Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease GOLD 2008, penyakit paru obstruktif kronis PPOK dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahannya. Yakni: 1.
Derajat 1 PPOK ringan Dengan atau tanpa gejala klinis batuk produksi sputum. Keterbatasan
aliran udara ringan VEP
1
KVP 70; VEP
1
80 Prediksi. Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya
abnormal. 2.
Derajat 2 PPOK sedang Semakin memburuknya hambatan aliran udara VEP
1
KVP 70; 50 VEP
1
80, disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena
sesak nafas yang dialaminya. 3.
Derajat 3 PPOK berat Ditandai dengan keterbatasan hambatan6y aliran udara yang semakin
memburuk VEP
1
KVP 70; 30 Ł VEP
1
50 prediksi. Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. 4.
Derajat 4 PPOK sangat berat Keterbatasan hambatan aliran udara yang berat VEP
1
KVP 70; VEP
1
30 prediksi atau VEP
1
50 prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan. GOLD, 2008
2.1.5. Pengaruh Inflamasi Sistemik PPOK stabil
Respons inflamasi paru yang abnormal bukanlah satu-satunya yang terjadi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK tapi juga dapat menimbulkan
inflamasi sistemik termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan peningkatan sitokin proinflamasi. Efek sistemik lainnya
adalah dapat terjadi nutrisi yang abnormal dan penurunan berat badan. Disfungsi
Universitas Sumatera Utara
otot rangka juga dapat terjadi, efek lainnya adalah efek kardiovaskular, sistem saraf dan osteoskeletal. Respons inflamasi sistemik ditandai dengan mobilisasi dan
aktivasi sel inflamasi ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi ini merangsang sistem hematopoetik terutama sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan trombosit
serta merangsang hepar untuk memproduksi acute phase protein seperti CRP dan fibrinogen. Acute phase protein akan meningkatkan pembekuan darah yang
merupakan prediktor angka kesakitan dan kematian pada penyakit kardiovaskular sehingga menjadi pemicu terjadi trombosis koroner, aritmia dan gagal jantung.
2.1.6. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda
inflasi paru. Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, serta adanya riwayat faktor resiko.
Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. PDPI, 2003.
Diagnosa dapat ditegakkan yang pertama yakni dengan anamnesa. Meliputi keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanaya keluhan pasien adalah batuk
maupun sesak napas yang kronis dan berulang. Tipe emfisema paru sehari-hari cenderung memiliki keluhan sesak napas yang biasanya diekspresikan berupa pola
napas yang terengah-engah. Pada tipe bronkitis kronis gejala batuk sebagai keluhan yang menonjol, batuk disertai dahak yang banyak kadang kental dan kalau berwarna
kekuningan pertanda adanya super infeksi bakteriel. Gangguan pernapasan kronik, PPOK secara progresif memperburuk fungsi paru dan keterbatasan aliran udara
khususnya saat ekspirasi, dan komplikasi dapat terjadi gangguan pernapasan dan jantung. Perburukan penyakit menyebabkan menurunnya kemampuan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari, bahkan sampai kehilangan kualitas hidup. Suradi,
2007.
Adanya Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja juga sering
Universitas Sumatera Utara
ditemukan. Kemudian adanya riwayat penyakit emfisema pada keluarga dan terdapat faktor predisposisi pada masa bayianak, mis berat badan lahir rendah BBLR,
infeksi saluran napas berulang dan lingkungan asap rokok dan polusi udara. Kemudian adanya Batuk berulang dengan atau tanpa dahak dan sesak dengan atau
tanpa bunyi mengi. PDPI, 2003. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapati pursed - lips
breathing atau sering dikatakan mulut setengah terkatup atau mulut mencucu. Lalu adanya barrel chest diameter antero - posterior dan transversal sebanding. Pada
saat bernapas dapat ditemukan penggunaan otot bantu napas dan hipertropi otot bantu napas. Pelebaran sela iga dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat
denyut vena jugularis leher dan edema tungkai. Dan adanya Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada saat palpasi didapati stem fremitus yang lemah pada
penderita emfisema dan adanya pelebaran iga. Dan saat perkusi pada penderita emfisema akan didapati hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi berguna untuk mendengar apakah suara napas vesikuler normal, atau melemah, apakah terdapat ronki dan atau mengi
pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang dan bunyi jantung terdengar jauh. PDPI, 2003
Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa adalah Faal paru, dengan menggunakan Spirometri VEP1, VEP1prediksi,
KVP, VEP1KVP Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, namun dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore. Lalu uji faal paru lainnya dapat dilakukan Uji bronkodilator biasa untuk PPOK stabil. Selain faal paru, yang rutin dilakukan
adalah darah rutin melihat leukosit, Hb dan hematokrit. Dan pemeriksaan radiologi yakni foto toraks posisi PA untuk melihat apakah ada gambaran emfisema atau
bronkitis kronis.
Universitas Sumatera Utara
Adapun pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan faal paru dengan pengukuran Volume Residu VR, Kapasiti Residu Fungsional KRF,
Kapasiti Paru Total KPT, VRKRF, dll. Lalu lainnya adalah uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, uji coba kortikosteroid, analisis gas darah,
CT Scan resolusi tinggi, elektrokardiografi, ekokardiografi, bakteriologi dan kadar alfa-1 antitripsin. PDPI 2003
3.1.7. Penatalaksanaan PPOK stabil