Pengaruh Konversi Lahan Pertanian terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani

BAB VII PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP

TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA PETANI

7.1 Pengaruh Konversi Lahan Pertanian terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani

Lahan pada hakekatnya merupakan aset terpenting bagi petani Desa Candimulyo karena merupakan sumber mata pencaharian utama bagi petani tersebut. Namun, ketika lahan ini kemudian dikonversi fungsinya ke penggunaan nonpertanian, logikanya sumber matapencaharian bagi petani tersebut juga turut terkonversi dari pertanian ke non pertanian. Di desa Candimulyo, banyak petani terutama petani berlahan sempit yang telah mengkonversikan lahannya menjadi tambang pasir dan batu, dengan alasan meningkatkan kesejahteraan mereka. Tingkat kesejahteraan welfare merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada satu kurun waktu tertentu. Menurut Yosep seperti yang dikutip Maharani 2006, kesejahteraan itu bersifat luas yang dapat diterapkan pada skala sosial besar dan kecil misalnya keluarga dan individu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu belum tentu dapat juga dikatakan sejahtera bagi orang lain. Masyarakat Desa Candimulyo mendefinisikan makna sejahtera dalam sebuah rumahtangga yaitu rumahtangga yang telah berhasil memenuhi kebutuhan sehari-hari primer seluruh anggotanya kebutuhan sandang, pangan, papan baik pada hari tersebut maupun untuk hari-hari berikutnya serta kebutuhan penunjang sekunder misalnya pendidikan, kendaraan, dan perabotan rumah. Masyarakat akhirnya menentukan indikator kesejahteraan sebuah rumahtangga berdasarkan definisi tersebut yaitu, sebuah rumahtangga dapat dikatakan sejahtera apabila pendapatan rumahtangganya telah dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam hal sandang, papan, dan pangan, memiliki kendaraan bermotor, serta mampu menyekolahkan anaknya. Sebaliknya, salah seorang tokoh masyarakat berpendapat bahwa kesejahteraan sebuah rumahtangga tidak hanya dapat diukur dari unsur materi saja. Tetapi juga ada unsur rohani yang harus diperhitungkan. Berikut penjelasan tokoh masyarakat tersebut, sebut saja Ustaz Isman, 49 tahun, terkait masalah ini: “ Bagi saya, kesejahteraan itu bukanlah memiliki kekayaan harta semata, tetapi lebih kepada ketenangan batin. Memang sih, kebanyakan warga desa ini menganggap bahwa, sejahtera itu berarti bisa hidup serba mencukupi. Tapi, kadang-kadang manusia itu kan tidak pernah merasa puas dengan apa yang didapatnya. Berarti dia belum mensyukuri apa yang didapatkannya. Nah, menurut saya, ini bukanlah tergolong sejahtera. Kalo menurut saya, sejahtera itu adalah merasa cukup dengan apa yang didapatkannya walaupun hanya sedikit yang didapatkannya.” Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, kesejahteraan dapat diukur dengan indikator materi. Mereka beranggapan bahwa, ketenangan batin yang dimaksud Ustaz Isman dapat terwujud ketika kebutuhan jasmani dan materi telah tercukupi. Oleh karena itu, kebanyakan masyarakat Desa Candimulyo, khususnya petani giat membanting tulang demi memenuhi tuntutan kesejahteraan. Walau bagaimanapun, mereka tidak bisa berbuat banyak karena hanya lahan-lahan sempit itulah kunci kesejahteraan mereka. Dengan demikian, mereka mencoba ingin mengubah nasib mereka dengan mengubah pula fungsi lahan mereka dari penggunaan di bidang pertanian menjadi tambang pasir dan batu. Minimnya penghasilan yang didapat dari bercocok tanam akhirnya membuat para petani pemilik lahan terutama lahan sempit berinisiatif mengubah fungsi lahan pertanian mereka menjadi pertambangan pasir dan batu. Menurut warga sekitar pertambangan, penggalian itu sudah mulai terjadi sejak tujuh tahun silam yang berawal dari seorang petani yang tidak sengaja menemukan pasir dan batu di lahannya pada saat sedang mencakul. Petani tersebut terus mencangkul ke dalam, dan semakin banyak pasir yang muncul. Akhirnya, petani tersebut berinisiatif untuk menjual pasir tersebut ke pengusaha bahan bangunan. Melihat hasil yang memuaskan, dia terus melakukan hal yang sama dari tahun ke tahun. Kini petani tersebut, sebut saja Pak Supyan, menjadi seorang yang kaya raya dengan penghasilannya yang milliaran. Berikut penjelasan seorang warga yang mengetahui keadaan petani tersebut Pak Ahmad Sujadi, 51 tahun: “Sebenarnya, penggalian pasir dan batu ini berawal dari Pak Supyan. Dulu dia orang yang nggak punya apa-apa miskin. Punya lahan pun nggak nyampe seribu meter. Udah gitu, jumlah tanggungannya banyak pula. Sepertinya buat nyukupin kebutuhan sehari-hari saja kurang. Tapi sekarang, dia sudah bisa dibilang menjadi orang yang paling kaya di desa ini. Gimana nggak, penghasilan dari galian pasir di lahannya sehari saja bisa buat nyukupin kebutuhan keluarga untuk seminggu. Melihat Keuntungan yang didapat Pak Supyan, petani-petani terutama yang lahannya sempit mencoba-coba mencangkul lahannya dengan harapan ada pasirnya.” Fenomena penggalian pasir dan batu di lahan pertanian yang telah terjadi lebih dari tujuh tahun silam ini pada akhirnya memberi perubahan yang signifikan pada petani khususnya dilihat dari aspek sosial ekonomi. Dilihat dari sisi ekonomi, perubahan tersebut terlihat dari sikap konsumtif masyarakat. Petani yang awalnya mangalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, setelah mengkonversi lahan dapat memenuhi kebutuhan sekunder seperti kendaraan dan perabotan rumah. Kini, para pemilik tanah yang dikonversi tersebut tidak lagi berjalan kaki untuk menuju ke lahan mereka melainkan mengendarai sepeda motor yang mereka beli dari hasil galian pasir dan batu tersebut. Anak-anak usia sekolah yang awalnya terlantar karena penghasilan orang tuanya sebagai petani tidak mampu untuk membiayai pendidikan mereka, kini mereka bisa mengenyam pendidikan layaknya anak-anak mampu lainnya. Memiliki telepon seluler sudah menjadi hal biasa bagi petani-petani ini. Selain itu, masalah pengangguran yang sering diperdebatkan kini sedikit teratasi dengan adanya pertambangan pasir dan batu ini. Banyak anak muda yang tadinya malas untuk ke kebun atau sawah, kini banyak yang berminat menjadi buruh pertambangan. Tidak saja anak usia remaja, bahkan ada juga anak-anak usia SD ikut menjadi buruh pertambangan ini. Anak-anak yang hanya luntang-lantung karena tidak sekolah, kini turut bergabung mengadu nasib di pertambangan ini. Jika dilihat dari aspek sosial, perubahan terlihat pada interaksi antar sesama masyarakat terutama masyarakat petani. Awalnya, para petani sering mengeluh dengan sikap sebagian masyarakat yang menurut mereka kurang bermoral. Hal ini karena, hasil panen yang mereka tinggalkan untuk dijemur di lahan mereka dalam beberapa hari seringkali hilang. Dengan demikian, para petani ini terpaksa menginap di lahan untuk menjaga hasil panen mereka. Namun setelah adanya pertambangan ini, tidak ada lagi keluhan dari para petani tentang kehilangan hasil panen mereka. Sekarang mereka sudah lebih tenang walaupun meninggalkan hasil panen mereka selama beberapa hari. “ Saya merasa senang sejak adanya galian pasir dan batu ini. Dulu waktu belum ada galian ini, paling nggak kalo habis panen, saya harus nginep di lahan saya selama tiga hari. Soalnya hasil panen saya sering hilang. Kadang jagung 10 karung tinggal delapan karung. Saya curiga, pasti yang mencuri tetep orang-orang sini yang pada nganggur. Tapi sekarang mau ditinggal seminggu juga aman.” Pak Warsidi, 58 tahun Perubahan-perubahan ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Candimulyo terutama petani yang mengkonversi lahan semakin baik. Penjelasan di atas dapat membuktikan hipotesis penelitian ini bahwa ada hubungan yang nyata antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani. Hal ini karena, para petani yang telah mengkonversi lahan pada umumnya telah berhasil memperbaiki tingkat kesejahteraan mereka jika dilihat dari aspek ekonomi dan sosial. Dengan demikian, pada kasus konversi lahan di Desa Candimulyo ini, tingkat kesejahteraan rumahtangga petani dipengaruhi oleh pengubahan fungsi lahan pertanian mereka menjadi tambang pasir dan batu khususnya bagi para petani berlahan sempit. Nilai hubungan tersebut dapat dibuktikan melalui perhitungan statistik. Untuk menguji hubungan antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani dengan perhitungan statistik, digunakan indikator kesejahteraan menurut masyarakat setempat mengingat sulitnya memperoleh data terkait pola konsumsi rumahtangga. Dari hasil survei pada 30 responden, nilai hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Petani yang Mengkonversi Lahan dan Tingkat Kesejahteraan Tingkat Kesejahteraan Konversi Lahan Sejahtera Tidak Sejahtera Total Konversi 8 8 Tidak Konversi 7 15 22 Total 15 15 30 Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani. Dapat dilihat pada tabel bahwa, dari delapan petani yang mengkonversi lahan, semuanya tergolong sejahtera. Sedangkan dari 22 petani yang tidak mengkonversi lahan, hanya tujuh petani yang tergolong sejahtera. Kita dapat melihat bahwa tidak ada satupun petani yang telah mengkonversikan lahannya yang tergolong tidak sejahtera. Analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis chi-square. Analisis chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0.001 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 α = 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa, pada kasus konversi lahan di desa ini, petani akan lebih sejahtera apabila mereka mengkonversikan lahan mereka menjadi pertambangan pasir dan batu. Hal ini karena, jika dilihat dari perspektif ekonomi, hasil dari penggalian pasir dan batu tersebut selain tidak membutuhkan biaya yang banyak, tetapi juga lebih menguntungkan. Hasil tersebut juga dapat dirasakan setiap harinya. Sedangkan untuk kegiatan pertanian, selain harus mengeluarkan biaya yang besar, hasilnya hanya dapat dirasakan setelah menunggu masa panen yang paling tidak tiga sampai empat bulan sekali. Sekarang kalau lahan itu ditanami jagung atau tembakau, sulit dijadikan sandaran untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Panen tembakau belum tentu ada hasilnya, itu pun setahun sekali. Panen jagung hanya cukup untuk makan sehari-hari, kadang kurang, Namun, bila lahan itu dijadikan pertambangan pasir dan batu, hanya duduk saja para petani ini bisa mengeruk keuntungan Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per hari. Pak Warisman, 30 tahun Hasil survei yang menunjukkan bahwa konversi lahan yang dilakukan di Desa Candimulyo meningkatkan kesejahteraan petani sedikit dipaparkan pada Tabel 15. Tabel 15. Contoh Hasil Survei terhadap Responden tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konversi Lahan dan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani Konversi Tingkat Kesejahteraan No Nama Usia Pendi- dikan Jumlah Tang- gungan Luas Lahan ha Tingkat Keter- gantungan ya tidak Sejahtera Tidak sejahtera 1 Hermanto 35 Tidak Sekolah 6 0.13 tinggi √ √ 2 Ismail 48 Tamat SD 4 0.25 tinggi √ √ 3 Muhalim 52 Tamat SD 5 0.25 tinggi √ √ 4 Kusbari 32 Tidak Sekolah 5 0.15 tinggi √ √ 5 Sakurman 42 Tamat SD 4 0.15 rendah √ √ 6 Komar 45 Tidak Sekolah 4 0.5 tinggi √ √ 7 Witnyo 43 Tidak Sekolah 4 0.25 tinggi √ √ 8 Ashuri 54 Tamat SD 2 2 tinggi √ √ 9 Sodiqin 38 Tidak Sekolah 4 0.1 tinggi √ √ 10 Muhyanto 45 Tidak Tamat SD 4 0.07 tinggi √ √ 11 Wiyatmo 48 Tamat SD 5 0.5 tinggi √ √ 12 Sukardi 48 Tidak Sekolah 4 0.25 tinggi √ √ 13 Moh. Isman 49 Tamat SD 3 0.5 tinggi √ √ 14 Warisman 30 Tamat SD 6 0.25 tinggi √ √

7.2 Dampak Konversi Lahan di Desa Candimulyo.