dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan
perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu
ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang lingkup CPOB meliputi 10 aspek, yaitu :
1. Ketentuan umum
2. Personalia
3. Bangunan
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri
9. Penanganan terhadap keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan
obat kembalian. 10.
Dokumentasi
2.2.1 Ketentuan Umum
Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat
Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung.
USU e-Repository © 2008.
yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.
Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan, yaitu :
a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin
bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. b.
Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personalia.
c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan
pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.
d. CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan
mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.
2.2.2 Personalia
Semua karyawan harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental dan fisik yang
baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi
untuk mewujudkan CPOB. Struktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan
pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang
Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung.
USU e-Repository © 2008.
penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Manajer produksi seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai dibidang industri farmasi dan keterampilan
dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Manajer produksi memiliki wewenang dan tanggung jawab khusus
penuh untuk mengelola produksi obat. Manajer pengawasan mutu seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan
memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan tugasnya secara professional. Manajer pengawasan mutu diberi wewenang dan
tanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yang dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanan seluruh prosedur pengawasan mutu.
Manajer pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk
tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan
kondisi yang ditentukan. Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab
dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses
produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian persetujuan dan dalam penyimpanan catatan.
Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung.
USU e-Repository © 2008.
Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan
mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB. 2.2.3
Bangunan
Bangunan LAFIAU terdiri dari bangunan produksi, pengawasan dan pengembangan mutu Quality Control QC dan Quality Assurance QA, bagian
gudang dan bangunan untuk administrasi. Semua bangunan tersebut terletak saling berdekatan di lingkungan LAFIAU.
Bangunan produksi terdiri dari bangunan untuk produksi Laktam dan produksi non Laktam. Hal ini sudah sesuai dengan persyaratan dalam CPOB
untuk menghindari kontaminasi silang. Bagian produksi non Laktam dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu produksi tabletkaplet dan produksi khusus yang
memproduksi sirup serta salep. Disamping bangunan tersebut, saat ini LAFIAU sedang mempersiapkan bangunan yang akan digunakan untuk produksi obat
sefalosporin. LAFIAU hanya memiliki 2 jenis area untuk produksi yaitu black area dan grey area karena LAFIAU tidak memproduksi obat-obat steril.
Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi, serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja,
pelaksanaan kebersihan, dan pemeliharaan yang baik. Lokasi bangunan hendaklah dipilih lokasi yang bebas dari pencemaran lingkungan. Selain itu bangunan
mempunyai ventilasi udara yang baik, serta sistem pengolahan limbah, serta menghindari terjadinya pencemaran silang dan terlewatnya prosedur produksi
yang dapat menurunkan mutu obat.
Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung.
USU e-Repository © 2008.
Bangunan hendaknya mendapat penerangan dan ventilasi yang efektif dengan fasilitas pengontrolan udara suhu, kelembaban, filtrasi sesuai dengan
kegiatan diluar dan didalam. Penentuan rancangan bangunan dan penataan gedung dipertimbangkan kesesuaiannya dengan kegiatan lain untuk menjamin mutu obat
dan kelangsungan produksi. Untuk itu daerah pabrik dibagi atas tiga zona : a.
Zona hitam Zona yang bebas dimasuki sembarang petugas. Pada zona ini dilakukan
pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan penjagaan ketat terhadap kontaminasi dari udara luar.
b. Zona abu-abu
Zona tempat proses produksi non steril berlangsung. Pada zona ini kebebasan karyawan dan barang yang memasuki ruangan dikurangi. Untuk memasuki
daerah ini karyawan terlebih dahulu harus mencuci tangan dan memakai pakaian khusus yang bersih. Barang yang memasuki daerah ini harus diganti
kemasannya dengan kemasan khusus. c.
Zona putih Zona produksi aseptis, seperti pembuatan sediaan injeksi dan salep mata.
Untuk memasuki daerah ini karyawan harus mencuci tangan dan memakai pakaian khusus yang steril. Semua peralatan yang dipakai harus disterilkan
terlebih dahulu, begitu juga ruangannya.
Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung.
USU e-Repository © 2008.
2.2.4 Peralatan