Di Desa Candimulyo, suatu hal yang menjadi ukuran ekonomi dan kebanggaan penduduk adalah rumah, lahan, dan kendaraan. Kesadaran untuk
investasi terhadap pendidikan bagi anak-anaknya masih belum membudaya. Kondisi rumah di Desa Candimulyo secara keseluruhan cukup bagus, dengan
artian, sudah tidak terlalu banyak penduduk yang rumahnya berlantai tanah dan berdinding anyaman. Umumnya yang bekerja adalah kepala rumahtangga. Tiap
kepala rumahtangga menanggung empat sampai delapan orang. Kondisi rumahtangga yang tidak mampu akan mendorong tenaga kerja dari pihak istri dan
anak-anak untuk mencari uang. Tinggi rendahnya taraf hidup sebuah rumahtangga ditentukan oleh
pendapatan perkapita rumahtangga tersebut. Namun, mengingat sulitnya memperoleh data pendapatan rumahtangga secara akurat, masyarakat
menggolongkan taraf hidup mereka berdasarkan indikator kesejahteraan yang dibuat mereka sendiri. Sebuah rumahtangga dapat dikatakan sejahtera apabila
dalam rumahtangga tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari,
memiliki kendaraan bermotor, serta mampu menyekolahkan anak-anak mereka.
4.4 Masalah Utama
Desa Candimulyo yang masyoritas penduduknya bermata pencaharian petani ini pada kenyataannya memiliki masalah yang sudah lama belum
terpecahkan. Pertama, terkait sulitnya pemasaran produk pertanian mereka. Misalnya, pada musim tanam harga produk pertanian melambung sehingga
banyak petani yang bermimpi akan menjadi kaya setelah menjual hasil panen mereka. Tetapi yang terjadi tidak demikian. Harga produk-produk pertanian
tersebut jatuh seketika saat musim panen tiba. Mau tidak mau, para petani harus tetap menjual hasil panen mereka walaupun dengan rasa kekesalan.
Permainan harga pasar pada hakekatnya sudah mulai menyiutkan semangat para petani ini untuk tetap mengadu nasib di bidang pertanian. Banyak
petani yang mengeluh, mengesalkan peran pemerintah daerah yang konon menjunjung tinggi pengembangan pertanian di Kabupaten Wonosobo. Namun,
jika pertanian ditinggalkan, mereka merasa tidak mampu untuk tetap hidup tanpa dukungan pertanian tersebut karena bagi mereka, pertanian inilah yang telah
berjasa menghidupi mereka sejak turun-temurun sehingga beralih di bidang yang tidak mereka kuasai belum tentu dapat memperbaiki keadaan ini.
Kedua, masalah kelangkaan saprotan terutama pupuk urea. Harga pasar
pertanian yang tidak mendukung sudah cukup membuat para petani menderita. Kini ditambah lagi dengan masalah pengadaan saprotan. Keluhan terhadap harga
pupuk yang mahal sudah biasa terdengar oleh petani-petani pada umumnya. Tetapi para petani khususnya di Desa Candimulyo semakin berteriak karena
sulitnya mendapatkan pupuk tersebut.
“Saya bingung gimana maksud pemerintah. Ngomongnya saja program utama mereka pengembangan pertanian di Wonosobo, tapi nyatanya kami mau nyari
pupuk saja susah. Bukan masalah harganya saja, Mending kalo mahal saja, mungkin kami tetep ngusahain uang untuk membeli, tapi ini sudah harganya mahal,
pas dicari pun barangnya nggak ada. Gimana petani-petani di sini nggak pada stress? Satu hal lagi yang kami harapkan sebenarnya masalah pasar pertanian. Saya
makin nggak ngerti saja. Misalnya nih, saya lagi nanam kubis, harga kubis waktu itu lagi mahal. Petani-petani lain juga nanam kubis. Kita sudah ngrawat dengan
baik sehingga hasil panennya pun baik. Namun pas masa panen, harganya tiba-tiba jatuh.Ya petani mau nggak mau tetep harus menjual hasil penennya juga walaupun
rugi kalo dihitung-hitung.”
Keluhan petani ini membuktikan bahwa, pertanian di Desa Candimulyo semakin terancam. Banyak yang mengeluh dengan sistem pemerintahan sekarang.
Mereka berpendapat bahwa, pemerintah daerah yang konon menjunjung tinggi
pengembangan pertanian di Wonosobo, namun pada kenyataannya hanya kebijakan demi kebijakan yang diagung-agungkan, bukan implementasi. Para
petani merasa tertindas dan tidak dipedulikan. Dengan ketidakpedulian ini, pertanian akhir-akhir ini semakin ditinggalkan oleh sebagian petani di Desa
Candimulyo yang ditunjukkan dengan maraknya konversi lahan pertanian di Desa ini menjadi pertambangan pasir dan batu.
4.5 Ikhtisar