Gambaran Keuangan Daerah Pra Otonomi dan Pasca Otonomi

perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan kekayaan daerah. b. Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut akan menurunkan kekayaan daerah.

b. Gambaran Keuangan Daerah Pra Otonomi dan Pasca Otonomi

Manajemen atau pengelolaan keuangan daerah di era sebelum otonomi dilaksanakan terutama dengan berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah. Pengertian daerah menurut Undang-undang ini adalah ”Tingkat I, yaitu propinsi dan daerah tingkat II, yaitu kabupaten atau kotamadya”. Disamping itu ada beberapa peraturan yang lain yang menjadi dasar pelaksanaan menajemen keuangan daerah pada era sebelum otonomi. Peraturan-peraturan tersebut sebagaimana dikutip Halim 2007:2 antara lain : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. 3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-009 Tahun 1989 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah. 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD. 5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 6. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan APBD. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, dapat disimpulkan beberapa ciri pengelolaan keuangan daerah di era sebelum otonomi, antara lain Halim, 2007:2 1. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD Pasal 13 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975. Artinya, tidak terdapat pemisahan secara konkret antara eksekutif dan legislatif. 2. Perhitungan APBD berdiri sendiri, terpisah dari pertanggungjawaban Kepala Daerah Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975. 3. Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas: a. Perhitungan APBD b. Nota Perhitungan APBD c. Perhitungan Kas dan Pencocokan antara Sisa Kas dan Sisa Perhitungan dilengkapi dengan lampiran Ringkasan Pendapatan dan Belanja Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 dan Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999. 4. Pinjaman, baik pinjaman PEMDA maupun pinjaman BUMD diperhitungkan sebagai pendapatan pemerintah daerah, yang dalam struktur APBD menurut Kepmendagri No. 903-057 Tahun 1988 tentang Penyempurnaan Bentuk dan Susunan Anggaran Pendapatan Daerah masuk dalam pos penerimaan pembangunan. 5. Unsur-unsur yang terlibat dalam penyusunan APBD adalah Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD saja, belum melibatkan masyarakat. 6. Indikator kinerja Pemerintah Daerah mencakup: a. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya. b. Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya. c. Target dan persentase fisik proyek yang tercantum dalam penjabaran Perhitungan APBD Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, Penyusunan Perhitungan APBD. 7. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan Perhitungan APBD baik yang dibahas DPRD maupun yang tidak dibahas DPRD tidak mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa orde baru sebelum otonomi daerah didasarkan pada UU. No. 5 Universitas Sumatera Utara Tahun 1974. Disamping mengatur pemerintahan daerah, undang-undang tersebut juga menjelaskan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang dimilikinya, pemerintah daerah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayaan, dimana menurut undang-undang ini sumber pembiayaan daerah sangat didominasi oleh bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Sumber pembiayaan pemerintah daerah menurut UU. No. 5 Tahun 1974 pasal 55 terdiri dari 3 komponen besar yaitu Munir, dkk, 2004:45 1. Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi: a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil perusahaan daerah BUMD d. Lain-lain hasil usaha daerah yang sah. 2. Pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat, meliputi: a. Sumbangan dari pemerintah b. Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah Tingkat II Kabupaten atau Kodya, disamping mendapat bantuan dari pemerintah pusat juga mendapat limpahan dari Pemda Tingkat I Propinsi. Meskipun bisa jadi limpahan dana dari propinsi tersebut juga berasal dari pemerintah pusat Universitas Sumatera Utara lewat APBN. Berbagai penelitian empiris yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa dari ketiga sumber pendapatan daerah tersebut diatas, peranan dari pendapatan yang berasal dari pusat sangat dominan. Dengan semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah mengeluarkan satu paket Undang-undang otonomi daerah, yaitu Undang- undang No. 22 Tahun 1999 saat ini telah diganti dengan Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undnag N0. 25 Tahun 1999 saat ini telah diganti dengan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 22 perlu dibarengi dengan pelimpahan keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 25. Setelah keluarnya kedua undang-undang tersebut, pemerintah juga mengeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan. Beberapa peraturan pelaksanaan antara lain Halim, 2007:3 1. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. 5. Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Tanggal 17 November 2000 Nomor 9032735SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001. 6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, serta Penyusunan Perhitungan APBD. 7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Universitas Sumatera Utara 8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, manajemen keuangan daerah di era otonomi daerah memiliki karakteristik yang berbeda dari pengelolaan keuangan daerah sebelum otonomi daerah. Karakteristik tersebut antara lain Halim, 2007:4 1. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten. Istilah Pemerintah Daerah Tingkat I dan II, juga Kotamadya tidak lagi digunakan. 2. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat lainnya. Pemerintah Daerah ini adalah badan eksekutif, sedang badan legislatif di daerah adalah DPRD pasal 14 UU No.22 Tahun 1999. Oleh karena itu, terdapat pemisahan yang nyata antara legislatif dan eksekutif. 3. Perhitungan APBD menjadi satu laporan dengan Pertanggungjawaban Kepala Daerah pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000. 4. Bentuk Laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri dari atas: a. Laporan Perhitungan APBD b. Nota Perhitungan APBD c. Laporan Aliran Kas d. Neraca Daerah dilengkapi dengan penilaian berdasarkan tolak ukur Renstra pasal 38 PP Nomor 105 Tahun 2000. 5. Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalam pos Pendapatan yang menunjukakn hak Pemerintah Daerah, tetapi masuk dalam pos Penerimaan yang belum tentu menjadi hak Pemerintah Daerah. 6. Masyarakat termasuk dalam unsur-unsur penyusuan APBD disamping Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD. 7. Indikator kinerja Pemerintah Daerah tidak hanya mencakup: a. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya b. Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya c. Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliputi standar pelayanan yang diharapkan. 8. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya Laporan Perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD. 9. Digunakannya akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Universitas Sumatera Utara Dengan telah digantikannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, maka berbagai peraturan pemerintah dan peraturan lain dibawahnya perlu disesuaikan lagi. Atas dasar itu maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. 1. Pendapatan Daerah bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan. 2. Pembiayaan bersumber dari: a. Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah; b. Penerimaan Pinjaman daerah; c. Dana cadangan daerah; dan d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Universitas Sumatera Utara PAD bersumber dari pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Sedangkan lain-lain PAD yang sah meliputi: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa giro; c. Pendapatan bunga; d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;dan e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh daerah. Bagi Propinsi NAD, dengan mengacu pada UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, maka penerimaan daerah berasal dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; c. Dana Otonomi Khusus d. Lain-lain pendapatan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah PAD Aceh dan PAD kabupatenkota se Aceh terdiri atas: a. Pajak daerah b. Retribusi daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan milik Acehkabupatenkota dan hasil penyertaan modal Acehkabupaten kota Universitas Sumatera Utara d. Zakat e. Lain-lain pendapatan asli Aceh dan pendapatan asli kabupatenkota yang sah. Dana perimbangan sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil pajak. b. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain. c. Dana Alokasi Umum. d. Dana Alokasi Khusus. Selain Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud diatas, Pemerintah Aceh mendapat tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi yang merupakan bagian dari penerimaan Pemerintah Aceh, yaitu: Beberapa karakteristik pengelolaan belanja daerah di era otonomi daerah dengan alat pengatur berupa regulasi tersebut di atas dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Pengeluaran rutin terdiri dari belanja administrasi umum, dan belanja operasi dan pemeliharaan. b. Belanja pembangunan merupakan belanja yang dialokasikan untuk membiayai pekerjaan fisik dan disebut sebagai belanja modal. c. Selain belanja dimaksud terdapat belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang terbentuk dari pengeluran tidak termasuk bagian lain dan bantuan keuangan sebelum otonomi daerah serta Universitas Sumatera Utara pengeluaran tidak tersangka dengan istilah dan maksud yang sama seperti sebelum otonomi daerah. d. Pembiayaan belanja rutin didanai dari kemampuan PAD, dan belanja pembangunan didanai dari dana perimbangan bagi hasil pajak dan bukan pajak.

4. Kinerja Keuangan Daerah