Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Gizi Kurang

Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. Adapun status gizi balita di Sumatera Utara selama tahun 2000, 2003, dan 2005 ditampilkan dalam tabel 1.2. berikut ini: Tabel 1.2. Perkembangan prevalensi status gizi balita menurut berat badan per umur BBU di Provinsi Sumatera Utara tahun 2000, 2003, dan 2005 Status Gizi 2000 2003 2005 Gizi Lebih 4,30 2,51 3,60 Gizi Baik 69,23 73,02 67,30 Gizi Kurang 17,32 18,59 18,20 Gizi Buruk 9,16 12,35 10,50 Sumber: Susenas 2000 2003 serta survei FKM FK USU 2005, dalam Dinkes Sumut, 2006 a. Pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2010, Dinkes Sumut, Medan, hlm 39. Gizi kurang tidak terjadi tiba-tiba, tetapi diawali dengan kenaikan berat badan balita yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi kurang 12,6 kali dibandingkan balita yang berat badannya naik terus. Bila frekuensi berat badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan semakin besar Depkes RI, 2005. Kegiatan pemberian makanan tambahan kepada balita berstatus gizi kurang di Kota Medan juga dilakukan. Seperti di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung terdapat kasus gizi kurang pada balita dan kegiatan PMT kepada 10 balita penderitanya.

1.2. Rumusan Masalah

Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah status gizi berdasarkan antropometri dan tanda-tanda klinis pada balita gizi kurang setelah dilakukan pemberian makanan tambahan? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. Untuk mengetahui status gizi balita penderita gizi kurang setelah diberikan makanan tambahan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui usia yang paling sering mengalami gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Mandala, Kecamatan Medan Tembung. 2. Untuk mengetahui tingkat rata-rata status gizi yang dicapai melalui PMT yang dilakukan oleh Puskesmas Mandala, Kecamatan Medan Tembung.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

1. Peneliti

a. Mengimplementasikan ilmu yang telah didapat ke dalam kehidupan sosial sekaligus dapat mengetahui status gizi subjek secara langsung dari data primer. b. Menambah wawasan peneliti tentang Ilmu Gizi secara khusus dan Ilmu Kedokteran secara umum.

2. Pasien

Dengan diketahuinya status gizi balita setelah diberikan makanan tambahan, maka dapat ditentukan tindakan lebih lanjut untuk meningkatkan mempertahankan status gizi menjadi yang lebih baik.

3. Masyarakat

Sebagai sumber informasi dan pertimbangan untuk senantiasa berswadaya menyukseskan program PMT.

4. Dinas Kesehatan Kota Medan

Data yang disajikan dapat menjadi sumber informasi gambaran keberhasilan program PMT di Kota Medan. Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi 2.1.1. Definisi Status Gizi Menurut Hammond 2004, status gizi berarti penggolongan suatu hasil pengukuran ke dalam tingkat kebutuhan gizi fisiologis seseorang. Sedangkan pengertian lain menyebutkan, status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variabel tertentu Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002. Jadi intinya, terdapat suatu variabel yang diukur misalnya berat badan dan tinggi badan yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu misalnya baik, kurang, buruk, dan sebagainya. Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi status gizi. Oleh karena itu, pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak Depkes RI, 2002 a.

2.1.2. Penilaian Status Gizi 1. Definisi Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk Hartriyanti dan Triyanti, 2007.

2. Tujuan Penilaian Status Gizi

Tujuan penilaian status gizi menurut Hammond 2004 adalah untuk: Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. a. Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi yang cukup. b. Mempertahankan status gizi seseorang. c. Mengidentifikasi penatalaksanaan medis yang sesuai. d. Memonitor efektivitas intervensi yang telah dilakukan tersebut. Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, Peneliti akan melakukan penilaian status gizi anak balita gizi kurang yang telah diberi intervensi berupa pemberian makanan tambahan.

3. Metode dalam Penilaian Status Gizi

Metode dalam penilaian status gizi dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu secara langsung, tidak langsung, dan dengan melihat variabel ekologi. Penilaian status gizi secara langsung terdiri dari tes laboratorium, pemeriksaan tanda-tanda klinis, pemeriksaaan biofisika dan pengukuran antropometri. Adapun penilaian status gizi secara tak langsung misalnya dengan menggunakan informasi angka kematian pada umur tertentu, ataupun angka penyebab kesakitan dan kematian. Sedangkan pada penilaian variabel ekologi, dilakukan pengumpulan data lapangan misalnya 24-hour food recall Hartriyanti dan Triyanti, 2007. Adapun metode yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah dengan pengukuran antropometri dan pemeriksaan tanda-tanda klinis.

2.1.3. Klasifikasi Status Gizi Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku reference.

Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah Baku World Health Organization-National Centre for Health Stastics WHO-NCHS. Terakhir, berdasarkan Temu Pakar Gizi di Bogor tanggal 19-21 Januari dan di Semarang tanggal 24-26 Mei 2000, Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan sebagai baku antropometri di Indonesia Depkes RI, 2000 dalam Arisman, 2004. Menurut WHO, data berat dan tinggi badan yang dikumpulkan oleh United States - National Centre for Health Stastics merupakan pilihan terbaik baku rujukan Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002. Departemen Kesehatan Republik Indonesia membuat rujukan penilaian status gizi anak balita yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan yang telah disampaikan di atas. Kriteria jenis kelamin inilah yang membedakan baku WHO-NCHS dengan Baku Harvard yang sebelumnya digunakan. Adapun baku WHO 2005 belum digunakan di Indonesia sebagai rujukan pengganti baku WHO-NCHS Sudiman, 2006. Penggolongan status gizi pada tabel indeks berat badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan didasarkan kepada deviasi standar DS. Dari indeks berat badan menurut umur BBU, status gizi dapat digolongkan menjadi empat kelas yaitu gizi buruk BBU -3 DS, gizi kurang - 3 DS BBU -2 DS, gizi baik -2 DS BBU +2 DS, dan gizi lebih BBU +2 DS. Status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan BBTB juga dibagi menjadi empat kelas, yaitu kurus sekali BBTB -3 DS, kurus - 3 DS BBTB -2 DS, normal 2 DS BBTB+2 DS, dan gemuk BBTB +2 DS. Untuk melakukan pengawasan pertumbuhan anak, dapat didahului dengan pengisian Kartu Menuju Sehat KMS Balita. Bila pada KMS tersebut didapati BBU -3 deviasi standar DS ataupun 60 median NCHS atau di bawah garis merah, maka ditentukan status gizinya melalui indeks BBTB. Jika BBTB -3 DS 70 median Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. NCHS, ditambah dengan tanda klinis yang sesuai, maka status gizi anak tersebut adalah buruk. Berikut ini akan disajikan Tabel 2.1. tentang cara penentuan status gizi anak dan Lampiran 8- Lampiran 11 tentang baku rujukan penentuan status gizi anak menurut BBU dan BBTB. Tabel 2.1. Penentuan status gizi anak Status Gizi Klinis Antropometri BBTB-PB Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. -3 DS Gizi Kurang Tampak Kurus ≥ -3 DS - -2 DS Gizi Baik Tampak Sehat -2 DS - + 2 DS Gizi Lebih Tampak Gemuk +2 DS Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Hlm.2. BBTB-PB=Berat badan menurut tinggi panjang badan 2.2. Antropometri 2.2.1. Definisi Antropometri Antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi dan komposisi tubuh Hartriyanti dan Triyanti, 2007. Ada dua hal yang terkandung di dalam antropometri yaitu perolehan pengukuran fisik dan hubungannya dengan standar yang menyatakan tumbuh kembang individu tersebut Hammond, 2004. Evaluasi adanya gizi lebih ataupun kurang serta untuk memonitor efek dari intervensi gizi dapat dilakukan melalui pengukuran antropometri. Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010.

2.2.2. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri

Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 2.2. berikut ini. Tabel 2.2. Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri Kelebihan Keterbatasan Relatif murah. Membutuhkan data referensi yang relevan Cepat, sehingga dapat dilakukan pada populasi yang besar Kesalahan yang muncul, seperti kesalahan pada peralatan belum dikalibrasi dan kesalahan pada observer kesalahan pengukuran dan pencatatan Objektif Hanya mendapatkan data pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi dan protein. Gradabel, artinya dapat dirangking Tidak mendapatkan informasi mengenai defisiensi zat gizi mikro Tidak menimbulkan rasa sakit pada responden Sumber: Rangkuman Jellife DB Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265. Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri serta adanya faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan, maka Peneliti memakai pengukuran antropometri. Faktor-faktor lain tersebut adalah tujuan pengukuran, yaitu melihat fisik anak balita; unit sampel yang diukur, yaitu kelompok masyarakat rawan gizi; ketersediaan fasilitas peralatan, tenaga, waktu dan dana Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002.

2.2.3. Parameter Antropometri

Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. Parameter antropometri merupakan ukuran tunggal dari tubuh manusia Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002. Parameter yang didapat sangat dipengaruhi oleh berat lahir, etnis, faktor keluarga, dan lingkungan. Parameter antropometri terdiri dari tinggi atau panjang badan; berat badan; lingkar kepala; ketebalan kulit, baik pinggang maupun lengan atas; lingkar lengan atas; dan lingkar betis Hammond, 2004. Di antara parameter antropometri yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa parameter antropometri yang utama. Pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini. Tabel 2.3. Parameter antropometri yang utama Parameter Pengukuran Komponen Jaringan Utama yang Diukur staturetinggi badan kepala, os. vertebralis, os. sacralis, ekstremitas bawah Tulang berat badan seluruh tubuh seluruh jaringan: khususnya lemak, otot, tulang, dan air lingkar lengan lemak bawah kulit lemak lebih sering digunakan secara teknik di negara maju otot, tulang otot secara teknik lebih sedikit digunakan di negara maju lipatan lemak lemak bawah kulit, kulit lemak Sumber: Jellife DB Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265.

2.2.4. Indeks Antropometri

Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. Indeks antropometri merupakan kombinasi dari beberapa parameter. Menurut Khomsan 2008, standar acuan gizi balita adalah berat badan menurut umur BBU, berat badan menurut tinggi badan BBTB, dan tinggi badan menurut umur TBU. Sedangkan menurut Waterlow 1973 dalam Notoatmodjo 2006, pengukuran status gizi pada saat sekarang ini menggunakan ukuran BBTB. Ukuran TBU hanya cocok untuk mengukur status gizi pada saat yang lalu. Hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa ukuran berat badan per umur kurang mampu membedakan malnutrisi akut dengan kronik Thowbridge, 1970 dalam Notoatmodjo, 2006. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2007 menggunakan BBU sebagai penyaring status gizi buruk dan BBTB sebagai penentu status gizi anak. Dengan alasan yang hampir sama yaitu perubahan berat badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat. Ini dapat diakibatkan oleh penurunan nafsu makan, sakit misalnya diare, ataupun kurang cukupnya makan. Adapun hambatan pertambahan tinggi badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu yang lama Depkes RI, 2002 a. Hal ini seperti dituliskan pada Gambar 1 berikut ini. Timbang anak Isi KMS Bila BBU 60 atau -3 DS -2 DS ANAK : BB KURANG kecuali ada edema  Gizi Buruk Bila BBU 60 atau -3 DS Tentukan status gizi dengan BBTB Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. Gambar 1. Mekanisme pengawasan pertumbuhan anak Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hlm.18. BBU= berat badan menurut umur, BBTB= berat badan menurut tinggi badan, DS= Deviasi Standar, NCHS= National Centre for Health Statistics. Berdasarkan rujukan tersebut, maka acuan yang dipakai pada penelitian ini adalah BBU dan BBTB anak balita gizi kurang yang menerima PMT. 2.3. Pemberian Makanan Tambahan PMT Balita 2.3.1. Tujuan PMT Balita Tujuan dari program PMT adalah mempertahankan dan meningkatkan status gizi balita dari keluarga miskin.

2.3.2. Sasaran PMT Balita

Menurut Depkes RI 1999 di dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis 2008, sasaran PMT Balita adalah balita berusia 12-59 bulan dengan BBU di bawah garis merah BGM pada KMS dan berasal dari keluarga miskin GAKIN. BGM pada balita GAKIN tersebut didapatkan dari data sekunder Pemantauan Status Gizi PSG, laporan bulanan Puskesmas, dan register balita di Posyandu. Untuk PMT berupa makanan pendamping ASI MP- ASI sasarannya adalah bayi dan anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin Dinkes Sumut, 2006 b. Bila BBTB ≥ 70 median NCHS atau ≥ -3 DS SKOR Z Bila BBTB 70 median NCHS atau -3 DS SKOR Z ANAK : GIZI BURUK sangat kurus ANAK : KURUS atau GIZI KURANG Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. Sedangkan yang dimaksud dengan BBU di bawah garis merah meliputi balita kurang energi dan protein berat gizi buruk serta kurang energi dan protein sedang. Keduanya hanya dapat dibedakan melalui penentuan status gizi dengan tabel BBTB Dinkes Sumut, 2000; Depkes RI, 2002 a.

2.3.3. Proses PMT Balita

Seperti yang dikutip dari Handayani, Mulasari, dan Nurdianis 2008, proses PMT terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, yang harus disesuaikan dengan petunjuk teknis Program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan JPS-BK bagi Puskesmas. 1. Perencanaan Pada tahap perencanaan dilakukan penentuan balita sasaran PMT dan penentuan jadwal pendistribusian program PMT Balita. 2. Pelaksanaan Kegiatan pelaksanaan meliputi penentuan jenis makanan, pembelian bahan makan dan pemberian paket PMT kepada sasaran. Salah satu bentuk PMT Balita adalah MP-ASI Depkes RI, 2002 b . 3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Pada proses ini dilakukan pencatatan dan pelaporan dengan mengisi register yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Selain itu, seperti yang dikutip dari Petunjuk Teknis MP-ASI Lokal Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2006 b, untuk PMT Balita dalam bentuk MP-ASI terdiri dari Untuk melaksanakan proses tersebut diperlukan juga unsur lain berupa: Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. 1. Tenaga Tenaga adalah orang yang bertanggung jawab dan mengkoordinir program PMT Balita sasaran di wilayah kerja Puskesmas. Tenaga berupa Tenaga Pelaksana Gizi TPG di Puskesmas dan bidan di desa, yang bertugas melaksanakan pembinaan teknis di lapangan Depkes RI, 1999 dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008. 2. Dana Menurut Hasibuan 2003 dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis 2008 besarnya biaya untuk pengadaan paket PMT Balita tergantung dari jumlah sasaran penerima program. Menurut Handayani, Mulasari, dan Nurdianis 2008 sumber dana didapatkan dari Pemerintah Daerah atau dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD. 3. Sarana Kartu pencatatan dan formulir pelaporan merupakan sarana untuk pemantauan yang sangat penting Hasibuan, 2003 dalam Handayani, Mulasari, 2008. Selain itu diperlukan juga KMS dan timbangan Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008. 4. Bahan Bahan paket berisi kacang hijau, biskuit, gula, susu, telur, dan multivitamin. Isi paket harus berkualitas baik. Bahan paket makanan yang bisa dibawa pulang adalah beras, telur, gula, dan kacang-kacangan Depkes RI, 1999 dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008. Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. Selain itu, seperti yang dikutip dari Petunjuk Teknis dua jenis yaitu MP-ASI hasil pengolahan pabrik MP-ASI pabrikan dan MP-ASI yang diolah di rumah tangga MP-ASI dapur ibu. 5. Metode Metode berarti cara penyelengaraan pemberian paket PMT Balita kepada sasaran program Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008.

2.4. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan PMT-P pada Gizi Kurang

PMT merupakan bagian penatalaksanaan balita gizi kurang. PMT ini disebut PMT pemulihan PMT-P. PMT-P dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Gizi PPG di Posyandu dan secara terus menerus di rumah tangga. Keseluruhannya berjumlah 90 hari.

2.4.1. Lama PMT-P

Pemberian PMT-P diberikan setiap hari kepada anak selama tiga bulan 90 hari

2.4.2. Bentuk Makanan PMT-P

Makanan yang diberikan berupa: 1. Kudapan makanan kecil, yang dibuat dari bahan makanan setempat lokal 2. Bahan makanan mentah berupa tepung beras, tepung susu, gula, minyak, kacang-kacangan, sayur, telur, dan lauk-pauk lainnya. 3. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan PMT-P yang dibawa pulang.

2.4.3. Cara Penyelenggaraan

1. Makanan kudapan diberikan setiap hari di PPG, atau Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. 2. Seminggu sekali kader mendemonstrasikan pembuatan MP-ASI makanan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada balita gizi kurang, selanjutnya kader membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan enam hari Dinkes Sumut, 2000. Bentuk lain dari PMT untuk balita adalah PMT penyuluhan. PMT penyuluhan diberikan bagi balita yang berat badannya tidak naik pada satu kali penimbangan Posyandu Depkes RI, 2000.

2.5. Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Gizi Kurang

Menurut Segitiga Epidemiologi, ada hubungan antara penyebab penyakit, host dan lingkungan Notoatmodjo, 2003. Induk Semang host Penyebab penyakit agent lingkungan environment Gambar 2. Segitiga epidemiologi Sumber: Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Berbeda dengan segitiga epidemiologi, konsep roda tidak begitu menekankan pada agen tetapi lebih kepada hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya. Lingkungan sosial lebih besar pengaruhnya dibanding manusia itu sendiri, sedangkan faktor manusia lebih besar pengaruhnya dibanding inti genetik. Notoatmodjo, 2003. Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. sosial Host Gene- tik Lingk. Biologis Gambar 3. Konsep roda lingk.= lingkungan Sumber: Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Lingk. Fisik Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010. BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian