diperoleh kembali bila diperlukan. Oleh karena itu inti dari filing adalah penemuan kembali warkat dengan cepat dan tepat.
21
Sistem filing yang dipergunakan hendaknya menjamin kemudahan pencarian kembali warkat yang tersimpan, apapun
sistem yang dipergunakan. Masalah lain yang sering timbul dalam penyelenggaraan
tata kearsipantata berkas antara lain berupa: a
Kesulitan memperoleh kembali warkat karena hilang b
Kesulitan menemukan arkat baru didapat setelah membongkari tumpukan berkas
c Setiap kali warkat senantiasa bertambah volumenya
d Kesulitan memperoleh tempat penyimpanan yang
layak dan memenuhi syarat e
Kekurangan pegawai yang cukup terlatih di bidang tata berkas.
22
Untuk mengatasi dan memecahkan masalah di bidang tata berkas, sebenarnya disinilah letak pengertian filing sesungguhnya.
c. Fase Pemeliharaan
Agar arsip dapat terkelola dan tertata dengan rapi serta apik, maka sangat diperlukan tenaga pengelola yang profesional dengan
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dan lengkap, untuk melahirkan sumber daya aparatur yang terampil di bidang kearsipan.
Kemudian pembenahan adiministrasi kearsipan, hendaknya senantiasa sejalan dengan tujuan pelaksanaan tata kearsipan, baik sebagai sumber
infomasi, pusat ingatan, alat pengendali dan sarana pengungkapan sejarah, sarana penelitian maupun sebagai sarana evaluasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya, untuk mendorong terciptanya sikap aparat kearsipan sesuai tuntutan zaman dan
kebutuhan, antara lain perlu diperhatikan pengembangan karir yang bersangkutan.
21
Martono, Kearsipan, Rekod manajemen dan Filing…, h. 74
22
Martono, Kearsipan, Rekod manajemen dan Filing…, h. 75
d. Fase Penyusutan
Tidak selamanya arsip-arsip harus disimpan di dalam tempat penyimpanan. Kalau semua arsip harus disimpan terus, dapat
dibayangkan bahwa kantor-kantor akan dipenuhi oleh arsip. Penyusutan adalah termasuk kegiatan yang harus dilakukan dalam
pengelolaan kearsipan. Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah N0. 34 tahun 1979 disebutkan, penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan
arsip dengan cara: 1
Memindahkan arsip inaktif dari unit pengolahan ke unit kearsipan dalam lingkungan lembaga-lembaga Negara atau
badan pemerintah masing-masing. 2
Memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
3 Menyerahkan arsip statis oleh unit kearsipan kepada Arsip
Nasional.
23
Untuk keperluan itu hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut di bawah ini:
1 Angka pemakaian
2 Jadwal retensi arsip
3 Nilai kegunaan arsip
4 Pemindahan arsip
5 Pemusnahan arsip
24
Dari kelima hal tersebut di atas, tiga di muka merupakan rambu-rambu penyusutan arsip. Jadi dalam menentukan penyusutan
arsip dapat berkonsultasi dengan angka pemakaian, jadwal retensi arsip dan nilai kegunaan arsip.
Arsip akan lahir dengan sendirinya bila aktivitas-aktivitas dalam pelaksanaan fungsi instansi berjalan. Arsip tidak pernah
diciptakan secara khusus tetapi ia merupakan hasil samping by
23
Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 52
24
Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 52
product dari kegiatan organisasi atau instansi. Di sini terlihat kaitan erat antara arsip dengan creating agency instansi penciptanya
sebagai bukti dokumenter mengenai
penyelesaian berbagai
persoalan, bukti-bukti transaksi maupun perencanaan ke depan dari instansi yang bersangkutan.
Untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas operasional instansi, sebagaimana tujuan diselenggarakannya manajemen arsip
dinamis records management, arsip harus disusutkan. Manfaat penyusutan yang konsisten dan prosedural dapat menghemat ruang
penyimpanan, peralatan kearsipan, tenaga, waktu dan akhirnya akan tercapai penghematan biaya operasional. Arsip yang frekuensi
penggunaannya sudah sangat rendah yang digunakan kurang dari enam kali dalam satu tahun standar International Council on
Archives, harus disimpan di tempat yang nilai ekonominya lebih rendah, yaitu Unit Kearsipan Records Centre sebagai arsip inaktif.
Persoalannya adalah bahwa di Indonesia belum ditemukan tradisi menghitung frekuensi penggunaan berkas. Sering
diperdebatkan pengertian frekuensi penggunaan sangat menurun ini, antara pihak Unit Pengolah dengan pihak petugas arsiparsiparis.
Dalam situasi seperti tersebut ada kecenderungan anggapan di Unit Pengolah, bahwa arsip yang masih sesekali digunakan dianggap masih
aktif dan hanya arsip yang sudah tidak digunakan saja yang disebut in aktif. Akibat langsung dan kecenderungan ini ialah bahwa Unit
Kearsipan diidentikkan dengan tempat penyimpanan sampah, atau bahkan petugas arsip pada Unit Kearsipan cenderung dianggap tidak
ada sama saja. Untuk mengatasi hal tersebut, maka Jadwal Retensi Arsip
JRA sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979, merupakan kompetensi pimpinan instansi. Jadwal retensi adalah
suatu daftar yang memuat kebijaksanaan seberapa jauh sekelompok
arsip dapat disimpan atau dimusnahkan.
25
Penyusunan JRA, dengan sendirinya tidak lepas dari tindakan untuk menilai suatu arsip, baik
atas dasar jenisnya, fisiknya maupun informasinya. Dari penilaian- penilaian yang dapat dilakukan itu, penilaian yang paling esensial
ialah penilaian atas dasar informasi yang terkandung di dalam arsip. Dengan adanya informasi yang terkandung dalam arsip itu, maka
dapat ditentukan nilai kegunaannya. Penilaian mengandung pengertian tindakan analisis seri berkas
berdasarkan nilai gunanya. Penilaian dilakukan dalam rangka penetapan jangka simpan retensi, serta menentukan simpan
permanen dan musnah. Penilaian arsip adalah dasar dari penyusutan arsip. Tidak ada standar yang pasti untuk menilai arsip, dan tata cara
penentuan nilai tidak dapat dilakukan secara mekanis. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam rangka menilai arsip adalah:
1 Penilaian dilakukan dengan memperhatikan hubungan
antara seri berkas dengan yang lainnya. 2
Penilaian diselenggarakan atas dasar pengetahuan bersangkutan.
3 Penilaian harus memperhatikan arti dari sumber arsip yang
menciptakan dan memperhatikan kedudukan masing- masing unit organisasi dan struktur pemerintahan, sifat
kegiatannya.
4 Penilaian harus memperhatikan faktor biaya untuk
pemeliharaannya.
26
Jadwal Retensi Arsip JRA merupakan pedoman kerja petugas arsiparsiparis dalam penyusutan arsip yang secara minimal
harus mencakup jenis arsip, jangka simpan, dan keterangan nasib akhirnya. Ini berbeda dengan tradisi barat yang melihat JRA Records
Retention Schedule sebagai inisiatif petugas arsip records clerk, records management, archivist dan merupakan rangkaian kegiatan
25
Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 55
26
Boedi Martono, Sistem Kearsipan Praktis; Penyusutan dan Pemeliharaan Arsip, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, Cet. Ke-1, h. 47
pemilahan arsip untuk dirundingkan retensinya dengan pimpinan Unit Pengolah dan Pimpinan instansi yang bersangkutan.
Setiap upaya penyusutan arsip harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia.
Dan aspek hukum terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan: Pertama, Ketentuan yang mengatur bidang kearsipan. Dalam hal ini
dapat disebutkan antara lain: Undang-undang No. 7 tahm 1971, Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979 dan Surat Edaran Kepala
Arsip Nasional RI No. 01SE1981 dan No. 02SE1983. Meskipun demikian dokumen untuk pengertian arsip perusahaan, juga perlu
diperhatikan Undang-undang No. 8 tahun 1997. Kedua, Ketentuan yang mengatur bidang operasionaI instansi pencipta arsip creating
agency setiap naskah dinas official paper sebagai unsur pokok arsip, pada prinsipnya adalah konfidensial. Artinya harus mengikuti
ketentuan hukum yang mengatur keberadaan dan cara kerja instansi pencipta. Beberapa produk hukum tertentu yang menyangkut
ketentuan bagaimana suatu naskah dinas itu harus dikelola. Ketiga, Ketentuan hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan lain, namun
mengingat cara instansiperusahaan memperlakukan arsipnya statute of limitation. Dalam hal ini dapat disebutkan antara lain Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang KUHD, Hukum Pidana, Hukum Perdata, ISO 9000, dan kontrak-kontrak kerja business yang
menyangkut hal-hal khusus. Pengertian khusus dihubungkan dengan teknologi tinggi, operasi intelijen, dan lain-lain.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979, pasal 4, bahwa setiap Lembaga Negara dan Badan-Badan
Pemerintah wajib memliki JRA yang berupa daftar berisi sekurang- kurangnya jenis arsip beserta jangka waktu penyimpanannya sesuai
dengan nilai kegunaannya dan dipakai sebagai pedoman penyusutan
arsip.
27
Maka dapat diartikan bahwa penyusutan arsip harus di lakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Artinya
penyusutan arsip bukanlah hanya sesuatu masalah yang mendesak, melainkan sebuah kewajiban konstitusional yang harus dilaksanakan
dengan tanggung jawab hukum yang jelas. Harus ada prosedur standar operasional dalam pelaksanaannya sehingga setiap ketentuan dapat
diukur dan dituntut pertanggung jawabannya. Manajemen arsip pada prinsipnya adalah manajemen naskah
dinas official papers dan bentuk konfidensial. Artinya informasi di dalamnya hanya boleh diketahui atau dilihat oleh orang yang
memerlukan dan berhak. Karena itu harus ada ketentuan hukum yang mengatur keterbukaan informasi access, sehingga keberadaan JRA,
pada dasarnya hanya merupakan pedoman kerja bagi para petugas arsiparsiparis yang secara fungsional menjadi bagian dari struktur
organisasi pencipta arsipnya. Dalam aspek keilmuan, JRA memiliki dua tujuan, yaitu
sebagai sub sistem dari manajemen peningkatan efisiensi operasional instansi dan perlindungan terhadap informasi pertanggungjawaban
nasional serta upaya pelestarian nilai budaya bangsa. Adanya JRA, maka petugas arsiparsiparis di instansi yang bersangkutan dapat
secara langsung melakukan penyusutan arsip secara sistematis berdasarkan pedoman yang sah. Dengan demikian peningkatan
kecepatan akumulasi arsip dapat diimbangi dengan kelancaran penyusutan, sehingga hanya arsip yang masih benilai guna sajalah
yang disimpan. Hal ini akan bermuara untuk penemuan arsip retrieval. Hal penting dari manajemen arsip yang baik adalah bahwa
unit kearsipan menjadi bagian fungsional manajemen instansi dalam rangka meningkatkan efisiensi operasional.
Penyusutan arsip, dalam perspektif ilmu pengetahuan adalah fungsi pelestarian arsip yang bernilai guna sekunder bagi kehidupan
27
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979 Tentang Penyusutan Arsip.
kebangsaan. Dengan adanya pedoman penyusutan arsip sejak awal telah dapat dipantau dan dilakukan langkah penyelamatan bukti
pertanggung jawaban nasional dan bukti prestasi intelektual berupa nilai budaya bangsa yang terekam dalam bentuk arsip. Bukti
pertanggung jawaban dan prestasi budaya tersebut bukan saja bermanfaat bagi kepentingan penelitian sosial, budaya dan sejarah
dalam rangka pembentukan kesadaran jati diri bangsa, melainkan yang terpenting justru memberikan dukungan data atau informasi
dalam perumusan kebijaksanaan nasional. Penentuan jangka simpan arsip, sebagai bagian terpenting
dalam penyusutan arsip, pada prinsipnya harus mempertimbangkan dua nilai guna arsip dan pertanggungjawaban hukum dalam
penyelenggaraan kehidupan kenegaraan dari aspek nilai guna, sesuai dengan Surat Edaran Kepala ANRI Nomor 02SE1983, dapat
dibedakan antara. nilai guna primer dan nilai guna sekunder. Dan aspek hukum pada prinsipnya harus mempertimbangkan beberapa hal:
Pertama, Ketentuan hukum yang mengatur bidang kearsipan; Kedua, ketentuan hukum yang mengatur bidang operasional instansi yang
bersangkutan. Nilai guna primer pada prinsipnya adalah nilai yang melekat
pada kepentingan operasional instansi yang bersangkutan. Dalam hal ini dapat dibedakan dalam lima nilai guna yaitu:
1 Administrasi
2 Hukum
3 Fiskal.
4 IlmiahTeknologi
5 Nilai perorangan.
28
Di samping nilai guna primer, sebagian kecil arsip memiliki nilai guna sekunder yaitu kegunaan arsip di luar kepentingan
organisasi yaitu untuk kepentingan penelitian di dalam kaitannya
28
Martono, Sistem Kearsipan Praktis; Penyusutan dan Pemeliharaan Arsip…, h. 48-50
dengan berbagai ilmu pengetahuan serta kepentingan masyarakat luas lainnya. Termasuk dalam nilai guna sekunder, adalah nilai guna
informasional dan nilai-nilai guna kebuktian.
29
Arsip bernilai guna informasional pada prinsipnya adalah semua hal yang mengenai
peristiwafenomena orangorganisasitempat yang menjadi bagian langsung dari arus peristiwa nasional dantokoh nasional. Arsip
bernilai guna evidential, merupakan arsip bukti keberadaan sejarah lembaga, pencipta creating agency arsip yang bersangkutan atau
keberadaan sesuatu fenomena sejarah, termasuk pula arsip semua produk hukum yang bersifat mengatur dari instansi yang
bersangkutan dan bukti prestasi budayaintelektual yang bersifat original.
Semua arsip yang bernilai guna sekunder, tersebut dalam prinsipnya adalah arsip bernilai guna permanen, artinya harus
dilestarikan keberadaannya. Untuk arsip, bernilai guna permanen, dapat disimpan secara terus menerus di lembaga pencipta creating
agency dan apabila. sudah tidak diperlukan lagi wajib diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai arsip statis.
Persoalan kapan arsip tersebut disusutkan, harus ditetapkan dalam pedoman jangka simpan arsip yang secara umum disebut
Jadwal Retensi Arsip JRA. Prosedur dan teknik Penentuan jangka simpan arsip menjadi wilayah kerja Pak Burhan
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979, sebuah JRA setidak-tidaknya harus berisi informasi
tentang tiga hal, yaitu jenis arsip, jangka simpan dan keterangan. Berdasarkan ketentuan tersebut untuk penentuan model JRA terbuka
luas, sesuai kebutuhan instansi masing-masing. Artinya dapat dilakukan perubahan lebih rinci, misalnya menyangkut jangka, simpan
aktif, inaktif, dan lain-lain. Berdasarkan pengalaman teoritis dan praktek, sebuah JRA sangat tepat bila disusun dalam format yang
29
Martono, Sistem Kearsipan Praktis; Penyusutan dan Pemeliharaan Arsip…, h. 50
jelas. Jenis arsip merupakan susunan arsip dan sebuah seri keglatan Records Series. Sementara jangka simpan dibedakan antara, arsip
aktif dengan inaktif. Pada kolom ditempatkan disposisi mengenai nasib akhir bagi setiap seri arsip.
JRA pada prinsipnya adalah produk hukum untuk menjamin bahwa penyusutan arsip dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku. Keberadaan JRA sesuai dengan Ketentuan PP Nomor 341979 merupakan keharusan bagi setiap instansi
PemerintahPerusahaan Negara. Kehadiran UU Nomor 81997 tidak merubah esensi penyusutan arsip, dan bahkan menjadikan penyusatan
sebagai komitmen nasional karena setiap perusahaan wajib menyerahkan arsip statis yang bernilai pertanggungjawaban nasional
ke Badan Arsip. Dengan demikian, diperlukan kerjasama yang baik dengan Badan Arsip agar penyusutan arsip secara sistematis dapat
dilaksanakan dengan baik oleh setiap instansiperusahaan. Oleh karena itu, JRA adalah sebuah produk hukum, sebuah
keputusan pucuk pimpinan instansi Menteri, Kepala LPND, Direksi Perusahaan, untuk menjamin bahwa penyusutan arsip di instansinya
telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan hukum yang berlaku. Dengan demikian juga merupakan jaminan akuntabilitas kegiatan
instansiperusahaan dan sekaligus perlindungan hukurn bagi petugas arsipArsiparis yang melakukan penyusutan arsip di masing-masing
instansiperusahaan. Sedangkan muara akhir dari Jadwal Retensi Arsip ada dua:
yakni memusnahkan atau menyerahkan arsip statis ke Arsip Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka
diperlukan kesepakatan ANRI dengan perancang JRA, mengingat tiga hal
1 Aspek Efisiensi: Dengan adanya JRA yang telah disetujui ANRI,
berarti sesuatu instansi dapat melakukan penyusutan arsipnya sendiri sesuai ketentuan JRA;
2 Aspek Akuntabilitas: Dengan bekerjasama dengan ANRI
memungkinkan setiap instansi melestarikan arsip statis yang dianggap mewakili akuntabilitas perannya secara nasional;
3 Aspek Budaya: Dengan adanya peran ANRI dalam perumusan
JRA, berarti setiap instansi dapat menyelamatkan arsip bukti pertanggungiawaban nasional dan bukti keberadaansejarah
instansinya secara otomatis sejak arsip masih aktif Secara hukum proses penentuan JRA diatur dalam PP Nomor
341979. Secara umum, dapat dikatakan sebagai berikut : 1
Perumusan rancangan JRA sesuatu instansiperusahaan disusun oleh suatu tim yang dibentuk oleh pimpinan instansiperusahaan;
2 Arsip Nasional Republik Indonesia dapat ditempatkan sebagai nara
sumber perumusan JRA instansiPerusahaan; 3
Rancangan JRA harus diajukan kepada Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia untuk memperoleh persetujuan. Dalam hal
mengenai arsip Keuangan perlu dipertimbangan pendapatnya Ketua BPK, dan Ketua BAKN untuk arsip Kepegawaian, serta
Menteri Dalam Negeri untuk Arsip Pemerintahan Daerah; 4
Pimpinan instansiDireksi Perusahaan menetapkan Keputusan berlakunya JRA dilingkungan instansinya setelah memperoleh
persetujuan Kepala ANRI.
30
JRA pada prinsipnya tidak berlaku surut artinya hanya untuk arsip yang tercipta sejak terbit surat Keputusan berlakunya JRA.
Sementara itu, sebagai lembaga yang tumbuh berkelanjutan setiap instansi akan memiliki arsip yang tercipta sejak sebelum berlakunya
JRA. Baik arsip yang tercipta sebelum berlaku JRA maupun setelah berlaku JRA yang semuanya perlu disusutkan. Berdasarkan kenyataan
tersebut, maka dapat dinyatakan: Pertama, Arsip yang tercipta setelah bertaku JRA disusutkan berdasarkan JRA instansi yang bersangkutan;
Kedua, Arsip yang tercipta sebelum berlaku JRA disusutkan sesuai
30
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979 Tentang Penyusutan Arsip.
dengan Surat Edaran Kepala ANRI Nornor OlSE1981; Ketiga, JRA yang ada dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusutan dan
penyusunan Daftar Pertelaan Arsip yang akan disusutkandimus- nahkan; Keempat, Penyusutan arsip berdasarkan JRA dapat dilakukan
secara sistematis oleh instansi masing-masing, kecuali arsip tersebut dinyatakan dinilai kembali atau berjangka simpan 10 tahunlebih;
Kelima, Pemusnahan arsip sebelum terbit JRA dapat dilakukan hanya setelah memperoleh persetujuan Kepala Arsip Nasional Republik
Indonesia, setelah mendengar pertimbangan pimpinan instansi yang berkepentingan.
Dewasa ini belum banyak yang mengenal adanya penyusutan arsip dinamis. Kondisi ini terjadi karena belum memasyarakatnya
masalah kearsipan di negara kita, dan juga ilmu kearsipan di Indonesia belum begitu berkembang. Dampak yang ditimbulkan adalah sangat
luas terutama bagi perkembangan Ilmu Kearsipan itu sendiri dan juga bagi pemasyarakatan masalah kearsipan. Sehingga timbul masalah
penyusutan arsip dinamis, seperti: 1
Kurang adanya kesadaran untuk menyerahkan arsip kepada ANRI 2
Perlakuan yang sama antara arsip penting dengan tidak penting 3
Sistem yang dipilih tidak tepat 4
Kemampuan SDM yang kurang Dalam penyusutan arsip dinamis harus selalu berpedoman
kepada: 1
UU No 71971, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan 2
PP No 341979, tentang Penyusutan Arsip Dinamis SE Ka ANRI No. SE011981, tentang penanganan arsip inaktif
sebagai pelaksanaan ketentuan peralihan PP tentang penyusutan arsip dinamis. bagi instansi yang belum memiliki JRA
3 SE Ka ANRI No. SE021983, tentang pedoman umum untuk
menentukan nilai guna arsip Dengan demikian inti dari penyusutan arsip adalah upaya
pengurangan arsip yang tercipta baik dengan cara pemindahan, pemusnahan, maupun penyerahan. Dari pengertian penyusutan arsip
tersebut di atas ada beberapa hal yang perlu ditelaah den dijelaskan lebih lanjut baik menyangkut komponen serta persyaratan yang perlu
dipenuhi. 1.
Memindahkan arsip Memindahkan arsip dari unit pengolah ke pusat arsip adalah
dengan cara menyiangi weeding arsip yang telah habis jangka waktu penyimpanannya dan sudah tidak dipergunakan lagi.
31
Tujuannya agar arsip dinamis yang frekuensi penggunaannya masih tinggi atau sering digunakan dalam rangka pelaksanaan
pekerjaan dinamis aktif mudah ditemukan kembali bila diperlukan. Dan arsip yang frekuensi penggunaannya sudah
menurun arsip dinamis inaktif, mungkin hanya satu kali digunakan, dapat diselamatkan dengan mudah, dengan cara
memindahkannya ke pusat arsip sehingga dapat didayagunakan sebagai referensi atau berbagai kepentingan. Sasaran lain hendak
dituju adalah kedua jenis arsip tersebut tidak bercampur baur menjadi satu sehingga dapat menyulitkan temu kembali arsipnya.
Pengertian yang kedua adalah bila beban tugas suatu instansi itu luas atau besar maka arsip aktifnya dapat disimpan di
unit pengolah masing-masing. Tetapi bila lingkup kerjanya sempit dan arsip yang dihasilkan juga sedikit maka disarankan untuk
memusatkan penyimpanan arsip aktifnya. Kedua cara tersebut bila arsipnya telah mencapai masa inaktif arsip dipindahkan ke pusat
arsip sebagai pusat penyimpanan arsip inaktif. Tetapi bila suatu organisasi yang rentang tugasnya kecil dan volume arsipnya
sedikit, arsip aktif dan inaktif dapat disimpan secara terpusat pada suatu unit yang ditugaskan untuk mengelolanya. Pengertian
pemindahan arsip aktif ke inaktif dapat dilakukan dari filing cabinet satu ke filing cabinet kedua. Filing cabinet satu berisi arsip
aktif dan filing cabinet kedua berisi arsip inaktif. Meskipun
31
Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 59
pemindahan tersebut dilakukan dalam ruang yang sama asalkan beda tempat penyimpanannya dapat disebut sebagi penyusutan
arsip. arsip inaktif dapat juga disimpan di rak arsip. Hal lain yang perlu dijelaskan dalam definisi penyusutan
sebagaimana tertuang dalam PP 34 tersebut memperlihatkan adanya konsepsi pusat arsip. Pusat arsip dinamis adalah tempat
penyimpanan arsip inaktif, atau sering disebut record centre.
32
Manfaat adanya pusat arsip dinamis di samping memperoleh efisiensi dan penghematan, juga dalam rangka pendayagunaan arsip
inaktif. Arsip inaktif dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai referensi atau sumber informasi organisasi. Fungsi dari pusat arsip
dinamis adalah untuk menghindarkan terjadinya penumpukan arsip inaktif di unit kerja. Dengan demikian mengurangi beban bagi unit
kerja juga memudahkan perawatannya. Adanya pusat arsip dinamis dapat memberikan kepastian terhadap arsip-arsip yang bernilai
guna permanen. Dan yang lebih penting lagi adalah terjadinya efisiensi baik penggunaan ruanganm, peralatan, tenaga, dan waktu.
2. Memusnahkan arsip
Memusnahkan arsip berarti menghapus keberadaan arsip dari tempat penyimpanan. Jadi pemusnahan arsip adalah tindakan
menghancurkan secara fisik arsip-arsip yang sudah berakhir fungsinya dan sudah tidak memiliki nilai kegunaan lagi.
33
Penghancuran arsip harus dilakukan secara total, sehingga hilang sama sekali identitas arsip yang bersangkutan. Pelaksanaan
pemusnahan arsip dapat dilakukan dengan cara: a
Pembakaran arsip b
Penghancuran arsip dengan bahan kimia misalnya dengan soda api
32
Martono, Penataan Berkas dalam Manajemen Kearsipan…, h. 87
33
Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 61
c Pencacahan arsip dengan mesin pencacah arsip.
34
Arsip-arsip yang sudah habis masa berlakunya dan telah diputuskan untuk dimusnahkan, tidak dibenarkan dimanfaatkan
dengan cara digunakan sebagai sampul surat apalagi dijual nantinya digunakan sebagai alat pembungkus. Pemanfaatan arsip yang sudah
tidak digunakan lagi hanya dibenarkan apabila sudah berujud kawul, yaitu sudah dicacah dengan mesin pencacah arsip.
Dalam melakukan pemusnahan arsip perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku, yaitu:
a Perlu membuat daftar pertelaan untuk arsip-arsip yang akan
dimusnahkan. b
Harus dibuatkan berita acara pemusnahan c
Harus disaksikan oleh dua orang pejabat yang berwenang.
35
Apabila diadakan penyusutan, maka terjadi pemidahan arsip, tetapi arsip tidak akan menjadi susut kalau tidak
dimusnahkan arsip-arsip yang tidak berfungsi dan tidak berguna lagi.
3. Menyerahkan arsip ke ANRI
Selanjutnya dalam hal penyusutan untuk penyerahan arsip ke ANRI, prosedur pelaksanaannya sbb:
a Penyerahan arsip ke ANRI dilakukan untuk arsip yang
memiliki nilai guna sebagai bahan pertanggungjawaban nasional, tetapi sudah tidak diperlukan lagi untuk
penyelenggaraan administrasi sehari-hari dan juga setelah melampaui jangka waktu penyimpanannya.
b Bagi arsip-arsip yang disimpan oleh lembaga-lembaga negara
atau badan-badan pemerintah di tingkat pusat harus diserahkan ke ANRI . Sedangkan bagi yang ada di tingkat daerah harus
diserahkan ke Arsip Nasional Wilayah.
36
34
Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 61
35
Sularso, et.al, Dasar-dasar Kearsipan…, h. 61-62
36
http:arsiparis.blogspot.com200803penyusutan-arsip.html
Inti dari kegiatan-kegiatan tata usaha, yaitu: 1.
Pencarian data 2.
Pencatatan data 3.
Pengolahan data 4.
Penggandaan data 5.
Pengiriman data 6.
Penyimpanan data 7.
Pemusnahan data.
37
Sedangkan tata usaha menurut Pedoman Pelayanan Tata Usaha sebagai berikut: Tata usaha ialah segenap kegiatan
pengelolaan surat-menyurat yang dimulai dari menghimpun menerima, mencatat, mengolah, menggandakan, mengirim, dan
menyimpan semua bahan keterangan yang diperlukan oleh organisasi. Tata usaha merupakan salah satu unsur administratif.
Selanjutnya kantor di mana tata usaha dilaksanakan kini tidak lagi dipandang sebagai tempat kerja tambahan saja dalam sesuatu badan
usaha, melainkan telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap organisasi yang ingin mencapai suatu tujuan. Jadi,
pada pelaksanaan setiap pekerjaan operatif apa pun dan dalam sesuatu organisasi manapun tentu dilaksanakan tata usaha.
Dalam garis besarnya tata usaha mempunyai 3 pokok peranan sebagai berikut:
1. Melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operatif
untuk mencapai tujuan dari sesuatu organisasi. 2.
Menyediakan keterangan-keterangan bagi pimpinan organisasi itu unuk membuat keputusan atau melakukan
tindakan yang tepat. 3.
Membantu kelancaran perkembangan organisasi sebagai suatu keseluruhan.
Mengenai peranan pokok yang pertama dari tata usaha ini Litlifield dan Peterson menegaskan sebagai berikut: pekerjaan
37
Martono, Dasar-Dasar Kesekretariatan dan Kearsipan…, h. 23
kantor sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan fungsi-fungsi produksi, penjualan, keuangan, teknik, pembelian, kepegawaian
atau fungsi lainnya yang mungkin perlu dalam sesuatu organisasi tertentu. Sebaliknya ini adalah suatu proses atau sekelompok proses
yang dipergunakan guna melaksanakan salah satu dari fungsi- fungsi tersebut. Sumbanganya yang khas ialah menyediakan
keterangan yang diperlukan dalam melakukan salah satu fungsi itu. Selanjutnya tata usaha membantu pihak pimpinan sesuatu
organisasi dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan yang tepat. Pencatatan keterangan-keterangan itu selain untuk
keperluan informasi juga bertalian dengan fungsi pertanggungjawaban dan fungsi kontrol.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian