Pengertian Industri Farmasi Validasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut surat keputusan menteri kesehatan no. 245 Men KesV 1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Sedangkan industri bahan baku adalah bahan baku yang diproduksi oleh suatu industri, bahan baku tersebut adalah semua bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang digunakan dalam proses pengolahan obat.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang baik

Industri farmasi merupakan industri yang memproduksi obat yang aman dan berkualitas. Untuk menjamin mutu obat yang berkualitas, maka industri farmasi melakukan seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksinya dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB. CPOB dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengadakan pengawasan baik sebelum, selama, dan sesudah proses produksi berlangsung untuk memastikan mutu produk obat agar memenuhi standar yang telah ditetapkan. CPOB merupakan suatu pedoman dalam industri farmasi mengenai pembuatan obat, pengawasan menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa kosumen menerima obat yang bermutu tinggi. Prosedur yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi yang diproduksi Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang lingkup CPOB meliputi 10 aspek, yaitu : 1. Ketentuan umum 2. Personalia 3. Bangunan 4. Peralatan 5. Sanitasi dan hygiene 6. Produksi 7. Pengawasan mutu 8. Inspeksi diri 9. Penanganan terhadap keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian. 10. Dokumentasi

2.2.1 Ketentuan Umum

Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan, yaitu : a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personalia. c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat. d. CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.

2.2.2 Personalia

Semua karyawan harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB. Struktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Manajer produksi seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai dibidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Manajer produksi memiliki wewenang dan tanggung jawab khusus penuh untuk mengelola produksi obat. Manajer pengawasan mutu seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan tugasnya secara professional. Manajer pengawasan mutu diberi wewenang dan tanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yang dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanan seluruh prosedur pengawasan mutu. Manajer pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian persetujuan dan dalam penyimpanan catatan. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB. 2.2.3 Bangunan Bangunan LAFIAU terdiri dari bangunan produksi, pengawasan dan pengembangan mutu Quality Control QC dan Quality Assurance QA, bagian gudang dan bangunan untuk administrasi. Semua bangunan tersebut terletak saling berdekatan di lingkungan LAFIAU. Bangunan produksi terdiri dari bangunan untuk produksi Laktam dan produksi non Laktam. Hal ini sudah sesuai dengan persyaratan dalam CPOB untuk menghindari kontaminasi silang. Bagian produksi non Laktam dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu produksi tabletkaplet dan produksi khusus yang memproduksi sirup serta salep. Disamping bangunan tersebut, saat ini LAFIAU sedang mempersiapkan bangunan yang akan digunakan untuk produksi obat sefalosporin. LAFIAU hanya memiliki 2 jenis area untuk produksi yaitu black area dan grey area karena LAFIAU tidak memproduksi obat-obat steril. Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi, serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pelaksanaan kebersihan, dan pemeliharaan yang baik. Lokasi bangunan hendaklah dipilih lokasi yang bebas dari pencemaran lingkungan. Selain itu bangunan mempunyai ventilasi udara yang baik, serta sistem pengolahan limbah, serta menghindari terjadinya pencemaran silang dan terlewatnya prosedur produksi yang dapat menurunkan mutu obat. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. Bangunan hendaknya mendapat penerangan dan ventilasi yang efektif dengan fasilitas pengontrolan udara suhu, kelembaban, filtrasi sesuai dengan kegiatan diluar dan didalam. Penentuan rancangan bangunan dan penataan gedung dipertimbangkan kesesuaiannya dengan kegiatan lain untuk menjamin mutu obat dan kelangsungan produksi. Untuk itu daerah pabrik dibagi atas tiga zona : a. Zona hitam Zona yang bebas dimasuki sembarang petugas. Pada zona ini dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan penjagaan ketat terhadap kontaminasi dari udara luar. b. Zona abu-abu Zona tempat proses produksi non steril berlangsung. Pada zona ini kebebasan karyawan dan barang yang memasuki ruangan dikurangi. Untuk memasuki daerah ini karyawan terlebih dahulu harus mencuci tangan dan memakai pakaian khusus yang bersih. Barang yang memasuki daerah ini harus diganti kemasannya dengan kemasan khusus. c. Zona putih Zona produksi aseptis, seperti pembuatan sediaan injeksi dan salep mata. Untuk memasuki daerah ini karyawan harus mencuci tangan dan memakai pakaian khusus yang steril. Semua peralatan yang dipakai harus disterilkan terlebih dahulu, begitu juga ruangannya. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008.

2.2.4 Peralatan

Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan, atau obat jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniaannya diluar batas yang telah ditentukan. b. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk, misalnya karena bocornya katup, menetesnya zat pelumas dan karena hal lain yang sejenis, atau karena perbaikan, pemeliharaan, modifikasi atau adaptasi yang salah. c. Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus, seperti pelumas atau pendingin, tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah karena hal ini dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian bahan baku, bahan antara, produk ruahan atau obat jadi. d. Peralatan hendaklah dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar. e. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar, atau ditempatkan di daerah dimana digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap ekplosi f. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. menurut suatu program dan prosedur yang tepat. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan catatan tersebut disimpan dengan baik. g. Peralatan hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari pencemaran silang, dan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang dari peralatan lain untuk memberikan keleluasaan kerja dan menghindari kekeliruan. h. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat dan menurut prosedur tertulis untuk perawatan yang telah ditetapkan. i. Peralatan harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi semua sumber pencemaran produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awal serta wadahnya. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. a. Personalia Seluruh karyawan hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum maupun setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene perorangan harus dilatih dan diterapkan semua karyawan yang berhubungan dalam proses produksi. Semua karyawan hendaknya menghindari untuk bersentuhan langsung dengan bahan baku dan produk, sehingga diperlukan pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. b. Bangunan Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai seperti toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpan bahan pembersih, insektisida, rodentisida, dan bahan fumigasi. Hendaknya disusun pula prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang teratur, serta diuraikan dengan cukup rinci. c. Peralatan Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan bagian luar maupun bagian dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa lagi untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari batch sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat serta ditaati. Prosedur ini dirancang dengan tepat agar pencemaran peralatan oleh bahan pembersih dan sanitasi dapat dicegah.

2.2.6 Produksi

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi adalah sebagai berikut : a. Bahan awal Bahan awal sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. dinyatakan dalam spesifikasi. Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan hendaknya dicatat. b. Validasi proses Luas serta tingkat validasi yang dilakukan tergantung dari sifat dan kerumitan produk dan proses yang bersangkuatan. Program dan dokumentasi validasi hendaklah membuktikan kecocokan bahan yang dipakai, keandalan peralatan dan sistem serta kemampuan petugas pelaksana. c. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat dapat merugikan kesehatan dan mengurangi daya terapeutik atau mempengaruhi kualitas suatu produk tidak dapat diterima. Pencemaran silang hendaknya diperhatikan, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung terhadap kesehatan, hal ini menunjukkan pelaksanaan obat yang tidak sesuai dengan CPOB. d. Sistem penomoran batch dan lots Sistem penomoran batch adalah suatu system yang menjabarkan cara penomoran batch dan lot secara rinci yang diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau obat jadi suatu batch atau lot dapat dikenali dengan nomor batch atau lot tertentu. Sistem penomoran batch dan lot harus menjamin bahwa nomor batch dan lot yang sama tidak digunakan secara berulang. Pemberian nomor batch dan lot yang dialokasikan harus segera dicatat dalam buku catatan harian. Catatan mencakup tanggal Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. pemberiaan nomor, identitas produk dan besarnya batch dan lot yang bersangkutan. e. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Semua pengeluaran bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan termasuk tambahan bahan diluar yang telah diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan harus didokumentasikan. Bahan baku, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan harus diperiksa ulang kebenarannya dan harus ditandatangani oleh supervisior produksi sebelum diserahkan ke bagian produksi. f. Pengembalian Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan dirujuk sesuai dengan prosedur. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan tidak boleh dikembalikan ke gudang, kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. g. Pengolahan Bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan. Sebelum pengolahan dimulai hendaknya ditempuh langkah yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. bahan, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang bersangkutan.

2.2.7 Pengawasan mutu

Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai. Pengendalian mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan yang terencana dan terpadu. Pengawasan mutu ini penting dalam hal penetapan spesifikasi, pengambilan contoh dan pengujian beserta dokumentasi dan prosedur pelulusan yang menjamin bahwa pengujian yang diperlukan benar-benar dilaksanakan, serta pelulusan bahan dan produk untuk dijual tidak akan diberikan sebelum mutunya dinilai memuaskan. Sistem pengawasan mutu dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu dan keamanannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggungjawab untuk memastikan bahwa : a. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan secara prosedur yang ditetapkan dan telah di validasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi dokumentasi produk terdahulu. b. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. c. Suatu batch memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan. Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat.

2.2.8 Inspeksi diri

Tujuan dari inspeksi diri melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan. Sehingga dibentuk suatu tim yang cakap dan mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB, melaksanakan inspeksi terhadap prosedur produksi dan pengawasan mutu secara menyeluruh. Prosedur pelaksanaan dan catatan mengenai inspeksi diri perlu di dokumentasikan. Tim inspeksi diri ditunjuk oleh manajemen perusahaan, sekurang- kurangnya tiga orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar. Untuk mendapatkan standar inspeksi diri tertentu yang seragam perlu disusun daftar periksa selengkap mungkin, yang hendaknya mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi : karyawan, bangunan dan fasilitas karyawan, gudang bahan baku dan bahan pengemas, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, serta pemeliharaan gedung dan rekayasatehnik. Setelah inspeksi diri dilaksanakan perlu dibuat laporan yang mencakup Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. hasilinspeksi diri, evaluasi dan tindakan untuk perbaikan yang disampaikan kepada manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan keluhan terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian

Penarikan kembali obat jadi merupakan proses penarikan kembali obat dari semua mata rantai distribusi bila ditemukan adanya cacat kualitas dan yang berbahaya, atau dilaporkan adanya reaksi merugikan yang membahayakan kesehatan pemakainya selama atau sesudah pendistribusian obat jadi tersebut. Penarikan kembali seluruh obat jadi dapat menyebabkan penghentian sementara atau penghentian tetap terhadap pembuatan suatu jenis obat yang bersangkutan. Berdasarkan evaluasinya obat kembalian dapat dibagi menjadi 3 yaitu : a. Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan dapat digunakan. b. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang untuk memenuhi spesifikasi. c. Obat kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diolah ulang harus dimusnahkan. Hendaknya dibuat tertulis mengenai pelaksanaan penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut yang dilakukan, untuk selanjutnya dilaporkan. Keluhan atau laporan yang diterima hendaknya ditangani oleh bagian yang terkait sesuai dengan jenis keluhan atau laporan yang diterima dan dilakukan penelitian dan evaluasi secara seksama meliputi informasi yang masuk tentang keluhan atau laporan, melakukan pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima dan contoh pertinggal batch yang bersangkutan, serta meneliti kembali semua data Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. dan dokumentasi yang berkaitan termasuk catatan batch, catatan distribusi dan catatan hasil pengujian.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari system informasi manajemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap batch atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch atau lot produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi serta digunakan dalam pemantauan dan pengendalian.

2.3 Validasi

Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, pelaksanaan atau mekanisme yang digunakan dalam proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Sasaran validasi adalah menjamin prosedur produksi yang aman, menjamin reprodusibilitas dari proses yang dihasilkan, dan menekan sekecil mungkin kesalahan yang terjadi. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008. Empat tahap penunjang dalam validasi meliputi : a. kalibrasi, verifikasi dan peralatan yang digunakan b. kualifikasi dan validasi peralatan yang digunakan c. penandatanganan, pemeriksaan, pemantauan atau cuplikan dari tahap kritis yang sudah diketahui atau tahap kunci selama proses. d. rekualifikasi atau revalidasi bila ada perubahan yang bermakna dalam proses atau produk. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008.

BAB III TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI AU

3.1 Sejarah dan Perkembangan Lintasan sejarah lembaga farmasi angkatan udara Roostyan Effendie

Perjalanan sejarah dimulai ketika dipangkalan udara belum mempunyai satuan kesehatan, anggota auri mendapatkan perawatan dan pengobatan dipoliklinik dan dirumah sakit angkatan darat RI AD RI. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap DKAD, maka pimpinan berusaha mencukupi kebutuhan obat dan alkes secara mandiri dengan mendirikan apotik dipangkalan udara andir yang dipimpin oleh Lmu I Badris Nuch dan Di Cililitan Dipimpin Oleh Ramelan. Keberadaan apotik tersebut mendorong pimpinan untuk mendirikan depot obat guna mendukung pelayanan kesehatan dan kegiatan operasional AURI. periode tahun 1951 sampai dengan 1953 DOP dipimpin oleh Lmu I Amir Andjilin. Kiprahnya disamping tugas rutin juga turut serta mengirim personil dan logestik dalam operasi Trikora. Pada tahun 1964 dibawah Kepimpinan Lu I Drs Roostyan Effendie, mulai dikembangkan produksi obat - obatan dengan skala lebih besar, dan didatangkan pula peralatan produksi obat dari USA. Juga dilaksanakan renovasi bangunan untuk produksi obat sesuai dengan persyaratan teknik farmasi saat itu. Unit produksi obat diresmikan oleh Deputi Mentri Bidang Logistik tanggal 16 agustus 1965. Selanjutnya tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara. Vivi Haryati, S.Farm : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU Lanud Husein Sastranegara Bandung. USU e-Repository © 2008.