Masyarakat Madani Dan Perkembangannya

BAB II SEPUTAR MASYARAKAT MADANI

A. Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani atau yang disebut juga dengan civil society memiliki banyak definisi dan definisi itu terus berkembang. Beberapa terjemahan yang sering dipakai di Indonesia adalah masyarakat sipil, masyarakat madani, masyarakat beradab dan masyarakat warga. Terjemahan masyarakat sipil jarang digunakan karena dirasa menyederhanakan masalah karena pengertian sipil sering didikotomikan dengan militer. Sementara masyarakat warga yang dilontarkan oleh Franz Magnis Suseno juga jarang digunakan karena dianggap lebih cocok sebagai terjemahan dari citizenship. Sedang masyarakat beradab atau masyarakat madani diperkenalkan oleh Nurcholish Madjid dan ICMI.

1. Masyarakat Madani Dan Perkembangannya

Dilihat dari perspektif sejarah, maka akar pemikiran mengenai civil society dapat dilacak jauh kebelakang. Versi awalnya dapat ditemukan dalam karya Aristoteles yaitu Politike Koinonia Political Society atau Community atau yang dirumuskan dalaam bahasa latin Societies Civilis, yaitu sebuah komunitas politik tempat warga terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi politik dan pengambilan keputusan. 42 42 Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan:Demokrasi, HAM, Masyarakat Madani, Jakarta: Tim ICCE UIN, 2003, h. 243. Dalam perkembangan berikutnya, filsuf-filsuf besar seperti Hobbes dan Locke yang merumuskan teori “kontrak sosial” memisahkan adanya negara di satu sisi dengan masyarakat madani sisi lainnya. Menurut Hobbes, masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak, agar mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi setiap warga negara terutama perilaku politiknya. Sementara menurut John Locke, kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara dan berusaha menghidupkan peran masyarakat dalam menghadapi kekuasaan mutlak para raja dan hak-hak istimewa para bangsawan. Ini ia tulis dalam bukunya Civillian Government Pemerintahan Sipil. Dalam tulisannya itu, John Locke membangun pemikiran otoritas umat untuk merealisasikan kemerdekaan dari kekuasaan elite yang memonopoli kekuasaan dan kekayaan dan hal itu dapat diwujudkan dalam demokrasi parlementer. 43 Jika dalam rumusan Hobbes kontrak sosial hadir dalam bentuk political or civil society maka Montesque makin mempertegas pembedaan tersebut dengan menyatukan pemikiran dua”kontrak” Sosial dan Pemerintahan d atas dengan hukum romawi yang membedakan antara civil society and public law, yang terakhir ini mengatur hubungan antara penguasa dan yang dikuasai sementara yang pertama mengatur antara sesama warga masyarakat . 43 Fahmi Huwaydi, Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat Madani, Bandung: Mizan, 1993, cet ke-1, h. 296. Terlepas dengan perbedaan yang ada, para pemikir diatas telah meletakkan dasar bagi perumusan kembali konsep modern tentang masyarakat madani. Hegel adalah pemikir yang kemudian mensintesakan berbagai pemikiraan disekitar tema ini yang berkembang pada akhir abad 18. Menurut Cohen dan Arato secara spesifik, komponen modern dalam konsep masyarakat madani hasil sintesa Hegel ditandai oleh tiga ciri: 1 Hegel mengambil alih tradisi natural law dan rumusan Kant tentang universilitas individu sebagai penggenggam hak dan kesadaran moral. 2 Ia menggeneralisasi pembedan yang dilakukan pada zaman pencerahan antara negara dan masyarakat madani dan sekaligus melibatkan interpretasinya. 3 Ia mengambil alih dari Ferguson dan disiplin baru, yakni ekonomi politik yang memberikan penekanan pada masyarakat madani“the locus and cariier of material civilization. Menurut Hegel, masyarakat itu bukanlah satu-satunya yang dibentuk dalam perjanjian kemasyarakatan Social Contract. Dengan kata lain masyarakat madani merupakan satu bagian saja daai tatanan politik Political Order. Secara keseluruhan bagian tatanan politik yang lain adalah negara. Hegel membedakan antara masyarakat madani dengan masyarakat politik, yaitu bahwa kalau masyarakat madani adalah bentuk perkumpulan yang bersifat spontan dan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat tetapi bergantung pada hukum, sedangkan masyarakat politik adalah lembaga hukum dan politik yang mengayomi masyarakat secara keseluruhan. 44 Sedangkan Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai “masyarakat borjuis”. 45 Maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis material, maka Gramsci meletakkannya pada superstruktur, berdampingan dengan negara yang ia sebut sebagai Political Society. Periode berikutnya, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Alexis De Tocqueville yang mengkritik teori Hegel, yang menurutnya terlalu memberikan posisi unggul terhadap Negara dan mereka sepakat untuk mengembalikan dimensi kemandirian dan pluralitas dalam masyarakat madani. Bagi De Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat madani lah yang menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan. Dengan terwujudnya pluralitas dan kemandirian dalam masyarakat madani maka warganegara akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara. 46 Dari berbagai model pengembangan masyarakat madani diatas, model Gramsci dan Tocqueville-lah yang menjadi inspirasi gerakan pro-demokrasi di Eropa Timur dan Tengah pada akhir 80-an. Masyarakat madani merupakan suatu entitas yang keberadaannya menerobos batas-batas kelas Marx serta memiliki kapasitas politik yang tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan pengimbang balancing force dari kecenderungan intervensionis negara Hegel dan pada saat yang sama mampu pula menjadi kekuataan reflektif kritis tidak saja terhadap lingkungan 44 M.Dawam Rahardo, et-al, Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, cet ke-1, h. 21. 45 Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi,HAM, Masyarakat Madani, h. 245. 46 Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1999 ,cet ke-2, h. 2. eksternalnya, tetapi juga dirinya sendiri. Secara sederhana keragaman konsep masyarakat madani terlihat dalam Bagan dibawah ini. Di Indonesia, kata masyarakat madani merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim dalam acara festival istiqlal II di Jakarta pada tanggal 26 september 1995, yang dalam pidatonya mengartikan masyarakat madani adalah sebuah masyarakat yang didalamnya tercita kemandirian dalam pelaksanan kreativitas berdasarkan nilai-nilai, norma- norma dan hukum yang berlaku baik itu dalam pelaksanaan pemerintahan maupun didalam masyarakat itu sendiri. Kemudian konsep masyarakat madani dikembangkan oleh para pemikir Indonesia seperti Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin, Azyumardi Azra dan lain-lain. AS Hikam mengartikan masyarakat madani sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain: kesukarelaan Voluntary, keswasembadaan Self Generting dn keswadayaan Self Konsep Masyarakat Madani Locke Hobbes Rousseau Hegel Marx Gramsci Tocqueville Cohen dan Arato Masyarakat Madani = Masyarakat Politik = Negara • Masyarakat Madani = Masyarakat Ekonomi burgerliche geselischaft • Masyarakat Politik =- Negara • Masyarakat Madani • Masyarakat Ekonomi • Masyarakat Politik = Negara • Masyarakat Madani • Masyarakat Ekonomi • Masyarakat Politik • Negara Supporting, kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan nilai-nilai dan norma-norma hukum yang diikuti oleh warganya. 47 Sementara Rustam Ibrahim memahami masyarakat madani itu ditandai adanya berbagai organisasi didalam masyarakat yang keberadannya relatif otonom dari negara dan mampu mengatur dirinya sendiri dalam bentuk Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga atau peraturan lainnya seperti Code of Conduct dan mampu menegakkan aturan-aturan tersebut dengan baik. Selain itu organisasi anggota diakui dan dilindungi hak-haknya termasuk hak- hak sipil dan hak politik. 48 Dengan demikian, komponen utama masyarakat madani adalah individu, organisasi sipil, pers, masyarakat, kampus atau akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan kelompok-kelompok diskusi yang hak-hak sipil dan hak-hak politiknya dilindungi. Menurut Kuntowijoyo, bahwa masyarakat madani berwatak dinamis, terbuka dan kenyataan riil dalam sejarah, bukan masyarakat yang utopis dan bisa dilihat dari berbagai sudut pandang baik dari kacamata agama, aliran pemikiran ataupun mazhab filsafat. Nurcholish Madjid mengartikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang berperadaban karena tunduk dan patuh kepada ajaran kepatuhan yang dinyatakan dalam supremasi hukum dan peraturan. Nurcholish Madjid melihat gambaran ideal masyarakat madani sebagai kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada masa Nabi Muhammad saw di Madinah yang telah merintis dan memberi teladan kepada umat manusia dalam membangun masyarakat madani dan kemudian dilanjutkan oleh para khalifah yang bijaksana 47 Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society , h. 3. 48 Rustam Ibrahim, “Civil society dan LSM di Indonesia” dalam Kastorius Sinaga ed Menuju Masyarakat Madani, Jakarta: INPI-Pact, 1998, h. 21. Khulafaur-Rasyidin. 49 Menurut Nurcholish masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadaban madanniyah. Masyarakat madani merupakan tatanan sosial politik yang sangat modern pada zamannya yang dicirikan dengan komitmen dan partisipasi masyarakat yang tinggi, keterbukaan para pemimpin, menghargai pluralisme dan toleransi. Dalam perspektif Islam, konsep tentang civil society juga tercakup dalam paradigma masyarakat madani, bahkan masyarakat madani telah benar-benar terbangun dan bukan hanya sekedar impian. 50 Istilah masyarakat madani menurut Al-Ahasiri merupakan terjemahan dari kosakata bahasa Arab, Mujtamaa Madani yang secara etomologis mempunyai dua arti. Pertama, “masyarakat kota”, karena madani adalah turunan dari kata bahasa Arab Madinah yang berarti kota. Kedua,”masyarakat berperadaban”, karena madani adalah juga turunan dari kata bahasaAarab Tammadun atau Madaniyyah yang berarti peradaban dalam bahasa Inggris dikenal sebagai civility atau civilization. Kata “Madinah” yang biasa berarti “kota”, berasal dari kata yang sama dengan madaniyyah atau tamaddun berarti “peradaban” civilization. Membangun masyarakat peradaban itulah yang dilakukan Nabi selama sepuluh tahun di Madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran- NYA. Taqwa kepada Allah dalam arti semangat ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam peristilahan Kitab Suci juga disebut semangat Rabbaniyah QS Al-Imran: 79 atau ribbiyah QS Al-Imran: 146. Inilah hablun mim 49 Ahmad Baso, Civil Society Versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran Civil Society Dalam Islam Indonesia, h. 21. 50 Ulasan tentang Masyarakat Madani berikut dikutip dari Saiful Hamiwanto dan M.Ali Said dalam “Masyarakat Madani:Mimpi Lama Judul Baru?”, www.Hidayatullah.com. Allah, tali hubungan dengan Allah, dimensi vertikal hidup manusia, salah satu jaminan untuk manusia agar tidak jatuh hina dan nista. Nabi Muhammad Rasulullah sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan masyarakat peradaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Mekkah tanpa hasil yang terlalu menggembirakan, Allah memberikan petunjuk untuk hijrah ke Yastrib, kota yang subur sekitar 400 km sebelah utara Mekkah. Sesampai di Yastrib, Nabi disambut oleh penduduk kota itu, Kemudian setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinat al-nabiy kota nabi. Karena itu tindakan Nabi mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun mansyarakat beradab. Tak lama setelah menetap di Madinah itulah, Nabi bersama semua penduduk Madinah secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat madani, dengan menggariskan ketentuan hidup bersama dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai Piagam Madinah Mitsaq al-Madinah. Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan politik, khususnya pertahanan, secara bersama-sama. Dan di Madinah itu pula, sebagai pembelaan terhadap masyarakat madani, Nabi dan kaum beriman diizinkan mengangkat senjata, perang membela diri dan menghadapi musuh-musuh peradaban. Inilah dokumen penting yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, disamping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat yang bahkan menurut Dr.Ahmad Hatta, peneliti pada lembaga Pengembangan Pesantren dan Studi Islam LP2SI Al-Haraman dengan menyetir pendapat Hamidullah First Written Constitutions in The World, Lahore,1958, Piagam Madinah ini adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini telah mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil Civil Rights atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia HAM jauh sebelum kemerdekaan Amerika American Declaration Independence,1776, Revolusi Perancis 1989 dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM 1948 dikumandangkan. Secara formal Piagam Madinah mengatur hubungan sosial antara komponen masyarakat. Pertama, antar sesama muslim adalah satu ummat walaupun mereka berbeda suku. Kedua, hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim didasarkan dengan prinsip bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasehati dan menghormati kebebasan beragama. Akan tetapi secara umum sebagaimana terbaca dalam teks, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk Madinah secara lebih luas. Ada dua nilai dasar yang tertuang dalam Piagam Madinah yang menjadi dasar bagi pendirian sebuah negara Madinah kala itu. Pertama, prinsip kesederajatan dan keadilan Al-musawwah Wal Adalah. Kedua, inklufisme atau keterbukaan. Kedua prinsip itu lalu dijabarkan dan ditanamkan dalam bentuk beberapa nilai universal, seperti konsistensi i’tidal, keseimbangan tawazun, moderat tawasut dan toleran tasamuh. Maka dari nama ini masyarakat madani bisa berarti sama dengan civil society, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban. Masyarakat yang dibangun pada zaman rasul tersebut identik dengan civil society karena secara sosio-kultural mengandung substansi keadaban civility, karena itu model masyarakat model ini sering dijadikan model sebuah masyarakat modern. Masyarakat ini telah melakukan lompatan jauh kedepan dalam kecanggihan tata sosial dan pembangunan sistem politiknya, masyarakat berbudi luhur atau berakhlak mulia itulah masyarakat berperadaban, masyarakat madani, civil society, masyarakat yang untuk zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern sehingga setelah nabi wafat tidak bertahan lama. 51 Menurut Ahmad Hatta, masyarakat Madinah bernilai peradaban itu dapat dibangun hanya setelah Rasulullah melakukan reformasi dan transformasi kedalam individu yang berdimensi aqidah, ibadah dan akhlak. Karena itu iman dan moralitas menjadi landasan dasar Piagam Madinah. Masyarakat madani warisan Nabi yang bercirikan egaliterianisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi bukan prestise seperti keturunan, kesukuan, ras, keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat penentuan kepemimpinan melalui pemilihan bukan berdasarkan keturunan. 52 Atas pertimbangan ajaran itulah Nabi dalam rangka menegakkan masyarakat madani atau civil society tidak pernah membedakan antara orang atas dan 51 Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta: Paramadina, 1999, cet ke-1, h. 168. 52 Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Era Reformasi, h. 170. orang bawah bahkan untuk keluarga sendiri. Seperti Nabi memperlihatkan sikap tegas kepada keluarga dan puterinya sendiri yang bernama Fatimah yang dalam hadisnya beliau mengatakan “kalaulah Fatimah puteri nabi mencuri, pastilah akan aku potong tangannya. Itu terlihat bahwa Nabi tidak pernah bertindak diskriminatif dalam memberikan hukuman kepada warganya yang bermasalah termasuk puterinya sendiri. 53 Masyarakat madani menurut Masykuri Abdillah mengartikan sebagai arena tempat berbagai gerakan sosial seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan dan kelompok keintelektualan, serta organisasi sipil dari semua kelas seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan berusaha menyatakan diri mereka dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri mereka sendiri dan memajukan berbagai kepentingan mereka. 54 Masyarakat madani adalah masyarakat yang tidak menghendaki digunakannya kekerasan untuk memecahkan masalah karena disadari penggunaan kekerasan hanya akan membawa korban yang jika terjadi berarti masyarakat madani telah mengkhianati komitmennya sendiri akan keluhuran nilai kehidupan sesuai HAM. 55 Komitmen masyarakat madani dalam hubungan antara seseorang dengan lingkungan sosialnya adalah meletakkan sesuatu ditempatnya secara proposional tanpa melampaui batas. Kepemimpinan masyarakat madani adalah kepemimpinan yang berdasarkan 53 Masykur Hakim dan Tanu Widjaya, Model Masyarakat Madani, Jakarta: Intimedia, 2003, cet.ke-1, h.36 54 Masykuri Abdillah, “Islam dan Masyarakat Madani”, Kompas 27 Februari 1999, h. 4. 55 Rizal Sukma dan J.Kristiadi, Hubungan Sipil-Militer dan Transisi Demokrasi Di Indonesia: Perspektif Sipil dan Militer, Jakarta: CSIS, 1999, h. 119. ketauladanan selain itu seorang pemimpin masyarakat madani akan berpegang teguh pada komitmen demokrasi dan nilai kemadanian. Idealnya, masyarakat madani tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian berhadapan dengan negara melainkan juga terwujudnya nilai- nilai keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan pluralisme.

2. Perbedaan Masyarakat Madani dan Civil Society