Analisis Determinan Pendapatan Sektor Informal Di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu

(1)

ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR INFORMAL

DI KECAMATAN RANTAU UTARA

KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Oleh

HENKY JAPINA

087018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR INFORMAL

DI KECAMATAN RANTAU UTARA

KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENKY JAPINA

087018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR

INFORMAL KECAMATAN RANTAU UTARA

DI KABUPATEN LABUHANBATU Nama Mahasiswa : Henky Japina

Nomor Pokok : 087018027

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Dr. Rahmanta, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 5 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Dr. Rahmanta, M.Si

2. Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE., M.Si 3. Drs. Rujiman, MA


(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan lama berusaha terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat Bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 17.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja, jumlah tenaga kerja dan alokasi waktu usaha secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Sedangkan lama berusaha secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

Kata Kunci: Pendapatan Sektor Informal, Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, Alokasi Waktu Usaha dan Lama Berusaha.


(6)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyse the influence of working capital, total of labour, allocation of trading time, and long of running a bussines to informal sector income in the District of Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

In this research use double lenear regression model with component to process data, used SPSS programme version 17.0. This research method use nonprobability sampling method that is purposive sampling which is method Ordinary Least Square (OLS).

The research result show that working capital, total of labour, and allocation of trading time do influence together significantly to informal sector income in the Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency. Meanwhile long of running a bussines personally not influence to informal sector income in Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

Keywords: Informal Sector Income, Working Capital, Total of Labor, Allocation of Trading Time and Long of Running a Bussines.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan dalam menghadapi setiap masalah hidup, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Determinan Pendapatan Sektor Informal Kecamatan Rantau Utara di Kabupaten Labuhanbatu” sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc selaku Direktur dan Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE dan Dr. Pandapotan Nasution, MS selaku Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera


(8)

Utara atas kesempatan saya menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan saya untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister.

4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si dan Bapak Dr. Rahmanta, M.Si selaku Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh para Guru Besar, Dosen dan Staf Administrasi pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.

6. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua saya Bapak Jamhir Tanjung dan Ibunda Nuraidah Jambak yang terus memberikan doa, kasih sayang serta mendukung dan memberikan semangat untuk menyelesaikan studi magister ini. 7. Terima kasih kepada istri tercinta Sri Agustina dan anakku tersayang, Amirah

Arifah yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan baik berupa moral maupun material, sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

8. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu Mertua yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian studi ini.

9. Terima kasih kepada Pimpinan dan Staf Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu yang telah membantu penulis dalam menghimpun data di lapangan, sehingga selesainya tesis ini.


(9)

10. Teman-teman khususnya angkatan XV yang telah bersama-sama menambah ilmu selama masa perkuliahan dari awal sampai akhir.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dan memberikan dorongan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan tesis ini senantiasa penulis harapkan. Wassalam ………..

Medan, 05 Agustus 2010 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Henky Japina 2. Agama : Islam

3. Tempat/Tgl. Lahir : Rantauprapat, 27 Januari 1979 4. Pekerjaan : Wiraswasta

5. Nama Orang Tua

Ayah : Jamhir Tanjung Ibu : Nuraidah Jambak 6. Pendidikan

a. SD. Negeri No. 114375 Rantauprapat : Lulus Tahun 1991 b. SMP. Negeri 1 Rantauprapat : Lulus Tahun 1994 c. SMU. Negeri 2 Rantauprapat : Lulus Tahun 1997 d. Akubank Perguruan Tinggi Swadaya Medan : Lulus Tahun 2000 e. Universitas Islam Labuhanbatu Rantauprapat : Lulus Tahun 2005 f. Sekolah Pascasarjana USU Medan : Lulus Tahun 2010


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Peran Pemerintah dalam Sektor Informal ... 11

2.1.1. Kemitraan Usaha Antar Pelaku Ekonomi ... 14

2.1.2. Strategi Pembangunan Indonesia ... 14

2.2 Peran Usaha Makanan dan Minuman dalam Perekonomian. 18

2.3 Konsep Pendapatan ... 20

2.4 Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan .. ... 24

2.5 Modal dalam Sektor Informal ... 26

2.6 Tenaga Kerja dalam Sektor Informal ... 29

2.7 Alokasi Waktu Usaha dalam Sektor Informal ... 32

2.8 Lama Berusaha dalam Sektor Informal ... 34

2.9 Hubungan Faktor Produksi dengan Pendapatan ... 36

2.10 Penelitian Sebelumnya ... 38

2.11 Kerangka Pemikiran ……….. 41


(12)

BAB III. METODE PENELITIAN... 45

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 45

3.2 Lokasi Penelitian ... 45

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 45

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

3.4.1. Populasi Penelitian ... 46

3.4.2. Sampel Penelitian ... 46

3.5 Model Analisis ... 47

3.6 Metode Analisis ... 48

3.7 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 48

3.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 49

3.8.1 Uji Multikolinearitas ... 49

3.8.2 Uji Heteroskedastisitas ... 50

3.8.3 Uji Normalitas ... 53

3.8.4 Uji Linieritas ... 53

3.9 Definisi Operasional... 54

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Deskripsi Wilayah Kecamatan Rantau Utara ... 56

4.1.1 Wilayah dan Topografi ... 56

4.1.2 Kependudukan... 58

4.1.3 Ketenagakerjaan ... 59

4.1.4 Industri dan Perdagangan ... 59

4.1.5 Pendidikan dan Kesehatan ... 60

4.2 Karakteristik Sektor Informal ... 60

4.2.1 Nilai Modal Kerja ... 61

4.2.2 Jumlah Tenaga Kerja ... 62

4.2.3 Alokasi Waktu Usaha ... 63

4.2.4 Lama Berusaha ... 65

4.3 Uji Statistik Hasil Estimasi Model ... 66

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 76

4.4.1 Uji Multikolinearitas ... 77

4.4.2 Uji Heteroskedastisitas ... 77

4.4.3 Uji Normalitas ... 79

a. Analisis Grafik ... ... 80

b. Analisis Statistik ... 82


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 84


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tamatan Tahun 2008... 5

1.2. Jumlah Usaha Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kecamatan Tahun 2004 – 2008 ... . 6

3.1. Lokasi Penelitian dan Sample Size ……….…… 47

4.1. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan . ... 56

4.2. Jumlah Komposisi Penduduk Kecamatan Rantau Utara Tahun 2008 . ... 58

4.3. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Kelurahan Tahun 2008 (%)……… . 59

4.4. Modal Kerja Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ……….. 61

4.5. Jumlah Tenaga Kerja Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ………... ... 62

4.6. Alokasi Waktu Usaha Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara………... 64

4.7. Lama Berusaha Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ………. 65

4.8. Hasil Uji Multikolinearitas ……… 77

4.9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ………. 79

4.10. Uji Normalitas ……… 82


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja ………. 31

2.2. Kerangka Pemikiran ………... 43

4.1. Peta Wilayah Kecamatan Rantau Utara ……….. 57


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ……… 89

2. Tabulasi Data ………... 92

3. Hasil Regresi Linier Berganda ……… 95

4. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ……… 96

5. Hasil Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas ……….. 97

6. Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas……… 98


(17)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan lama berusaha terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat Bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 17.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja, jumlah tenaga kerja dan alokasi waktu usaha secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Sedangkan lama berusaha secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

Kata Kunci: Pendapatan Sektor Informal, Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, Alokasi Waktu Usaha dan Lama Berusaha.


(18)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyse the influence of working capital, total of labour, allocation of trading time, and long of running a bussines to informal sector income in the District of Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

In this research use double lenear regression model with component to process data, used SPSS programme version 17.0. This research method use nonprobability sampling method that is purposive sampling which is method Ordinary Least Square (OLS).

The research result show that working capital, total of labour, and allocation of trading time do influence together significantly to informal sector income in the Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency. Meanwhile long of running a bussines personally not influence to informal sector income in Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

Keywords: Informal Sector Income, Working Capital, Total of Labor, Allocation of Trading Time and Long of Running a Bussines.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perekonomian suatu daerah pada kenyataannya akan memunculkan sektor formal maupun sektor informal. Sektor informal umumnya berupa usaha berskala kecil dengan modal, ruang lingkup, dan pengembangan yang terbatas serta sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor informal dalam sistem ekonomi kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja.

Sampai saat ini, pengertian sektor informal sering dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor informal, antara lain: kegiatan usaha bermodal utama pada kemandirian rakyat, memanfaatkan teknologi sederhana, pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa upah, bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber daya lokal, sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah, pendidikan dan kualitas sumber daya pelaku tergolong rendah.


(20)

Kehadiran sektor informal sebenarnya memberikan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi lokal dan peranannya cukup signifikan dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Namun keberadaannya sangat rentan karena mereka berjualan di kawasan legal atau ilegal di inti kota. Konsekuensinya berpeluang dan menambah kekumuhan kota apalagi tidak ada penataan dan aturan yang jelas terhadap sektor informal untuk mengatur diri sendiri. Rata-rata sektor informal ini kesulitan untuk melepaskan diri dari himpitan ekonomi. Mereka yang terjebak dalam sektor informal selalu kesulitan untuk melepaskan diri dari atribut masyarakat miskin yang dialami sebelumnya ketika tinggal di desa (Winarno, 2005).

Di daerah perkotaan sering di identikkan bahwa masyarakat miskin adalah masyarakat yang bekerja di bidang sektor informal. Penduduk marginal atau pengangguran tersembunyi di mana kehadiran mereka dapat dipandang dari dua sisi positif dan negatif. Pada sisi positif, kehadiran mereka memberikan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi lokal perkotaan, karena menghasilkan nilai tambah terhadap penghasilan pendapatan asli daerah (PAD) melalui retribusi yang mereka bayarkan kepada pemda setempat. Di samping itu sektor informal mampu menyerap angkatan tenaga kerja dan mengurangi permasalahan sosial di perkotaan. Sedang sisi negatif keberadaan mereka berdampak negatif seperti timbulnya kemacetan lalu lintas, pencemaran lingkungan serta kesadaran hukum yang rendah.

Penduduk yang berkerja di sektor informal ini di katakan sebagai penduduk marginal karena motivasi kerja mereka semata-mata untuk mempertahankan


(21)

kelangsungan hidup sehari-hari, bukan untuk menumpuk keuntungan atau meraih kekayaan (Todaro, 2000).

Sektor informal didalam menjalankan kegiatan usaha selalu dihadapkan pada masalah persaingan usaha, hal ini dilatar belakangi ketidakmampuan mereka dalam hal permodalan, kemampuan tenaga kerja dan pengalaman berusaha dalam hal menawarkan produk yang dijual, pengetahuan yang terbatas dalam mengelola usaha serta kemampuan dari produk untuk memasuki pasar yang lebih luas sangat terbatas. Hal ini akibat dari banyaknya barang dagangan impor yang membanjiri pasar dengan tingkat harga yang lebih kompetitif dan bervariasi serta kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan barang lokal atau barang dalam negeri.

Beberapa tahun terakhir dapat dilihat banjirnya produk makanan dan minuman dari luar negeri yang banyak ragamnya, mulai yang bermitra dengan perusahaan di Indonesia atau lebih dikenal dengan toll manufacturing, produk impor legal dan produk ilegal. Jika dicermati dengan baik, ternyata produk tersebut tidak hanya dihasilkan oleh industri besar akan tetapi juga dihasilkan oleh usaha kecil. Semuanya mempunyai kesamaan yaitu memiliki penampilan produk yang prima, baik dari segi kemasan maupun kualitas produknya. Kemasan produk impor tersebut mempunyai desain yang menarik dan terbuat dari bahan yang baik sehingga dapat menarik minat konsumen untuk membelinya. Dan satu keunggulan lagi adalah harganya yang sangat kompetitif.

Perdagangan di sektor informal ini kurang dapat berkembang kearah usaha yang lebih besar walaupun mempunyai daya jual yang cukup tinggi, hal ini


(22)

disebabkan adanya keterbatasan kemampuan dalam pengelolaan usaha yang masih bersifat tradisional, tambahan modal kredit dari pihak ketiga yang masih kecil dan informasi tentang dunia usaha sangat terbatas, jumlah dan kualitas tenaga kerja yang terbatas, sifat kualitas barang yang dijual hanya sebatas kebutuhan untuk barang dagangan saja. Karena itu yang harus dicapai dalam usaha sektor informal ini dalam peningkatan pendapatan usaha harus didukung oleh penguasaan terhadap usaha tersebut.

Setelah memahami betapa pentingnya pengembangan usaha di sektor informal ini, maka dapat disadari bahwa para pedagang pada sektor informal akan mendapat kesulitan dalam mewujudkannya tanpa dukungan dan bantuan dari pihak-pihak terkait, bagaimanapun mereka menghadapi keterbatasan-keterbatasan yang kadang kala tidak dapat mereka pecahkan sendiri. Ketiadaan akan dukungan yang diberikan terhadap pedagang sektor informal ini oleh pemerintah merupakan kendala bagi usaha mereka untuk lebih maju dan berkembang.

Oleh sebab itu di era otonomi daerah saat sekarang ini hendaknya para Pemerintah Daerah membuat suatu kebijakan bagi sektor informal karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja, namun juga merupakan ujung tombak dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.

Angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor formal akan berpaling atau beralih mencari pekerjaan di sektor informal yang diharapkan akan menyangga


(23)

kehidupannya. Mereka yang bekerja di sektor informal adalah yang bekerja sendiri dengan atau bantuan orang lain dan pekerja rumah tangga.

Ahaf (2008) mengumumkan angka pengangguran Februari 2008 menurun dibandingkan Februari 2007 dan Agustus 2007. Problem pengangguran terselamatkan oleh sektor informal yang lebih bisa menyerap tenaga kerja. Meski jadi penyelamat, sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam perspektif penyerapan tenaga kerja. Pada umumnya, sektor informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian, perdagangan, dan jasa kemasyarakatan. Penyerapan tenaga kerja tersebut sekitar 70 persen pekerja di sektor informal, 30 persen di sektor formal.

Di Kabupaten Labuhanbatu data jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2008 adalah 1.537 orang yang terdiri dari laki-laki 548 orang dan perempuan 989 orang.

Tabel 1.1. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tamatan Tahun 2008 No. Tamatan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. SD SLTP SLTA Diploma Sarjana -- 9 389 760 379

0,00 % 0,58 % 25,31 % 49,45 % 24,66 %

Jumlah 1.539 100,00%

Sumber: BPS, Labuhanbatu dalam Angka, 2009 (diolah)

Kemudian data dari BPS menunjukkan selama 5 tahun terakhir di Kabupaten Labuhanbatu pada usaha kecil dan kerajinan rumah tangga mengalami perkembangan


(24)

yang cukup signifikan terutama pada Kecamatan Rantau Utara, yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1.2. Jumlah Usaha Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kecamatan Tahun 2004-2008

No. Kecamatan 2004 2005 2006 2007 2008

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Bilah Hulu Pangkatan Bilah Barat Bilah Hilir Panai Hulu Panai Tengah Panai Hilir Rantau Selatan Rantau Utara 107 9 8 32 12 13 36 123 349 110 9 8 33 14 13 36 133 368 117 10 10 36 17 13 37 144 399 117 10 10 39 17 13 37 156 420 118 11 11 40 17 14 38 162 456

Jumlah 689 724 783 819 867

Sumber: BPS, Labuhanbatu dalam Angka, 2009

Melihat potensi dan kenyataan yang ada ini, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal yang berada di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Namun karena sektor informal ini begitu luas maka penulis persempit penelitian ini atau dispesifikasikan hanya pada sektor informal yang bergerak pada usaha makanan dan minuman.

Alasannya kenapa saya hanya spesifikasikan pada usaha makanan dan minuman dan berlokasi hanya di Kecamatan Rantau Utara karena kenyataan yang ada saat ini bahwa lokasi usaha makanan dan minuman yang ada menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, ini terlihat dari semakin bertambahnya lokasi usaha


(25)

makanan dan minuman yang membanjiri setiap jalan protokol maupun jalan di kampung pada Kecamatan Rantau Utara.

Semakin bertambahnya lokasi makanan dan minuman ini dapat kita asumsikan bahwa memang daya beli masyarakat mengkonsumsi juga cukup tinggi. Jika dilihat dalam hal promosi desain produk dan lokasi usaha dapat memikat daya beli konsumen, produk makanan dan minuman mempunyai rasa yang lezat dan bisa di terima konsumen, harga yang dapat bersaing, karyawan yang ramah dan sopan juga menjadi daya pikat bagi konsumen.

Kemudian alasan mengapa penulis meneliti di Kecamatan Rantau Utara karena merupakan daerah perkotaan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu. Penjual makanan dan minuman yang dimaksud penulis dalam penelitian ini didasarkan pada golongan usaha yang terdaftar maupun yang tidak memiliki izin usaha pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Labuhanbatu (Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, 2006). Golongan usahanya yang berada di sekitaran atau pinggiran jalan.

Keterbukaan peluang untuk berusaha bagi para penjual makanan dan minuman dimaksudkan untuk mengatasi masalah pengangguran yang dari tahun ke tahun selalu menunjukkan peningkatan dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja dan bisa juga sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi daerah khususnya pada Kabupaten Labuhanbatu.

Penelitian ini khusus ingin mengamati dan menganalisis 4 faktor yang mempengaruhi pendapatan penjual makanan dan minuman di Kecamatan Rantau


(26)

Utara Kabupaten Labuhanbatu yaitu: modal kerja, tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan lama berusaha.

Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal kerja mempengaruhi pendapatan usaha yang akan meningkatan jumlah produk makanan dan minuman atau bisa juga digunakan untuk pengembangan lokasi usaha sehingga akan meningkatkan pendapatan yang secara otomatis juga akan meningkatkan keuntungan.

Faktor jumlah tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan usaha yang secara otomatis akan mempengaruhi keuntungan usaha. Dengan mempekerjakan jumlah tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan tidak akan kesulitan dalam pelayanan dan kepuasan pelanggan akan tercipta.

Faktor alokasi waktu usaha adalah jam usaha atau total waktu yang digunakan oleh setiap penjual makanan dan minuman untuk berdagang selama 1 hari, seperti halnya pengguna jam kerja secara bersama-sama ditentukan oleh faktor-faktor permintaan dan penawaran yang bisa meningkatkan pendapatan dalam berusaha.

Faktor lama berusaha juga merupakan faktor yang berpengaruh karena dalam kegiatan usaha makan dan minuman dengan semakin lama berusaha (berpengalaman), penjual makin berpengalaman dalam sistem atau cara dalam usaha makanan dan minuman tersebut, hal ini bisa meningkatkan pendapatan dalam berusaha.


(27)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang timbul dalam mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya penjual makanan dan minuman adalah sebagai berikut:

1. Apakah Modal Kerja Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

2. Apakah Jumlah Tenaga Kerja Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

3. Apakah Alokasi Waktu Usaha Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

4. Apakah Lama Berusaha Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Modal Kerja terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

2. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Tenaga Kerja terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

3. Untuk menganalisis pengaruh Alokasi Waktu Usaha terhadap Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.


(28)

4. Untuk menganalisis pengaruh Lama Berusaha terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya penjual makanan dan minuman di Kabupaten Labuhanbatu.

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu dalam mengambil keputusan mengenai Rencana Pengembangan Sektor Informal khususnya penjual makanan dan minuman di Kabupaten Labuhanbatu.

3. Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya penjual makanan dan minuman, serta berguna sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya terutama dalam ruang lingkup yang sama.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Pemerintah dalam Sektor Informal

Kalau dilihat peran pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil ini mengatakan sudah jelas perlunya peran pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam sektor informal agar tetap berperan dalam mewujudkan perekonomian nasional yang semakin baik dan seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi di Indonesia.

Manurung (2006) mengatakan dalam upaya pembinaan dan pengembangan usaha kecil dapat juga dilakukan dengan menerapkan sistem pembinaan melalui:

1) Kelembagaan dan manajemen dengan menggunakan sistem dan prosedur organisasi yang baku.

2) Peningkatan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan serta memberikan transfer pengetahuan tentang mengelola dunia usaha.

3) Permodalan, hal ini dilakukan dengan cara membantu akses permodalan. 4) Distribusi/pemasaran, dengan memberikan bantuan informasi pasar,

mengembangkan jaringan distribusi.

5) Teknologi, dengan inovasi dan alih teknologi.

Pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang dilakukan dapat berupa pada bidang:


(30)

1) Pemasaran

a. Penelitian dan pengkajian pasar.

b. Meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran. c. Menyediakan sarana dukungan promosi dan uji pasar.

d. Mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi. e. Memasarkan produk usaha kecil.

f. Menyediakan konsultan profesional di bidang pemasaran. g. Menyediakan rumah tangga dan promosi usaha kecil. h. Memberi peluang pasar terhadap produk yang dihasilkan. 2) Sumber Daya Manusia

a. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan. b. Meningkatkan ketrampilan teknis dan manajerial. c. Mengembangkan pelatihan dan konsultasi usaha kecil. d. Menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan usaha kecil. e. Menyediakan modul manajemen usaha kecil.

f. Menyediakan tempat magang, studi banding dan konsultasi untuk usaha kecil.

3) Permodalan

a) Pemberian informasi sumber kredit bagi usaha kecil.

b) Tata cara pengajuan penjaminan dari sumber lembaga penjamin. c) Mediator terhadap sumber pembiayaan.


(31)

e) Membantu akses permodalan. 4) Manajemen

a) Bantuan penyusunan studi kelayakan.

b) Sistem dan prosedur organisasi dan manajemen. c) Menyediakan tenaga konsultan dan advisor.

Aspek pengembangan usaha sektor informal yang ada di Indonesia agar menjadi sebuah usaha yang tangguh dan mandiri, ini berarti bahwa seiring dengan berjalannya waktu sektor informal akan dapat meningkatkan pendapatan usahanya tersebut yang merupakan aspek terpenting bagi tercapainya tujuan menjadi suatu usaha yang tangguh dan mandiri. Hal tersebut dapat di pacu melalui program dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan pengembangan yang diciptakan pemerintah.

Ekonomi kerakyatan yang dilakukan pemerintah merupakan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan, dinikmati dan diawasi oleh rakyat. Bidang kegiatan ekonomi kerakyatan meliputi sektor informal usaha kecil, pertanian, koperasi dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi dan berlangsung cepat selama beberapa Pelita yang lalu seiring dengan masih terdapatnya jumlah penduduk miskin, menggambarkan kondisi ketimpangan hasil pembangunan ekonomi. Pengembangan usaha kecil yang dipelopori oleh pemerintah dilakukan melalui penciptaan iklim yang sesuai. Pembinaan diarahkan dalam penanganan bidang produksi, pemasaran, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan teknologi.


(32)

Peranan ekonomi kerakyatan selain sebagai penampung tenaga kerja juga sebagai sumber pendapatan masyarakat golongan menengah bawah. Berbagai kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok mampu dihasilkan oleh sektor informal. Sektor informal dalam perekonomian Indonesia menggambarkan kegiatan ekonomi rakyat yang selama ini masih belum mampu berkembang secara optimal.

2.1.1. Kemitraan Usaha Antar Pelaku Ekonomi

Pola kemitraan usaha kecil termasuk di dalamnya koperasi dapat dijalin dengan usaha besar dan menengah baik dari pihak swasta maupun BUMN. Terdapat berbagai bentuk kemitraan usaha seperti bentuk-bentuk inti-plasma, dagang umum, sub kontrak, waralaba dan sebagainya. Prinsip kemitraan yang paling ideal adalah saling menguntungkan antara pihak-pihak yang melakukan kemitraan usaha. Keberhasilan suatu kemitraan ditentukan oleh dua hal yaitu: tujuan yang ditetapkan dan perilaku dari pihak-pihak yang melaksanakan kemitraan. Jenis-jenis perilaku yang dapat muncul dari pihak yang melakukan kemitraan antara lain yang bersifat tidak ingin untung sendiri, percaya pada mitra usaha, perilaku timbal balik, perilaku mampu menahan diri atau sabar.

2.1.2. Strategi Pembangunan Ekonomi

Setiap strategi pembangunan ekonomi hampir semuanya memiliki dimensi yang mengarah pada perubahan struktur ekonomi dari tradisional yang didominasi peranan sektor pertanian ke perekonomian yang modern bercorak industri. Pengalaman negara maju dalam mencapai perubahan struktur ekonomi dilaksanakan melalui strategi memprioritaskan pembangunan sektor industri. Dalam dimensi


(33)

regional, pembangunan sektor industri didasarkan pada teori kutub pertumbuhan ekonomi. Manfaat ekonomi yang menyebar dari kutub kegiatan ekonomi ke seluruh bagian wilayah disebut "efek tetesan ke bawah" atau spread effect. Selain efek yang berupa penyebaran kemajuan ekonomi dari pusat kegiatan ekonomi (kutub) juga terjadi efek yang merugikan daerah belakang atau daerah pengaruh berupa efek pencucian (backwash effect). Ini dapat berwujud merosotnya jumlah dan kualitas sumber daya di daerah belakang dan kerusakan lingkungan, akibat upaya pembangunan ekonomi yang dipusatkan.

Kemunduran dalam bidang ekonomi dirasakan oleh bangsa Indonesia, setelah sekitar 30 tahun melaksanakan upaya pembangunan. Kemunduran kondisi ekonomi tersebut akibat terjadinya krisis ekonomi yang terakhir terjadi di Amerika Serikat yang selanjutnya berdampak parah pada perekonomian Indonesia. Ketergantungan pada impor barang dan jasa serta besarnya pinjaman swasta ke luar negeri merupakan penyebab kerawanan dari sisi eksternal. Dalam krisis ekonomi muncul berbagai isu ekonomi berkaitan dengan korupsi, kolusi dan pemberian fasilitas dan nepotisme. Perbaikan kondisi ekonomi harus disertai perbaikan kerangka dasar politik dan hukum yang menjamin tegaknya demokrasi. Strategi mengatasi krisis dilakukan melalui kebijakan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran. Kebijakan ekonomi yang berpihak pada ekonomi kerakyatan diperlukan dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan mewujudkan keadilan sosial. Pendekatannya dapat dengan menggunakan pendekatan pembangunan regional termasuk wilayah pedesaan.


(34)

Sementara itu kegiatan pemerintah dalam perekonomian menurut Suparmoko (2000), secara garis besar dapat diklasifikasikan atas:

1. Kegiatan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi maupun barang-barang dan/jasa untuk memuaskan masyarakat (peranan alokasi).

2. Kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan atau mentransfer penghasilan (peran distribusi).

3. Kegiatan menstabilkan perekonomian (peran stabilisasi). 4. Kegiatan yang mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Konsekuensi keterlibatan pemerintah di bidang ekonomi menyebabkan pemerintah membutuhkan aparat, investasi, sarana dan prasarana yang berarti harus melakukan pengeluaran untuk mencapai tujuan pembangunan. Guna membiayai pengeluaran tersebut, maka pemerintah harus mencari sumber dana/penerimaan. Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan nampak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di samping itu melalui peran pemerintah sangat diharapkan untuk menciptakan distribusi pembagian pendapatan nasional yang lebih adil (Basri, 2002).

Selanjutnya Sukirno (2005) menyatakan beberapa alasan perlunya campur tangan pemerintah dalam perekonomian antara lain adalah:

1. Menstabilkan tingkat harga dan mencegah inflasi. 2. Mengukuhkan pertumbuhan ekonomi, dan 3. Menjaga kestabilan sektor luar negeri.


(35)

Para ahli ekonomi klasik meyakini bahwa terjadinya suatu perekonomian dengan persaingan sempurna, pasar bebas yang secara otomatis bebas dari segala campur tangan pemerintah yang akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah tangan-tangan tak kelihatan (invisible hand) akan memandu semua pelaku ekonomi untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien (Jhingan, 2007).

Todaro (2000) mengatakan bahwa karakteristik khas sektor informal adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan usaha umumnya sederhana, tidak sangat tergantung kepada kerjasama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang ketat. Dengan demikian dapat dilakukan oleh perorangan atau keluarga, atau usaha bersama antara beberapa orang kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.

2. Skala usaha relatif kecil. Modal usaha, modal kerja dan omset penjualan umumnya kecil, serta dapat dilakukan secara bertahap.

3. Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki ijin usaha seperti halnya Firma atau Perusahaan Terbatas.

4. Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah dari pada bekerja di sektor formal.

5. Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya relatif rendah, walaupun tingkat keuntungan terkadang cukup tinggi, akan tetapi karena omset penjualan relatif kecil, keuntungan absolut umumnya menjadi kecil.


(36)

6. Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil. Kebanyakan usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur kecil yang langsung melayani konsumennya.

7. Pekerjaan di sektor informal tidak memiliki jaminan kesehatan kerja dan fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti dana pensiun dan tunjangan keselamatan kerja.

8. Usaha sektor informal beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, pedagang keliling, penjual koran, kedai lontong sayur, tukang cukur, tukang becak, tukang sepatu, warung nasi dan warung kopi.

Sektor informal dapat dilihat sebagai bentuk kegiatan perekonomian ataupun sebagai wadah penampung angkatan kerja, sehingga dapat berperan mengurangi pengangguran.

2.2. Peran Usaha Makanan dan Minuman dalam Perekonomian

Dalam dasawarsa terakhir, harus diakui globalisasi telah mendorong terjadinya berbagai perubahan perilaku masyarakat, yang tentunya sangat erat kaitannya dengan sektor perdagangan dan dampaknya, baik di dalam negeri maupun antar negara. Bila di waktu lalu kebanyakan orang masih memasak untuk kebutuhan makan sehari-hari maka saat sekarang ini karena sudah sangat tingginya kesibukan (terutama di kota-kota besar) sudah banyak kita jumpai membeli makanan siap saji untuk kebutuhan makan sehari-hari. Sebagian besar perubahan pola/perilaku masyarakat tersebut mengindikasikan telah terjadi pergeseran cara konsumsi


(37)

masyarakat ke cara yang instan atau praktis. Hal itu telah berlangsung di semua kalangan masyarakat baik golongan tua maupun golongan muda.

Pentingnya peran dan posisi usaha makanan dan minuman di Indonesia sebagai salah satu komponen penggerak perekonomian dan perdagangan terlihat dari tetap kokoh dan berlangsungnya sebagian besar usaha tersebut selama masa krisis atau transisi beberapa waktu yang lalu. Tidak berlebihanlah kiranya dikatakan bahwa sektor usaha makanan dan minuman memegang peranan penting dan merupakan tulang punggung perekonomian nasional walaupun sumbangan tidak terlalu besar tetapi dapat dijadikan sebagai salah satu peluang usaha yang menjanjikan.

Sangatlah disadari bahwa daya saing dan kemampuan usaha makanan dan minuman ini perlu lebih ditingkatkan agar dapat memanfaatkan sistem perdagangan bebas yang berlangsung saat ini. Perdagangan bebas ini mempunyai pengaruh secara langsung yaitu pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif dapat dilihat bahwa pasar bebas ini sebagai peluang untuk memperkenalkan jenis masakan tradisional Indonesia di pasar global. Sedang pengaruh negatif adalah terdapatnya produk jenis makanan dan minuman luar negeri yang akan lebih mudah masuk dan langsung berada di tengah-tengah masyarakat kita yang merupakan konsumen dengan konsumsi yang cukup tinggi dan akan mengambil pasar dari jenis usaha makanan dan minuman dalam negeri. Karena itulah peran pemerintah sangat diperlukan sebagai filter dalam mempertahankan jenis makanan dan minuman asli Indonesia agar perdagangan di sektor informal ini tidak mati. Sejalan dengan perubahan yang akan


(38)

terjadi ini, hendaknya masyarakat dapat meningkatkan atau menumbuhkan jiwa cinta terhadap makanan dan minuman asli dalam negeri.

2.3. Konsep Pendapatan

Salah satu konsep yang paling sering digunakan untuk mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga adalah melalui konsep pendapatan. Menurut Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.

Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap faktor produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja (marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital,

MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.

Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis riil adalah:


(39)

Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan di atas menjadi:

Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ……….... (2.3.2) Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian kepada modal dan laba ekonomis.

Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan nol. Yaitu tidak ada yang tersisa setelah faktor-faktor produksi dibayar. Kesimpulan ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw, 2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan, maka:

F(K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ………. (2.3.3) Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil konstan, maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba ekonomis adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan memiliki modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena pemilik perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan pengembalian modal (return to capital) seringkali disatukan. Jika dapat kita sebut sebagai laba akuntansi maka dapat dibuat persamaan:


(40)

Jika asumsi ini mendekati dunia nyata maka laba dalam pos pendapatan ini seharusnya menjadi pengembalian modal.

Kemudian Pratomo (2006) menjelaskan tentang konsep pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan 3 pendekatan:

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Dalam pendekatan ini pendapatan nasional dihitung berdasarkan perhitungan dari jumlah nilai akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam suatu perekonomian pada periode tertentu. Nilai barang dan jasa yang dimaksud adalah nilai akhir barang dan jasa atau nilai tambah barang (value

added) barang.

Nilai akhir adalah nilai barang yang siap dikonsumsi dan tidak lagi digunakan dalam proses produksi berikutnya. Sedangkan nilai tambah adalah selisih antara nilai suatu barang dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi termasuk nilai bahan baku yang digunakan. Pendapatan nasional dihitung dengan menghitung nilai barang akhir atau menjumlah semua nilai tambah.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan yaitu dengan jalan menghitung semua pendapatan dari masing- masing pendapatan faktor produksi yaitu pendapatan tanah, modal, tenaga kerja dan kewirausahaan. Pendapatannya berupa sewa, bunga, upah, dan


(41)

profit. Dengan menghitung keempat pendapatan tersebut, kita akan mendapatkan pendapatan nasional dari pendekatan pendapatan.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan pendekatan pengeluaran yaitu dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh semua pelaku ekonomi, baik itu rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan sektor luar negeri. Pengeluaran dari rumah tangga adalah konsumsi rumah tangga, pengeluaran perusahaan adalah investasi, pengeluaran pemerintah adalah seluruh belanja pemerintah, dan pengeluaran luar negeri adalah ekspor netto (selisih ekspor dan impor). Dengan menjumlahkan keseluruhan dari pengeluaran tersebut akan diperoleh pendapatan nasional.

Dalam menghitung pendapatan nasional terdapat 2 macam konsep pendapatan, yaitu: 1. Konsep Pendapatan Kewilayahan

Menghitung pendapatan nasional dari jumlah seluruh produksi yang dihasilkan masyarakat baik itu masyarakat warga negara pribumi dan warga negara asing dalam suatu negara yang disebut dengan GDP (Gross Domestic

Brutto).

2. Konsep Pendapatan Kewarganegaraan

Menghitung pendapatan nasional dari seluruh produksi yang dihasilkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, baik itu didalam maupun di luar negeri yang disebut dengan GNP (Gross National Product).


(42)

2.4. Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan

Suatu usaha yang bergerak dalam sektor formal maupun informal dalam penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan mencapai profit/keuntungan yang maksimum karena profit merupakan salah satu tujuan penting dalam berusaha.

Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual dikalikan dengan harga output per unit. Jika jumlah unit output yang sama dengan Q dan harga jual per unit output adalah P, maka persamaan pendapatan total adalah sebagai berikut:

TR = Q x P ………. (2.4.1) Keynes (dalam Jhingan, 2007) mengatakan dalam teori ekonomi bahwa kecenderungan mengkonsumsi yang menyoroti hubungan antara kecendrungan mengkonsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, konsumsi juga meningkat, tetapi kenaikan ini tidak sebanyak kenaikan pada pendapatan tersebut. Tingkah-laku konsumsi ini selanjutnya menjelaskan mengapa ketika pendapatan naik, tabungan juga naik.

Pendapatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan. Seluruh kegiatan perusahaan yang menimbulkan pendapatan secara keseluruhan disebut earning process. Secara garis besar earning process menimbulkan dua akibat


(43)

yaitu pengaruh positif (pendapatan dan keuntungan) dan pengaruh negatif (beban dan kerugian). Selisih dari keduanya nantinya menjadi laba atau rugi.

Pendapatan umumnya digolongkan atas pendapatan yang berasal dari kegiatan normal perusahaan dan pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan. Pendapatan dari kegiatan normal perusahaan biasanya diperoleh dari hasil penjualan barang ataupun jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama perusahaan. Pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan adalah hasil di luar kegiatan utama perusahaan yang sering disebut hasil non operasi. Pendapatan non operasi biasanya dimasukkan ke dalam pendapatan lain-lain, misalnya pendapatan bunga dan deviden.

Di negara terbelakang hubungan antara pendapatan, konsumsi dan tabungan ini tidak ada. Rakyat sangat miskin dan jika pendapatan mereka meningkat, mereka mempergunakannya lebih banyak pada barang konsumsi karena mereka cenderung ingin memenuhi keinginan mereka yang tak terpenuhi. Kecenderungan marginal mengkonsumsi sangat tinggi di negara tersebut sedangkan kecenderungan marginal menabung sangat rendah. Pandangan Keynes ini menunjukkan kepada kita bahwa bilamana kecenderungan marginal mengkonsumsi tinggi, maka permintaan konsumsi,

output dan pekerjaan meningkat dengan laju yang lebih cepat dari pada kenaikan

pendapatan. Tetapi negara terbelakang tidak mungkin meningkatkan produksi barang konsumsi karena kekurangan faktor pendukung, walaupun konsumsi meningkat sebagai akibat kenaikan pendapatan. Akibatnya, harga naik sedangkan pekerjaan tidak naik.


(44)

Sedangkan pada sisi tabungan, dianggap bahwa tabungan sebagai sifat sosial yang buruk karena kelebihan tabungan menyebabkan berkurangnya permintaan agregat. Sekali lagi, gagasan ini tidak dapat diterapkan pada negara terbelakang karena tabungan merupakan obat mujarab bagi keterbelakangan ekonomi mereka. Pembentukan modal adalah kunci pembangunan ekonomi, dan pembentukan modal dimungkinkan melalui tabungan masyarakat yang meningkat. Berbeda dengan pandangan Keynes, negara terbelakang dapat berkembang dengan cara membatasai konsumsi dan meningkatkan tabungan. Bagi negara terbelakang, tabungan tidak merupakan hal yang buruk, tetapi merupakan sesuatu yang baik.

2.5. Modal dalam Sektor Informal

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia usaha, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung dari sudut mana meninjaunya. Peran modal dalam suatu usaha sangat penting karena sebagai alat produksi suatu barang dan jasa. Suatu usaha tanpa adanya modal sebagai salah satu faktor produksinya tidak akan dapat berjalan. Demikian juga di sektor informal modal sangat besar pengaruhnya walaupun mungkin besarnya tidak sebesar di sektor formal.

Struktur modal merupakan salah satu kebutuhan yang kompleks karena berhubungan dengan keputusan pengeluaran keuangan lainnya. Untuk mencapai tujuan perusahaan dalam memaksimalisasi kekayaan pemilik, manager keuangan


(45)

harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan resiko, hasil atau pengembalian dan nilai perusahaan.

Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, pengalokasian modal yang tepat antara modal sendiri dan modal dari luar sangat penting untuk memaksimalkan penggunaan modal perusahaan. Pengeluaran biaya modal yang minimum dan struktur keuangan yang maksimum merupakan struktur modal yang optimal.

Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai usaha dagangan setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos untuk pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia. Kemudian didalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal yang besarnya sama dengan seandainya pedagang menanamkan modalnya di dalam sektor ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri. Sehingga keuntungan merupakan hal yang sangat berat bagi seorang pedagang.

Menurut Manurung (2007), dalam membangun sebuah bisnis dibutuhkan sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan berkembang tanpa di dukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang bersangkutan.

Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu sumber- sumber produksi yang dikatakan sebagai biaya usaha. Biaya usaha ini biasanya


(46)

diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun barang yang dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).

Menurut Keynesian (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan pentingnya faktor penentu investasi adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan terbalik antara investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi meningkat kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang, kecenderungan marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan di negara terbelakang. Dalam perekonomian seperti itu investasi berada pada tingkat yang rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya. Seluruh faktor ini membuat kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang rendah.

Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu; misalkan 10.000 pekerja penganggur itu digunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari 100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi dan para pekerja membelanjakan gaji mereka untuk membeli barang-barang tersebut.


(47)

Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan mengurangi resiko dalam mendapatkan pasar dan meningkatkan rangsangan untunk investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara terbelakang.

Selain itu Rosenstein (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat rendahnya tingkat pendapatan. Untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan meningkat sebagai peningkatan investasi, tingkat tabungan marginal diusahakan agar lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan sebelumnya.

2.6. Tenaga Kerja dalam Sektor Informal

Pada dasarnya suatu kegiatan perekonomian di bidang apapun akan dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dengan faktor-faktor yang lain dan juga sifat-sifat manusia itu sendiri. Yang kita maksud dengan human resources disini ialah penduduk sebagai suatu keseluruhan. Dari segi penduduk sebagai faktor produksi,


(48)

maka tidak semua penduduk dapat bertindak sebagai faktor produksi. Hanya penduduk yang berupa tenaga kerja yang dapat dikatakan sebagai faktor produksi.

Yang dimaksud dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000).

Rata-rata umur angkatan kerja di negara berkembang misalkan di Indonesia mulai 10 tahun ke atas yang lebih mudah jika dibandingkan dengan negara maju mulai 15 tahun ke atas. Demikian juga dengan kualitasnya angkatan kerja pada negara-negara berkembang lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju. Rendahnya kualitas tenaga kerja tersebut disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja.

Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau demand dalam masyarakat, permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja. Besar penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tenaga kerja itu sendiri. Selanjutnya besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah.


(49)

Dalam ekonomi neo klasik (dalam Suparmoko, 2000) bahwa penyediaan atau penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Sebaliknya permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja

Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neo klasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan tenaga kerja selalu sama dengan permintaan. Keadaan pada saat penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan yang dinamakan titik ekuilibrium (titik E). Dalam hal penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan, tidak terjadi pengangguran.

Pada kenyataannya, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai karena informasi tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan institusional selalu ada.

Ls Le

Ld

Tingkat Upah

D

S

D E

S We

Wi

Tenaga Kerja, Penempatan, Pengangguran


(50)

Upah yang berlaku (Wi) pada umumnya lebih besar dari upah ekuilibrium (We). Sedangkan pada tingkat upah Wi, jumlah penyediaan tenaga adalah Ls sedang permintaan hanya sebesar Ld. Selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah pengangguran. Tiap-tiap negara memberikan pengertian yang berbeda mengenai definisi bekerja dan menganggur, dan definisi itu dapat berubah menurut waktu.

Dalam suatu usaha apapun peran tenaga kerja sangat diperlukan sebagai suatu alat penggerak dari suatu roda usaha. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan pendapatan dari usaha tersebut, semakin tinggi permintaan maka akan semakin besar tenaga kerja yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup efektif pemakaian tenaga kerja tersebut.

2.7. Alokasi Waktu Usaha dalam Sektor Informal

Alokasi waktu usaha adalah total waktu usaha atau jam kerja usaha yang digunakan oleh seorang pedagang di dalam berdagang. Semakin tinggi jam kerja yang kita berikan untuk membuka usaha maka probabilitas omset yang diterima pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan akan pedagang akan semakin terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.

Menurut Becker (dalam Jajasan, 2001) mengatakan Teori Rumah Tangga Baru (New Home Economic Theory) membangun teorinya berdasarkan prilaku konsumen dalam ekonomi mikro dengan memperkenalkan rumah tangga/keluarga sebagai unit analisis. Teori ini mengasumsikan bahwa utility rumah tangga tidak langsung dari konsumsi barang namun juga memaksimalkan utility dari suatu


(51)

komoditi Z dari kombinasi barang dan jasa (X) yang dikonsumsi selama periode tertentu. Hubungan ini dapat dituliskan dengan:

Z = z (X, T) ………..(2.7.1) Masing-masing komoditi Z dapat dibeli di pasar atau diproduksi sendiri di rumah, hingga total:

Z = Xm, Xh ……….. (2.7.2) Hasil substitusi persamaan (2) dan (1) menjadi utility:

Z = z (Xm, Xh, T)………. (2.7.3) Komoditi yang dibeli dan diproduksi di rumah dipisahkan, di mana komoditi yang dihasilkan di rumah diproduksi dalam suatu periode waktu tertentu di rumah, sehingga:

Xh = f(H) ………..(2.7.4) Hingga konsumsi keluarga dimaksimalkan dengan batasan waktu dan anggaran, di mana pendapatan keluarga dan pengeluaran uang untuk konsumsi (Xm) tergantung pada income yang diperoleh di pasar, tingkat upah individu (W) kali jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja di pasar (N) dan income yang berasal dari tenaga kerja lain dalam rumah tangga. Persamaan ini dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:

Xm = WN + V ………..(2.7.5) Dalam hal ini waktu merupakan sumber daya yang penting, dengan batasan yang normal 24 jam sehari yang harus dialokasikan pada beberapa aktivitas seperti istirahat bekerja. Total persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:


(52)

T = H + N + L ……….. (2.7.6) Tingkat konsumsi optimal suatu rumah tangga adalah saat marginal productivity dari bekerja sebanding dengan marginal rate dari substitusi antara barang dan konsumsi waktu. Alokasi waktu keluarga mungkin pada aktivitas bekerja dan konsumsi. Kendala waktu adalah:

Ti = TC = T – Tw ………..(2.7.7) Di mana TC adalah waktu untuk konsumsi yang jumlahnya sama dengan jumlah seluruh waktu tersedia. Becker menekankan bahwa waktu dapat dialokasikan secara efisien di antara aktivitas yang berbeda. Perubahan dalam efisien market akan menyebabkan realokasi waktu oleh anggota keluarga lain. Sehingga penekanan dilakukan pada alokasi waktu dari opportunity cost pada anggota keluarga yang bekerja, bukan yang tidak bekerja.

2.8. Lama Berusaha dalam Sektor Informal

Faktor lama berusaha bisa juga di katakan dengan pengalaman. Faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan. Namun, dalam aktivitas sektor informal dengan semakin berpengalamannya seorang penjual, maka semakin bisa meningkatkan pendapatan atau keuntungan usaha.

Pengelolaan usaha dalam sektor informal sangat dipengaruhi oleh tingkat kecakapan manajemen yang baik dalam pengelolaan usaha yang dimiliki oleh seorang pedagang. Tingkat kecakapan manajemen yang baik ini juga sangat


(53)

dipengaruhi oleh pengalaman atau lama berusaha seorang pedagang, sehingga dapat dilihat bahwa tidak ada kesamaan antara sesama pedagang sektor informal dalam kemampuan pengelolaan usaha sehingga tingkat pendapatan yang mereka hasilkan juga berbeda.

Foster (2001) mengatakan ada beberapa hal dalam menentukan berpengalaman tidaknya seorang pengusaha yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja yaitu:

1. Lama waktu/masa kerja.

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. 2. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Pengetahuan dilihat dari konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan dilihat dari kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

3. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan.

Pengalaman berusaha terjadi karena adanya kesempatan kerja yang timbul karena adanya investasi dan usaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Strategi


(54)

pembangunan yang diterapkan juga akan mempengaruhi usaha perluasan kesempatan kerja.

Pengalaman berusaha juga merupakan pembelajaran yang baik guna memperoleh informasi apa yang dibutuhkan dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Misalkan jumlah pendapatan atau penjualan yang dihasilkan selama satu bulan, dengan pengalaman berusaha yang baik maka dapat dianalisis bahwa pendapatan yang dihasilkan menunjukkan perputaran aset atau modal yang dimiliki seorang pedagang, sehingga semakin besar pendapatan atau penjualan yang diperoleh seorang pedagang semakin besar pula tingkat kompleksitas usaha.

Pengalaman dan lamanya berusaha akan memberikan pelajaran yang berarti dalam menyikapi situasi pasar dan perkembangan ekonomi saat ini. Pengalaman dan lama berusaha akan memberikan kontribusi yang berarti bagi usaha informal dalam menjalankan kegiatan usaha jika dibandingkan kepada usaha informal yang masih pemula. Pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha demi kelangsungan hidup usaha terfokus pada pengalaman masa lalu, pengalaman masa lalu akan berguna sebagai tolok ukur dalam mengambil sikap ke depan dalam upaya mengembangkan usaha ke arah yang lebih maju dan berkesinambungan.

2.9. Hubungan Faktor Produksi dengan Pendapatan

Dalam Proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input), yang juga disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya yang harus digunakan perusahaan sebagai bagian dari proses produksi, menjadi


(55)

keluaran (output). Misalnya sebuah pabrik roti menggunakan masukan yang mencakup tenaga kerja, bahan baku seperti; terigu, gula dan modal yang telah diinvestasikan untuk panggangan, mixer serta peralatan lain yang digunakan. Tentu saja setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk berupa roti.

Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f {K, L} ………...…... (2.9.1) Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja.

Cobb-Douglas mengatakan salah satu fungsi produksi yang paling sering

digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALá Kâ ………...…(2.9.2) Dimana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi


(56)

semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â,

mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan

atas skala produksi, jika á + â > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala

produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas

skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Dominic Salvatore, 2006). Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti usaha sektor informal. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi usaha sektor informal dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

2.10. Penelitian Sebelumnya

Pulungan (2003) menemukan bahwa asset dan lama berusaha memberikan pengaruh yang positif sebesar 0,755 dan 0,382 dan signifikan secara statistik terhadap pendapatan pengusaha industri kecil di Kota Medan dengan tingkat kepercayaan 95%. Sementara untuk tenaga kerja dan tingkat pendidikan berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan secara statistik terhadap peningkatan pengusaha industri kecil


(57)

di Kota Medan. Sedangkan usia memberikan pengaruh yang negatif tetapi tidak signifikan terhadap pendapatan pengusaha kecil di Kota Medan yang berarti semakin bertambah usia (semakin tua) seorang pengusaha industri kecil cenderung semakin menurun pendapatannya.

Salman (2009) dalam penelitiannya analisis determinan pendapatan usaha kecil di Kabupaten Langkat menyimpulkan bahwa variabel modal kerja berpengaruh positif dan signifikan pada á = 5% terhadap pendapatan pengusaha kecil. Hal ini disebabkan bahwa fasilitas modal yang digunakan oleh pengusaha kecil berasal dari modal sendiri dan pinjaman dari pihak ketiga seperti kredit perbankan dan sumber-sumber lainnya. Sementara variabel lain yang mempengaruhi pendapatan usaha kecil adalah variabel tenaga kerja, jumlah jam kerja dan variabel tingkat pendidikan yang signifikan pada á = 10%.

Sasmita (2006), dalam penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Asahan, menyakan bahwa variabel independen modal kerja, jumlah tenaga kerja, waktu melaut dan pengalaman yang dapat menerangkan variansi variabel dependen (pendapatan usaha nelayan) sebesar 60,7%. Dari variabel independent yang diteliti modal kerja dan waktu melaut signifikan pada tingkat signifikan 5% sedangkan jumlah tenaga kerja signifikan pada tingkat signifikansi 10%.

Simanjuntak (1998) menunjukkan bahwa variabel modal dan tenaga kerja memberikan pengaruh yang positif sebesar 0,5223 dan 5,3775 dan cukup signifikan secara statistik terhadap peningkatan produksi industri kecil di Kota Medan dengan


(58)

tingkat kepercayaan 99%. Sementara dilihat dari nilai elastisitasnya ternyata variabel tenaga kerja memiliki nilai yang elastis dibandingkan dengan variabel modal. Disamping itu industri kecil di Kota Medan memiliki potensi yang cukup besar untuk berkembang. Hal ini ditandai dengan cukup besarnya jumlah pengusaha kecil, besarnya permintaan dan produk industri kecil, meningkatnya omzet industri kecil dan kemampuan industri kecil dalam menyerap tenaga kerja di Kota Medan.

Surjano (2008) dalam penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat menjelaskan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat adalah modal kerja dan tenaga kerja pada tingkat  = 5% sedangkan variabel pengalaman dan jarak tempuh melaut tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat.

Thamrin (2006) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa variabel yang mempengaruhi keberhasilan sektor industri kecil di dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang adalah variabel modal kerja, tenaga kerja, tingkat pendidikan dan fasilitas kredit berpengaruh secara signifikan secara statistik. Dalam penelitian pada sektor industri kecil di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa sektor ini dapat dikembangkan dalam rangka pendapatan, potensi ekonomi wilayah yang dimiliki Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang khususnya sektor industri kecil menjdi daya tarik bagi para investor untuk membuka usaha sehingga


(59)

iklim usaha akan menjadi cerah dan penyerapan tenaga kerja akan tercipta. Potensi sektor industri kecil ini juga dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan pemerintahan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang misalnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD).

2.11. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat. Dengan demikian maka kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah Pendapatan Sektor Informal (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja, Alokasi Waktu Usaha, Lama Berusaha (sebagai variabel bebas). Modal kerja dalam penelitian ini mempunyai pengertian biaya operasional yang di gunakan oleh masing-masing responden setiap bulannya (dalam jutaan rupiah). Jumlah tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan responden dalam usahanya (dalam orang). Alokasi waktu usaha adalah jam usaha atau total waktu usaha yang digunakan responden dalam berusaha setiap harinya yang diukur dalam sebulan (dalam jam). Lama berusaha adalah lamanya berusaha responden (dalam tahun).

Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal kerja mempengaruhi pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan jumlah barang atau produk yang diperdagangkan sehingga akan meningkatkan pendapatan.


(60)

Faktor jumlah tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan usaha. Dengan mempekerjakan jumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan akan meningkatkan pendapatan usaha.

Faktor alokasi waktu usaha masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis alokasi waktu usaha mempengaruhi pendapatan usaha. Semakin tinggi jam kerja yang kita berikan untuk membuka usaha maka probabilitas omset yang diterima pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan akan pedagang akan semakin terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.

Faktor lama berusaha secara teoritis dalam buku tidak ada yang membahas bahwa lama berusaha merupakan fungsi dari pendapatan. Namun dalam aktivitas sektor informal dengan semakin berpengalamannya seorang pedagang, maka semakin bisa meningkatkan pendapatan usaha. Pengelolaan usaha dalam sektor informal sangat dipengaruhi oleh tingkat kecakapan manajemen yang baik dalam pengelolaan usaha yang dimiliki oleh seorang pedagang. Tingkat kecakapan manajemen yang baik ini juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman atau lama berusaha seorang pedagang, sehingga dapat dilihat bahwa tidak ada kesamaan antara sesama pedagang sektor informal dalam kemampuan pengelolaan usaha sehingga tingkat pendapatan yang mereka hasilkan juga berbeda.

Dalam kerangka pemikiran di mana terdapat hubungan antara modal kerja, jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha dan lama berusaha terhadap pendapatan. Hal ini dapat dilihat pada kerangka pemikiran di bawah ini:


(61)

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.12. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai hasil kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Modal Kerja berpengaruh positif terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris Paribus.

Pendapatan Modal Kerja

Jumlah Tenaga Kerja

Lama Berusaha Alokasi Waktu Usaha


(62)

2. Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris

Paribus.

3. Alokasi Waktu Usaha berpengaruh positif terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris

Paribus.

4. Lama Berusaha berpengaruh positif terhadap Pendapatan Sektor Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris Paribus.


(1)

d. Bila nilai C2hitung < nilai C2Tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar tidak dapat ditolak.

Ghozali (2005) mengatakan dalam melakukan uji ini kita harus melakukan asumsi atau keyakinan bahwa fungsi yang benar adalah fungsi linier.

Tabel 4.11. Hasil Uji Linieritas

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .507a .257 .226 2.70601

Sumber: Data Primer (olahan SPSS17.0)

Dari Tabel 4.11 di atas menunjukkan nilai R2 sebesar 0,257, dengan jumlah n observasi 100 responden, maka besar nilai C2hitung = 100 x 0,257 = 25,7. Kemudian nilai ini dibandingkan dengan C2tabel dengan df = 95 dan tingkat signifikansi 0,05 didapat nilai C2tabel sebesar 123,86. Oleh karena itu nilai C2hitung < C2tabel (25,7 < 123,86), maka dapat disimpulkan bahwa model yang benar adalah model linier.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat diberikan kesimpulan bahwa:

1. Modal kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan sektor informal Kecamatan Rantau Utara di Kabupaten Labuhanbatu.

2. Tenaga kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan sektor informal Kecamatan Rantau Utara di Kabupaten Labuhanbatu.

3. Alokasi waktu usaha mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan sektor informal Kecamatan Rantau Utara di Kabupaten Labuhanbatu.

4. Lama berusaha mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan sektor informal Kecamatan Rantau Utara di Kabupaten Labuhanbatu.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran, sebagai bentuk implementasi dari hasil penelitian ini sebagai berikut:


(3)

1. Untuk mendorong peningkatan pendapatan sektor informal ini sudah seharusnya Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu melakukan pelatihan- pelatihan kerja, penyuluhan tentang sistem pengelolaan manajemen yang baik dan penggunaan teknologi yang ada. Selain itu juga pihak Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu dapat membuat kebijakan atau peraturan yang memudahkan dalam berusaha dan bisa juga bekerjasama dengan lembaga keuangan untuk mencari solusi dari permasalahan modal kerja bagi usaha sektor informal.

2. Perlu penelitian lain memasukkan variabel karakteristik usaha, lokasi usaha, cita rasa, jenis makanan dan minuman, keahlian wirausaha, waktu dalam persiapan berjualan dan lain-lain yang mempengaruhi pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahaf, Arizal, 2008. Sektor Informal Menjadi Penyelamat, www.kompas.com.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu, 2008. Indikator Ekonomi Kabupaten

Labuhanbatu, Rantauprapat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu, 2009. Labuhanbatu dalam Angka, Rantauprapat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu, 2009. Rantau Utara dalam Angka, Rantauprapat.

Basri, Faisal, 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi

Perkonomian Indonesia, Gelora Aksara Pratama, Jakarta.

Departemen Perdagangan, 2006. Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia No. 09/M-DAG/Per/3/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1998. Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil.

Foster, Bill, 2001. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan, PPM, Jakarta. Ghozali, H. Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,

Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, Damodar D. 2003. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Kedua Cetakan

Pertama, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Jajasan, 2001. Ekonomi dan Keuangan Indonesia: Economic and Finance in


(5)

Jhingan, L, M, 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Koutsoyianis, 1981. Metode Penelitian Kuantitatif, Penerbit Alfabeta, Bandung. Kuncoro, Mudrajad, 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan

Ekonomi, UPP – AMP, Yogyakarta.

Mankiw, N. Gregory, 2007. Makro Ekonomi Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Manurung, Adler, Haymans, 2007. Modal untuk Bisnis UKM, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Manurung, Rahardja, 2006. Teori Ekonomi Mikro Edisi Ketiga, LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Pindyck, Rubinfield, 2001. Ekonomi Mikro, Alih bahasa oleh Aldi Jenie, Cetakan Asli, Prentice Hall Inc.

Pratomo, Wahyu Ario, 2006. Buku Ajar Teori Ekonomi Makro, Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pulungan, 2003. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Industri

Kecil dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Kerakyatan di Kota Medan,

Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. (Tidak dipublikasikan).

Salman, H, 2009. Analisis Determinan Pendapatan Usaha Kecil di Kabupaten

Langkat, Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

(Tidak dipublikasikan).

Salvatore, Dominick, 2006. Theory and Problem f Micro Economic Theory, 3rd

Edition, Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul, Penebit Erlangga, Jakarta.


(6)

Sasmita, 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha

Nelayan di Kabupaten Asahan, Tesis Program Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Medan. (Tidak dipublikasikan).

Simamora, Paul, Agustinus, 2006. Analisis Pengaruh Alokasi Waktu terhadap

Peningkatan Pendapatan Petani di Kabupaten Humbang Hasundutan, Tesis

Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. (Tidak dipublikasikan).

Simanjutak, Jainar, 1998. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan

Industri Kecil di Kota Medan, Tesis Program Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Medan. (Tidak dipublikasikan).

Sujarno, 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan di Kabupaten

Langkat, Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

(Tidak dipublikasikan).

Sukirno, Sadono, 2005. Makroekonomi Modern, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suparmoko, 2000. Ekonomi Publik Keuangan Negara, Penerbit Andi, Yogyakarta. Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan, Problematika dan Pendekatan, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta.

Thamrin, 2006. Analisis Sektor Industri Kecil Pedesaan terhadap Peningkatan

Pendapatan Masyarakat di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

(Tidak dipublikasikan).

Todaro, P, Mikael, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Winardi, 1997. Pengantar tentang Sistem-sistem Ekonomi, Penerbit Karya, Jakarta. Winarno, Doso, 2005. Menyongsong Hari Habitat Sedunia, www.pemda.diy.go.id.