni ... 101
3.1.7Perhitungan Tegangan Geser (��) akibat Torsi Terpili ... 105
3.1.8Perhitungan Tegangan Normal (���) akibat Torsi Terpilin ... 108
3.1.9Perhitungan Tegangan Normal ( �� ) akibat Lentur Biasa ... 109
3.2 Perilaku Torsi Pada Tampang I ( Profil WF ) ... 112
3.2.1 Properties Penampang ... 112
3.2.2 Analisa Perhitungan Momen Lentur, Gaya Lintang, dan Momen Torsi . 113 3.2.3Perhitungan Inersia Torsi, Konstanta Warping, dan � ... 118
3.2.4 Perhitungan Sudut Puntir (�) ... 119
3.2.5Perhitungan Momen Torsi Murni (Ms) dan Momen Torsi Terpilin (Mw) ... 121
3.2.6Perhitungan Tegangan Geser (��) akibat Torsi Murni ... 129
3.2.7Perhitungan Tegangan Geser (��) akibat Torsi Terpilin ... 133
3.2.8Perhitungan Tegangan Normal (���) akibat Torsi Terpilin ... 136
3.2.9Perhitungan Tegangan Normal ( �� ) akibat Lentur Biasa ... 137
(9)
viii BAB IV PENGGUNAAN ANSYS DALAM ANALISIS TORSI TAMPANG
TIPIS TERBUKA
4.1 Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Profil I ... 142
4.1.1 Jenis Elemen yang Digunakan ... 142
4.1.2 Permodelan Material ... 145
4.1.3Permodelan Penampang ... 146
4.1.4Perhitungan Torsi profil I dengan menggunakan ANSYS... 147
4.2.Hasil Perilaku Torsi Pada Profil I dengan Menggunakan Program ANSYS ... 161
a.Lendutan ... 161
b.Sudut Puntir ... 162
c.Tegangan Geser ... 163
d.Tegangan Normal Akibat Torsi ... 165
e.Tegangan Normal akibat Lentur Biasa... 166
f.Tegangan Geser akibat Lentur Biasa ... 167
4.3Perhitungan Torsi Profil WF dengan menggunakan ANSYS ... 168
a.Lendutan ... 168
b.Sudut Puntir ... 170
c.Tegangan Geser ... 170
d.Tegangan Normal Akibat Lentur Lateral ... 173
e.Tegangan Normal akibat Lentur Biasa... 174
f.Tegangan Geser akibat Lentur Biasa ... 174
4.4Perbandingan Perilaku Torsi Hasil Output ANSYS dengan Analisis Perhitungan pada Profil I ... 176
(10)
ix
4.4.2Tegangan Geser Akibat Torsi Murni ... 177
4.4.3Tegangan Geser Akibat Torsi Terpilin ... 180
4.4.4Tegangan Normal Akibat Torsi Terpilin ( Lentur Lateral ) ... 181
4.4.5Tegangan Geser akibat Torsi Terpilin di sepanjang sayap Profil I ... 183
4.4.6Tegangan Normal akibat Lentur Lateral di sepanjang sayap Profil I ... 186
4.5Perbandingan Perilaku Torsi Hasil Output ANSYS dengan Analisis Perhitungan pada Profil WF ... 188
4.5.1 Perbandingan Besar Sudut Puntir ... 188
4.5.2Tegangan Geser Akibat Torsi Murni ... 189
4.5.3Tegangan Geser Akibat Torsi Terpilin ... 192
4.5.4Tegangan Normal Akibat Torsi Terpilin ( Lentur Lateral ) ... 193
4.5.5Tegangan Geser akibat Torsi Terpilin di sepanjang sayap Profil I ... 195
4.5.6Tegangan Normal akibat Lentur Lateral di sepanjang sayap Profil I ... 198
4.6.Perbandingan Hasil Analisis Torsi Profil I dan WF dengan Program ANSYS ... 200
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 205
5.2. Saran ... 207
(11)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Nilai lendutan pada batang AB pada profil I ... 84
Tabel 3.2. Nilai lendutan pada batang CD pada profil I ... 85
Tabel 3.3. Nilai sudut Puntir pada profil I ... 87
Tabel 3.4. Nilai distribusi Momen Torsi Murni pada Profil I ... 89
Tabel 3.5. Nilai distribusi Momen Torsi Terpilin ( Mw ) pada profil I ... 91
Tabel 3.6. Nilai distribusi Momen Torsi Murni pada badan dan sayap profil I ... 99
Tabel 3.7. Nilai Distribusi Tegangan Geser,�� akibat Torsi Murni pada Profil I . 103 Tabel 3.8. Nilai Distribusi Tegangan Geser,�� akibat Torsi Terpilin pada Profil I ... 107
Tabel 3.9. Nilai Distribusi Tegangan Normal, ��� akibat Lentur Lateral pada Profil I ... 111
Tabel 3.10. Nilai lendutan pada batang AB pada profil WF ... 117
Tabel 3.11. Nilai lendutan pada batang CD pada profil WF ... 117
Tabel 3.12. Nilai sudut puntir pada profil WF ... 120
Tabel 3.13. Nilai distribusi Momen Torsi Murni pada Profil WF ... 122
Tabel 3.14 Nilai distribusi Momen Torsi Terpilin ( Mw ) pada profil WF ... 124
Tabel 3.15. Nilai distribusi Momen Torsi Murni pada badan dan sayap profil WF ... 127
Tabel 3.16. Nilai Distribusi Tegangan Geser,�� akibat Torsi Murni pada Profil WF ... 131
Tabel 3.17. Nilai Distribusi Tegangan Geser,�� akibat Torsi Terpilin pada Profil WF ... 135
(12)
xi Tabel 3.18. Nilai Distribusi Tegangan Normal, ��� akibat Lentur Lateral pada
Profil WF ... 139
Tabel 3.19. Hasil Analitis Perilaku Torsi dan Lentur Biasa Pada Profil I ... 140
Tabel 3.20. Hasil Analitis Perilaku Torsi dan Lentur Biasa Pada Profil WF ... 141
Tabel 4.1 Pengelompokkan Elemen Beam Pada ANSYS ... 142
Tabel 4.2. Perbandingan fungsi Core Legacy dan 180 series pada ANSYS ... 143
Tabel 4.3. Tabulasi Perbandingan Sudut Puntir Hasil dari Analitis dan Program Ansys ... 176
Tabel 4.4. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser Pada Flens Profil akibat Torsi Murni Hasil Analitis dan Program Ansys ... 177
Tabel 4.5. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser Pada Badan Profil akibat Torsi Murni Hasil Analitis dan Program Ansys ... 178
Tabel 4.6. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser Pada Sayap Profil akibat Torsi terpilin Hasil Analitis dan Program Ansys ... 180
Tabel 4.7. Tabulasi Perbandingan Tegangan Normal Pada Sayap akibat lentur lateral Profil Hasil Analitis dan Program Ansys ... 181
Tabel 4.8. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap ( z = 0 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan Program Ansys ... 183
Tabel 4.9. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap ( z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan Program Ansys ... 184
Tabel 4.10. Tabulasi Perbandingan Tegangan Normal sepanjang sayap ( z = L/2 ) akibat lentur lateral Hasil Analitis dan Program Ansys ... 186
Tabel 4.11. Tabulasi Perbandingan Sudut Puntir Hasil dari Analitis dan Program Ansys Pada Profil WF ... 188
(13)
xii Tabel 4.12. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser Pada Flens Profil akibat
Torsi Murni Hasil Analitis dan Program Ansys ... 189 Tabel 4.13. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser Pada Badan Profil akibat
Torsi Murni Hasil Analitis dan Program Ansys ... 190 Tabel 4.14. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser Pada Sayap Profil akibat
Torsi terpilin Hasil Analitis dan Program Ansys ... 192 Tabel 4.15. Tabulasi Perbandingan Tegangan Normal Pada Sayap akibat lentur
lateral Profil Hasil Analitis dan Program Ansys ... 193 Tabel 4.16. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
(z = 0) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan Program Ansys ... 195 Tabel 4.17. Tabulasi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
(z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan Program
Ansys ... 196 Tabel 4.18. Tabulasi Perbandingan Tegangan Normal sepanjang sayap
(z=L/2) akibat lentur lateral Hasil Analitis dan Program Ansys ... 198 Tabel 4.19. Tabulasi perhitungan perilaku torsi pada profil I dan WF
dengan program ANSYS ... 200 Tabel 4.20. Tabulasi perhitungan Tegangan Geser dan Tegangan Normal
Kombinasi dari Torsi dan Lentur Biasa pada profil I dan WF
(14)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva Tegangan Regangan dari materi baja ... 8
Gambar 2.2 Penampang Balok Profil I Baja ... 11
Gambar 2.3 Penampang bentuk lain dari balok profil baja ... 11
Gambar 2.4 Penampang balok profil Cold- Formed ... 12
Gambar 2.5 Penampang Balok Baja ... 13
Gambar 2.6 Balok Kantilever ... 15
Gambar 2.7 Baloksederhana ... 15
Gambar 2.8 Balokmenggantung... 16
Gambar 2.9 Balok statis tak-tertentu ... 17
Gambar 2.10 Gejala Terlendutnya Balok Profil Akibat Dibebani ... 17
Gambar 2.11 Karakter dari posisi keseimbanganstatis ... 19
Gambar 2.12 Jenis / Pola Balok Bersilang ... 21
Gambar 2.13 Struktur Balok Bersilang ... 21
Gambar 2.14 Kondisi struktur balok yang mengalami torsi ... 23
Gambar 2.15. Bentuk – bentuk tampang torsi ... 25
Gambar 2.16. Berbagai bentuk perletakan torsi ... 26
Gambar 2.17 Torsi terbagi rata dan torsi terpusat ... 27
Gambar 2.18 Penggambaran bidang torsi ... 27
Gambar 2.19. Benda tampang sembarang yang dibebani oleh gaya-gaya luar ... 29
Gambar 2.20. Komponen tegangan yang bekerja pada potongan kubus ... 30
Gambar 2.21 Potongan melintang kubus pada titik P ... 31
Gambar 2.22. Komponen-komponen tegangan yang bekerja pada potongan Kubuskecil ... 32
(15)
xiv
Gambar 2.23. Elemen kecil berdimensi dx, dy, dan dz... 34
Gambar 2.24. Perpindahan titik-titik P, A, dan B ... 35
Gambar 2.25. Perubahan bentuk segi empat Paralellogram ... 37
Gambar 2.26. Analogi selaput sabun ( Soap Film Analogy) ... 40
Gambar 2.27. Elemen torsi dengan tampang sebarang ... 42
Gambar 2.28. Potongan melintang suatu elemen torsi ... 43
Gambar 2.29. Potongan melintang elemen torsi ... 46
Gambar 2.30. Torsi pada batang prismatic ... 48
Gambar 2.31. Torsi pada penampang segi empat ... 51
Gambar 2.32 Tegangan pada penampang terbuka berdinding tipis akibat lentur .... 53
Gambar 2.33 Inersia Torsi pada tampang tipis terbuka ... 57
Gambar 2.34 Inersia Torsi pada tampang I ... 58
Gambar 2.35 Struktur yang mengalami torsi ... 59
Gambar 2.36 Penampang yang mengalami torsimurni ... 60
Gambar 2.37 Penampang yang mengalami torsiterpilin ... 61
Gambar 2.38. Perubahan bentuk ( warping ) yang terjadi pada tampang ... 62
Gambar 2.39. Gaya geser akibat pemilinan pada penampang profil ... 63
Gambar 2.40. Momen torsi terpusat ditengah bentang bertumpuan sederhana terhadap torsi ... 66
Gambar 2.41Arah dan distribusi tegangan geser pada penampang profil ... 70
Gambar 2.42 Dimensi untuk perhitungan momen statis bidang ... 71
Gambar 2.43. Pemilinan Penampang Lintang ... 72
Gambar 2.44. Hasil output dari Ansys yang menggambarkancontour warna... 78
(16)
xv
Gambar 2.46. Keseimbangan momen di pertemuan sayap dan pengakuvertical ... 80
Gambar 2.47. Batang dengan 1 pengaku vertikal menerimatorsi ... 81
Gambar 3.1 Struktur dengan tampang I ... 84
Gambar 3.2 Kondisi perletakan... 84
Gambar 3.3 Dimensi Profil I ... 85
Gambar 3.4 Bidang Momen Lentur ... 86
Gambar 3.5 Bidang Gaya Lintang ... 87
Gambar 3.6 Bidang Momen Torsi ... 88
Gambar 3.7 Bidang Lendutan pada balok Profil I ... 90
Gambar 3.8 Grafik hubungan antara panjang bentang dengan sudut punter ... 93
Gambar 3.9 Grafik Momen Torsi Murni ( Ms ) pada profil I ... 95
Gambar 3.10 Grafik Momen Torsi Terpilin (Mw) pada profil I ... 97
Gambar 3.11 Distribusi Mt, Ms dan Mw pada profil I ... 97
Gambar 3.12 Distribusi Mt, Msw, Msf dan Momen Torsi Total Pada Sayap Profil I ... 102
Gambar 3.13. Diagram distribusi Tegangan Geser Akibat Torsi Murni Pada Profil I ... 102
Gambar 3.14. Grafik Tegangan Geser pada sayap Profil I ... 104
Gambar 3.15. Distribusi Tegangan Geser pada sayap Profil I Akibat Torsi Terpilin ... 106
Gambar 3.16. Grafik Tegangan Geser pada sayap Profil I ... 107
Gambar 3.17. Gambar Distribusi Tegangan Normal pada sayap Profil I Akibat Lentur Lateral dan Lentur BiasaAkibat Torsi Terpilin ... 110
(17)
xvi Gambar 3.18. Gambar Distribusi Tegangan Geser pada sayap dan badan
Profil IAkibat Lentur Biasa ... 110
Gambar 3.19. Grafik Tegangan Normal pada sayap Profil IAkibat Lentur Lateral ... 111
Gambar 3.20. Struktur dengan Profil WF ... 112
Gambar 3.21. Kondisi perletakan... 112
Gambar 3.22. Dimensi Profil WF ... 113
Gambar 3.23. Bidang Momen Lentur ... 114
Gambar 3.24. Bidang Gaya Lintang ... 115
Gambar 3.25. Bidang Momen Torsi ... 116
Gambar 3.26. Lendutan yang terjadi pada profil WF ... . 118
Gambar 3.27. Grafik hubungan antara panjang bentang dengan sudut puntir pada Profil WF ... 120
Gambar 3.28. Grafik Momen Torsi Murni ( Ms ) pada profil WF ... 122
Gambar 3.29. Grafik Momen Torsi Terpilin (Mw) pada profil WF ... 124
Gambar 3.30. Distribusi Mt, Ms dan Mw pada profil WF ... 125
Gambar 3.31. Distribusi Mt, Msw , Msf dan Momen Torsi Total Pada Sayap Profil WF ... 128
Gambar 3.32. Diagram distribusi Tegangan Geser Pada Profil WF ... 130
Gambar 3.33. Grafik Tegangan Geser pada badan dan sayap Profil WF Akibat Torsi Murni ... 132
Gambar 3.34. Distribusi Tegangan Geser pada sayap Profil WFAkibat Torsi Terpilin ... 134
(18)
xvii Gambar 3.35. Grafik Tegangan Geser pada badan dan sayap Profil WF
Akibat Torsi Terpilin ... 135
Gambar 3.36.Distribusi Tegangan Normal pada sayap Profil WF Akibat Lentur Lateral dan Lentur Biasa ... 138
Gambar 3.37. Distribusi Tegangan Geser pada sayap dan badan Profil WF Akibat Lentur Biasa ... 138
Gambar 3.38. Grafik Tegangan Normal pada sayap Profil WF Akibat Lentur Lateral ... 139
Gambar 4.1. Tampilan visual struktur Balok Pada ANSYS ... 145
Gambar 4.2. Dimensi Profil I dan WF ... 146
Gambar 4.3 Distribusi lendutan Profil I pada batang AB ... 161
Gambar 4.4. Distribusi lendutan Profil I pada Batang CD ... 163
Gambar 4.5. Distribusi sudut torsi pada Profil I ... 164
Gambar 4.6.Distribusi Tegangan Geser pada Profil I ... 165
Gambar 4.7.Trayektori Tegangan Geser XY ( Pada Sayap ) akibat Torsi ... 165
Gambar 4.8.Distribusi Tegangan Normal Akibat Lentur Lateral pada Profil I ... 166
Gambar 4.9.DistribusiTegangan Normal Akibat Lentur Biasa pada Profil I ... 167
Gambar 4.10. DistribusiTegangan Geser Pada Badan dan Sayap Profil Akibat Lentur Biasa pada Profil I ... 168
Gambar 4.11. Besar lendutan pada Profil WF ... 169
Gambar 4.12. Distribusi sudut torsi pada Profil WF ... 170
Gambar 4.13.Distribusi Tegangan Geser pada Profil WF ... 171
(19)
xviii Gambar 4.15.Distribusi Tegangan Normal Akibat Lentur Lateral pada
Profil WF ... 173 Gambar 4.16.DistribusiTegangan Normal Akibat Lentur Biasa pada
Profil WF ... 174 Gambar 4.17. DistribusiTegangan Geser Pada Badan dan Sayap Profil Akibat Lentur Biasa pada Profil WF ... 175 Gambar 4.18 . Distribusi Perbandingan sudut puntir hasil dari analitis dan
Output Program ANSYS pada Profil I ... 177 Gambar 4.19 . Distribusi Perbandingan Tegangan Geser Pada Sayap Profil
hasil dari analitis dan Output Program ANSYS pada Profil I ... 178 Gambar 4.20 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser Pada Badan Profil
akibat torsi murni hasil analitis dan Program ANSYS pada
Profil I ... 179 Gambar 4.21. Distribusi Perbandingan Tegangan Geser Pada Sayap Profil
akibat torsi terpilin hasil analitis dan Program ANSYS pada
Profil I ... 181 Gambar 4.22 .Distribusi Perbandingan Tegangan Normal Pada Sayap Profil
akibat lentur lateral hasil analitis dan Program ANSYS pada
Profil I ... 182 Gambar 4.23 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
Profil I (z= 0) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan Program
(20)
xix Gambar 4.24.Distribusi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
Profil I (z=L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan Program Ansys ... 184 Gambar 4.25 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
Profil I ( z = 0 & z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis
dan Program Ansys... 185 Gambar 4.25 .Distribusi Perbandingan Tegangan Normal di sepanjang sayap Profil I (z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan
Program Ansys ... 186 Gambar 4.26 .Distribusi Perbandingan Tegangan Normal di sepanjang sayap Profil I (z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan
Program Ansys ... 187 Gambar 4.27 .Distribusi Perbandingan sudut puntir hasil dari analitis dan
Output Program ANSYS pada Profil WF ... 189 Gambar 4.28.Distribusi Perbandingan Tegangan Geser Pada Sayap Profil
hasil dari analitis dan Output Program ANSYS pada Profil WF ... 190 Gambar 4.29 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser Pada Badan Profil
akibat torsi murni hasil analitis dan Program ANSYS pada
Profil WF ... 191 Gambar 4.30 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser Pada Sayap Profil
akibat torsi terpilin hasil analitis dan Program ANSYS pada
(21)
xx Gambar 4.31 .Distribusi Perbandingan Tegangan Normal Pada Sayap Profil
akibat lentur lateral hasil analitis dan Program ANSYS pada
Profil WF ... 194 Gambar 4.32 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
Profil WF ( z = 0 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan
Program Ansys ... 195 Gambar 4.33 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
Profil WF ( z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan
Program Ansys ... 196 Gambar 4.34 .Distribusi Perbandingan Tegangan Geser di sepanjang sayap
Profil WF ( z = 0 & z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan Program Ansys... 197 Gambar 4.35 .Distribusi Perbandingan Tegangan Normal di sepanjang sayap
Profil WF (z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan
Program Ansys ... 198 Gambar 4.36 .Distribusi Perbandingan Tegangan Normal di sepanjang sayap
Profil WF (z = L/2 ) akibat torsi terpilin Hasil Analitis dan
(22)
xxi
DAFTAR NOTASI
a = dimensi terpanjang pada penampang segi empat b = dimensi terpendek pada penampang segi empat
� = sudut rotasi penampang yang berjarak z dari pusat kordinat
�′ = rotasi penampang pada titik – titik batas seperti di pengaku vertikal
� = Lebar Penampang Cw = Konstanta torsiterpilin D = Gaya Lintang
E =Modulus elastis bahan (ModulusYoung)
∈ = regangan
� = regangan geser
� = Lendutan
G =Modulus geserbahan H = Tinggi Penampang Profil h = Tinggi Efektif Profil
�� = Inertia profil terhadap sumbu y ( Inersia 2 flens )
�� = Inertia profil terhadap sumbu y ( Inersia 1 flens ) J = Inertia torsi Profil
JPv = Inertiatorsi Pengaku Vertikal L = Panjang Balok
Mx = Momen Lentur Umum
Mf =MomenLentur Lateral Pada Satu Sayap Mt = Momen torsiTotal
Ms = Momen Torsi Murni Msw = Momen Torsi Pada Badan Msf = Momen Torsi Pada Sayap Mw = Momen Torsi Warping P = Beban Terpusat
Qf = Momen statis bidang terhadap sumbu y T = Momen Torsi Terpusat
(23)
xxii
�� =Momen torsi pengaku vertikal akibat geser lentur di pengakuvertikal �� =Momen torsi Murni di pengakuvertikal
tf = tebal pelat sayap tw = tebal pelat badan
tv = tebal pelat pengaku vertikal
� =Tegangan normal
� =Tegangangeser
τs = Tegangan geser akibat Momen Torsi Murni
�� = Tegangan Geser Akibat Momen Torsi Terpilin
��� = Tegangan Normal akibat lentur lateral uf = lendutan lateral salah satu sayap Vf = Gaya geser pada sayap profil v =Poissonratio
� = sudut puntir
�′ = sudut puntir turunan pertama
�′′ = sudut puntir turunan kedua
�′′′ = sudut puntir turunan ketiga
��� = sudut puntir pengaku vertikal
(24)
i
ABSTRAK
Dewasa ini, semakin berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain bangunan yang tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Pengaruh torsi / puntir terkadang sangat berperan penting dalam desain struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok – balok anak dengan bentang yang tak sama panjang. Disamping itu,banyak kita temukan baja sebagai pengganti beton dalam bangunan. Baja sering digunakan karena mempunyai kekuatan dan daktilitas yang tinggi. Torsi harus diperhitungkan dalam penggunaan baja dalam bangunan yang tidak beraturan, mengingat penampang dan bentuk dari baja yang rawan terhadap torsi.
Pada tugas akhir ini, penampang yang dianalisis adalah penampang I, dengan membandingkan profil I dan WF. Dengan membandingkan dua jenis profil yang memilki tinggi ( H ) dan lebar ( B ) yang sama tetapi berbeda pada tebal badan dan tebal sayap. Ukuran penampang profil baja akan mengikuti aturan yang tertuang dalam SNI . Dalam tugas akhir ini akan disajikan cara perhitungan analitis dan penurunan rumus sesuai dengan teori yang mengacu kepada metode saint venant. Selain itu tugas akhir ini akan disajikan cara kerja program Ansys yang digunakan untuk membandingkan hasil perilaku torsi tersebut.
Pada akhir penulisan tugas akhir ini akan terlihat bahwa perilaku torsi yang dihitung secara analitis dibandingkan dengan Program Ansys memiliki nilai yang mendekati .
(25)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, semakin berkembangnya dunia arsitektur untuk mendesain bangunan yang tidak simetris dan tidak beraturan, maka torsi menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Pengaruh torsi / puntir terkadang sangat berperan penting dalam desain struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok – balok anak dengan bentang yang tak sama panjang.
Pada tahun 1853, insinyur Prancis yang bernama Adhemar Jean Barre de Saint Venant mengemukakan pada French Academy of Sciences tentang teori puntir (torsi) klasik yang menjadi dasar analisa dewasa ini, Ia mengatakan bahwa jika batang dengan penampang bukan lingkaran, bila dipuntir maka penampang yang semula datar tidak akan menjadi datar lagi setelah dipuntir, penampang ini menjadi terpilin (warping) keluar bidang. Pada masalah torsi, perubahan bentuk keluar bidang ( atau pengaruh pilin / warping ) harus ditinjau di samping pengaruh rotasi ( atau puntir menerus ).
Torsi merupakan efek momen termasuk putaran / puntiran yang terjadi pada penampang tegak lurus terhadap sumbu utama dari elemen. Beban lateral dapat mengakibatkan torsi pada bangunan ketika beban lateral tersebut cenderung memutar bangunan tersebut dengan arah vertikal. Hal ini terjadi ketika pusat beban tidak tepat dengan pusat kekakuan elemen vertikal beban lateral – sistem ketahanan struktur tersebut. Eksentrisitas diantara pusat kekakuan dan massa bangunan dapat menyebabkan gerakan torsi selama terjadinya gempa. Torsi ini dapat meningkatkan
(26)
2 displacement pada titik ekstrim bangunan dan menimbulkan masalah pada elemen penahan lateral yang berlokasi pada tepi gedung. (Astariani, 2014)
Dalam torsi ada 3 jenis analisa antara lain:
a. Torsi pada tampang tebal seperti bujur sangkar, bulat dan persegi panjang. b. Torsi pada tampang tipis terbuka seperti profil I, profil canal, profil z. c. Torsi pada tampang tipis tertutup seperti tampang hollow dan pipa.
Kesemuanya teori torsi tersebut akan mengacu kepada soap film analogi. (Timoshenko, 1986), (Tarigan J, 2014).
Peran program computer untuk melakukan analisis dan desain struktur memegang peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan karena kemampuannya dalam mengolah dan menganalisis data dengan kecepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Keterbatasan waktu untuk melakukan perhitungan dan desain suatu struktur beton maupun baja tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan kesalahan – kesalahan dalam perhitungan apabila perhitungan tersebut dilakukan secara manual tanpa bantuan program computer. Sulitnya memprediksi pengaruh torsi yang terjadi sehingga efek dari torsi sering diabaikan oleh perencana dalam merencanakan struktur padahal torsi harus direncanakan untuk menjamin struktur itu kuat.
Dengan berkembangnya teknologi, perhitungan mekanika khususnya torsi dapat dihitung dengan bantuan program ANSYS. Program ini dapat menguntungkan karena dapat menghitung yang detail dan rumit serta mengurangi kesalahan perhitungan.
Maka dari itu, melalui tugas akhir ini penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Perilaku Torsi Pada Tampang Tipis Terbuka Dengan Cara Analitis Dan Program Ansys”.
(27)
3 1.2 Perumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini ialah perilaku torsi pada
tampang tipis terbuka, yaitu balok dengan profil plat berdinding tipis terbuka (t/h < 0.1) . Gaya Torsi sering terjadi pada struktur balok bersilang akibat dari gaya
luar P yang bekerja, yang juga akan menimbulkan gaya lentur dan gaya geser. Gaya torsi tersebutdapat menimbulkan tegangan torsi dan warping. Tegangan torsi pada balok bersilangI dapat terjadi dibadan profil dan pada sayap atau flens profil, sedangkanuntuk tegangan warping terjadi pada flens yang melintir kearahlateralnya. Tegangan - tegangan yang terjadi ini harus diperhitungkan karena dapatmengakibatkan kelebihan tegangan (over stress) pada struktur apabila dikombinasikan antaraysng satu dan yang lainnya sehingga dapat melampaui tegangan baja yangdiijinkan.
Dalam tugas akhir ini, penulis akan melakukan studi parameter, yaitu membandingkan perilaku torsi pada tampang tipis terbuka yaitu dengan cara Analitis dan dengan bantuan program ANSYS.
1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini yaitu :
• Mengetahui perilaku torsi pada tampang tipis terbuka, yaitu tampang I dengan cara analitis
• Mengetahui penggunaan ANSYS dalam analisis perilaku torsitampang tipis terbuka
• Mengetahui perbandingan perilaku torsi secara analitis dibandingkan dengan program Ansys
(28)
4
• Memberikan kemudahan untuk para engineer dalam memberikan pendekatan dengan program Ansys dibandingkan dengan hasil analitis.
1.4 Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian adalah:
• Struktur yang ditinjau adalah bentang bertumpuan sederhana yang dibebani momen torsi di tengah bentang
• Perilaku torsi di sini adalah tegangan geser, tegangan warping dan tegangan lentur akibat dari perilaku torsi dan sudut puntir.
• Tampang tipis terbuka yang dimaksud adalah profil plat berdinding tipis terbuka ( t/h < 0.1 ) yaitu pada tampang I, dengan membandingkan gelagar baja profil I dan profil WF.
• Perhitungan dilakukan secara analitis berdasarkan peraturan SNI dan membandingkannya dengan hasil output sofware ANSYS APDL 15.0
• Elemen yang digunakan pada ANSYS adalah BEAM189
1.5 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah dengan kajian literatur, yaitu mengumpulkan teori-teori dan rumus-rumus yang dibutuhkan untuk merencanakan dan menganalisa melalui beberapa sumber antara lain: buku-buku, jurnal-jurnal, standar-standar yang berkaitan dengan tugas akhir ini yang dapat diakses melalui internet , masukan-masukan dari dosen pembimbing dan sebagainya.
(29)
5 Kemudian, analisa dilakukan dengan perhitungan manual ( analitis ) dan bantuan program computer Ansys untuk perbandingan perhitungan.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan memuat tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang pokok-pokok kajian, yaitu teori-teori dan rumus-rumus yang digunakan untuk perhitungan torsi.
Bab III Perhitungan Analitis Tampang Tipis Terbuka
Bab ini memuat tentang perhitungan perilaku torsi pada tampang tipis terbuka dengan perhitungan manual ( analitis ).
Bab IV Penggunaan ANSYS dalam Analisis Torsi Tampang Tipis Terbuka Bab ini memuat tentang perhitungan perilaku torsi pada tampang tipis terbuka dengan menggunakan program ANSYS dan membandingkannya dengan hasil dari analitis.
Bab VII Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi penutup dari laporan tugas akhir, meliputi kesimpulan dan saran yang dapat ditarik dari pembahasan permasalahan.
(30)
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Baja merupakan bahan elemen struktur yang memiliki ketahananterhadap kekuatantariktetapicukuplemahdalammenahantekan,dimanabahanpenyusun
umumnya berupa Besi (Fe) dan Carbon (C) dimana memiliki tambahanbahan penyusun seperti mangan, batu kapur, Fosfor, danSulfur.
Umumnya Baja yang digunakan dalam Struktur dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Baja karbon, dimana tergantung dari ketelitianpersentase karbonnya. 2. Bajapaduanrendahmututinggi,ataudisebutjugaHSLA(high
strength-lowalloystell)dimanamemilikiteganganlelehberkisar antara 290-550
Mpa dengan tegangan putus 415-700Mpa.
3. Bajapaduanrendah(lowalloy),umumnyahasiltempaandengan pemanasan untuk memperoleh tegangan leleh antara 550-760Mpa. Beberapa keunggulan baja sebagai material konstruksiadalah:
• Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangiukuran struktur serta juga mengurangi mengurangi berat sendiri daristruktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur-struktur yangbersifat memanjang, bahkan pada bangunan dengan kondisi tanahburuk.
• Memiliki keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak sepertihalnya material beton bertulang yang terdiri dari bermacam bahanpenyusun. Dan juga memiliki tingkat keawetan yangtinggi.
(31)
7
• Bersifat elastis, dimana baja mempunyai perilaku yang cukupdekat dengan asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukananalisa, sebab baja memiliki perilaku elastis hingga tegangan yangcukup tinggi mengikuti hukum hooke. Dan momen Inersia dari suatuprofil baja juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkandalam melakukan analisastruktur.
• Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yangmenerima tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadinya keruntuhan.
• Dan beberapa keuntungan lain dari pemakaian bajaadalah kemudahan dalam penyambungan antarelemen yang satu denganyang lainnya dengan menggunakan baut sehingga pembentukansecara makrostruktur dapat lebih fleksibel dan mampu membentukstruktur dengan kualitas daya seni tinggi.
2.1.1. Sifat-sifat mekanik Baja
Agar dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli struktur harus memahami pula sifat-sifat mekanis dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja, adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat-sifat mekanik material baja, karena disebabkan adanya kemungkinan terjadinya tekuk pada benda uji, yang mengakibatkan adanya ketidak stabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi pada benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan.
(32)
8 Dan setelah dilakukan uji tekan, maka hasilnya akan dibuat dalam suatu bentuk kurva Tegangan–Regangan untuk melihat laju regangannya terhadap pengaruh tegangannya. Nilai tegangan (f) yang terjadi dalam benda uji diplot dalam
sumbu vertikal, sedangkan regangan (ε) yang merupakan perbandingan antara
pertambahan panjang terhadap panjang mula-mula (ΔL/L) yang diplot dengan sumbu horizontal.
(33)
9 Dalam gambar Kurva Tegangan-Regangan diatas juga diterangkan posisi setiap titik-titik penting dari kurva tersebut, berikut:
1. Adanya daerah linier yang juga merupakan bagian yang berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus-linier ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young..
2. Adanya daerah Elastic, yang pada daerah ini jika beban dihilangkan, maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis.
3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 1,2-1,5% hingga 2%, dimana pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar tegangan batasnya. Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut. Perlu kita ketahui bahwa pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Maka untuk baja mutu tinggi sulit melakukan analisa plastis karena tidak memiliki daerah plastis.
4. Daerah penguatan regangan ( strain-hardening). Untuk regangan lebih besar dari 15-20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil dari daerah elastis. Dan kemiringan daerah itu disebut dengan Modulus penguatan regangan.
Sesuai peraturan SNI, sifat mekanik baja yang dipakai adalah: Modulus Elastisitas E = 210.000 Mpa
Poison ratio = 0.30
(34)
10 2.2. Balok Profil Baja dan Bentuk-Bentuknya
Jenis-jenis dari potongan melintang pada balok profil baja ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Terdapat dua jenis potongan melintang dari balok profil I yang di rancang dengan berbagai bentuk dan ukuran sesuai kebutuhannya. Jika kita lihat dari beberapa sumber, dimana balok yang berstandarisasi Amerika merupakan bagian balok baja tempahan/gilingan pertama di Amerika Rolled Beams, yang memiliki ukuran dari 3 sampai 24in. Seperti (Gambar 2.2.a). Perlu kita ketahui, dengan peningkatan Section Modulus untuk menyesuaikan perkiraan dimensi profil yang sesuai dengan menyebarkan gulungan demi meningkatkan lebar sayap dan ketebalan web dengan tetap memperhatikan kestabilan ukuran umumnya. Bentuk-Wide Flange (WF), dimana memiliki modulus bagian yang lebih besar (Gambar 2.2.b), dengan rentang ukuran dari 4 sampai 36 inci. Dimana pencapaian kenaikan modulus bagian dengan meningkatkan ukuran sayap dan ketebalan sayap serta ketebalan web dan lebar sayap. Balok lempeng gabung (Welded Beam ) dan bentuknya yang bermacam- macam adalah dari bentuk yang persis sama seperti WF namun berat ringan (dan modulus penampang yang lebih kecil). Beberapa produsen las tiga lempeng untuk membentuk bentuk yang standar dari dimensi yang sama dengan sisteim pengelasan (Gambar 2.2.c). Untuk meningkatkan Section Modulus dari Welded Beam dapat ditingkatkan dengan pengelasan pelat ke flensa (Gambar 2.2.d).
Karena web dari sistim profil I memberikan ketahanan hanya sebagian kecil dari kekuatan lenturnya, hal ini kadang-kadang membuatnya lebih ekonomis dalam jika balok dilas dengan baja kekuatan tinggi pada webnya, karena mutu webnya yang lebih lemah. Seperti balok, disebut balok hibrida.
(35)
11
a b c d Gambar 2.2. Penampang balok profil I Baja
Bagian Kotak (Gambar 2.3.e) juga bagian penampang balok yang sering dipakai. Mereka tersedia sebagai bentuk rooled, yang disebut tabung struktural, dalam bentuk persegi panjang mulai dari 3 x 2 sampai 12 x 6 inci. Kotak dengan metode empat pelat yang dilas ini juga digunakan secara luas.
Balok Channels (Gambar 2.3.f) digunakan kadang-kadang, biasanya sebagai purlins (balok timpa), balok lintel, girts, struts eave, ambang, dan sebagai gording dan header untuk tangga dan bukaan lainnya. Mereka kadang-kadang digunakan dengan profil S atau Z dan W untuk girder crane-landasan.
e f
Gambar 2.3. Penampang bentuk lain dari balok profil baja
Terdapat pula untuk jenis-jenis penampang pada Cold-Formed yang juga sering untuk dijadikan balok seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. Sistim Channel seperti di Gambar 2.4.a dapat digunakan untuk bentang pendek. Perlawanan tekuk
(36)
12 lokal dari flens tipis meningkat jika mereka mengalami penegangan pada bagian bibir flensnya, seperti dalam Gambar 2.4.b. Dua sistim Channels yang mengalami penggabungan atau pengelasan back to back umumnya digunakan sebagai balok lantai (Gambar 2.4.c dan d). Penampang dalam Gambar 2.4.g dan h dapat digunakan sebagai multi web ( penggabungan web), struts eave, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
a b c
d e f
Gambar 2.4. Penampang balok profilCold-Formed
2.2.1 Perbedaan Profil I dan Wf
Pada tugas akhir ini, akan ada perbandingan antara profil I dan WF. Di lapangan profil WF sering disebut juga profil I dan profil H. Ada juga yang menamai profil WF dengan Profil IWF. Profil I sendiri hampir jarang kelihatan di lapangan. Yang paling banyak dipakai adalah profil WF. Berikut adalah persamaan dan
(37)
13 perbedaan profil I dan profil WF sesuai dengan SNI 07-0329-2005 ( profil I ) dan SNI 07-7178-2006 ( profil WF ).
b.
a. b. Gambar 2.5. Penampang balok baja a). Profil I, b). Profil WF
Pada profil I ( Gambar 2.5.a) , dihasilkan dari proses canai panas ( hot rolling mill) , seperti yang kita lihat di penampang, terdapat dua lengkungan yaitu radius sudut ( �1 ) yang terdapat pada atas dan bawah badan profil, dan radius sayap (�2 ) yang terdapat di samping kiri kanan sayap ( atas dan bawah ), penamaann pada profil I memakai huruf I diawal penamaan diikuti dengan tinggi ( H ) profil, misal : I100, I125.
Pada profil WF ( Gambar 2.5.b) juga dihasilkan dari proses canai panas ( hot rolling mill), tetapi pada profil WF hanya memiliki 1 lengkungan yaitu radius sudut (�2) yang terdapat pada atas dan bawah badan profil, penamaan pada profil WF yaitu diawali huruf WF dan diikuti dengan ukuran ( H x B ) profil, misal : WF150x100.
(38)
14 Selain persamaan dan perbedaan diatas, profil I dan profil WF juga mempunyai toleransi ukuran penampang yang berbeda.
2.3 Teori Balok Umum
Balok ataupun batang lentur adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini menyebabkan balok itu melentur.
Apabila memvisualisasikan balok (juga elemen struktur lain) untuk melakukan analisis atau desain, akan lebih mudah bila memandang elemen struktur tersebut dalam bentuk idealisasi. Bentuk ideal itu harus dapat mempresentasikan sedekat mungkin dengan elemen struktur aktualnya, tetapi bentuk ideal juga harus dapat memberikan keuntungan secara matematis.
2.3.1. Balok Konsole (cantilever)
Jika suatu balok disangga atau dijepit hanya pada salah satu ujungnya sedemikian sehingga sumbu balok tidak dapat berputar pada titik tersebut, maka balok tersebut disebut balok gantung, balok kantilever (cantilever beam). Tipe balok ini antara lain ditunjukkan pada Gambar 2.6. Ujung kiri balok adalah bebas terhadap tekukan dan pada ujung kanan dijepit. Reaksi dinding penyangga pada ujung kanan balok terdiri atas gaya vertikal sebesar gaya dan pasangan gaya-gaya yang bekerja pada bidang balok.
(39)
15 Gambar 2.6 Balokkantilever
2.3.2 Balok Sederhana
Suatu balok yang disangga secara bebas pada kedua ujungnya disebutbalok sederhana. Istilah “disangga secara bebas” menyatakan secara tidak langsungbahwa ujungpenyanggahanyamampumenahangaya-gayapadabatangdantidakmampu
menghasilkan momen. Dengan demikian tidak ada tahanan terhadap rotasi padaujung batang jika batang mengalami tekukan karena pembebanan. Batangsederhana diilustrasikan pada Gambar 2.7.
a. b. Gambar 2.7 Baloksederhana
Perlu diperhatikan bahwa sedikitnya satu dari penyangga harusmampu menahan pergerakan horisontal sedemikian sehingga tidak ada gaya yangmuncul pada arah sumbubalok.
Balok pada Gambar 2.7.a dikatakan dikenai gaya terkonsentrasi ataugaya tunggal; sedang batang pada Gambar 2.7.b dibebani pasangan bebanterdistribusi seragam.
P WN/m
P
(40)
16 2.3.3 Balok Overhang
Suatubalokdisanggasecarabebaspadaduatitikdanmenggantungdisalah satu ujungnya disebut balok menggantung (overhanging beam). Duacontoh ditunjukan pada Gambar2.8.
a. b. Gambar 2.8 Balokmenggantung
2.3.4. Balok StatisTertentu
Semuabalok-balokyangkitadiskusikandiatas,kantilever,baloksederhana, balok menggantung, adalah balok dimana reaksi-reaksi gayanya dapatditentukan denganmenggunakanpersamaankesetimbanganstatis.Nilaireaksi-reaksiinitidak
tergantung pada perubahan bentuk atau deformasi yang terjadi pada balok.Balok- balok demikian disebut balok statistertentu.
2.3.5 Balok Statis TakTentu
Jika jumlah reaksi yang terjadi pada balok melebihi jumlah persamaan kesetimbangan statis, maka persamaan statis harus ditambah dengan suatu persamaan sebagai fungsi deformasi balok. Pada kasus demikian balok dikatakan statis tak- tertentu. Contoh-contohnya ditunjukkan pada Gambar 2.9.
P3
P
(41)
17 a. b. c.
Gambar 2.9 Balok statis tak-tertentu
2.4. Sifat Aksi Umum Balok
Suatu balok dapat dibayangkan sebagai susunan sejumlah tak berhingga serat atau batang tipis memanjang (longitudinal). Setiap serat diasumsikan beraksi secara independen terhadap yang lain, yaitu, tidak ada tekanan lateral atau tegangan geser diantara serat. Umumnya balok bahkan karena berat sendirinya akan terlendut ke bawah seperti Gambar 2.10, dan serat-serat pada bagian bawah akan mengalami pemanjangan, sedang bagian bawah akan mengalami pemendekan.
Perubahan panjang serat ini menghasilkan tegangan dalam serat. Bagian yang mengalami pemanjangan mempunyai tegangan tarik dengan arah sumbu memanjang, sedang bagian yang mengalami pemendekan akan terjadi tegangan tekan.
(42)
18 2.5. Konsep dari Stabilitas Struktur
Keunggulan bahan struktur dari baja yang terutama adalah sifat kekuatan yang tinggi dan sifat keliatannya (high ductiliy) sehingga mampu berdeformasi secara nyata sebelum terjadi kegagalan. Pada perencanaan suatu konstruksi baja diharapkan struktur yang dihasilkan akan dapat menahan beban rencana tanpa terjadi deformasi yang dapat menyebabkan struktur bangunan mengalami keruntuhan. Dalam hal ini biasanya struktur dirancang memiliki kekakuan yang mantap, sehingga beban rencana yang dipikul oleh struktur berada pada kondisi aman.
Konsep stabilitas pada suatu struktur baja biasanya diterapkan sebagai prinsip dasar, maka setiap perencanaan harus mempertimbangkan kondisi keseimbangan. Dimana sistem struktur, akan terganggu keseimbangannya jika diberi beban. Ada 3 alternatif dasar yang dapat menjadi prinsip dasar keseimbangan antara lain:
1. Jika sistem struktur tetap berada pada posisi originalnya, maka sistem tersebut dikatakan stabil. Artinya jika beban ditiadakan maka sistem kembali seperti semula.
2. Jika sistem struktur menerima besar beban tertentu, yaitu apabila beban tersebut dihilangkan maka sistem akan kembali seperti semula, tetapi apabila beban ditambah sedikit saja maka sistem tersebut tidak ada lagi kembali seperti semula walaupun beban ditiadakan, kondisi ini dikatakan netral. Artinya besar beban itu adalah beban kritis.
3. Jika sistem struktur terus bergerak dan cenderung tidak mampu mendukung beban, maka sistem tersebut dikatakan stabil.
Konsep stabilitas ini dapat dijelaskan melalui gambar 2.11. Sistem ini terdiri dari suatu bola dengan berat W diam pada titik yang A, B dan C.
(43)
19 1. Jika di titik A, sistem diganggu( dengan perpindahan dan kecepatan yang
kecil), bola itu akan mengalami osilasi yang sederhana pada keseimbangan statis di titik A. Keseimbangan tersebut disebut stabil. 2. Jika di titik B, sistem diganggu, bola itu akan cenderung tetap pda
posisinya. Kondisi seperti ini disebut keseimbangan netral.
3. Jika di titik C, system diganggu, bola itu akan cenderung meninggalkan posisi keseimbangan statis. Kondisi seperti ini disebut keseimbangan yang tidak stabil.
Gambar 2.11 Karakter dari posisi keseimbanganstatis
2.6 Jenis-jenis Struktur pada Bangunan TeknikSipil 2.6.1 Truss(rangka)
Definisi truss (rangka) adalah konstruksi yang tersusun dari batang-batangtarik dan batang-batang tekan saja, umumnya dari baja, kayu, atau paduan ringanguna mendukung atap atau jembatan, umumnya dapat menahan gaya aksialsaja.
Truss 2 dimensi adalah truss yang dapat menahan beban pada arah datarsaja (sumbu x, y) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusatnodal.
Truss 3 dimensi adalah truss yang dapat menahan beban pada semuaarah (sumbu x, y dan z) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusatnodal.
(44)
20 2.6.2 Grid (BalokSilang)
Definisi grid (balok silang) adalah kerangka yang terdiri dari dua ataulebih bagian konstruksi yang disambungkan secara kaku (guna stabilitas) padaarah mendatar, umumnya dapat menahan gaya yang bekerja tegak lurus (sumbu y)terhadap bidang datarnya (sumbu x), struktur seperti sistem lantai, sistem atap dan lantai jembatan dapat dianalisis sebagai grid atau baloksilang.
2.6.3. Frame (Portal)
Definisi frame (portal) adalah kerangka yang terdiri dari dua atau lebih bagian konstruksi yang disambungkan guna stabilitas, umumnya dapat menahan gaya momen, gaya geser dan aksial.
Frame 2 dimensi adalah frame yang dapat menahan beban pada arah datar saja (sumbu x, y) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal dan beban batang. Frame 3 dimensi adalah frame yang dapat menahan beban pada semua arah.
2.7 Balok bersilang
2.7.1. Jenis-jenis balokbersilang
Balok bersilang/grid banyak terdapat pada struktur bangunan sipil sepertipada bangunan gedung, rangka atap, pelat lantai, jembatan dan lain-lain Beberapa jenisataupolapadabalokbersilangdapatdilihatpadagambar2.12dimanaarahbalokbersila ng dapat horizontal, vertikal maupundiagonal
(45)
21 Gambar 2.12. Jenis / Pola Balok Bersilang
2.7.2. Struktur pada balokbersilang
Padabalokbersilangstrukturnyaterdiridari2bagiandimanaterdapatbalok utama (main girder) dan pengaku (stiffner), biasanya penampang pada balokbersilang dapat mempunyai ukuran yang sama ataupun berbeda dalam hal ini ukuranbalok utama lebih besar dibandingkan pengakunya seperti pada gambar 2.13
(46)
22 2.7.3 Gaya-gaya pada balokbersilang
Pada balok bersilang karena bebannya pada arah sumbu z maka gaya-gaya yangterjadi adalah momen akibat lentur murni, gaya geser serta torsi . Untuk momen dan geser sama seperti pada balok bajabiasa
2.8 Dasar-dasar Metode ElemenHingga
Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai bentuk relatif teratur. Elemen ini akan mempunyai sifat-sifat tertentu yang tergantung kepada bentuk fisik dan materi penyusunnya. Bentuk fisik dan materi penyusun elemen tersebut akan menyebutkan totalitas element tersebut. Totalitas sifat elemen inilah disebut dengan kekakuan elemen. Jika diperinci maka sebuah struktur mempunyai Modulus elastis (E), Modulus geser (G), Luas penampang (A), Panjang (L) dan Inersia (I). Hal inilah yang salah satu yang perlu dipahami didalam pemahaman elemen hingga nantinya, bahwa kekakuan adalah fungsi dari E,G,A,L,I.
Sebagaimana telah didefinisikan para pendahulu-pendahulu, bahwa energi itu adalah kekal dan jika aksi (energi) dilakukan terhadap suatu materi, maka materi akan melakukan suatu reaksi sebesar aksi tersebut. Reaksi dari materi ini akan disebut dengan gaya dalam.”GAYA DALAM“ yang ada dalam struktur didefinisikan yaitu, Gaya Normal, Gaya Lintang, dan Gaya Momen yang akan mempengaruhi bentuk fisik materi tersebut. Perubahan bentuk fisik materi ini disebut dengan peralihan (displacement). Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk meramal besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut.
(47)
23 2.9 Pengantar Torsi
Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya memberikan torsi ke obeng.
Gambar 2.14. Kondisi struktur balok yang mengalami torsi
Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal seperti gaya angin atau gempa. Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen puntir atau momen torsi.
Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti diketahui dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah (lb-ft) dan (lb-in), sedangkan untuk satuan SI adalah (N.m).
(48)
24 Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vektor momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jari selain jempol dilipat untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk arah vektor. Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang mempunyai arah torsi.
Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen puntir atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut poris atau as (shaft). Dalam tugas akhir ini, shaft yang akan dibahas secara khusus adalah shaft yang dalam bidang teknik struktur bangunan banyak dijumpai yaitu pada balok dan kolom struktur beton bertulang.
Tampang torsi secara umum dapat dibagi 3 yakni sebagai berikut:
• Tampang tebal, seperti tampang lingkaran, persegi, atau segitiga
(49)
25
• Tampang tipis tertutup, seperti tampang hollow, box, dan lain-lain
Gambar 2.15. Bentuk – bentuk tampang torsi
2.9.1 Perletakan Torsi
Berbagai perletakan torsi
• Pada jenis perletakan tanpa torsi dikenal dengan rol ΔY=0 yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak kearah sumbu y sedangkan ke sumbu x boleh.
Y
X
• Perletakan selanjutnya adalahsendi yang berlaku ΔX=0 dan ∆Z =0yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak ke arah sumbu x dan sumbu y
Δx =0 Δy =0
• Perletakan jepit, berlaku Δ X =0, Δ Z=0 dan ϕ=0 yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak kearah sumbu x dan sumbu y, demikian juga perputaran sudut pada perletakan sama dengan nol.
Δy =0
X Y
(50)
26 Y
Δx =0 Δy =0
θ =0
X
• Perletakan jepit pada torsi berlaku sudut puntir(υ)= 0
• Kombinasi perletakan dengan adanya torsi
Gambar 2.16. Berbagai bentuk perletakan torsi
∆� = 0
∆�= 0
∆�= 0
�= 0
∆� = 0
∆�= 0
(51)
27 2.9.2. Penggambaran Bidang Torsi
Momen torsi dapat dituliskan dengan simbol seperti yang ada pada gambar dibawah ini :.
Gambar 2.17 Torsi terbagi rata dan torsi terpusat
Penggambaran bidang torsi dapat dilakukan seperti penggambaran bidang lintang.
(52)
28 Penggambaran tanda bidang momen sama seperti menutup dan membuka sekrup. Kalau arah momen torsi ke arah menutup maka digambarkan negatif dan kalau ke arah membuka maka digambarkan positif.
2.9.3 Elastisitas
Elastisitas adalah sifat suatu bahan apabila gaya luar mengakibatkan perubahan bentuk (deformation) tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan bentuk akan hilang setelah gaya dilepas. Hampir semua bahan teknik memiliki sifat elastisitas ini.
Dalam pembahasan torsi dalam tugas akhir ini, bahan-bahan akan dianggap bersifat elastic sempurna yaitu benda akan kembali seperti semula secara utuh setelah gaya yang bekerja padanya dilepas.
2.9.4 Tegangan
Tegangan diidentifikasikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada gambar 2.19. Akibat kerja gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7, maka akan terjadi gaya dalam diantara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O.
(53)
29 Gambar 2.19. Benda tampang sembarang yang dibebani oleh gaya-gaya luar.
Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat dinyatakan dalam keadan setimbang akibat gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7 dan gaya dalam terbagi sepanjang penampang mm yang merupakan kerja bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diproleh dengan membagi gaya tarik total P dengan luas potongan A.
Untuk memproleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δA, miaslnya
dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerja pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan B terhadap bagian A yang dapat
diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan terus diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP /δA akan menghasilkan besar tegangan yang bekerja pada
pada potongan mm pada titik O, arah batas resultante δP adalah arah tegangan. Umumnya arah tegangan ini miring tehadap luas δA tempat gaya bekerja
sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu teganagn normal yang tegak lurus dan tegangan geser yang bekerja pada bidang luas δA
(54)
30
Tegangan normal dinotasikan dengan huruf σ dan tegangan geser dengan huruf τ. Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja,
digunakan subskrip terhadap hutruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subskip yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar arah sumbu kordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subskrip diaman huruf pertama menunjukan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.20 menunjukkan arah komponen-komponen tegangan yang bekerja pada suatu elemen kubus kecil pada titik O pada gambar 2.20.
Gambar 2.20. Komponen-komponen tegangan yang bekerja pada potongan kubus kecil.
Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini
diperlukan tiga symbol σx, σy,σzuntuk tegangan normal dan enam symbol τxy, τyx, τxz, τzx, τyz, τzy untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen sederhana, maka jumlah symbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi tiga.
(55)
31 Gambar 2.21 Potongan melintang kubus pada titik P
Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada gambar 2.21 yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linier kuadrat. Oleh karena itu, untuk elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen.
Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusi gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan menjadi nol akibat limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada gambar 2.21 adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah :
(56)
32 Dua persamaan lain dapat diproleh dengan cara yang sama sehingga dapat didapatkan :
τxy = τyx τzx = τxz τzy = τyz (2.2) Dengan demikian enam besaran σx, σy,σz, τxy = τyx, τzx = τxz , τzy = τyz cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat melalui sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik.
Jika kubus pada gambar 2.21 diberikan komponen gaya persatuan volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, z maka gambar komponen tegangan dalam gambar 2.21 akan menjadi seperti pada gambar 2.22 di bawah ini dan persamaan kesetimbangan akan dapat diproleh dengan menjumlahkan semua gaya-gaya pada elemen dalam arah x, yaitu :
[(σx + �σx) – σx ]�y �z + [(τyx + �yx) –τyx] �x �z + [(τzx +�τzx ) –τzx] �x�y + X �x�y�z = 0 [(σy + �σy) – σy ]�x �z + [(τxy + �τxy) –τxy] �y �z + [(τzx +�τzx ) – τzx] �x�y + Y �x�y�z = 0 [(σz + �σz) – σz ]�x �y + [(τxz + �τxz) –τxz] �y �z + [(τyz +�τyz ) – τyz] �x�z + Z �x�y�z = 0
Gambar 2.22. Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus kecil dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja
(57)
33 Sesudah dibagi dengan �x, �y, �z dan seterusnya sehingga batas penyusutan
elemen hingga titik x, y, z maka akan didapatkan : �σx
�� + �tyx
�� + �tzx
�� + X = 0 (2.3.a)
�σy �� +
�txy �� +
�tzy
�� + Y = 0 (2.3.b)
�σz �� +
�txz �� +
�tyz
�� + Z = 0 (2.3.c)
Persamaan diatas harus dipenuhi di semua titik diseluruh volume benda. Tegangan berubah diseluruh volume benda, dan apabila samlai pada permukaan tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya luar yang bekerja pada permukaan benda.
2.9.5 Regangan
Regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada system satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan structural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani.
Dalam membahas perubahan bentuk benda elastic, selalu dianggap bahwa benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bias bergerak sebagai benda kaku sehingga tidak mungkin ada perpindahan paartikel benda tanpa perubahan bentuk benda tersebut.
(58)
34 Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil partikel yang berubah bentuk ini diuraikan kedalam komponen u, v, w berturut-turut sejajar dengan sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi diseluruh volume benda.
Gambar 2.23. Elemen kecil berdimensi dx, dy, dan dz
Tinjau elemen kecil dx, dy, dz dari sebuah benda elastic seperti terlihat pada gambar 2.23.Apabila benda mengalami perubahan bentuk dan u, v, w merupakan komponen perpindahan titik P, perpindahan titik di dekatnya, A, dalam arah x pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + ��/�� dx akibat pertambahan fungsi u sebesar (��/��) dx sesuai dengan pertambahan panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah (��/��) dx. Sedangkan satuan perpanjangan (unit elongation) pada titk P dalam arah x adalah ��/��. Dengan cara yang sama, maka diproleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah (��/��) dan (��/��).
dy
dz P C
B A
dx
O y
z
(59)
35 Gambar 2.24. Perpindahan titik-titik P, A, dan B
Sekarang tinjaulah pelintingan sudut antara elemen PA dan PB dalam gambar 2.24. apabila u dan v adalah perpindahan titik P dalam arah x dan y, perpindahan titk A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah v + (��/��) dx dan u + ((��/��) dy. Akibat perpindahan ini maka P’A’ merupakan arah baru elemen PA yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil yang ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan (��/��). Dengan cara yang sama arah P’B’ miring terhadap PB dengan sudut kecil (��/��). Dari sini dapat dilihat bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB berkurang sebesar (��/��) + (��/��). Sudut ini adalah regangan (shearing strain) antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xz dan xz dan bidang yx dan yz dapat siproleh dengan cara yang sama.
Selanjutnya kita menggunakan huruf Є untuk satuan perpanjangan dan huruf
� untuk regangan geser. Untuk menunjukkan arah regangan digunakan subskrip yang sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan.
u + ((��/
��)dy
v + (��/��) dx v
u dy
dx
A
A’ P
B
B’ y
x O
(60)
36 Kemudian diproleh dari pembahasan diatas beberapa besaran berikut :
Єx = ��
�� Єy =
��
�� Єz =
�� ��
�xy = �yx = �� �� +
��
���xy = �yx = �� �� +
��
�� �xy = �yx = �� �� +
��
�� (2.4) Keenam besaran ini disebut sebagai komponen regangan geser.
2.9.6 Hukum Hooke
Hubungan linier antara komponen tegangan dan reganganumumnya dikenal sebagai hokum hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberika oleh :
Єx = σ x
� (2.5)
Dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension). Bahan yang digunakan dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besarnya perpanjangan sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikutu dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu :
Єx = - ϑ σx
� Єx = - ϑ σx
� (2.6)
Dimana ϑ adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio poisson (Poisson’s Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk baja struktur biasanya diambil 0,3.
Apabila elemen diatas mengalami kerja tegangan normal σx, σy,σz secara serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapat diproleh dari persamaan (2.5) dan (2.6).
(61)
37
Єx = 1
� [σx – ϑ (σy + σz)] (2.7.a)
Єy = 1
� [σy – ϑ (σx + σz)] (2.7.b)
Єz = 1
� [σz – ϑ (σx + σy)] (2.7.c)
Pada persamaan (2.7.(a.b.c))hubungan antara perpanjangan dan tegangan sepenuhnya didefeisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan ϑ. Konsatanta yang sama dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan tegangan geser.
Gambar 2.25. Perubahan bentuk segi empat Paralellogram
Tinjaulah kasus khusus yaitu perubahan bentuk segi empat parelelogram
diaman σz= σ, σy = - σ, σz = 0. Potonglah sebuah elemen abcd dengan bidang yang sejajar dengan sumbuk x dan terletak 45 derajat terhadap sumbu y dan z (Gambar
(62)
38 2.25). Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi adalah :
τ = 1 2
� (σz – σy) = σ (2.8)
Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni (pure shaer). Pertambahan panjang elemen tegak Ob dan Oc, dan dengan mengabaikan besaran kecil dari orde kedua, kita bias menyimpulkan bahwa panjang elemen ab dan bc berubah dan besarregangan geser yang bersangkutan � bisa diproleh dari segi tiga Obc. Sebuah perubahan bentuk akan didapatkan :
��
�� = tan � �
4 −
� 2� =
1+ Єy
1+ Єz (2.9)
Untuk � yang kecil, tan (��2) ≈ (��2), maka :
��
�� = tan � �
4 −
� 2� =
tan�
4− tan
�
2
1+ tan�
4tan
�
2
= 1− �
2
1+ �
2
= 1+ Єy
1+ Єz
Maka diperoleh :
Єy = - ��2 dan Єz = ��2 (2.10)
Sedangkan jika nilai-nilai σz= σ, σy = - σ, dan σz = 0 di substitusikan kedalam persamaan (2.7.a), (2.7.b)dan (2.7.c)maka akan diproleh :
Є
y = 1� ( -σ - ϑσ) = - (1+ ϑ) σ
� = -
� 2
Є
y = 1��σ – ϑ(−σ) � = - (1+ ϑ) σ
� =
� 2
(63)
39 Maka diperoleh hubungan antara regangan dengan regangan geser :
Є
= �2 (2.11)
Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan v yaitu :
� = 2 (1+�)�
�
=
2(1+ �) �
� (2.12)
Jika digunakan notasi :
G
= �2 (1+�) (2.13)
Maka persamaan 2.12akan menjadi
� = �
� (2.14)
Dimana konstanta G didefinisikan oleh (2.13) dan disebut modulus elastisitas dalam geser atau modulus kekakuan.
Apabila tegangan geser bekerja ke semua sisi elemen, seperti terlihat pada gambar 2.25 pelintingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya bergantung kepada komponen tegangan geser yang bersangkutan dan diproleh :
�xy = ���
� �yz = ���
� �xz = ���
(64)
40 2.9.7 Teori Analogi Membrane Elastic oleh Prandtl (Soap Film Analogy)
Dalam pembahasan analogi membrane ini, dilakukan suatu percobaan denagn cara mengambil suatu potongan melintang dari elemen yang mengalami torsi untuk diteliti. Bukaan ini dianggap ditutupi oleh membran elastis yang homogen seperti selaput sabun, dan kerjakan suatu tekanan pada salah satu sisi membran.
Gambar 2.26. Analogi selaput sabun ( Soap Film Analogy)
Kemudian ditinjau suatu elemen membrane elastis ABCD dengan dimensi dx, dy seperti ditunjuk pada gambar 2.26. dengan menggunakan z sebagai besaran perpindahan lateral dari membran elastis, p adalah tekanan lateral dalam gaya persatuan luas, dan S sebagai tegangan inisial dalam gaya per satuan panjang, maka gaya vertikal murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi
O
C D A B
x z
dy dx
S
S P
α + �α�� dx α
x z
(65)
41 AD dan BC dari membran (dengan mengasumsikan perpindahan yang terjadi adalah sangat kecil sehingga nilai sin ≈tan α) berturut-turut adalah :
- S dy sin α ≈ - S dy tan α = -S dy ����
-S dy sin (α + ��
�� dx) ≈S dy tan (α + ��
�� dx) = S dy � �� (z +
�� �� dx)
Dengan cara yang sama akan diperoleh gaya vertikal murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AB dan DC berturut-turut adalah
-S dx �� ��
S dx � �� (z +
�� �� dy)
Jika keempat gaya vertikal diatas dijumlahkan maka akan diperoleh persamaan membrane untuk elemen dx, dy adalah sebagai berikut :
-S dy ��
�� + S dy � �� (z +
��
�� dx) - S dx ��
�� + S dx � �� (z +
��
�� dy) + p dx dy = 0
S dy � �� (z +
��
�� dx) + S dx � �� (z +
��
�� dy) = - p dx dy
S �
2�
��2 dx dy + S
�2�
��2 dx dy = - p dx dy
�2�
��2 +
�2�
��2 = -
�
� (2.16)
(66)
42 2.10. Analisa Torsi pada Tampang Sembarang
2.10.1 Metode Semi-Invers Saint-Venant
Anggap suatu batang atau bahan mengalami torsi dengan suatu potongan melintang seragam dari tampang sembarang seperti terlihat pada gambar 2.26. tegangan yang didistribusukan pada ujung-ujung yaitu τzx dan τzy akan menghasilkan torsi sebesar T.
Gambar 2.27. Elemen torsi dengan tampang sebarang
Metode Saint-Venant dimulai dengan suatu perkiraan komponen perpindahan akibat torsi. Perkiraan ini didasarkan kepada perubahan gometri yang terjadi pada elemen torsi yang terdeformasi. Saint-Venant mengasumsikan tiap elemen torsi lurus dengan tampang tetap selalu memiliki suatu sumbu putar yang tegak lurus terhadap potongan melintangnya yang bertindak sebagai poros kaku pada pusatnya. Dalam hal ini, poros diambil sejajar sumbu z.
Tinjau suatu titik P dengan koordinat (x,y,x) dari pusat O sebelum mengalami deformasi. Setelah mengalami deformasi akibat torsi, P bergerak ke P’. P akan
(67)
43 berpindah sejauh w sejajar sumbu z karena warping (distorsi kearah luar bidang) dari potongan melintang dan perpindahan sejauh u dan v sejajar sumbu x dan sumbu y karena rotasi dasar potongan melintang dimana P berasa dengan sudut puntir sebesar
� ini bervariasi menurut jarak z dari poros. Dapat dituliskan bahwa d�/dz sebagai suatu laju puntiran �. Maka pada jarak z dari pusat O, sudut puntir adalah sebesar � = ��.
Gambar 2.28. Potongan melintang suatu elemen torsi
Dengan mengacu pada gambar 2.28, diperoleh : u = x’ – x = OP [(�+ �) − ����]
u = OP[cos�cos� −sin�sin� −cos�] u = OP ���� (cos� − 1) – OP sin�sin�
u = x (cos� − 1) – y sin� (2.17.a)
dan
v = y’- y = OP [���(�+ �) − ����] v = OP [sin�cos�+ cos�sin� −sin�]
(68)
44 v = OP cos�sin� + OP sin� (cos� - 1)
v = x sin� + y (cos� - 1) (2.17.b)
untuk perpindahan yang sangat kecil, maka nilai sin�= � dan cos� = 1, maka : u = −�� = −��� v = �� = ���
sedangkan untuk komponen w diambil :
� =��(�,�) dimana �(�,�) adalah fungsi warping.
Setelah komponen perpindahan ini diperoleh, maka kita akan mensubsitusikan nilai-nilai u, v, dan w ke dalam persamaan (2.4) dan diproleh :
Єx = ��
��
=
�(−��� )
�� = 0
Єy = ��
��
=
�(���)�� = 0
Єz = ��
��
=
�[��(�,�)]
�� = 0
�xy = �yx = ��
��
+
�� ��=
�(−��� ) ��+
�(���)�� = −��+ ��= 0
�xz = �zx = ��
��
+
�� ��=
�[��(�,�)] ��+
�(−��� ) �� = � � ��(�,�)�� − y� (2.18.a)
�yz = �zy
=
�� ��
+
�� ��=
�[��(�,�)] ��+
�(���) �� = � � ��(�,�)�� + x� (2.18.b)
Tinjau kembali persamaan kesetimbangan. Untuk komponen yang mengalami torsi murni σz = 0, σy = 0, σz = 0, ��� = 0, X = 0, Y = 0, Z = 0 sehingga dari persamaan kesetimbangan didapatkan :
�τzx
(1)
204
Tabel 4.20. Tabulasi perhitungan Tegangan Geser dan Tegangan Normal Kombinasi dari Torsi dan Lentur Biasa pada profil I dan WF dengan cara analitis dan program
ANSYS
Profil Profil I Profil WF
Analitis ANSYS Analitis ANSYS
Tegangan Normal - Torsi Terpilin, ��� - Lentur Biasa , �
426,2842
11,867 17,9371 446,128
15,593
805,9640 830,453
24,3418
438,1512 464,0651 821,557 854,7948 Tegangan Geser ,
Sayap
-Torsi Murni, �� -Torsi Terpilin ,�� -Lentur Biasa�
203,2538 13,3875
0,2687
222,09
0,440895 14,826
307,0718
0,3619 19,0255
343,42 20,233
0,478503
216,91 237,3569 326,4592 364,1315 Tegangan Geser,
Badan
- Torsi Murni ,�� - Lentur Biasa , �
125,0792 11,1699
144,91
1,32269 1,3925
221,7740 222,47
1,43551
(2)
205
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan perhitungan perilaku torsi pada tampang I dapat disimpulkan yaitu :
a. Perbandingan perilaku torsi yang disebabkan oleh torsi pada profil I dan WF dengan cara analitis dan program ANSYS
Profil
Profil I Profil WF
Analitis ANSYS Analitis ANSYS
Inersia Flens, �� (���)
732�104 732�104 508�104 507�104
Warping Constant , Cw
(���) 1,51 . 1011 1,50 . 1011 1,076 . 1012 1,070. 1012
Inertia Torsi, J(���)
266462,67 261682 98714,75 98536,8
Sudut Puntir,� (������) 0,4184 0,4218 0,8826 0,8811
Torsi Murni,
- Tegangan Geser Sayap,
��
- Tegangan Geser Badan,
��
203,2538 125,0792
222,09 144,91
307,0718 221,7740
343,42 222,47
Torsi Terpilin
-Tegangan Geser Sayap,
��
-Tegangan Normal,���
13,3875
426,2842
14,826
446,128
19,0255
805,9640
20,233
(3)
206
b. Perbandingan Tegangan yang terjadi akibat lentur biasa antara profil I dan Profil WF
Profil
Profil I Profil WF
Analitis ANSYS Analitis ANSYS
Lentur Biasa
- Tegangan Normal,� - Tegangan Geser Sayap,
��
- Tegangan Geser Badan,
�� 11,867 0,2687 1,1699 17,9371 0,440895 1,32269 15,593 0,3619 1,3925 24,3418 0,478503 1,43551
c. Perbandingan Tegangan Geser dan Tegangan Normal Kombinasi dari Torsi dan Lentur Biasa pada profil I dan WF dengan cara analitis dan program ANSYS
Profil
Profil I Profil WF
Analitis ANSYS Analitis ANSYS
Tegangan Normal
- Torsi Terpilin, ��� - Lentur Biasa , �
426,2842
11,867 17,9371 446,128
15,593
805,9640 830,453 24,3418
438,1512 464,0651 821,557 854,7948
Tegangan Geser , Sayap
-Torsi Murni, �� -Torsi Terpilin ,�� -Lentur Biasa�
203,2538 13,3875 0,2687 222,09 0,440895 14,826 307,0718 0,3619 19,0255 343,42 20,233 0,478503
216,91 237,3569 326,4592 364,1315
(4)
207
d.) Dari tabulasi perbandingan hasil output dari ANSYS dan analitis didadapatkan hasil yang mendekati dengan hasil output Ansys yang lebih mendominasi. e.) Tebal badan ( tw ) dan tebal sayap ( tf ) sangat berpengaruh terhadap tegangan
yang terjadi, dilihat dari perbandingan Profil I dan Profil WF, melihat selisih tegangan yang terjadi dua kali lebih besar.
f.) Semakin kecil ukuran Tebal badan ( tw ) dan tebal sayap ( tf ) semakin besar sudut puntir dan tegangan yang terjadi.
g.) Hasil Output Pada Ansys khususnya tegangan, dapat melihat tegangan di berbagai pertemuan titik pembagian luas ( meshing ) yang sudah ditentukan, sehingga kita dapat melihat tegangan maksimum secara lebih detail.
5.2. Saran
Dalam menganalisis perhitungan perilaku torsi pada tampang I dengan menggunakan persamaan differensial banyak menyita waktu dan luasnya cakupan ANSYS dalam menganalisis masalah keteknikan terutama permasalah struktur, ada baiknya kepada mahasiswa lainnya agar dapat menguasai dan mengembangkan
software ini untuk membantu dalam melakukan riset.
Analitis ANSYS Analitis ANSYS
Tegangan Geser, Badan
- Torsi Murni ,��
- Lentur Biasa , � 125,0792 11,1699
144,91
1,32269 1,3925
221,7740 222,47 1,43551
(5)
208
DAFTAR PUSTAKA
Erwin. 2008. ANALISIS TORSI PADA TAMPANG PERSEGI PANJANG DAN APLIKASI PADA KOMPONEN STRUKTUR BETON BERTULANG
DENGAN MENGGUNAKAN ELEMEN GRID. Repository USU.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/11750.
Gere, James M., Timoshenko, Stephen P. 2002. MECHANICS OF MATERIAL, Fourth Edition. Trans.. Suryoatmono, Ir.Bambang, MSc. PhD. Mekanika Bahan, Jilid I, Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Salmon, Charles G. & E.Johnson, John.1991. Struktur Baja Desain Dan Perilaku
Jilid 1 Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh : Ir. Wira M.S.CE. Jakarta : Erlangga.
Setiawan, Agus, 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-1729-2002). Semarang ; Erlangga
Sitepu, Bekro. dan Tarigan, Johannes. 2014. ANALISIS PENGARUH TORSI PADA KOLOM BANGUNAN BERTINGKAT YANG TIDAK SIMETRIS. Jurnal Teknik Sipil. Volume. 3., No.1. http://jurnal.usu.ac.id/index.php/jts/article/view/6011/2514.
(6)
209
Suparmin. April 2005. Analisis Perilaku Torsi Pada Penampang Sirkular, Non Sirkular, OpenSection, dan Tubular. Jurnal Teknik Simetrika. Volume. 4., No.1
Susatio, Yerri. 2004. Dasar – Dasar Metode Elemen Hingga.Yogyakarta : Andi
Tarigan, Johannes. 2011. Catatan Kuliah Torsi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Tudjono, Sri. Juni 2006, “ Torsi Balok Baja Berprofil I Berpengaku Vertikal”. Media Komunikasi Teknik Sipil. Volume 14, No.2, Edisi XXXV,
Wijaya, Paulus Karta dan Jachinta, Paulina. Agustus 2014. Tekuk Torsi Lateral Balok I Kantilever Non Prismatis. Jurnal Teknik Sipil ITB. Volume 21,
No.2,