Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Salah satu syarat sahnya pernikahan dalam Islam adalah calon mempelai laki-laki maupun wanita sudah baligh. Maksud dari baligh adalah bahwa kedua
calon mempelai yang akan menikah sudah dalam keadaan kematangan atau kedewasaan, ditandai dengan kematangan seksualitasnya, yakni secara fisik telah
mengalami ikhtilam mimpi basah,
5
keluar air mani bagi laki-laki dan keluar haid bagi wanita, dan secara psikhis, ia sudah bisa membedakan mana yang haq dan
mana yang bathil, sehingga ia dapat dibebani taklif pembebanan hokum. Batasan umum umur seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang sudah
baligh, yakni umur 9 tahun bagi wanita umumnya perempuan keluar haid dan umur 15 tahun bagi laki-laki,
6
namun perkembangan fisik dan psikhis manusia pada setiap orang berbeda, sehingga sulit untuk menentukan standar umur dimana
seseorang sudah baligh. Dalam undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 pasal 7 ditetapkan
bahwa calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
7
Dengan demikian menurut hokum Islam daan undang-undang, perkawinan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh
dan atau belum berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita adalah pernikahan dini pernikahan di bawah umur.
5
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang termuat dalam Abi Isa Muhammad ibn Isa Saurah, Sunan al-Tirmidzi al-Jami al-Shohih, Beirut : Daar al-
Ma‟rifat, 2002, h. 114
6
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang dalam karya Imam Abi Husain Bin Hajaj, Shahihul Muslim, Al-Musnad Asshahihu Al-Mukhtasar minas Sunani binaqli al-
adlu anil adl, Kairo : Daar al-Hadis, 1991, h. 595
7
Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, Bandung : FOKUSMEDIA, 2007, Cet. Ke-2, h. 10
Pernikahan dini adalah istilah kontomporer. Dini dikaitkan dengan waktu, yakni sangat di awal waktu tertentu. Lawannya adalah pernikahan kadaluarsa.
Bagi orang-orang yang hidup pada awal-awal abad ke 20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13- 14 tahun, atau lelaki pada usia 17 tahun-
18 tahun adalah hal biasa, tidak istimewa. Tetapi bagi masyarakat kini, hal itu merupakan sebuah keanehan. Wanita yang menikah sebelum usia 16 tahun atau
lelaki sebelum 19 tahun pun dianggap tidak wajar, terlalu dini istilahnya. Banyak kasus-kasus pernikahan anak perempuan di bawah umur yang
terjadi di Indonesia terutama di pedesaan. Pernikahan anak di bawah umur sering kali terjadi atas karena beberapa faktor, misalnya karena faktor ekonomi yang
mendesak kemiskinan. Banyak dari orang tua keluarga miskin beranggapan bahwa dengan pernikahan anaknya, meskipun anak yang masih di bawah umur
akan mengurangi angka beban ekonomi keluarganya dan dimungkinkan dapat membantu beban ekonomi keluarga tanpa berpikir panjang akan dampak
negatifnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pandangan masyarakat justru
sebaliknya. Bahkan bagi perempuan yang menikah di usia belia di anggap sebagai hal yang tabu. Lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan
wanita, menghambat kreativitasnya serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
8
8
Mohamad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, Jakarta : Gema Insani Press, 2002, Cet. Ke-1, h. 25-27
Berdasarkan realitas yang peneliti kemukakan di atas, dapat diduga bahwa faktor yang menjadi penghambat bagi upaya penanggulangan pernikahan dini
adalah adanya perbedaan makna pernikahan dini dalam sudut pandang agama dan negara. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimal undang-undang
perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur, sedangkan dalam sudut pandang agama, pernikahan
dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Selain faktor penghambat di atas, perbedaan penilaian masyarakat terhadap
pernikahan dini juga sangat mempengaruhi efektivitas penanggulangan pernikahan dini. Banyak yang menikah pada usia muda dan masyarakat memberi penilaian
yang positif, ada juga komentar negatif muncul ketika ada yang menikah muda karena masyarakat belum melihat adanya tanda-tanda kedewasaan.
Belum lagi, kita dihadapkan pada tantangan melunturnya sakralitas lembaga perkawinan, meskipun belum terjadi atau tidak seburuk seperti halnya yang
dialami Negara-negara Barat, dimana lembaga perkawinan yang sebelumnya merupakan ikatan keagamaan dan bernilai sakral berubah menjadi ikatan yang
hanya formalitas dan kehilangan makna hakikinya. Dalam kondisi seperti ini kehidupan perkawinan dijalani orang hanya memenuhi kebutuhan biologisnya atau
untuk kepentingan status saja.
9
9
M. Fuad Nasar, Refleksi Setengah Abad BP4: Penguatan Peran BP4 di Tengah Tingginya Angka Perceraian, dalam BP4 Pusat, Majalah Perkawinan Keluarga Nomor 4802012, h. 11
Oleh karena itu langkah penguatan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan sesuai dengan ajaran agama, termasuk pencegahan pernikahan dini perlu mendapat
perhatian yang lebih besar dari semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah - dalam hal ini Kantor Urusan Agama.-
Kantor Urusan Agama KUA adalah unit kerja terdepan Kementrian Agama RI Kemenag yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang Agama di wilayah
kecamatan KMA No.5172001 dan PMA No.112007. Dikatakan sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat.
Aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri dengan menyelenggarakan menejemen kearsipan, administrasi surat-menyurat dan statistik
serta dokumentasi yang mandiri. Selain itu, harus mampu menjalankan pelayanan di bidang pencatatan nikah dan rujuk NR secara apik, oleh karena pelayanan itu
sangat besar pengaruhnya dalam membina kehidupan keluarga warahmah. Lebih dari itu, aparat KUA bertugas mengurus dan membina tempat ibadah
umat islam masjid, langgarmushalla membina pengamalan agama Islam, zakat, wakaf, baitul mal dan ibadah sosial, kemitraan umat Islam, kependudukan serta
pengembangan keluarga sakinah, sesuai kebijakan masyarakat Islam berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10
Dalam bidang konsultasi atau nasehat perkawinan, KUA melalui BP4 Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan yang merupakan
10
Rahmat Fauzi,
Refleksi Peranan
KUA Kecamatan,
dalam http:salimunnazam.blogspot.comprefleksi-peran-kua-kecamatan.html
bagian dari struktur keorganisasian KUA di tingkat kecamatan bertugas melaksanakan kegiatan edukasi dan pelayanan masyarakat kepada pria dan wanita
sebelum menikah maupun sesudah menikah, yang juga bermanfaat bagi upaya pencegahan pernikahan yang tidak sesuai dengan agama dan Negara.
11
Dalam hal pernikahan dini, pemerintah diminta oleh MUI agar meningkatkan sosialisasi tentang UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
untuk mencegah terjadinya pernikahan dini yang berakibat tidak tercapainya tujuan dan hikmah pernikahan, yakni kemaslahatan hidup berumah tangga,
bermasyarakat dan jaminan keamanan bagi kehamilan, serta terbentuknya keluarga sakinah dan memperoleh keturunan.
12
Efektivitas dalam menjalankan tugas tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh adanya petugas-petugas yang profesional di bidangnya seperti konsultan yang
berpengalaman, perencanaan yang terukur dan terarah matang dan tingkat kepedulian masyarakat terhadap keberadaan KUA, dimana masih dijumpai
sebagian masyarakat karena kesibukan dengan pekerjaannya, mereka tidak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan pemerintah.
Pemerintah KUA sudah berupaya mencegah adanya pernikahan dini dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat melalui seminar-
seminar, ceramah-ceramah, pengajian- pengajian dan majlis ta‟lim, memberikan
11
Ahmad Sutarmadi, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, dalam http:sururudin.wordpress.com20100919peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian
12
Fatwa MUI tentang Pernikahan Usia Dini dalam Ma‟ruf Amin, et.al., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, Editor Hijrah Saputra, et.al., Surabaya: Erlangga,2010
nasehat penerangan kepada yang berkepentingan mengenai masalah-masalah nikah thalak dan rujuk NTR, mengadakan upaya-upaya yang dapat memperkecil
perceraian dan memberikan dukungan moril kepada masyarakat dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan perkawinan dan kerumahtanggaan secara
umum. Materi yang disampaikan terdiri dari UU RI Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, fiqih munakahat, fiqih ibadah dan mu‟amalat, program keluarga berencana KB dan kesehatan, pembinaan dan pendidikan keluarga sakinah,
13
dan lain sebagainya yang berkaitan dan dianggap perlu seperti dampak pernikahan
dini. Hanya saja, upaya pemerintah KUA tersebut dalam mencegah pernikahan
dini menjadi relatif kurang efektif oleh karena adanya perbedaan makna pernikahan dini dalam sudut pandang agama dan Negara, penilaian masyarakat
terhadap pernikahan dini dan juga oleh karena mulai memudarnya sakralitas lembaga perkawinan.
Demikian juga yang terjadi pada KUA kecamatan Pamijahan. KUA kecamatan Pamijahan terletak di Jalan KH Abdul Hamid Km 17 desa Pasarean
kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor. Wilayah kerja KUA kecamatan Pamijahan berbatasan dengan kecamatan Leuwiliang sebelah barat, kecamatan
Tenjolaya sebelah timur, kecamatan Cibungbulang sebelah utara dan kabupaten
13
Ahmad Sutarmadi, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, dalam http:sururudin.wordpress.com20100919peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian
Sukabumi sebelah selatan.Wilayah kerja KUA kecamatan Pamijahan meliputi 15 desa termasuk desa Pasarean, 143 Rukun Warga RW, 513 Rukun Tetangga
RT, jumlah penduduknya 142437 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 34815. Data terakhir yang peneliti dapatkan ada 1813 pasangan suami-istri yang
menikah dan mencatatkan pernikahannya di KUA kecamatan Pamijahan.
14
Dari 1813 pasangan suami istri tersebut diasumsikan sudah sesuai tata aturan dan
persyaratan pernikahan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1974, termasuk mengenai persyaratan umur menikah. Selain itu, di desa Pasarean
terdapat 33 pasangan suami istri yang menikah dini Yang menjadi fokus penelitian dalam hal ini adalah langkah apa saja yang
dilakukan oleh KUA Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean kecamatan Pamijahan sehingga dapat meminimalisir praktek pernikahan
dini, baik yang dilakukan secara resmi setelah mendapat izin pengadilan agama maupun tidak resmi nikah sirri atau dengan cara memalsukan data umur calon
pasangan suami istri, dilanjutkan dengan meneliti berapa banyak kasus pernikahan dini di desa Pasarean, sehingga dapat disimpulkan sejauhmana peranan KUA
kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean. Atas dasar pemikiran di atas, penulis terdorong untuk mengkaji sejauhmana
peranan KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean dan akan menuangkannya dalam skripsi yang berjudul
“PERANAN
14
Arsip KUA Kecamatan Pamijahan Bogor Barat yang diambil pada tanggal 30 Agustus 2014 di Kantor KUA Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Barat
KUA DALAM MENANGGULANGI PERNIKAHAN DINI DI DESA PASAREAN KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR
”