Pendidikan Kesetaraan Dan Wajib Belajar

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pembentukan komite sekolah pun belum keseluruhannya dilakukan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.

2.3.3 Pendidikan Kesetaraan Dan Wajib Belajar

Pendidikan nasional di Indonesia masih menghadapi tiga tantangan besar yang kompleks. Tantangan pertama, sebaga‟ akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga. Dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhankeadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Selain itu, pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol, yaitu: 1 masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; 2 masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan 3 masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademis. Pendidikan jalur formal sudah banyak dipahami oleh masyarakat, dimana sistem penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara formal seperti yang banyak terlihat di sekitar kita. Namun pendidikan nonformal dan informal atau lebih dikenal dengan Pendidikan Luar Sekolah PLS merupakan jalur pendidikan yang masih banyak belum mendapat pemahaman dan perhatian yang profesional dari pemerintah maupun masyarakat dalam sistem pembangunan nasional. Minimnya pemahaman, baik yang berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan anggaran menyebabkan pemerataan pelayanan PLS bagi masyarakat di berbagai lapisan dan diberbagai daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal. Pentingnya pendidikan nonformal, maka dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 menyebutkan bahwa: a. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, danatau. Pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. b. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. c. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. d. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. e. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, danatau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. f. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pemerintah telah membentuk Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional dengan tugas utama untuk melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang pendidikan kesetaraan. Peran pendidikan kesetaraan sangat strategis dalam rangka memberikan bekal pengetahuan dan program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Mengingat, warga belajar yang dilayani adalah masyarakat yang putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, TKI di luar negeri, calon TKI, masyarakat di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir dengan fasilitas pendidikan belum ada, dan sebagainya, maka pendidikan kesetaraan akan sangat membantu dalam memperoleh pendidikan. Warga belajar yang sangat spesifik demikian, maka kurikulum yang diajarkan juga berbeda dengan pendidikan formal. Misal, program Paket B setara SMPMTs, pembagian bobot muatan substansi kajian pengetahuan adalah 60, dan muatan keterampilan hidup adalah 40. Selain itu, layanan pendidikan kesetaraan, baik bagi masyarakat pedesaan maupun masyarakat miskin di perkotaan tetap mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: 1 perencanaan integratif, 2 memahami budaya setempat, 3 penguasaan bahasa, 4 akses kepada pendidikan dasar yang mengacu kepada keterampilan hidup yang sesuai dengan potensi lokal, budaya, dan sumberdaya.

2.4 Pendidikan Wirausaha