Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010.
Tabel 5.19 Tabulasi silang riwayat ASI ekslusif dengan status gizi balita gizi kurang setelah mendapatkan PMT di Puskesmas Mandala
Medan tahun 2009
N o.
ASI ekslusif
Status Gizi Jumlah
Lebih Baik
Kurang Buruk
n n
n n
n 1
Ya 0 5
50 3 30 0 8
80 2
Tidak 2
20 0 00 0 2
20 Total
7 70 3 30 0
10 100
5.1.15. Tabulasi silang lamanya diare dengan status gizi
Dari hasil analisis didapatkan bahwa keseluruhan balita biasa mengalami diare dengan durasi kurang dari 2 minggu. Tidak ada
perbedaan lamanya diare yang biasa dialami antara bayi gizi kurang dengan balita gizi baik setelah PMT. Hal ini dapat dilihat pada tabel
5.20. berikut ini. Tabel 5.20. Tabulasi silang lamanya diare yang biasa dialami dengan
status gizi balita gizi kurang setelah mendapatkan PMT di Puskesmas Mandala Medan tahun 2009
N o.
Lama diare
minggu Status Gizi
Jumlah Lebih
Baik Kurang
Buruk n
n n
n n
1 2
0 7 70 3 30 0
0 10 100 2
2 Total
7 70 3 30 0
0 10 100
5.2. Pembahasan
5.2.1. Umur balita yang terbanyak menderita gizi kurang
Dari tabel 5.4. tampak bahwa balita yang paling sering mengalami gizi kurang sebelum pemberian PMT adalah balita
usia 54 bulan. Namun, hal ini dikarenakan ada faktor lain yang
Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010.
menyebabkan usia 54 bulan menjadi yang paling sering mengalami gizi kurang, yakni kedua anak tersebut saudara
kembar.
Sementara itu, 50 dari sampel adalah balita di bawah 3 tahun. Hal ini berbeda dengan data UNICEF 1999, dalam Asta
Qauliyah, 2006 bahwa sepertiga anak yang mengalami kurang gizi berada di bawah usia 3 tahun. Perbedaan ini bisa disebabkan
oleh jumlah sampel yang lebih sedikit dan keberagaman faktor lain yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang yang diteliti
pada penelitian ini.
5.2.2. Status gizi balita setelah pemberian makanan tambahan
Kesepuluh sampel yang diteliti merupakan balita yang menerima dan mengkonsumsi paket PMT secara lengkap. Dari kesepuluh
balita, tujuh orang di antaranya 70 telah mencapai status gizi yang normal, sedangkan tiga orang lainnya 30 masih
berstatus gizi kurang.
Dari pengklasifikasian status gizi balita menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, didapatkan hasil yang sama
dengan klasifikasi status gizi balita menurut status gizi balita menurut berat badan per tinggi badan tabel 5.8. Hal ini
menunjukkan, klasifikasi ini mempertimbangkan keadaan gizi pada masa lalu. Jadi, pengklasifikasian menurut BBTB yang
disarankan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia sangatlah cocok untuk diterapkan sebagai acuan dalam
menentukan status gizi balita.
Klasifikasi status gizi balita menurut berat badan per umur tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk penentuan, karena akan
Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010.
didapati lebih banyak balita dengan gizi kurang bahkan buruk. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Supariasa, Bakri, dan
Fajar 2002. Oleh karena itu, sesuai dengan acuan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, acuan untuk
pengukuran status gizi anak balita yang paling baik adalah berat badan menurut tinggi badan ditambah tanda klinis Depkes RI,
2005. Hal ini dapat dibuktikan dari tabel 5.7, 5.8 dan 5.9.
Secara umum, hasil yang didapatkan setelah PMT pada penelitian ini adalah sejalan dengan penelitian sebelumnya.
Sihadi, Sudjasmin, Suhartato, dan Latifah 2000 meneliti anak gizi buruk yang diberi makanan tambahan selama 6 bulan di
Klinik Gizi Bogor. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 33,1 anak tetap berstatus gizi buruk, 63,9 berstatus gizi kurang,
dan 3 menjadi gizi baik. Sedangkan Linda 2000 di dalam Sihadi Sudjasmin, Suhartato, dan Latifah 2000, meneliti anak
kurang energi protein KEP di bawah dua tahun baduta yang diberi makanan tambahan melalui kegiatan JPS-BK, selama 90
hari dalam 4 bulan di Puskesmas Samalanga, Aceh Utara. Hasilnya setelah 4 bulan, 41 anak KEP tadi menjadi gizi baik.
Muljati 2000 di dalam Sihadi, Sudjasmin, Suhartato, dan Latifah 2000, meneliti efek pemberian 20 gram susu skim per
hari pada anak gizi kurang selama 3 bulan di Bogor. Hasilnya, pada bulan ketiga dapat menaikkan status gizi kurang menjadi
gizi baik sebesar 80,8 .
Pada penelitian ini, didapatkan peningkatan status gizi setelah 90 hari PMT menjadi normal pada 7 orang balita 70 .
Dibandingkan dengan penelitian Sihadi dkk 2000, dari deskripsi hasil penelitian ini menunjukkan PMT pada anak gizi
Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009, 2010.
kurang di Puskesmas Mandala lebih berhasil. Secara spesifik, faktor yang membedakan dua penelitian ini adalah status gizi
awal peserta PMT dan lamanya PMT. Penelitian Sihadi dkk diikuti oleh peserta dengan keadaan gizi awal buruk dan lama
durasinya ialah 6 bulan. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, PMT untuk anak gizi kurang
dilaksanakan selama 90 hari Dinkes Sumut, 2000. Adapun penelitian Linda 2000 hanya dilakukan pada baduta dan
sayangnya tidak disebutkan apa jenis PMTnya. Sedangkan penelitian Muljati 2000 meggunakan susu skim 20 gram per
hari selama 3 bulan. Hasil yang diperoleh adalah 80,8 balita gizi kurang menjadi balita gizi baik. Sementara pada penelitian
ini, perubahan yang diperoleh adalah 70 balita gizi kurang menjadi gizi baik, sedangkan 30 tetap gizi kurang. Hal ini
tidak terlepas dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut WHO 1999 dalam Arisman 2007, riwayat imunisasi,
riwayat bayi berat lahir rendah BBLR, riwayat ASI ekslusif, dan diet yang lazim dapat mempengaruhi keadaan gizi kurang,
seperti yang akan dijelaskan selanjutnya.
5.2.3. Makanan balita yang biasa dimakan sehari-hari