cerevisiae, D. hansenii akan meningkatkan produksi asam asetat, akan tetapi belum banyak diketahui pada jenis yeast yang lain Berry Watson, 1987; Fleet, 1992.
2.4 Fermentasi Alkohol
Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi
pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik. Industri fermentasi dalam pelaksanaan
prosesnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mikrobia, bahan dasar, sifat-sifat proses, pilot-plant, faktor sosial ekonomi Hidayat et al., 2006.
Alkohol dalam sehari-hari disebut dengan etanol. Alkohol industri atau spritus adalah alkohol untuk keperluan industri tidak dikenakan pajak tinggi dan biasa
dicampur dengan methanol dan zat warna metilen biru. Sehingga berwarna untuk menandakan bahwa alkohol itu tidak boleh diminum. Alkohol yang dapat diminum
dikenakan pajak tinggi. Sifat-sifat alkohol : berat molekul 46, kerapatan 0,791 gram ml pada 20°C, titik lebur -117,3°C, titik didih 78,3°C, titik nyala 372°C, batas
keracunan 1000 btj, jenis mutu: kering anhydrous, 95 dan denaturasi Wanto Arief, 1981.
Jamur merupakan mikroba multiseluler yang banyak dimanfaatkan manusia dalam fermentasi. Dalam bidang fermentasi umumnya yang digunakan adalah jamur
yang berbentuk hifa dan dikenal dengan sebutan jamur. Contohnya dalam pembuatan tempe, alkohol, angkak dan kecap. Sedang yang dibudidayakan untuk diambil badan
buahnya dikenal sebagai cendawan, misalnya jamur tiram, jamur merang, jamur kuping dan sebagainya Hidayat et al., 2006.
Di antara mikroorganisme, etanol merupakan produk peragian gula yang paling tersebar luas. Bahkan pada tumbuh-tumbuhan dan banyak fungi pada kondisi
anaerob terjadi penimbunan alkohol etanol. Produsen utama alkohol ialah ragi terutama dari spesies Saccharomyces cereviceae. Ragi seperti juga kebanyakan fungi
merupakan organisme anaerob, dalam lingkungan terisolasi dari semua yang udara,
Universitas Sumatera Utara
organisme ini meragikan karbohidrat menjadi etanol dan karbon dioksida. Juga pada beberapa bakteri anaerob dan anaerob fakultatif, pada peragian heksosa dan pentosa
terjadi alkohol sebagai produk utama atau produk samping. Peragian glukosa menjadi etanol dan karbon dioksida menjadi etanol dan karbon dioksida oleh ragi
Saccharomyces cereviceae terjadi melalui alur fruktosa difosfat. Transformasi piruvat didekarbosilasi menjadi asetaldehida oleh piruvat dekarboksilase dengan
diikutsertakan tiamin pirofosfat, asetaldehida oleh alkohol dehidrogenase direduksi dengan NADH
2
menjadi etanol Schlegel, 1994.
Alkohol merupakan bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu biasanya disebut
dengan bioethanol. Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman
tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioethanol atau gasohol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat memproduksi ethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan
baku proses produksi bio-ethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga
produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk
memproduksi setiap liter ethanolbio-ethanol Kartika, 2000.
Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-gas antara lain CO
2
yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi ethanolbio-ethanol dan aldehid yang perlu dibersihkan. Gas CO
2
pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai 35 persen volume, sehingga untuk memperoleh
ethanolbio-ethanol yang berkualitas baik, ethanolbio-ethanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan washing CO
2
dilakukan dengan menyaring ethanolbio-ethanol yang terikat oleh CO
2
, sehingga dapat diperoleh ethanolbio-ethanol yang bersih dari gas CO
2
. Kadar ethanolbio-ethanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8 sampai 10 persen saja,
sehingga untuk memperoleh ethanol yang proses distilasi. Proses distilasi
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua dengan rectifying column. Definisi kadar alkohol atau ethanolbio-
ethanol dalam persen volume adalah “volume ethanol pada temperatur 15°C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu
Wasito, 1981.
Asam-asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil hidrolisis asam lemak dan juga sebagai hasil aktivitas pertumbuhan bakteri. Penentuan kuantitatif
asam organik pada produk fermentasi adalah penting untuk mempelajari kontribusi bagi aroma sebagian besar produk fermentasi, alasan gizi, dan sebagai indikator
aktivitas bakteri Bevilacqua Califano, 1989. Asam-asam organik juga sering digunakan sebagai acidulants bahan pengasam yang dapat menurunkan pH.
Sehingga pertumbuhan mikroba berbahaya pada produk fermentasi akan terhambat Winarno, 1997.
Pada prinsipnya reaksi dalam proses pembuatan alkohol dengan fermentasi adalah sebagai berikut:
C
6
H
12
O
6
2 C
2
H
2
O
5
+ CO
2
jika digunakan disakarida seperti sakarosa, reaksinya adalah sebagai berikut, reaksi
hidrólisis reaksi fermentasi sama seperti penggunaan monosakarida. C
12
H
22
O
11
+ H
2
O 2 C
6
H
12
O
6
Khamir tidak dapat langsung menfermentasikan pati. Oleh karena itu tahap yang penting adalah proses sakarifikasi, yaitu perubahan pati menjadi maltosa dan glukosa
dengan menggunakan enzim atau asam. Hasil alkohol ditentukan secara langsung dari banyaknya pati yang ada di dalam bahan atau asal isolat Hidayat et al., 2006.
Teknologi fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan dan pengawetan makanan, baik secara konvensional maupun modern, dengan memanfaatkan mikroba
baik langsung maupun tidak langsung. Dalam proses fermentasi, mikroba maupun enzim yang dihasilkan dapat menstimulir flavor yang spesifik, meningkatkan nilai
cerna bahan pangan, menurunkan kandungan antigizi atau bahan lain yang tidak
Universitas Sumatera Utara
dikehendaki, dan dapat menghasilkan produk atau senyawa turunan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain teknologi fermentasi dapat meningkatkan
nilai guna dan nilai sosial ekonomi bahan pangan Neech et al., 1985.
Mikroba tersebar luas di alam, sehingga proses fermentasi dapat terjadi secara alami. Namun, fermentasi alami mempunyai beberapa kelemahan antara lain
prosesnya tidak terkendali sehingga mutu produk yang dihasilkan tidak konstan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan ragi atau starter yang sesuai dengan bahan
dan produk akhir yang diinginkan. Tempe merupakan salah satu produk fermentasi asli Indonesia yang banyak dikembangkan baik oleh peneliti dalam maupun luar
negeri, sehingga dari proses fermentasi alami telah dikembangkan sampai proses modern untuk menghasilkan produk generasi lanjutan Fardiaz, 1986. Sosis dikenal
sebagai produk fermentasi dari Eropa, padahal produk sejenis sosis, yaitu urutan merupakan produk fermentasi daging tradisional asal Bali. Perbaikan mutu dengan
pengendalian proses pengembangan starter serta modifikasi bahan baku untuk memperluas jangkauan konsumen dan pasar telah diteliti antara lain oleh
Hermanianto dan Widowati.
Fermentasi yang terjadi pada gula seperti contohnya: glukosa, fruktosa, sukrosa dan maltosa adalah sebagai reaksi metabolisme kunci dari sebagian besar
yeast apabila dikulturkan dalam media yang kondisinya fakultatif anaerob. Hal ini juga disebabkan karena pada umumnya gula terdapat dalam makanan dan minuman
sehingga pada kondisi yang seperti itu mudah terjadi proses fermentasi oleh yeast Berry Brown, 1987.
2.5 Fermentasi Durian