Analisis Determinan Fertilitas di Kota Pematangsiantar

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DETERMINAN FERTILITAS

DI KOTA PEMATANGSIANTAR

OLEH:

ESTER MARIAHTA SARAGIH

080501049

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the determinants of fertility or Total Fertility Rate in Pematangsiantar Cityrepresented by the5 mostpopulated sub urban in 2010. The independent variables in this study are the first marriage age, education level, andincome level.

Datas used in this research arethe primarydataandsecondarydata. Primary data came fromquestionnaires thathave been undertaken by the authoron 100 respondents. Meanwhile,secondarydatafromthe Central Statistics Agency(BPS) in 2007-2010and justbeas supportive datatosee the progress ofthe researchobjectin the previous year. The research method usedin this studyis theOrdinaryLeastSquared(OLS), by using Eviews5.1.

The results of the study showed that, all of the independent variables are not significant in influencing Total Fertility Rate (TFR) in Pematangsiantar City. As partial, regression result shows that only the income variabel have an influence on Total Fertility Rate in Pematangsiantar City significantly at alpha 5%.

Demographic components are important in development process of a country. So that, this components can be used as a benchmark of success in the development of that country. Fertility is one of demographic components. The others are mortality and migration.

Key words: total fertility rate, the first marriage age, income level, education level


(3)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan fertilitas atau angka kelahiran total di Kota Pematangsiantar yang diwakili oleh 5 kelurahan yang terbanyak penduduknya pada tahun 2010. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia kawin pertama, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari kuisioner yang telah dijalankan oleh penulis terhadap 100 orang responden. Sementara itu data sekunder berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007-2010 dan hanya bersifat sebagai data pendukung untuk melihat perkembangan objek penelitian pada tahun sebelumnya. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least

Squared (OLS), dengan menggunakan Eviews 5.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara bersama-sama seluruh variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap angka kelahiran total di Kota Pematangsiantar. Secara parsial, hasil regresi menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat pendidikan yang mempunyai pengaruh terhadap angka kelahiran total di Kota Pematangsiantar secara signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.

Komponen demografi merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan di suatu Negara. Oleh karena itu, komponen ini dapat dipergunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan di Negara tersebut. Fertilitas adalah salah satu komponen demografi, selain itu juga ada komponen demografi yang lain yaitu, mortalitas dan migrasi.

Kata kunci: angka kelahiran total, usia kawin pertama, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus Karena atas berkat dan kekuatanNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana dari Program Strata I Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah : “Analisis Determinan Fertilitas di Kota Pematangsiantar”.

Skripsi ini saya persembahkan secara khusus untuk kedua orang tua tercinta (Rahamen Saragih, SH, M.Hum dan Henny Br. Purba) atas doa dan dukungannya yang selama ini menyertai penulis.

Penulis menyadari adanya keterbatasan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapa

M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Program studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Dr. Rujiman, MA sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Drs. Coki. A. Syahwier, M.Sp sebagai dosen penguji I yang

telah banyak memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak Kasyful Mahali, SE, M,Si sebagai dosen penguji II yang telah

banyak memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dra. T. Diana Bakti, M.Si sebagai dosen penasehat akademik selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi.

8. Seluruh staff administrasi dan pegawai kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pematangsiantar yang beralamat di Jl. Porsea No.5 Pematangsiantar yang telah banyak memberikan data dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Staf administrasi FE-USU yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan urusan-urusan administrasi selama perkuliahan.

10. Teman-teman jurusan Ekonomi Pembangunan 2008 yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih untuk doa, dukungan dan kebersamaanya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi penulisan yang lebih sempurna di masa mendatang.


(6)

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca serta memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga rahmat dan berkatNya semakin melimpah dalam kehidupan kita.

Medan, Februari 2012 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

KATAPENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 7

1.3 Hipotesis……… 7

1.4 Tujuan Penelitian... 8

1.5 Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fertilitas... 10

2.2 Transisi Demografi... 17

2.3 Teori-teori Kependudukan... 19

2.3.1 Teori Malthus………... 20

2.3.2 Teori Neo-Malthusians………. 24

2.3.3 Teori Marxist……… 26

2.3.4 Teori Fisiologis………. 27

2.3.5 Teori Psiko-Sosial………. 29

2.3.6 Teori Evolusi Sosial……….. 30

2.4 Tingkat Pendidikan………... 31

2.4.1 Angka Melek Huruf……….. 31

2.4.2 Rata-rata Lama Sekolah……… 32

2.4.3 Kaitan Tingkat Pendidikan Terhadap Fertilitas……… 32

2.5 Konsep pendapatan……….. 34

2.5.1 Pendapatan Perkapita………... 34

2.5.2 Metode Perhitungan Pendapatan Regional……… 35

2.5.3 Kaitan Pendapatan Perkapita Terhadap Fertilitas……… 37

2.6 Konsep Usia Kawin Pertama……… 39

2.6.1 Kaitan Usia Kawin Pertama Terhadap Fertolitas………... 40

2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Hubungan Kelamin Pada Usia Reproduksi……….. 41

2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Konsepsi……… 42


(8)

2.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Selama

Kehamilan dan Kelahiran……… 42

2.7 Penelitian Terdahulu……… 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian……… 45

3.2 Ruang Lingkup Penelitian... 45

3.3 Jenis dan Sumber Data……….. 45

3.4 Populasi dan Sampel……….. 46

3.4.1 Populasi………. 46

3.4.2 Sampel………... 48

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data……… 49

3.5.1 Wawancara (Interview)………. 49

3.5.2 Angket (Kuisioner)……… 50

3.6 Metode Pengolahan Data……….. 50

3.7 Metode Analisis Data……… 50

3.8 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)………. 52

3.8.1 Koefisien Determinasi (R-Square)……… 52

3.8.2 Uji t-statistik……….. 52

3.8.3 Uji f-statistik……….. 54

3.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………. 56

3.9.1 Multikolinearitas (Multikolinearity)………….. 56

3.9.2 Heteroskedastisitas……… 57

3.9.3 Uji Normalitas……… 58

3.9.4 Uji Linieritas……….. 58

3.10 Defenisi Operasional……….. 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Pematangsiantar………… 60

4.1.1 Lokasi dan Letak Geografis………. 60

4.1.2 Kondisi Iklim……… 61

4.1.3 Kondisi Demografi………... 61

4.1.3.1 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin………... 63

4.1.3.2 Berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin serta Rasio Jenis Kelamin……….. 63

4.1.3.3 Berdasarkan Rasio Ketergantungan Menurut Jenis Kelamin………. 64

4.1.4 Perkembangan Jumlah Penduduk……… 65

4.1.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi………. 66

4.2 Perkembangan Angka Kelahiran Total (TFR) di Pematangsiantar……… 68

4.3 Perkembangan Usia Kawin Pertama………. 69

4.4 Perkembangan Tingkat Pendidikan……….. 70


(9)

4.6 Pembahasan………. 78

4.6.1 Karakteristik Responden………78

4.6.1.1 Komposisi Responden Menurut Umur………. 78

4.6.1.2 Komposisi Responden Menurut Jenis Kelamin……… 79

4.6.1.3 Komposisi Responden Menurut Usia kawin Pertama……….. 80

4.6.1.4 Komposisi Responden Menurut Tingkat Pendapatan……….. 80

4.6.1.5 Komposisi Responden Menurut Tingkat Pendidikan………... 80

4.6.1.6 Komposisi Responden Menurut Jumlah Anak………. 81

4.6.2 Pengolahan Data………. 81

4.7 Interpretasi Model……… 82

4.8 Test of Goodness of Fit……… 84

4.8.1 Koefisien Determinasi (R-Square)………... 84

4.8.2 Uji Parsial Test (t-stat)………. 84

4.8.3 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)………. 87

4.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………... 88

4.9.1 Multikolinieritas………... 88

4.9.2 Heteroskedastisitas……….. 88

4.9.3 Uji Normalitas………. 89

4.9.4 Uji Linieritas……… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 82

5.2 Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the determinants of fertility or Total Fertility Rate in Pematangsiantar Cityrepresented by the5 mostpopulated sub urban in 2010. The independent variables in this study are the first marriage age, education level, andincome level.

Datas used in this research arethe primarydataandsecondarydata. Primary data came fromquestionnaires thathave been undertaken by the authoron 100 respondents. Meanwhile,secondarydatafromthe Central Statistics Agency(BPS) in 2007-2010and justbeas supportive datatosee the progress ofthe researchobjectin the previous year. The research method usedin this studyis theOrdinaryLeastSquared(OLS), by using Eviews5.1.

The results of the study showed that, all of the independent variables are not significant in influencing Total Fertility Rate (TFR) in Pematangsiantar City. As partial, regression result shows that only the income variabel have an influence on Total Fertility Rate in Pematangsiantar City significantly at alpha 5%.

Demographic components are important in development process of a country. So that, this components can be used as a benchmark of success in the development of that country. Fertility is one of demographic components. The others are mortality and migration.

Key words: total fertility rate, the first marriage age, income level, education level


(11)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan fertilitas atau angka kelahiran total di Kota Pematangsiantar yang diwakili oleh 5 kelurahan yang terbanyak penduduknya pada tahun 2010. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia kawin pertama, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari kuisioner yang telah dijalankan oleh penulis terhadap 100 orang responden. Sementara itu data sekunder berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007-2010 dan hanya bersifat sebagai data pendukung untuk melihat perkembangan objek penelitian pada tahun sebelumnya. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least

Squared (OLS), dengan menggunakan Eviews 5.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara bersama-sama seluruh variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap angka kelahiran total di Kota Pematangsiantar. Secara parsial, hasil regresi menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat pendidikan yang mempunyai pengaruh terhadap angka kelahiran total di Kota Pematangsiantar secara signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.

Komponen demografi merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan di suatu Negara. Oleh karena itu, komponen ini dapat dipergunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan di Negara tersebut. Fertilitas adalah salah satu komponen demografi, selain itu juga ada komponen demografi yang lain yaitu, mortalitas dan migrasi.

Kata kunci: angka kelahiran total, usia kawin pertama, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah dan terkait dengan penduduk, atau dengan kata lain penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas penduduk yang baik akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang baik pula. Jumlah penduduk yang besar tetap akan berarti bila sebagian besar dari mereka mampu berkarya dan berpartisipasi dalam pembangunan. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar akan menambah beban ekonomi dan pembangunan, bila tidak dapat diberdayakan secara baik

Penduduk merupakan bagian yang paling penting dalam pembangunan. Dalam menyelenggarakan pembangunan tetap saja memperhitungkan aspek kependudukan baik dalam hal merumuskan kebijakan ataupun melaksanakan program-program pembangunan yang ada. Dengan demikian, penduduk merupakan dasar dan sasaran semua kebijakan pembangunan negara. Dalam perencanaan pembangunan, otomatis data kependudukan memegang peranan penting. Semakin lengkap dan akurat data kependudukan yang tersedia maka akan semakin mudah dan tepat rencana pembangunan itu dibuat. Oleh karena itu dituntut usaha dan kerja keras dari pihak-pihak yang terkait dalam


(13)

mengumpulkan dan menjamin tersedianya data kependudukan yang baik bagi pihak yang berkepentingan dalam merumuskan kebijakan pembangunan.

Meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya menciptakan suatu fenomena bahwa pengendalian kelahiran (fertilitas) merupakan isu penting di dunia sekarang ini. Hal ini disebabkan tingginya jumlah penduduk dunia yang mencapai 6,9 miliar jiwa pada tahun 2010. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,641,326 jiwa. Jumlah itu mengalami peningkatan sebesar 2,7 persen bila dibandingkan dengan tahun 2009. Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia masuk dalam peringkat keempat penduduk terbanyak di dunia setelah Cina 1.336.718.015 jiwa, India 1.189.172.906 jiwa dan Amerika Serikat 311.050.977 jiwa.

Sumatera Utara juga menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda. Jumlah penduduk pada tahun 2007 sebesar 12.834.371 jiwa. Naik sebesar 1,6 persen pada tahun 2008 menjadi 13.042.317 jiwa. Pada tahun 2009 naik lagi sebesar 1,6 persen sehingga menjadi 13.248.386. Namun pada tahun 2010 turun sebesar 2,0 persen menjadi 12.982.204 (BPS : 2010).

Pematangsiantar sebagai salah satu kota di Sumatera Utara juga mengalami hal yang sama. Jumlah penduduk pada tahun 2007 sebesar 248.825 jiwa. Mengalami kenaikan sebesar 0,40 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 naik lagi sebesar 0,47 persen menjadi 249.985 jiwa. Demikian juga pada tahun 2009 naik sebesar 0,40 persen sehingga menjadi 250.997. Namun pada tahun 2010 menurun drastis sebesar 6,49 persen menjadi 234.698 (BPS : 2010).


(14)

Pematangsiantar merupakan salah satu kota di Sumatera Utara yang banyak penduduknya dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Adapun jumlah penduduk dan Total Fertility Rate (TFR) di Kota Pematangsiantar dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 1.1

Jumlah Penduduk dan Angka Kelahiran Total (TFR) di Kota Pematangsiantar

( 2007-2010)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Dari data yang terdapat pada tabel 1.1 di atas maka dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk berbanding terbalik dengan Angka Kelahiran Total (TFR). Meskipun Angka Kelahiran Total menurun di tiap tahunnya akan tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap berkurangnya jumlah penduduk Kota Pematangsiantar setiap tahun. Hal ini tentunya juga tidak lepas dari pengaruh tiap kelurahan yang ada di Kota Pematangsiantar. Dimana, setiap kelurahan pastinya juga memiliki angka kelahiran total yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik masing-masing kelurahan tersebut.

. Jumlah penduduk, komposisi umur, dan laju pertambahan atau penurunan penduduk dipengaruhi oleh fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan tempat) karena ketiga variabel tersebut merupakan komponen–komponen yang berpengaruh terhadap perubahan penduduk (Lucas,

TAHUN JUMLAH PENDUDUK

(RIBUAN)

TFR (TAHUN)

2007 248.825 2.22

2008 249.985 2.16

2009 250.997 2.12


(15)

1982:1). Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan penduduk yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk harus segera diselesaikan sebagai upaya untuk mengendalikan jumlah penduduk. Cara pengendalian jumlah penduduk adalah dengan pengendalian fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan tempat).

Pengendalian fertilitas merupakan salah satu cara untuk mengendalikan jumlah penduduk. Fertilitas merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau sekelompok wanita, sedangkan dalam pengertian demografi menyatakan banyaknya bayi yang lahir hidup. Besar kecilnya jumlah kelahiran dalam suatu penduduk, tergantung pada beberapa faktor misalnya, struktur umur, tingkat pendidikan, umur pada waktu kawin pertama, banyaknya perkawinan, status pekerjaan wanita, penggunaan alat kontrasepsi dan pendapatan/kekayaan (Hatmadji,2004:57).

Fertilitas merupakan salah satu komponen demografi. Demografi menurut Donald J. Bogue di dalam bukunya yang berjudul “ Principle of Demography” adalah ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematika tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya 5 komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial. Dalam melakukan pengukuran terhadap fertilitas, terdapat beberapa variasi dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pengukuran terhadap fertilitas ini dilakukan melalui dua macam pendekatan yaitu Yearly Performance dan


(16)

penghitungan. Salah satu teknik yang termasuk dalam pendekatan Yearly

Performance adalah Total Fertility Rate (TFR) atau Angka Kelahiran Total.

Total Fertility Rate (TFR) merupakan jumlah rata-rata anak yang

dilahirkan setiap wanita. Kebaikan dari teknik ini adalah merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun yang dihitung berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur, berbeda dengan teknik yang lain yang perhitungannya tidak memisahkan antara penduduk laki-laki dan perempuan serta tingkat usia produktif bagi wanita.

Banyak faktor yang mempengaruhi Angka Kelahiran Total (TFR), di antaranya adalah usia kawin pertama, indeks tingkat pendidikan, dan indeks tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan dapat diwakili oleh pendapatan perkapita. Keterkaitan pendapatan terhadap fertilitas adalah ketika pendapatan seseorang naik akan semakin besar pengaruhnya terhadap penurunan fertilitas yang terjadi. Apabila ada kenaikan pendapatan, aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biaya (cost) nya naik. Sedangkan kegunaannya turun sebab walaupun anak masih memberikan kepuasan akan tetapi balas jasa ekonominya turun. Disamping itu orang tua juga tidak tergantung dari sumbangan anak. Jadi biaya membesarkan anak lebih besar daripada kegunaannya. Hal ini mengakibatkan “demand” terhadap anak menurun atau dengan kata lain fertilitas turun (Hatmadji, 2000:78).

Dalam konteks Indonesia, salah satu variabel yang sering diperhatikan adalah usia kawin pertama. Sejalan dengan pemikiran bahwa semakin muda usia


(17)

seorang wanita melakukan perkawinan, semakin panjang masa reproduksinya. Maka dapat diasumsikan bahwa semakin cepat seseorang menikah pada usia mudanya, semakin banyak pula anak yang dilahirkannya. Jadi hubungan antara umur perkawinan dan fertilitas adalah negatif.

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki di Indonesia sebesar 25,7 tahun dan perempuan 22,3 tahun (perhitungan Singulate Mean Age at Marriage/SMAM). Kondisi ini semakin mendekati apa yang terjadi di negara-negara maju. Di Amerika Serikat misalnya, pada tahun 2010 penduduk laki-laki cenderung memilih menikah pada usia 28 tahun sedangkan wanita menikah di usia 26 tahun (www.ekonomi.kompasiana.com).

Tingginya tingkat pendidikan cenderung mendorong wanita untuk turut berpartisipasi dalam menopang perekonomian keluarga. Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga (Berg, 1986). Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Oleh karena itu, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita baik langsung ataupun tidak langsung memiliki pengaruh terhadap fertilitas. Ibu yang bekerja cenderung membatasi jumlah anak yang ingin dimilikinya karena berkurangnya waktu yang dimiliki untuk mengurus rumah tangga dan dianggap dapat mengurangi kesempatan untuk mengembangkan karir. Dengan demikian tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas (Ritonga, Hafadh Abdillah, 2010:6)


(18)

Oleh karena itu diperlukan suatu analisis yang lebih lengkap berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kelahiran totaltersebut, dimana dalam kesempatan ini penulis menggunakan data primer agar memperoleh data secara lebih akurat dan menjawab rasa penasaran penulis sendiri dengan melakukan pendataan secara langsung kepada penduduk Kota Pematangsiantar.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Determinan Fertilitas di Kota

Pematangsiantar”. 1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh usia kawin pertama terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar?

2. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar?

3. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar?

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:


(19)

1. Usia kawin pertama memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar, ceteris paribus.

2. Tingkat pendapatan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar, ceteris paribus.

3. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar, ceteris paribus.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh usia kawin pertama terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat fertilitas di Pematangsiantar.

1.5Manfaat Penelitian

1. Memberikan wawasan dan pengetahuan, khususnya bagi penulis sendiri untuk memahami secara mendalam akan analisis determinan fertilitas di Kota Pematangsiantar.

2. Sebagai bahan studi atau tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan serta sebagai bahan referensi dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai analisis determinan fertilitas di Kota Pematangsiantar.


(20)

4. Sebagai bahan pertimbangan dalam memproyeksi dan mengambil kebijakan yang berhubungan dengan tingkat fertilitas di Kota Pematangsiantar.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fertilitas

Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Oleh karena itu, istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan; misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya (Mantra, 2003:145).

Lahir hidup (live birth ) menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World

Health Organization/WHO) adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa

memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misalnya: bernafas, ada denyut jantungnya atau denyut tali pusat atau gerakan-gerakan otot. Dengan demikian, peristiwa bayi yang lahir dalam keadaan tidak hidup/meninggal (still birth) tidak dimasukkan dalam perhitungan jumlah kelahiran.

Di samping istilah fertilitas ada juga istilah fekunditas (fecundity). Berbeda dengan fertilitas, fekunditas berkaitan dengan potensi untuk melahirkan, tanpa memperhatikan apakah seorang wanita benar-benar melahirkan seorang anak atau tidak. Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu


(22)

melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya dia mengatur fertilitas dengan abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kemampuan biologis seorang perempuan unuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live birth).

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Di samping itu seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan yang telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut menurun.

Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja. Masalah lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas ialah tidak semua perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapatkan pasangan dalam berumah tangga. Juga ada dari beberapa perempuan yang bercerai, menjanda.

Memperhatikan kompleksnya pengukuran terhadap fertilitas tersebut, maka memungkinkan pengukuran terhadap fertilitas ini dilakukan dengan dua macam pendekatan : pertama, Pengukuran Fertilitas Tahunan (Yearly Performance) dan kedua, Pengukuran Fertilitas Kumulatif (Reproductive History).


(23)

Mencerminkan fertilitas dari suatu kelompok penduduk/berbagai kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun. Ini yang disebut current

fertility. Yearly Performance terdiri dari :

a. Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Ratio (CBR)

Angka Kelahiran Kasar didefenisikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau dengan rumus dapat ditulis sebagai berikut:

CBR = Dimana :

CBR : Crude Birth Rate atau Tingkat Kelahiran Kasar Pm : Penduduk pertengahan tahun

K : Bilangan konstan yang biasanya 1.000 B : Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Kebaikan dari perhitungan CBR ini adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Sedangkan kelemahan dari perhitungan CBR ini adalah tidak memisahkan penduduk laki-laki dan perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar.

b. Angka Kelahiran Umum atau General Fertility Rate (GFR)

Angka Kelahiran Umum adalah banyaknya kelahiran tiap seribu wanita yang berumur 15-49 atau 15-44 tahun. Atau dengan rumus dapat ditulis sebagai berikut:


(24)

GFR = Dimana :

GFR : Tingkat Fertilitas Umum B : Jumlah kelahiran

Pf (15-49) : Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun.

Kebaikan dari perhitungan GFR ini adalah ukuran ini lebih cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk yang exposed to risk. Sedangkan kelemahan dari perhitungan GFR ini adalah ukuran ini tidak membedakan risiko melahirkan dari berbagai kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai risiko melahirkan yang sama besarnya dengan wanita yang berumur 25 tahun. c. Angka Kelahiran menurut Kelompok Umur atau Age Specific Fertility Rate

(ASFR)

Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan menurut: jenis kelamin, umur, status perkawinan, atau kelompok-kelompok penduduk yang lain.

Diantara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan pada tiap-tiap kelompok umur Age Specific Fertility Rate (ASFR). Sehingga, ASFR dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran tiap seribu wanita pada kelompok umur tertentu, dengan rumus sebagai berikut:


(25)

= Dimana :

ASFR : Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur B : Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i

P : Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun k : angka konstanta = 1.000

Kebaikan dari perhitungan ASFR ini adalah ukurannya lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke dalam berbagai kelompok umur. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisis perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor. ASFR ini juga merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).

Kelemahan dari perhitungan ASFR ini adalah membutuhkan data yang terinci yaitu banyaknya kelahiran untuk tiap kelompok umur. Sedangkan data tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama di negara yang sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR. Kemudian pada perhitungan ini tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.

d. Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR)

Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya dengan catatan:


(26)

1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya

2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu. Tingkat Fertilitas Total menggambarkan riwayat fertilitas dari sejumlah perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Dalam praktek Tingkat Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat fertilitas perempuan menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan, dengan asumsi bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama dengan rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan. Maka rumus dari Tingkat Fertilitas Total atau TFR adalah sebagai berikut :

TFR = 5 Dimana :

TFR : Total Fertility Rate

ASFR : Angka kelahiran menurut kelompok umur I : Kelompok umur 5 tahunan, dimulai dari 15-19.

Kebaikan dari perhitungan TFR ini adalah TFR merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur (Hatmadji, 2004 :63).

2. Reproductive History (cummulative fertility)

a. Children Ever Born (CEB) atau jumlah anak yang pernah dilahirkan

CEB mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau beberapa wanita selama reproduksinya; dan disebut juga paritas. Kebaikan dari


(27)

perhitungan CEB ini adalah mudah didapatkan informasinya (di sensus dan survey) dan tidak ada referensi waktu.

Kemudian kelemahan dari perhitungan ini adalah angka paritas menurut kelompok umur akan mengalami kesalahan karena kesalahan pelaporan umur penduduk, terutama di negara sedang berkembang. Kemudian ada kecenderungan semakin tua semakin besar kemungkinannya melupakan jumlah anak yang dilahirkan. Dan kelemahannya fertilitas wanita yang telah meninggal dianggap sama dengan yang masih hidup.

b. Child Woman Ratio (CWR)

CWR adalah hubungan dalam bentuk ratio antara jumlah anak di bawah 5 tahun dan jumlah penduduk wanita usia reproduksi. Kebaikan dari perhitungan CWR ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan tidak usah membuat pertanyaan khusus dan berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di Negara yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak ditabulasikan untuk daerah yang kecil-kecil.

Kelemahan dari CWR ada tiga, pertama langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering terjadi di Negara sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar.

Kedua, dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, dimana tingkat mortalitas anak,

khususnya di bawah satu tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya. Ketiga, tidak memperhitungkan distribusi dari penduduk wanita.


(28)

Dimana hal inilah yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel lainnya seperti usia kawin pertama, indeks tingkat pendidikan dan indeks tingkat pendapatan dapat mempengaruhi tingkat fertilitas di Pematangsiantar.

2.2Transisi Demografi

Pada abad ke -20, nampaknya fertilitas telah turun di banyak Negara baik di Negara maju ataupun di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Kemudian penurunan pada fertilitas juga dibarengi dengan penurunan pada mortalitas, hal ini mengakibatkan adanya transisi demografi, sehingga disebut dengan teori “transisi demografi”.

Tabel 2.1

Teori Transisi Demografi

No Tahap Tingkat Kelahiran Tingkat

Kematian Pertambahan Alami 1. 2. 3. 4. 5. Stationer tinggi Awal perkembangan Akhir perkembangan Stationer rendah Menurun Tinggi Tinggi Menurun Rendah Rendah Tinggi Lambat menurun Menurun lebih cepat dari tingkat

kelahiran Rendah

Lebih tinggi dari tingkat kelahiran Nol/sangat rendah Lambat Cepat Nol/sangat rendah Negatif

Sumber : Ritonga, Abdurahman : 19

Pada dasarnya teori ini menjelaskan tentang perubahan dari suatu situasi stasioner di mana pertumbuhan penduduk nol ataupun sangat rendah sekali


(29)

karena, baik tingkat fertilitas maupun mortalitas sama-sama tinggi, menjurus ke keadaan dimana tingkat fertilitas dan mortalitas sama-sama tinggi, sehingga pertumbuhan penduduk kembali nol atau sangat rendah.

Tahap Transisi Demografi

Bogue (1969) membuat pentahapan transisi vital menjadi tiga tahap: (Gambar 2.1)

Sumber Gambar : Mantra, Ida Bagoes :42

Dari stationer pertama (fertilitas dan mortalitas tinggi) menuju stationer kedua (fertilitas dan mortalitas rendah) mengalami dua tahap proses, yakni tahap kedua dan ketiga. Dan tahap inilah yang disebut dengan transisi demografi. 1. Pra-transisi (pre-transitional), dari A hingga B, dengan ciri-ciri tingkat

kelahiran dan tingkat kematian sama-sama tinggi. Angka pertumbuhan penduduk alami sangat rendah (hamper mendekati nol).

2. Transisi (Transitional), dari B ke E, dicirikan dengan penurunan tingkat kelahiran dan kematian, tingkat kematian lebih rendah daripada tingkat kelahiran, mengakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk alami sedang atau tinggi. Fase ini dibagi lagi menjadi tiga:

Tingkat Kelahiran

Tingkat Kematian A B C D E F


(30)

a. Permulaan Transisi (early transitional), dari B ke C, dicirikan dengan tingkat kematian menurun, tetapi tingkat kelahiran tetap tinggi, bahkan ada kemungkinan meningkat karena ada perbaikan kesehatan.

b. Pertengahan Transisi (mid-transitional), dari C ke D, tingkat kematian dan tingkat kelahiran kedua-duanya menurun, tetapi tingkat kematian menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran.

c. Akhir Transisi (late transitional), dari D ke E, tingkat kematian rendah dan tidak berubah atau menurun hanya sedikit, dan angka kelahiran antara sedang dan rendah, dan berfluktuasi atau menurun. Pengetahuan tentang kontrasepsi meluas.

3. Pasca-transisi (Post-transitional), dari E ke F, dicirikan oleh tingkat kematian dan tingkat kelahiran kedua-duanya rendah; hamper semuanya mengetahui cara-cara kontrasepsi dan dipraktekkan. Tingkat kelahiran dan tingkat kematian (vital rates) mendekati keseimbangan penduduk, yang kemudian akan kembali lagi ke transisi yang pertama. Pertumbuhan penduduk alami amat rendah dalam jangka waktu yang panjang.

2.3Teori-teori Kependudukan

Penduduk dunia berkembang secara lambat sampai pertengahan abad ke 17. Pada sekitar tahun 1665 penduduk dunia diperkirakan sebesar 500 juta atau ½ Milyar. Penduduk dunia kemudian menjadi dua kali lipat dalam jangka waktu 200 tahun yaitu pada tahun 1850. Dalam jangka waktu 80 tahun kemudian penduduk dunia menjadi dua kali lipat lagi, yaitu pada tahun 1930. Sedangkan untuk mencapai 4 Milyar kemudian, hanya diperlukan waktu 45 tahun.


(31)

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat ini dapat dimengerti apabila kita melihat adanya penemuan Penicillin pada tahun 1930 dan program kesehatan masyarakat yang makin meningkat sejak tahun 1960-an. Dengan perkembangan teknologi obat-obatan maka angka kematian menurun sedangkan angka kelahiran masih tetap tinggi sehingga membuat selisih antara kedua angka tersebut makin besar. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk semakin cepat.

Pengaruh penemuan Penicillin dan program kesehatan masyarakat sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Sebagai contoh tahun 1850-1930, untuk mencapai jumlah penduduk sebesar 1 Milyar, diperlukan waktu 80 tahun. Sedangkan periode 1960-1975 hanya memerlukan waktu 15 tahun saja.

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat tersebut, mengundang banyak masalah sehingga teori-teori kependudukan kemudian berkembang dengan pesatnya, pengemuka-pengemuka teori pada dasarnya bertitik tolak pada masalah kependudukan dalam kaitannya dengan masalah ekonomi, etik, agama, pertahanan/politik dan sebagainya (Mantra, 2003: 51).

2.3.1. Teori Malthus

Pelopor dalam pembahasan masalah kependudukan secara lebih mendalam dan dianggap sebagai perintis ilmu pengetahuan kependudukan atau demografi adalah Thomas Robet Malthus (1766-1834) yang menulis sebuah buku berjudul :

“ Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Speculation of Mr. Godwin, M. Condorcet, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan


(32)

dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini (Mantra, 2003:50). Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan.

Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus sebagai berikut:

… Human species would increase as the number 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, and the substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of subsistance as 236 to 9; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years the difference would be almost incalculable…

(Mantra, 2003:51)

Seperti telah disebutkan diatas, untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu

preventive checks, dan positive checks. Preventive checks dapat dibagi menjadi

dua, yaitu: moral restraint dan vice. Moral restraint (pengekangan diri) yaitu segala usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice pengurangan kelahiran seperti: pengguguran kandungan, penggunaan alat-alat kontrasepsi, homoseksual,


(33)

Tabel 2.2

Pembatasan Pertumbuhan Penduduk

Sumber: Mantra, Ida Bagoes: 52

Positive checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian.

Apabila suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan.

Positive checks dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu: vice dan misery. Vice

(kejahatan) ialah segala jenis pencabutan nyawa sesama manusia seperti pembunuhan anak-anak (infancitide), pembunuhan orang cacat, dan orang-orang tua. Misery (kemelaratan) ialah segala keadaan yang menyebabkan kematian seperti berbagai jenis penyakit dan epidemic, bencana alam, kelaparan, kekurangan pangan dan peperangan.

Preventive Checks (Lewat Penekanan Kelahiran)

Positive Checks (Lewat Proses Kematian)

Moral Restraint (Pengekangan Diri) Vice (Usaha Pengurangan Kelahiran) Vice

(Segala Jenis Pencabutan Nyawa)

Misery (Keadaan yang

Menyebabkan Kematian) - Segala usaha

mengekang nafsu seksual - Penundaan

perkawinan

- Pengguguran kandungan - Homoseksual - Promiscuity - Adultery

- Penggunaan alat-alat kontrasepsi

- Pembunuhan anak-anak

- Pembunuhan orang-orang cacat

- Pembunuhan orang-orang tua

- Epidemi - Bencana alam - Peperangan - Kelaparan - Kekurangan


(34)

Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan diskusi yang terus menerus. Pada umumya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam abad ke-18 pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Dunia baru ( Amerika, Afrika, Australia, dan Asia) dengan sumber daya alam yang berlimpah, baru saja terbuka untuk para migran dari dunia lama (misalnya Eropa Barat).

Mereka mempekirakan bahwa sumber daya alam di dunia baru tidak akan dapat dihabiskan. Beberapa kritik terhadap teori Malthus adalah sebagai berikut: 1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang

menghubungkan daerah satu dengan yang lain sehingga pengiriman bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan pangan mudah dilaksanakan. 2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi,

terutama dalam bidang pertanian. Jadi dalam produksi pertanian dapat pula ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.

3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan-pasangan yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah dianjurkan oleh Francis Place pada tahun 1822.

4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standard hidup penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus (Mantra, 2003:53).


(35)

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusianism. Kelompok ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan

moral restraint saja. untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan

menggunakan semua cara-cara “preventive checks’’ misalnya dengan penggunaaan alat-alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Paul Ehrlich mengatakan:

… the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps even by force (Week,1992).

Menurut kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap minggu lebih dari satu juta bayi lahir di dunia, ini berarti satu juta lagi mulut yang harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke-19 orang masih dapat mengatakan apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu terjadi dengan mengatakan “it has come true: it is happening’’.

Di tahun 1960-an dan 1970-an photo-photo yang diambil dari ruang angkasa menunjukkan bahwa bumi kita terlihat seperti sebuah kapal yang berlayar di ruang angkasa dengan persediaan bahan bakar dan bahan makanan


(36)

yang terbatas. Pada suatu saat, kapal ini akan kehabisan bahan bakar dan bahan makanan, sehingga akhirnya malapetaka menimpa kapal tersebut.

Paul Ehrlich dalam bukunya “The Population Bomb”pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich bersama istrinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru “The Population

Explotion” yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968,

kini sewaktu-waktu akan dapat meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk sangat merisaukan mereka. Selanjutnya Ehrlich menulis:

… the poor are dying of hunger, while rich and poor alike are dying from the by-products of affluence-pollution and ecological disaster (Week,

1992).

Pandangan mereka (Ehrlich dan Hardin) tentang masa depan dunia ini sangat suram, namun demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi penduduk di negara maju (developed world).

Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “The Limit to Growth”. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya yang terbaik yang pernah diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini dapat mempengaruhi manusia dalam melihat masa depan dari dunia ini, yaitu dunia yang penuh kesuraman dan pesimisme. Tulisan Meadow memuat


(37)

hubungan antara variable lingkungan yaitu: penduduk, produksi pertanian, produksi industri, sumber daya alam dan polusi.

2.3.3 Teori Marxist

Teori ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Kedua-duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engels sependapat dengan Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat tetapi, karena kesalahan masyarakat itu sendiri yang terdapat di negara-negara kapitalis.

Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut. Semakin banyak kaum kapitalis memotong gaji buruh tersebut semakin rendah pendapatan yang diterima oleh buruh yang menyebabkan mereka semakin melarat.

Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, di mana


(38)

mereka menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistim kapitalis ke sistim sosialis.

Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh, sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dihapuskan. Selanjutnya dia berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan penduduk: Marx dan Engels menentang usaha-usaha

moral restraint yang disarankan oleh Malthus (Weeks,1992). 2.3.4 Teori Fisiologis

Meskipun teori-teori dari golongan fisiologis ini berbeda-beda, namun mempunyai suatu pendapat yang sama yang menyangkal pendapat Malthus bahwa kemampuan untuk mempunyai keturunan dari manusia merupakan alam yang tetap (constant magnitude).

Menurut Thomas Jarold, seorang dokter dari Inggris mengatakan bahwa kemampuan reproduksi manusia akan berkurang apabila ia semakin banyak menggunakan tenaganya baik fisik maupun mental. Mengingat terjadinya perkembangan tingkat hidup dan kemajuan dari manusia yang terus menerus akan menyebabkannya menjadi lebih sibuk maka pertambahan penduduk akan semakin berkurang sehingga kekhawatiran akan terjadinya ketimpangan antara jumlah penduduk dan bahan makanan tidak perlu terjadi.

Sedangkan menurut pendapat Michael Thomas Sadler, bahwa akan terjadi kemakmuran. Bertambahnya tingkat kemakmuran akan menyebabkan


(39)

berkurangnya kemampuan untuk berketurunan dan sebaliknya. Disebutkan demikian karena ia memperhatikan pada kota-kota besar di mana banyak orang kota dengan penghidupan yang lebih baik cenderung untuk mempunyai angka kelahiran yang rendah. Thomas Doubleday mempertahankan teori yang mengemukakan adanya korelasi antara tingkat kelahiran dan tingkat kemakmuran. Menurutnya tingkat kehidupan yang sulit akan merangsang orang untuk meningkatkan kelahiran sedangkan orang yang kehidupannya makmur akan mengurangi kemampuan melahirkan. Keadaan ini disebut oleh Doubleday sebagai the real and great law of human population. Ia pun berpendapat bahwa kemampuan reproduksi manusia dipengaruhi pula oleh makanannya. Pada penduduk yang makmur, mereka banyak memakan daging hewan dan ini akan menurunkan kemampuan reproduksi mereka.

Herbert Spencer yang menyangkal dengan keras teori dari Malthus menarik garis pemisah antara hewan dan manusia dalam memperkembangkan keturunannya. Ia berpendapat bahwa manusia mengenal “Individu” dan “Kemajuan Perseorangan”. Semakin banyak orang mempergunakan energi untuk kemajuan dirinya, semakin berkuranglah energi yang dapat dipergunakan untuk memperkembangkan keturunan. Karena itu, jenis hewan yang tingkat kemajuannya rendah, daya biaknya tinggi, sebaliknya tingkat kemajuan individu yang tinggi bersamaan dengan daya biak yang rendah. manusia adalah jenis hewan yang paling maju dan kemampuan menurunkan keturunan adalah paling rendah. semakin tinggi tingkat kemajuan sesuatu golongan penduduk, akan semakin berkuranglah daya biaknya, sehingga akhirnya akan sampai kepada suatu


(40)

tingkatan, dimana kemampuan menurunkan keturunan itu hanya sekedar cukup untuk mengkompensir jumlah kematian. Selanjutnya penduduk itu akan menjadi stasioner.

Raymond Pearl mengemukakan pendapatnya berdasarkan penyelidikan dengan lalat, ayam dan beberapa kelompok manusia yang mengusahakan suatu bidang tanah tertentu, bahwa overpopulation tidak akan mungkin terjadi sebab perkembangan jumlah manusia akan mengikuti suatu pola tertentu berupa logistic curva, yang mula-mula melengkung naik sehingga mencapai suatu titik puncak tertentu untuk kemudian melengkung turun lagi. Terjadinya pola seperti ini disebabkan terbatasnya ruang yang tersedia.

Faedah dari adanya teori-teori golongan fisiologis ini adalah bahwa orang-orang tidak lagi berpegang teguh, bahwa kemapuan menurunkan keturunan merupakan suatu daya yang tetap. Tetapi bukti-bukti daripada teori-teori itu sukar didapat, jadi hanya merupakan suatu hipotesa belaka (Ritonga, 2003:30-32).

2.3.5 Teori Psiko-Sosial

Tokoh aliran ini adalah Nassau William Senior. Ia mengemukakan bahwa cita-cita manusia untuk memperbaiki keadaan hidupnya sama kuat dengan keinginan untuk mempunyai keturunan. Oleh sebab itu, menurutnya tidak mungkin terjadi keadaan dimana pertambahan penduduk menjadi lebih tinggi dari banyaknya bahan-bahan kebutuhan yang tersedia. Pertambahan penduduk akan selalu sejalan dengan perkembangan kemampuan yang memungkinkan penyediaan kebutuhannya.


(41)

Arsene Dumont pada tahun 1890 memperbaharui pendapat Senior dalam bukunya Depopulation et civilization. Ia mengatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan untuk memperbaiki kedudukan ekonomi dan kedudukan sosialnya sepanjang hal itu dapat dilakukannya yang disebutnya sebagai kapilaritas sosial. (Ritonga, 2003:31).

2.3.6 Teori Evolusi Sosial

Disamping teori-teori golongan fisiologis dan golongan psycho-sosial dalam permulaan abad ke-20 masih terdapat teori-teori lain mengenai masalah penduduk. Prof. Gini yang teori nya disebut orang teori evolusi-sosial meneyebut proses dari pertumbuhan penduduk bangsa sebagai “peredaran (siklus) bangun dan runtuhnya penduduk”. Siklus dari pertumbuhan penduduk ini menurut pendapatnya adalah sama dengan siklus hidup individu. Ada suatu masa permulaan, dimana orang tumbuh dengan cepat menjadi besar yang kemudian disusul dengan masa pertumbuhan yang lambat dan menjadi tua, untuk selanjutnya mengalami keruntuhan.

Tiap bangsa dalam usia mudanya mempunyai struktur masyarakat yang sederhana dengan angka-angka kesuburan (kelahiran) yang tinggi. Sebagai suatu konsekuensi daripada ini penduduk bangsa itu akan tumbuh dalam jumlah yang besar dan sejalan dengan ini, organisasi-organisasi dalam masyarakat pun akan tumbuh menjadi kompleks seperti terlihat dalam perkembangan kelas-kelas sosialnya, pertumbuhan industri-industri dan aktivitas ekonominya.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, tekanan hidup akan terasa dan ekspansi akan terjadi dengan melalui peperangan atau pendudukan daerah-daerah


(42)

orang lain. Pada akhir, kemudian akan terjadi pengurangan dalam pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh kehilangan tenaga-tenaga produksif dalam peperangan atau perpindahan. Sebab utama dari berkurangnya penduduk itu bersifat biologi. Gini percaya bahwa faktor yang fundamental dalam berkurangya penduduk adalah faktor biologi, yang tidak dapat ditandingi oleh faktor-faktor sosial dan ekonomi. Permulaan pengurangan kelahiran itu akan berlaku pada kelas-kelas sosial yang tinggi untuk selanjutnya meluas kepada kelas-kelas sosial yang rendah. Dengan demikian penduduk akan menjadi kecil jumlahnya (Abdurachim,1973:21).

2.4 Tingkat Pendidikan

Adalah terdiri dari dua bagian, dimana bobot dua pertiganya untuk kemampuan baca tulis dan bobot sepertiganya adalah untuk masa bersekolah (Todaro, 2004 :69). Hal ini dapat dirumuskan adalah :

Indeks pendidikan = (indeks kemampuan baca tulis orang dewasa) + (indeks masa bersekolah bruto)

2.4.1 Angka Melek Huruf

Salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan sosial yang merata adalah dengan melihat tinggi randahnya persentase penduduk yang melek huruf. Tingkat melek huruf atau sebaliknya tingkat buta huruf dapat dijadikan ukuran kemajuan suatu bangsa. Adapun kemampuan membaca dan menulis yang dimiliki akan dapat mendorong penduduk untuk berperan lebih aktif dalam proses pembangunan (BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat: 2007).


(43)

Masa bersekolah bruto dapat melebihi 100 persen hal ini dikarenakan siswa yang tua dapat kembali bersekolah. Indeks Angka Melek Huruf ini dibatasi hingga seratus persen (Todaro, 2004 :69). Rumusnya adalah:

Indeks kemampuan baca tulis orang dewasa =

2.4.2 Rata-rata lama sekolah

Rata-rata perkiraan lamanya penduduk untuk menyelesaikan pendidikan dari yang berusia sekolah dasar, sekolah menegah, dan sekolah tingkat lanjut terdaftar untuk belajar di sekolah yang satuannya dalam persen (Todaro, 2004 :69).

Adapun rumusnya adalah : Indeks masa bersekolah bruto =

2.4.3 Kaitan Tingkat Pendidikan terhadap Fertilitas

New household economics berpendapat bahwa bila pendapatan dan

pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal. Sehingga hal ini dapat mengurangi angka kelahiran (Mundiharno, 1997 :7).

Serupa dengan teori tradisional perilaku konsumen, penerapan teori fertilitas di Negara-negara berkembang memberikan pemahaman bahwa seandainya harga relatif atau biaya anak-anak meningkat akibat dari, misalnya, meningkatnya kesempatan bagi kaum wanita untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan, atau adanya undang-undang mengenai batas usia minimum bagi anak-anak yang hendak bekerja, maka keluarga-keluarga akan menginginkan sedikit anak-anak “tambahan”.


(44)

Para orang tua akan tergerak untuk mementingkan kualitas daripada kuantitas anak, atau memberi kesempatan kepada istri dan ibu untuk bekerja demi menunjang pemeliharaan anak. Dengan demikian, salah satu cara untuk mendorong para keluarga agar menginginkan sedikit anak adalah dengan memperbesar kesempatan di bidang pendidikan dan membuka lapangan-lapangan pekerjaan berpenghasilan tinggi kepada kaum wanita (Radifan, 2010:30).

Penelitian mengenai kaitan pendidikan dengan wanita dengan kesuburan di beberapa Negara, sudah maupun kurang berkembang, mengungkapkan bahwa adanya kaitan yang erat antara tingkat pendidikan dengan fertilitas dalam hal ini pada tingkat kesuburan. Semakin tinggi pendidikan semakin rendah kesuburan yang mengakibatkan penurunan pada fertilitas. Di beberapa Negara, meluasnya kepandaian baca-tulis mengurangi anaknya kira-kira 1,5 atau kira-kira sepertiga.

Ada beberapa penjelasan yang diketengahkan mengenai peran pendidikan dalam menurunkan besar keluarga. Pendidikan dapat mempengaruhi pandangan hidup dan tata nilai orang sedemikian rupa sehingga ia tidak begitu saja lagi menerima tata cara bertingkah laku tradisional orang tuanya atau tokoh orang tua yang lain. Orang berpendidikan atau pandai baca-tulis lebih terbuka pada pikiran-pikiran baru dan lebih banyak mempuyai kesempatan untuk bertemu muka dengan “penyalur perubahan” seperti para perencana bidang kesehatan atau penasehat program keluarga berencana. Pendidikan yang makan waktu lama kemungkinan besar akan menyebabkan perkawinan tertunda dan membuka pilihan antara bekerja dan membesarkan anak. Pendidikan yang lebih tinggi mungkin pula berarti kehidupan ekonomi yang lebih terjamin, dan ini biasanya berarti keluarga


(45)

yang lebih kecil. Semua penjelasan ini menolong kita memahami mengapa ada kaitan yang sangat erat antara kaitan pendidikan wanita dan besar keluarga (Brown, 1986:162).

2.5. Konsep Pendapatan 2.5.1. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang digunakan secara langsung sebagai ukuran tingkat pemerataan pendapatan. Adanya peningkatan perekonomian dengan melambatnya perkembangan pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan PDRB perkapita.

PDRB perkapita diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun disuatu wilayah atau daerah. Statistik ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator kemakmuran, walaupun ukuran ini belum dapat diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan penduduk pertengahan tahun bersangkutan. Jadi besarnya PDRB perkapita tersebut sangat dipengaruhi oleh kedua variabel di atas. Dengan disajikannya PDRB perkapita seluruh daerah kabupaten/kota maupun antara satu tahun dengan tahun berikutnya.

2.5.2. Metode Perhitungan Pendapatan Regional

Metode tahap pertama dapat dibagi dalam dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan berasal dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode


(46)

langsung dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.

Metode tidak langsung adalah perhitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal sebagai alokatornya.

a. Metode langsung : 1. Pendekatan produksi

Pendekatan produksi merupakan cara perhitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor produknya berbentuk fisik atau barang seperti :

a. Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahan d. Listrik, gas dan air bersih e. Bangunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa


(47)

j. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya (intermediate cost), yaitu bahan baku dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

2. Pendekatan pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, keuntungan, yang semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

3. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran adalah jumlah seluruh pengeluaran akhir yang dilakukan dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyedian produksi barang dan jasa yang digunakan untuk :

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung c. Konsumsi pemerintah


(48)

e. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari bahan yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi.

f. Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna akhir.

b. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara untuk menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator yang digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.

Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada hakekatnya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam perbandingan bagi data mentah.

2.5.3. Kaitan Pendapatan Perkapita Terhadap Fertilitas

Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak berkurang bila pendapatan meningkat. New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya


(49)

H. Leibenstein berpendapat bahwa anak dilihat dari 2 segi kegunaannya (utility) dan biaya (cost). Kegunaannya ialah memberikan kepuasan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut. Apabila ada kenaikan pendapatan, aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik.

Sedangkan kegunaannya turun sebab walaupun anak masih memberikan kepuasan akan tetapi balas jasa ekonominya turun. Di samping itu orang tua juga tak tergantung dari sumbangan anak. Jadi biaya membesarkan anak lebih besar daripada kegunaannya. Hal ini mengakibatkan demand terhadap anak menurun atau dengan kata lain fertilitas turun (Mundiharno, 1997 :5).

Robinson dan Harbinson menggambarkan kerangka analisis ekonomi terhadap fertilitas. Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya. Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for

children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya

anak, pendapatan keluarga dan selera.

Selain itu, Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu


(50)

permintaan “berlebihan” (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana (Mundiharno, 1997 :7-8).

Gambar 2.2

Model Analisis Ekonomi tentang Fertilitas: Robinson Sumber : Mundiharno :7

2.6Konsep Usia Kawin Pertama

Ikatan perkawinan berpengaruh terhadap fertilitas. Ikatan perkawinan ini dianggap penting terutama karena awal mula dan berlanjutnya ikatan seksual

Biaya langsung per anak

Pendapatan keluarga

Biaya tdk langsung & opportunity cost per anak

Selera terhadap anak Potensi

permintaan akan anak

Keterbatasan “supplai”

fisiologis terhadap perubahan Kompetisi cara

penggunaan sumberdaya utk mencapai manfaat yg sebanding


(51)

yang stabil merupakan sebagian variabel hubungan seks dalam analisis fertilitas. Salah satu variabel perkawinan adalah usia kawin, terutama disini adalah perkawinan usia muda.

Dalam masyarakat orang yang menikah memperoleh status baru, dimana status ini merupakan status sosial yang dianggap paling penting. Usia kawin yang dimaksud di sini adalah umur pada waktu memasuki ikatan seksual, atau dengan istilah perkawinan, usia konsumsi perkawinan dalam arti hubungan kelamin yang pertama kali dilakukan setelah menikah (www.scribd.com).

2.6.1 Kaitan Usia Kawin Pertama terhadap Fertilitas

Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat seseorang menikah pada usia yang relatif lebih muda maka masa subur atau reproduksi akan lebih panjang dilewatkan dalam ikatan perkawinan sehingga mempengaruhi peningkatan fertilitas. Ikatan perkawinan menggambarkan setiap ikatan seksual yang stabil, dan meliputi semua tipe ikatan perkawinan dan ikatan konsensual.

Perkawinan memiliki berbagai variabel, yaitu: (1) jenis perkawinan; (2) usia kawin; (3) hidup selibat; (4) hidup menjanda; dan (5) perceraian dan perpisahan (McDonald, 1990:79-91). Setiap varibel perkawinan memiliki pengaruh, baik langsung maupun tidak, terhadap fertilitas.

David dan Blake (1956) dalam tulisannya berjudul The

Social Structure of Fertility: An Analitical Framework, menyatakan bahwa

faktor-faktor sosial mempengaruhi fertilitas melalui variabel antara. Dalam tulisan tersebut Davis dan Blake juga menyatakan bahwa proses reproduksi seorang


(52)

perempuan usia subur melalui tiga tahap yaitu: hubungan kelamin, konsepsi, kehamilan dan kelahiran.

Gambar 2.3

Skema Dari Faktor Sosial yang Mempengaruhi Fertilitas Lewat Variabel Antara

Sumber: Mantra, 2003:42

Dalam menganalisa pengaruh sosial budaya terhadap fertilitas, dapatlah ditinjau faktor-faktor yang mempunyai kaitan langsung dengan ketiga proses di atas. Davis dan Blake (1956) menyebutkan 11 variabel antara dikelompokkan sebagai berikut:

2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Hubungan Kelamin pada Usia Reproduksi

1. Umur memulai hubungan kelamin

2. Selibat permanen, yaitu proporsi perempuan yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin

3. Lamanya masa reproduksi yang hilang karena:

a. Perceraian, perpisahan, atau ditinggal pergi oleh suami b. Suami meninggal dunia

4. Abstinensi sukarela

5. Abstinensi karena terpaksa (impotensi, sakit, berpisah sementara yang tidak bisa dihindari)

Faktor Sosial

Variabel Antara


(53)

6. Frekuensi hubungan seks (tidak pernah abstinensi)

2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Konsepsi

1. Kesuburan dan kemandulan biologis (fekunditas dan infekunditas) yang disengaja

2. Menggunakan atau tidak menggunakan alat-alat kontrasepsi a. Cara kimiawi dan cara mekanis

b. Cara-cara lain (seperti metode ritma, dan senggama terputus) 3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor

disengaja, misalnya sterilisasi.

2.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Selama Kehamilan dan Kelahiran

1. Kematian janin karena faktor-faktor yang tidak disengaja 2. Kematian janin karena faktor-faktor yang disengaja

Kesebelas faktor-faktor itu masing-masing dapat mempunyai akibat negatif dan positif terhadap fertilitas. Akibat dari variabel-variabel di atas terhadap masyarakat satu dengan yang lain berbeda-beda.

Davis dan Blake membuat suatu generalisasi sebagai berikut: pada masyarakat yang sedang berkembang (pra industri), variable 1, 2, 8, dan 9 mempunyai efek positif terhadap fertilitas, sedangkan variable 3a, 3b, dan 11 kadang-kadang mempunyai nilai positif dan negatif terhadap fertilitas, sedang untuk variable 4 dan 10 mempunyai efek negatif. Sedang untuk variable 5, 6, dan 7 sulit diketahui perbedaaanya dalam masyarakat.

Beberapa faktor yang mempengaruhi fertilitas dalam masyarakat bekerja melalui variabel antara. Menurut Freedman, saling pengaruh mempengaruhi


(54)

terjadi pula antara struktur sosial-ekonomi dengan tingkat mortalitas, struktur sosial-ekonomi dengan norma mengenai besar keluarga, struktur sosial ekonomi dengan norma mengenai variabel antara, dan begitu seterusnya. Jadi perbedaan-perbedaan fertilitas antarmasyarakat maupun antarwaktu dari suatu masyarakat baru dapat dipahami apabila telah memahami beragam faktor yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan fertilitas (Said Rusli, 1983).

2.7Penelitian Terdahulu

Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini:

Penelitian yang dilakukan oleh M. Radifan (2010) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di Indonesia” menunjukkan bahwa variabel indeks tingkat pendidikan dan persentase wanita berumur 15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi berpengaruh signifikan terhadap Total Fertility Rate (TFR) di 33 propinsi di Indonesia pada masing-masing α 5% dan 1%. Sedangkan variabel PDRB perkapita, angka harapan hidup saat lahir, dan dan tingkat urbanisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Total Fertility Rate (TFR) di 33 propinsi di Indonesia pada α 5%, dimana dari semua variabel bebasnya hanya PDRB perkapita yang mempunyai pengaruh positif terhadap variabel terikat. Dilihat dari dapat disimpulkan bahwa secara bersama variabel bebas yang digunakan memiliki kemampuan menjelaskan variasi perubahan Total Fertility Rate (TFR) adalah sebesar 66,4037%, sedangkan sisanya sebesar 33,5963% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi.


(55)

Penelitian yang dilakukan oleh Hafadh Abdillah Ritonga (2010) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di Sumatera Utara” menunjukkan bahwa semua variabel bebasnya yakni PDRB Perkapita, Angka harapan hidup, Indeks tingkat pendidikan, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita dan wanita berumur 15-49 tahun yang sedang menggunakan/memakai alat/ cara KB mempunyai pengaruh yang negatif terhadap Total Fertility Rate (TFR) di 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2004-2008. Variabel PDRB perkapita dan angka harapan hidup saat lahir berpengaruh signifikan terhadap Total Fertility Rate (TFR) di 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara pada masing-masing α = 1%. variabel Indeks Tingkat Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikat dan pada α 5%, sedangkan Variabel Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Wanita (X4) dan Persentase wanita berumur 15-49 tahun yang sedang menggunakan/memakai alat/ cara KB (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap Total Fertility Rate (TFR) di 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2004-2008. Dilihat dari yang diperoleh, dapat dilihat bahwa secara bersama variabel bebas yang digunakan memiliki kemampuan menjelaskan variasi perubahan Total Fertility Rate (TFR) adalah sebesar 96,3189%, sedangkan sisanya sebesar 3,6811% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachim, Iih. 1973. Pengantar Masalah Penduduk. Bandung : Penerbit Alumni.

Barclay, George W. 1990. Teknik Analisa Kependudukan. Cetakan Kedua. Jakarta : Rineka Cipta.

Biro Pusat Statistik.2010. Pematangsiantar Dalam Angka. 2010. Pematangsiantar: Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar

Biro Pusat Statistik. 2010. Indeks Kesejahteraan rakyat. 2010. Pematangsiantar: Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar.

Biro Pusat Statistik. 2010. Statistik Daerah Kota Pematangsiantar 2010. Pematangsiantar: Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar.

Brown, Lester R. 1986. Kembali di Simpang Jalan, Cetakan Kedua. Jakarta : CV. Rajawali Jakarta.

Gujarati, Damodar.2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Hatmadji, Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Jakarta : Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Lucas, David dkk. 1990. Pengantar kependudukan, Cetakan Keempat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


(57)

Mundiharno. 1997. Beberapa Teori Fertilitas. (online), diakses 29 Desember 2009.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan

Eviews dalam Ekonometrika. Medan : USU Press.

Radifan, M. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di

Indonesia (tidak dipublikasikan).

Ritonga, Abdurrahman dkk. 2003. Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Cetakan Kedua. Jakarta : Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Ritonga, Hafadh Abdillah. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Fertilitas di Sumatera Utara (tidak dipublikasikan).

Said Rusli. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES.

Singarimbun, Masri. 1996. Penduduk dan Perubahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia

Ketiga Edisi Kedelapan, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Enhy. 2011. Perkawinan Muda, Jumlah Anak dan Fertilitas.

Lembaga Demografi FE UI. 2011. Demografi Bagi Pemerintah Daerah.

Nov. 2011).

Ruslan, Kadir. 2011. Hasil Sensus Penduduk: Laki-laki Indonesia Enggan Menikah di Usia Dini.

Nov.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian. Data dan atau informasi yang tepat dan relevan dengan masalah yang dibahas diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan bermutu. Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai proses data tersebut serta rencana pengolahannya.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di 5 kelurahan yaitu Kelurahan Bantan, Kelurahan Tomuan, Kelurahan Siopat Suhu, Kelurahan Naga Pita, dan Kelurahan Bah Kapul. Daerah-daerah ini dianggap dapat mewakili 53 kelurahan yang ada di kota Pematangsiantar karena merupakan 5 kelurahan yang terbanyak penduduknya.

3.2Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas di Kota Pematangsiantar, yakni usia kawin pertama, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Dalam pengumpulan data dan informasi yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas di Kota Pematangsiantar, diperoleh langsung dari lapangan yakni masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Bantan,


(59)

Kelurahan Tomuan, Kelurahan Siopat Suhu, Kelurahan Naga Pita, dan Kelurahan Bah Kapul

1. Data Primer

Data primer dalam penulisan skripsi ini adalah data-data yang diperoleh langsung dari masyarakat Kotamadya Pematangsiantar dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah disiapkan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), buku literature, media internet serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian yang digunakan hanya sebagai data penunjang untuk melihat perkembangan fertilitas di Kota Pematangsiantar pada tahun sebelum dilakukannya penelitian.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi

Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dipilih sendiri oleh penulis yaitu masyarakat yang bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar.

Adapun populasi penduduk per kepala keluarga (KK) di Kota Pematangsiantar pada tahun 2010 yaitu:

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Penelitian

No Kelurahan Populasi (per KK)

1. Sukamaju 340

2. Pardamean 805

3. Sukaraja 557


(60)

No Kelurahan Populasi (per KK)

5. Sukamakmur 908

6. Parhorasan Nauli 705

7. Mekar Nauli 701

8. Simarimbun 508

9. Nagahuta 686

10. Pematang Marihat 700

11. Tong Marimbun 495

12. Nagahuta Timur 457

13. Marihat Jaya 617

14. Aek Nauli 910

15. Martimbang 867

16. Kristen 530

17. Toba 516

18. Karo 794

19. Simalungun 629

20. Sipingol-pinggol 1.065

21. Teladan 512

22. Dwikora 589

23. Proklamasi 426

24. Timbang Galung 777

25. Simarito 1.479

26. Banjar 1.183

27. Bantan 2.421

28. Martoba 1.984

29. Melayu 1.770

30. Baru 1.316

31. Suka Dame 1.211

32. Bane 1.296

33. Sigulang-gulang 1.345

34. Kahean 1.556

35. Kebun Sayur 979

36. Tomuan 2.018

37. Pahlawan 522

38. Siopat Suhu 2.492

39. Merdeka 671

40. Pardomuan 975

41. Asuhan 1.060

42. Sumber Jaya 1.238

43. Naga Pita 2.280

44. Pondok Sayur 1.305

45. Tambun Nabolon 1.355

46. Nagapitu 1.012


(61)

No Kelurahan Populasi (per KK)

48. Tanjung Tongah 732

49. Bah Kapul 2.203

50. Gurilla 466

51. Bukit Shofa 1.497

52. Setia Negara 1.412

53. Bah Sorma 734

Jumlah 54.874

Sumber: BPS Pematangsiantar 2010 3.4.2 Sampel

Sampel adalah kumpulan elemen yang sifatnya tidak menyeluruh melainkan hanya sebagian dari populasi saja. Dimana dalam menentukan ukuran sampel populasi, penulis menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

n = n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas kesalahan) persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 5%, 10%.

n =

n =

n = 99,99 maka dibulatkan menjadi 100.

Dari rumus di atas diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang.


(1)

LAMPIRAN 6

HASIL REGRESI

Metode Ordinary Least Square ( OLS )

Dependent Variable: Log Y Method: Least Squares Date: 02/26/12 Time: 20:23 Sample: 1 100

Included observations: 100

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.97250 3.756924 2.920607 0.0044

LOGX1 -1.233219 1.061709 -1.161541 0.2483

LOGX2 -0.290465 0.145108 -2.001713 0.0481

LOGX3 0.271653 0.368259 0.737667 0.4625

R-squared 0.058934 Mean dependent var 3.100000

Adjusted R-squared 0.029526 S.D. dependent var 1.096367 S.E. of regression 1.080060 Akaike info criterion 3.031088 Sum squared resid 111.9868 Schwarz criterion 3.135295 Log likelihood -147.5544 Hannan-Quinn criter. 3.073262 F-statistic 2.004008 Durbin-Watson stat 2.062725 Prob(F-statistic) 0.118553

Correlation Matrix

Log X1 Log X2 Log X3

Log X1 1.000000 0.169761 0.260304

Log X2 0.169761 1.000000 0.534192


(2)

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 48.50267 Prob. F(9,90) 0.080086 Obs*R-squared 82.90676 Prob. Chi-Square(9) 0.077351

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 02/27/12 Time: 19:40 Sample: 1 100

Included observations: 100

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.012248 0.000907 13.50353 0.9216

X1 -0.001048 6.99E-05 -14.97986 0.6718 X1^2 2.17E-05 1.30E-06 16.70109 0.5607 X1*X2 -1.04E-11 6.36E-12 -1.627376 0.1072 X1*X3 2.22E-06 6.06E-06 0.365695 0.7155

X2 3.44E-10 1.62E-10 2.121549 0.0366

X2^2 -3.01E-17 1.68E-17 -1.798478 0.0755 X2*X3 1.63E-11 1.93E-11 0.844328 0.4007

X3 8.33E-05 0.000144 0.578530 0.5644

X3^2 -2.24E-05 1.30E-05 -1.717772 0.0893 R-squared 0.829068 Mean dependent var 7.94E-05 Adjusted R-squared 0.811974 S.D. dependent var 0.000292 S.E. of regression 0.000127 Akaike info criterion -15.01622 Sum squared resid 1.44E-06 Schwarz criterion -14.75570 Log likelihood 760.8108 F-statistic 48.50267 Durbin-Watson stat 2.458672 Prob(F-statistic) 0.629004


(3)

J-B Test

0 4 8 12 16 20 24

-2 -1 0 1 2

Series: Residuals Sample 1 100 Observations 100

Mean 3.95e-16

Median -0.035663

Maximum 2.215204

Minimum -2.391267

Std. Dev. 1.063569

Skewness -0.078916

Kurtosis 2.576701

Jarque-Bera 0.850388


(4)

Ramsey RESET Test:

F-statistic 38567.47 Prob. F(3,93) 0.000000

Log likelihood ratio 712.6981 Prob. Chi-Square(3) 0.000000

Test Equation:

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 02/27/12 Time: 19:45 Sample: 1 100

Included observations: 100

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic Prob.

C 43.66210 8.677645 5.031560 0.0000

X1 1.387681 0.252985 5.485234 0.0000

X2 -2.47E-08 4.62E-09 -5.345264 0.0000

X3 0.088634 0.016642 5.325745 0.0000

FITTED^2 -13.17927 2.900877 -4.543201 0.0000

FITTED^3 2.340941 0.596947 3.921521 0.0002

FITTED^4 -0.159366 0.046009 -3.463839 0.0008

R-squared 0.999994 Mean dependent var 3.203723

Adjusted R-squared 0.999994 S.D. dependent var 0.105966 S.E. of regression 0.000262 Akaike info criterion -13.58992 Sum squared resid 6.38E-06 Schwarz criterion -13.40756

Log likelihood 686.4959 F-statistic 2701485.


(5)

LAMPIRAN 7

Kuisioner Penelitian

ANALISIS DETERMINAN FERTILITAS DI KOTA PEMATANGSIANTAR

No. Responden:……….

Bapak/Ibu Responden yang Terhormat,

Saya Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara menyusun sebuah karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan dari kuisioner ini dan informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya digunakan untuk kepentingan ilmiah semata. Atas perhatian dan waktu yang Bapak/Ibu telah berikan untuk mengisi kuisioner ini, penulis mengucapkan terima kasih.

A. Identitas Responden

1. Nama Responden:………

2. Alamat :

a. Kecamatan: b. Kelurahan: 3. Umur :………….. tahun

4. Jenis Kelamin: Pria Wanita 5. Status Perkawinan:………..

6. Pekerjaan Utama: a. Wiraswasta (sebutkan lapangan sebutkan lapangan usahanya)


(6)

d. Pegawai Negeri (sebutkan lapangan usahanya) e. Pegawai Swasta (sebutkan lapangan usahanya) f. Nelayan

g. Petani

B. Pertanyaan

1. Berapakah pendapatan Bapak/Ibu per bulannya?

Pendapatan Utama : a. Suami………. (Rp./bulan)

b. Isteri……….. (Rp./bulan)

2. Apakah Bapak/Ibu mempunyai pendapatan tambahan?

Pendapatan Tambahan : a. Suami………. (Rp./bulan)

b. Isteri……….. (Rp./bulan)

3. Apakah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh BapakIbu? Suami:…………..

Istri:………

4. Apakah saat ini Bapak/Ibu sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan? Suami:…………..

Istri:………

5. Berapakah usia kawin pertama Ibu? ………… tahun

6. Berapa jumlah anak Bapak/Ibu dalam keluarga?