Beberapa paket kebijaksanaan tersebut telah mampu meningkatkan aktivitas pasar modal sehingga pada akhir tahun 1990 telah tercatat sebanyak 153 perusahaan publik dengan
dana yang terhimpun sebesar Rp 16,29 triliun.
d. Masa Konsolidasi 1991 - sekarang
Pada masa ini, pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat. Kegiatan go public di bursa efek dan aktivitas perdagangan efek semakin ramai. Jumlah
emiten meningkat dari sebanyak 145 perusahaan pada tahun 1991 menjadi sebanyak 288 perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan jumlah saham beredar sebanyak 1.090,41 triliun
saham. Indeks Harga Saham Gabungan IHSG bergerak naik hingga menembus angka 600 pada awal tahun 1994 dan pernah mencapai angka 712,61 pada bulan Pebruari 1997.
Setelah swastanisasi bursa efek pada tahun 1992, pasar modal Indonesia mengalami peningkatan kapitalisasi pasar dan jumlah transaksinya. Pada tanggal 22 Mei 1995 diterapkan
otomasi sistem perdagangan di Bursa Efek Jakarta yang dikenal dengan JATS The Jakarta Automated Trading System yang memungkinkan dilakukannya transaksi harian sebanyak
200.000 kali dibandingkan dengan sistem lama yang hanya mencapai 3.800 transaksi per hari. Pada bulan September 1996, Bursa Efek Surabaya memperkenalkan sistem S-MART
The Surabaya Market Information and Automated Remote Trading yang memungkinkan terlaksananya perdagangan jarak jauh.
Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka efektif tanggal 3 Desember 2007 secara resmi
PT Bursa Efek Jakarta digabung dengan PT Bursa Efek Surabaya dan berganti nama menjadi PT Bursa Efek Indonesia. Sulastri, 2006
38
Universitas Sumatera Utara
4.3 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang dan IHSG Sebelum Krisis
Nilai tukar rupiah pada 2005 mengalami depresiasi. Melemahnya rupiah tercermin dari rata-rata nilai tukar rupiah selama 2005 yang mencapai Rp 9.709 per dollar. Pada akhir
2005, nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp 9.852 per dollar. Pelemahan rupiah di 2005 tidak terlepas dari pengaruh negatif faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal
berhubungan dengan meningkatnya harga minyak dunia serta berlanjutnya kebijakan kenaikan suku bunga di AS.
Kondisi ini memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah sejalan dengan melemahnya kinerja neraca pembayaran dan memburuknya sentimen pasar terhadap
pergerakan rupiah ke depan. Sementara itu, faktor internal terkait dengan tingginya impor serta kebutuhan untuk pembayaran kewajiban luar negeri turut memberikan tekanan terhadap
rupiah. Bank Indonesia, 2005.
Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang dan IHSG Sebelum Krisis
Bulan Tahun 2005
Tahun 2006 Nilai tukar mata uang
rupiahdollar AS IHSG
poin Nilai tukar mata uang
rupiahdollar AS IHSG
poin Januari
9201 1.045,44
9479 1.232,32
Februari 9252
1.073,83 9256
1.230,66 Maret
9379 1.080,17
9163 1.322,97
April 9558
1.029,61 8939
1.464,41 Mei
9480 1.088,17
9024 1.330,00
Juni 9631
1.122,38 9370
1.310,26 Juli
9810 1.182,30
9131 1.351,65
Agustus 10003
1.050,09 9094
1.431,26 September
10218 1.079,28
9153 1.534,61
Oktober 10085
1.066,22 9174
1.582,63 November
10042 1.096,64
9138 1.718,96
Desember 9852
1.162,64 9082
1.805,52
Sumber: Bank Indonesia dan Yahoo Finance
Di pasar saham, indeks bursa pada 2005 menunjukkan kecenderungan penguatan. Pada Januari 2005, IHSG pada posisi 1.045,44 poin dan terus meningkat hingga bulan Maret
2005 ke posisi 1.080,17 poin. IHSG sempat menurun pada bulan April 2009 ke posisi
39
Universitas Sumatera Utara
1.029,61 poin, namun kembali menguat ke posisi 1.122,38 pada bulan Juni 2005. Kendati sempat terjadi bom Bali kedua pada Oktober 2005, minat investor asing rupanya tidak
terganggu, indeks masih berada di sekitar 1.066,22 poin. Nilai ini tidak terlalu anjlok dari bulan September 2005 yang sebesar 1.079,28 poin.
0.00 200.00
400.00 600.00
800.00 1,000.00
1,200.00 1,400.00
1,600.00 1,800.00
2,000.00
Ja nuar
i F
ebr uar
i M
ar et
Ap ri
l M
ei Ju
ni Ju
li A
gust us
S ept
em ber
O kt
ober N
ove m
ber D
ese m
ber
Bulan
Po in
Bulan IHSG
2005 Bulan
IHSG 2006
Gambar 4.1 Perkembangan IHSG dari Januari 2005-Desember 2006
Investor asing dengan kondisi permodalan yang besar plus analisa dan pengetahuan fundamental teknikal yang baik pada kurun waktu Januari - September 2006 lebih banyak
melakukan buying dibandingkan selling sesuai dengan laporan BAPEPAM, bahwa posisi net buying investor asing selama Januari – September 2006 terakumulasi sebesar Rp. 11,62
trilyun. Aksi positif investor asing ini didasarkan salah satunya karena negara kita Indonesia mampu menjaga kestabilan nilai kurs rupiah terhadap US. Bapepam, 2006
Nilai tukar rupiah pada 2006 secara umum cenderung menguat. Nilai tukar rupiah terhadap dolar menguat dari Rp 9.852 per dolar pada akhir 2005 menjadi Rp 9082 per dolar
pada akhir 2006. Secara rata-rata rupiah juga menguat sebesar dari Rp 9.709 pada tahun 2005 per dolar menjadi Rp 9.167 per dollar pada 2006. Perkembangan nilai tukar rupiah selama
2006 juga lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya.
40
Universitas Sumatera Utara
8000 8500
9000 9500
10000 10500
Janua ri
Febr uar
i M
are t
A pri
l M
ei Juni
Jul i
A gus
tu s
S ept
em ber
O kt
ober N
ov em
be r
D es
em be
r
Bulan R
u p
ia h
d o
la r
A S
Bulan Nilai tukar mata uang 2005
Bulan Nilai tukar mata uang 2006
Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiahdollar AS dari Januari 2005-Desember 2006
Indikator nilai tukar mata uang yang terlihat telah berubah secara signifikan mewarnai perkembangan kinerja bursa. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal tahun 2006 pada
posisi Rp 9.479 menjadi menguat di April 2006 pada posisi Rp 8.939 per dolar AS. Namun, rupiah sempat melemah pada Juni 2006 hingga mencapai Rp 9370 per dolar, dipicu oleh
perubahan ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve yang lebih besar dari perkiraan semula. Hal ini mendorong investor asing menarik investasi portofolionya dari Indonesia.
Pada Juli 2006, nilai tukar kembali menguat ke level Rp 9131USD diikuti bulan Agustus 2007 ke posisi Rp 9094USD. Walau sempat melemah pada September 2009 Rp
9153USD, Oktober 2009 Rp 9174USD dan November 2009 9138USD, nilai tukar kembali menguat ke posisi Rp 9082 pada Desember 2006.
4.4 Krisis Finansial Global 4.4.1 Latar Belakang Krisis