Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

25 Daerah penangkapan untuk alat tangkap bubu dijelaskan oleh Matrasuganda 2003 adalah untuk ikan demersal pada umumnya yang harus selalu mempertimbangkan faktor oseanografi, kelimpahan plankton dan faktor lainnya yang berhubungan. Penentuan daerah penangkapan untuk mengoperasikan bubu boleh dikatakan sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh faktor oseanografi, sehingga dalam menentukan daerah penangkapan tidak terlalu rumit. Hal terpenting dalam menentukan daerah penangkapan adalah diketahuinya keberadaan ikan dasar, rajungan atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Keberadaan ikan dasar, rajungan atau udang bisa dideteksi dengan fish fineder , berdasarkan kepada data hasil tangkapan sebelumnya di suatu lokasi atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait maupun berdasarkan pada catatan mengenai keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah penangkapan.

2.4 Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan utama untuk alat tangkap bubu lipat wadong dan jaring kejer adalah rajungan Portunnus sp, namun pada kenyataannya tertangkap beberapa jenis ikan dasar demersal lain, baik yang hidup di perairan pantai, lepas pantai maupun yang hidup diperairan laut dalam. Hasil tangkapan yang umumnya dijadikan target tangkapan bubu adalah ikan dasar, udang Penaeus sp, rajungan Portunnus pelagicus, keong Babylonia sp, cumi-cumi Loligo sp atau gurita Octopus sp baik yang hidup di perairan pantai, lepas pantai maupun yang hidup di perairan laut dalam Martasuganda, 2003.

2.5 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha perubahan dari suatu yang dinilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik ataupun dari suatu yang sudah baik menjadi lebih baik. Dengan kata lain pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Usaha perikanan tangkap adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan dengan maupun tanpa alat 26 tangkap, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk menampung, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah, dan mengawetkan Alhidayat, 2002. Menurut Bahari 1989, pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Untuk menerapkan teknologi yang lebih baik, dapat dilakukan seleksi teknologi yang meliputi aspek “bio-tecnico-socio- economic”. Menurut Haluan dan Nurani 1988, dan empat aspek yang yang harus dipenuhi suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu 1 Secara biologi tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberdaya; 2 Secara teknis efektif digunakan; 3 Secara sosial dapat diterima oleh nelayan dan 4 Secara ekonomi bersifat menguntungkan. Satu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu adanya izin dari pemerintah kebijakan atau peraturan pemerintah. Menurut Kesteven 1973 pengembangan usaha perikanan harus mempertimbangkan aspek–aspek bio-technico-socio-economic-approach. Oleh karena itu ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan suatu jenis alat tangkap ikan, yaitu : 1. Aspek biologi, alat tangkap tersebut tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberadaya. 2. Aspek teknis, alat tangkap yang digunakan efektif untuk menangkap ikan. 3. Aspek sosial, dapat diterima oleh masyarakat nelayan. 4. Aspek ekonomi, usaha tersebut bersifat menguntungkan. Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka menurut Monintja 1987, teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja, dengan pendapatan per nelayan memadai. Selanjutnya menurut Monintja 1987, dalam kaitannya dengan penyediaan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktifitas unit serta produktifitas nelayan pertahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara biologis dan ekonomis. 27 Pengembangan usaha perikanan tangkap di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan, seperti yang tergambar dari misi Departemen Kelautan dan Perikanan. Berikut syarat-syarat pengembangan usaha perikanan tangkap : 1. Meningkatkan kesejahteraan nelayan; 2. Meningkatkan jumlah produksi dalam rangka penyediaan sumber protein hewani; 3. Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang biasa diekspor; 4. Menciptakan lapangan kerja; 5. Tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Intensifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik–teknik yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu lainnya yang disesuaikan dengan kondisi masing–masing tempat. Namun, tidak semua moderenisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi, demikian pula bila tercapai peningkatan produksi, belum tentu menghasilkan peningkatan pendapatan bersih net income nelayan. Oleh karena itu, penggunaan teknik–teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang meyakinkan Wisudo et al., 1996. Upaya pengelolaaan dan pengembangan perikanan laut di masa datang memang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun dengan pemanfaatan IPTEK, akan mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial budaya dan ekonomi Barus et al., 1991. Kusumastanto 1984 diacu dalam Ihsan 2000, mengemukakan bahwa hal– hal yang perlu dipertimbangkan dalam rencana pengembangan perikanan tangkap adalah : 1 Adanya musim penangkapan ikan yang berbeda sepanjang tahun 2 Adanya beberapa jenis perikanan tangkap dengan mengkombinasikannya dengan alat tangkap lain 28 3 Adanya tingkat teknologi tertentu untuk setiap jenis usaha perikanan tangkap 4 Adanya harga korbanan dan harga hasil tangkapan dari setiap jenis perikanan tangkap 5 Terbatasnya trip penangkapan yang dapat dilakukan setiap tahunnya 6 Terbatasnya kemampuan nelayan untuk membiayai usahanya dan melakukan investasi dalam unit perikanan tangkap yang dilakukan 7 Terbatasnya tenaga kerja yang mengoperasikan unit penangkapan yang diusahakan. 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Dokumen yang terkait

Studi Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Unit Penangkapan Gillnet (Studi Kasus pada Nelayan Pemilik Unit Penangkapan Gillnet di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat)

1 6 278

Pengaruh Lama Perendaman {Soaking Time) Jaring Kejer Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Gebang Mekar, Cirebon

0 7 94

Implikasi Penerapan Sistem HACCP terhadap Status Usaha Pengrnahan Hasil Perikanan Skala Kecil dan Rumah tangga (Kasus Usaha Pengolahan Rajungan di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat)

0 23 187

Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Legal Minimum Size Rajungan (Portunus pelagicus) terhadap Nelayan Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon

1 17 222

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

0 3 46

Teknologi Penangkapan Pilihan untuk Perikanan Rajungan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon

10 42 120

Selektivitas Jaring Kejer dengan Mesh Size Berbeda Terhadap Rajungan (Portunus pelagicus) Hasil Tangkapan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon.

0 0 1

Analisis Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Rajungan (Portunus pelagicus) di desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon.

1 2 1

Karakteristik Rajungan (Portunus pelagicus) Hasil Tangkapan Jaring Kejer Pada Kedalaman Berbeda Di Perairan Gebang Kabupaten Cirebon.

0 0 1

Karakteristik Biota Hasil Sampingan Alat Tangkap Garok Rajungan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon dan Losari Kabupaten Brebes.

0 0 1