Filum Platyhelmintes
3. Filum Platyhelmintes
Plathyhelminthes meliputi kelompok cacing yang tubuhnya pipih dan relatif sederhana dibandingkan filum cacing yang lain.
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak, dan epidermisnya bersilia. Tubuhnya bersifat tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (aselomata). Hidup di air tawar, air laut, dan tanah lembab, beberapa jenis bersifat parasit pada hewan dan manusia. Cacing yang bersifat parasit mempunyai lapisan kutikula dan alat pengisap yang dapat disertai dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Hewan ini menggunakan seluruh permukaan tubuh untuk melakukan pertukaran gas antara tubuh dan lingkungan secara difusi. Sistem pencernaan belum sempurna, yaitu terdapat mulut, rongga pencernaan, namun tidak memiliki anus. Sistem ekskresi pada cacing pipih terdiri atas dua saluran
Gambar 8.13 Cacing hati, salah satu jenis Platyhelminthes.
ekskresi yang memanjang bermuara ke pori-pori yang letaknya
berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran ekskresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell). Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglion dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk saraf tangga tali yang memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabang- cabang ke seluruh tubuh.
Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2006
Cacing pipih dapat melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan memutuskan sebagian anggota tubuh. Sedangkan reproduksi seksual dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hemafrodit.
Platyhelminthes dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria (cacing bersilia), Trematoda (cacing pipih), dan Cestroda (cacing isap).
a. Kelas Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki bentuk tubuh pipih dan memiliki silia (bulu getar). Biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut, atau tempat lembab dan jarang yang bersifat parasit. Beberapa jenis memiliki dua mata dan tanpa alat hisap. Hewan ini mempunyai kemampuan regenerasi yang besar, yaitu dari setiap potongan tubuhnya dapat tumbuh menjadi individu baru.
Contoh Turbellaria antara lain Planaria yang berukuran 0,5 – 1,0 cm dan Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam hari. Planaria mempunyai kepala berbentuk segitiga. Pada kepala terdapat
dua bintik mata yang dapat membedakan intensitas cahaya.
Gambar 8.14 Planaria, salah satu
jenis Turbellaria.
Permukaan tubuh Planaria bersilia dan di tengah-tengah
Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2006
bagian tubuh terdapat mulut yang dilekngkapi dengan
Biologi SMA dan MA Kelas X Biologi SMA dan MA Kelas X
mulut, faring, dan usus yang bercabang 3 yakni satu cabang saluran pencernaan ke arah anterior dan 2 cabang ke bagian samping tubuh.
Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga sisa
faring
makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut.
mulut
Planaria sering dimanfaatkan sebagai pakan ikan.
Gambar 8.15 Sistem pencernaan pada
b. Kelas Trematoda
Planaria.
Sumber: Semua anggota Trematoda hidup sebagai parasit pada Microsoft Encarta, 2006 Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada ikan) maupun
sebagai endoparasit. Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung anterior terdapat mulut dengan alat pengisap (sucker) yang dilengkapi kait sehingga disebut cacing isap. Trematoda bersifat hemafrodit. Contoh hewan Trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing hati, parasit pada hati domba), Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi), Chlonorchis sinensis (cacing hati, parasit pada manusia), Schistosoma mansoni (cacing darah), dan Paragonimus westermani (parasit pada paru-paru manusia, kucing, anjing, dan babi).
Daur hidup cacing hati (Fasciola hepatica) adalah sebagai berikut. Cacing dewasa bertelur di dalam saluran atau kantong empedu sapi atau domba. Telur masuk ke saluran pencernaan dan keluar dari tubuh bersama feses. Bila mencapai tempat basah, telur kemudian menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularis- rubigranosa ).
1) Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokis dan berada di dalam tubuh siput selama lebih kurang 2 minggu.
2) Sporokis berkembang menjadi larva yang disebut redia.
3) Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berekor yang disebut serkaria. Serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
4) Larva kemudian menempel pada rumput dan Gambar 8.16 Schistosoma mansoni melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. salah satu jenis cacing
Trematoda.
Metaserkaria membungkus diri membentuk kista yang Sumber: Microsoft Encarta, 2006 dapat bertahan dalam waktu yang lama dengan tetap menempel pada rumput atau tumbuhan air.
5) Apabila rumput tersebut termakan oleh sapi atau domba, kista pecah dan metaserkaria dapat menembus dinding usus menuju ke dalam hati, saluran empedu, dan menjadi setelah beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.
Kingdom Animalia
Cacing pita memiliki tubuh yang pipih dan dilindungi lapisan kutikula, panjangnya mencapai 2 – 3 m yang terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala dilengkapi alat pengisap berjumlah dua atau lebih. Setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar. Setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus
Gambar 8.17 Taenia saginata jenis
Vertebrata, oleh karena itu tidak mempunyai alat pencernaan.
cacing Cestoda yang
Sistem eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir
bersifat parasit.
dengan sel api. Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing
Sumber:
Ilmu Pengetahuan Populer, 2005
hati, tetapi kurang berkembang. Contoh Cestoda yaitu Taenia saginata (parasit dalam usus manusia), Taenia solium (parasit dalam usus manusia), Choanotaenia infudibulum (parasit dalam usus ayam), Echinococcus granulosus (parasit dalam usus anjing), dan Diphyllobothrium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa).
Daur hidup Taenia saginata dimulai dari dalam usus manusia yang terdapat proglotid masak yaitu segmen cacing yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio). Telur ini kemudian keluar bersama feses. Bila telur termakan sapi dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster. Larva kemudian menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limpa, menuju ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut sistiserkus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut sistiserkus. Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi mentah atau setengah
larva terdapat dalam otot membentuk sisteserkus
daging sapi berisi larva cacing
matang. Dinding sistiserkus akan dicerna di lambung sehing-
ga larva dibebaskan. Larva menempel pada usus manusia dengan menggunakan skoleks. Larva kemudian tumbuh
larva dalam pembuluh darah
kait
membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur.
kepala kait
Perhatikan daur hidup Taenia saginata pada Gambar 8.18.
alat hisap
Taenia solium mirip dengan Taenia saginata, bedanya adalah
proglotid
skoleks pada Taenia saginata mempunyai alat pengisap tanpa
usus sapi
larva onkosfer
kait dan inang perantaranya adalah sapi, sedangkan Taenia solium memiliki skoleks dilengkapi dengan kait dan inang
Gambar 8.18 Daur hidup cacing pita
perantaranya adalah babi.
Taenia saginata Sumber: Bank Gambar Penerbit, 2006
Tugas 8.4
1. Apakah yang dimaksud daya regenerasi pada Planaria?
2. Jelaskan daur hidup cacing hati (Chlonorchis sinensis).