Pada penderita PPOK, umumnya akan mengalami efek inflamasi sistemik. Dalam hal ini akan terjadi pengurangan massa otot,
perubahan metabolisme dan efek-efek lainnya. PDPI 2003 Berat badan penderita diukur dengan menggunakan timbangan
yang berada pada Poliklinik Paru dan telah diuji terlebih dahulu tingkat akurasinya.
Sehingga akan diukur berapa berat badan dan tinggi badan penderita PPOK apakah sesuai Indeks Massa Tubuh IMT.
Karakteristik dinilai sesuai dengan tabel IMT dari WHO 2004 dan akan dikelompokkan berdasarkan skala ordinal yakni :
- Underweight
- Normoweight
- Overweight
- Obesitas
Tabel 3.1: Klasifikasi Indeks Massa Tubuh IMT
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
Berat badan kurang
18.50 Berat Badan
Normal 18.50 - 22.99
Berat badan lebih ≥23.00
Pre-obesitas 23.00 - 24.99
Obesitas ≥25.00
Obesitas Kelas I 25.00 – 29.99
Obesitas Kelas II ≥ 30.00
sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 and WHO 2004. 3.
Status merokok Sebagian besar PPOK yang diderita diakibatkan oleh karena merokok.
Baik itu perokok aktif maupun perokok pasif. Parameter yang akan diukur
Universitas Sumatera Utara
dari status merokok antara lain; bukan perokok, perokok aktif, perokok pasif dan mantan perokok. PDPI 2003.
Cara ukur penilaian status merokok adalah dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi oleh pakar. Penilaian karakteristik dibagi
atas 3 kategori berdasarkan data nominal yakni : -
Bukan Perokok -
Perokok Jenis rokok juga dapat mempengaruhi terjadinya PPOK, adapun jenis
rokok dibagi atas beberapa kategori berdasarkan data nominal yaitu: -
Rokok Filter -
Rokok Non-Filter Berdasarkan tingkat merokoknya dapat dihitung dengan indeks
brinkman IB yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun, dengan 3 tingkatan
berdasarkan skala ordinal yaitu: -
Ringan 0 – 200 -
Sedang 200 – 600 -
Berat 600 4.
Tempat tinggal Tempat tinggal akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dari
PPOK. paparan polusi udara pada tempat tinggal secara episodik dari hari ke hari akan memperberat derajat PPOK. terutama pada sebagian besar
orang yang tinggal pada kawasan industri. Penilaian karakteristik dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan
data nominal yakni: -
Perkotaan -
Daerah industri -
Lain-lain
Universitas Sumatera Utara
5. Derajat sesak napas berdasarkan tabel BDI
Derajat sesak napas adalah tingkat sesak napas pada penderita penyakit paru yang diukur berdasarkan keterbatasan aktivitasnya dan
merupakan cara sederhana untuk menentukan tingkat keparahan. Cara ukur adalah dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi oleh
ahli terlebih dahulu. Penentuan derajat PPOK juga sangat penting, adapun derajat
kegagalan fungsi dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan BDI dengan skala ordinal yakni:
Tabel 3.2 : Tabel Baseline Dyspnea Index BDI
Baseline Dyspnea Index BDI Kegagalan fungsi Fungctional impairment
Gradasi 4 Tidak ada halangan no impairment. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan bekerja tanpa timbul keluhan
sesak napas. Gradasi 3 Halangan ringan slight impairment. Didapati adanya
halangan dalam melakukan satu jenis aktivitas, tetapi tidak tuntas. Terdapat sedikit pengurangan aktivitas kerja yang
biasa dilakukan sehari-hari karena berkurangnya kemampuan ausdauer. Masih belum jelas apakah
pengurangan kemampuan ini disebabkan oleh sesak napas. Gradasi 2 Halangan sedang moderate impairment. Penderita ini
tidak mampu lagi melakukan satu jenis aktivitas yang biasa dilakukan karena sesak napas.
Gradasi 1 Halangan berat severe impairment. Penderita tidak mampu lagi bekerja atau menghentikan semua aktivitas
yang biasa dilakukan karena sesak napas. Sumber: Respirologi respiratory medicine
Universitas Sumatera Utara
3.2.2. PPOK stabil PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya. PDPI 2003 Pada PPOK stabil dapat dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan tingkat keparahan yakni PPOK ringan, sedang dan berat.
Pada PPOK ringan hingga sedang dapat ditemukan tidak ada gejala saat istirahat atau bila latihan, dapat pula tidak ditemukan gejala waktu istirahat tetapi
gejala ringan muncul pada latihan sedang mis : berjalan cepat, naik tangga. Hal yang dapat terjadi yakni tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala mulai terasa
pada latihan kerja ringan mis : berpakaian dan pada tahap selanjutnya gejala ringan dapat ditemukan pada saat pasien istirahat. Pada kondisi yang berat
ditemukan gejala sedang pada waktu istirahat, gejala berat pada saat istirahat dan dapat pula timbul tanda-tanda korpulmonal. PDPI 2003
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif yang bersifat cross-sectional untuk melihat karakteristik pasien-pasien PPOK stabil yang datang berobat jalan
di Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan pada bulan Juni hingga Agustus 2010.
4.2 Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan di RS. Tembakau Deli Medan. Adapun pertimbangan peneliti dalam memilih lokasi tersebut adalah dikarenakan pasien PPOK stabil
yang datang berobat jalan di Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan relatif banyak untuk dijadikan sampel penelitian.
Adapun pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus, 2010, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien PPOK stabil yang datang berobat jalan ke Poliklinik Paru RS Tembakau Deli Medan pada tahun 2010.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh populasi, yaitu pasien penderita PPOK stabil yang datang berobat di Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan pada
bulan Juni, Juli dan Agustus. Pengambilan sampel adalah berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah seluruh pasien yang menderita
penyakit paru obstruktif kronis yang stabil. Kriteria eksklusi adalah seluruh
Universitas Sumatera Utara