Latar Belakang Analisis Kausalitas dan Kointegrasi antara Nilai Tukar Mata Uang dan Indeks Harga Saham Gabungan di Pasar Modal Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian nasional, memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan perekonomian nasional. Dukungan sektor swasta menjadi kekuatan nasional sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Melalui pasar modal, investor dapat melakukan investasi di beberapa perusahaan melalui pembelian saham-saham baru yang ditawarkan atau yang diperdagangkan di pasar modal. Sementara itu, perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen keuangan jangka panjang. Adanya pasar modal memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik, karena tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang tertentu. Penyebaran kepemilikan yang luas akan mendorong perkembangan perusahaan yang transparan. Ini tentu saja akan mendorong menuju terciptanya good corporate governance. Oleh karena semakin kompleksnya informasi pada pengembangan pasar modal ke publik, maka BEI Bursa Efek Indonesia telah meyebarkan indikator pergerakan harga saham melalui selebaran maupun melalui media elektronik. Salah satu indikator dari pergerakan harga saham tesebut adalah Indeks Harga Saham Gabungan IHSG. IHSG adalah ukuran yang didasarkan pada perhitungan statistik untuk mengetahui perubahan-perubahan harga saham dari seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI. IHSG dipakai sebagai indikator untuk mengukur situasi umum perdagangan saham, apakah dalam keadaan bearish atau dalam keadaan bullish. Lubis, 2008:157 1 Universitas Sumatera Utara Menurut Cornelis Luca, nilai tukar mata uang adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain. Ming, 2001:7 Kinerja di pasar uang khususnya pasar luar negeri diukur melalui nilai tukar rupiah, terutama terhadap mata uang dolar AS. Semakin menguat nilai tukar rupiah sampai batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan. Di pasar saham, indeks bursa pada 2005 menunjukkan kecenderungan penguatan dengan pergerakan yang berfluktuasi akibat tekanan dari berbagai faktor baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir periode laporan indeks ditutup pada posisi 1164,14 poin atau menguat sebesar 163,91 poin dibandingkan dengan indeks penutupan pada akhir 2004. Dalam perkembangannya indeks sempat mencapai level tertingginya sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu pada level 1192,20 di bulan Agustus. Adanya berbagai tekanan terutama melemahnya nilai tukar rupiah ke level Rp 10.775 sempat juga membuat indeks jatuh ke level terendahnya pada tahun 2005 pada level 994,77. Apabila dibandingkan dengan bursa efek utama di beberapa negara, BEI merupakan salah satu bursa dengan kinerja terbaik sepanjang 2005. Bank Indonesia, 2005. Indikator nilai tukar mata uang yang terlihat telah berubah secara signifikan mewarnai perkembangan kinerja bursa. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal tahun 2006 pada posisi Rp 9.830 menjadi menguat di akhir triwulan pertama 2006 pada posisi Rp 9.135 per dolar AS atau menguat sebesar 7,1 Suara Merdeka, 31 Maret 2006. Namun, rupiah sempat melemah pada pertengahan Mei 2006 hingga mencapai Rp 9.288 per dolar, dipicu oleh perubahan ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve yang lebih besar dari perkiraan semula. Hal ini mendorong investor asing menarik investasi portofolionya dari Indonesia. Meskipun demikian, tekanan pelemahan terhadap rupiah dalam waktu singkat 2 Universitas Sumatera Utara mereda, didukung keyakinan pasar terhadap pengelolaan kebijakan makroekonomi Indonesia yang cukup berhati-hati Selanjutnya, sampai akhir 2006 nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dan mencapai level Rp8.995 per dolar. Ekspektasi positif atas kestabilan makroekonomi, yang tercermin relatif stabilnya nilai tukar rupiah, sepanjang 2006, telah memberikan sentimen positif bagi investor untuk meningkatkan aktivitas di pasar saham. Bank Indonesia, 2006:84 Kenaikan nilai tukar dan fluktuasi IHSG selama krisis finansial global menjadi topik yang populer di surat kabar terutama di surat kabar keuangan dan di kalangan akademisi. Kita masih dapat mengingat kembali kehebohan dunia saat terjadi krisis keuangan global yang bermula di Amerika Serikat, dimana krisis tersebut juga mempengaruhi perekonomian Indonesia. Kinerja pasar saham pada awal tahun 2008 masih cukup baik, namun menjelang akhir triwulan III-2008, perekonomian dunia dihadapkan pada satu babak baru yaitu runtuhnya stabilitas ekonomi global, seiring dengan meluasnya krisis finansial ke berbagai negara. Krisis finansial global mulai muncul sejak bulan Agustus 2007, yaitu pada saat salah satu bank terbesar Perancis BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas yang terkait dengan kredit perumahan berisiko tinggi AS subprime mortgage. Pembekuan ini lantas mulai memicu gejolak di pasar finansial dan akhirnya merambat ke seluruh dunia. Di penghujung triwulan III-2008, intensitas krisis semakin membesar seiring dengan bangkrutnya bank investasi terbesar AS Lehman Brothers, yang diikuti oleh kesulitan keuangan yang semakin parah di sejumlah lembaga keuangan berskala besar di AS, Eropa, dan Jepang. Krisis keuangan dunia tersebut telah berimbas ke perekonomian Indonesia sebagaimana tercermin dari gejolak di pasar modal dan pasar uang. Indeks Harga Saham Gabungan IHSG pada bulan Desember 2008 ditutup pada level 1.355,4, terpangkas hampir separuhnya dari level pada awal tahun 2008 sebesar 2.627,3, bersamaan dengan jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan 3 Universitas Sumatera Utara penurunan tajam volume perdagangan saham. Selain itu, nilai tukar rupiah juga ikut terkoreksi tajam hingga mencapai level Rp10.900USD pada akhir Desember 2008. Bank Indonesia, Januari 2009 Krisis finansial global diperkirakan berakhir pada kuartal ketiga 2009 saat perekonomian AS mulai bergerak tipis, meski perlambatan ekonomi masih akan terjadi. Hal ini dikemukakan Gubernur Bank Sentral AS The Fed Ben Bernanke. Namun, belum tentu langsung berimbas positif terhadap perekonomian Indonesia. Sebab, elastisitas nilai permintaan ekspor dari pasar AS tidak terlalu tinggi. Agustian, 2009 Setelah mengobservasi seberapa parah kondisi ekonomi di Indonesia selama krisis finansial global, penulis bermotivasi untuk menemukan apakah kehancuran pasar modal menyebabkan depresiasi nilai tukar atau depresiasi nilai tukar mempengaruhi kejatuhan harga saham dan apakah krisis finansial global akan mengubah hubungan ini. Kenyataannya, hubungan diantara nilai tukar dan harga saham dapat dilihat sebagai hubungan kausalitas. Hal ini berarti bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah secara substansial akan mempengaruhi nilai dari suatu perusahaan, dan pada akhirnya akan berpengaruh kuat pada harga saham atau disebut traditional approach. Di sisi lain, pergerakan pasar modal akan menyebabkan pergerakan modal di suatu negara mengakibatkan fluktuasi nilai tukar. Fenomena ini disebut juga portfolio approach. Halim, Lean dan Wong, 2005. Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara nilai tukar mata uang dan IHSG, namun krisis finansial global diduga mempengaruhi keberadaan hubungan kausalitas dan kointegrasi antara nilai tukar dan IHSG, sehingga dalam penelitian ini, penulis membagi penelitian menjadi dua periode yaitu sebelum krisis dan semasa krisis. 4 Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian ini penulis mengambil judul ”Analisis Kausalitas dan Kointegrasi antara Nilai Tukar Mata Uang dan Indeks Harga Saham Gabungan di Pasar Modal Indonesia.”

1.2 Perumusan Masalah