Bahan Pembenah Tanah Pembenah Tanah dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Peningkatan Kualitas Bibit Tanaman Kehutanan Pada Areal Bekas Tambang Batubara

Kompos cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh tanaman untuk menyerap unsur hara yang tersedia selain juga mengandung unsur hara yang lengkap. Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimia tanah adalah kandungan humusnya. Humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya dapat melarutkan zat besi Fe dan aluminium Al. Kedua unsur ini mengikat senyawa pospat yang merupakan sumber phospor bagi tanaman. Apabila pospat ini diikat oleh besi atau aluminium akibatnya tidak dapat diserap tanaman. Namun adanya asam humat yang dapat melarutkan Fe dan Al, senyawa phospat akan lepas dan menjadi senyawa pospat tersedia yang dapat terserap tanaman Rao 1994; Dirjen Dikti 1991

2.2 Bahan Pembenah Tanah

Konsep penggunaan bahan pembenah tanah adalah : a. Pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran b. Merubah sifat hidrofobik atau hidrofilik sehingga merubah kapasitas tanah menahan air c. Meningkatkan KTK kapasitas tukar kation tanah Bahan pembenah tanah dibedakan menjadi 2 yaitu alami dan sintetis buatan pabrik, dan berdasarkan senyawa pembentuknya juga dapat dibedakan dalam 2 kategori yaitu : pembenah tanah organik termasuk hayati dan pembenah tanah anorganik. Beberapa bahan pembenah tanah juga mampu mensuplai unsur hara tertentu meskipun jumlahnya relatif kecil dan seringkali tidak semua unsur hara terkandung dalam bahan pembenah tanah yang digunakan. Penggunaan bahan pembenah tanah pada banyak penelitian telah terbukti menunjukkan hasil positif pada pertumbuhan dan peningkatan produktifitas hasil tanaman baik tanaman pertanian, hortikultur maupun kehutanan. Bahan pembenah tanah organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kompos sisa tanaman dan lain sebagainya telah dibuktikan efektifitasnya baik untuk memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi tanah. Namun penggunaan bahan-bahan tersebut belum bisa dikembangkan pada level petani karena bahan tersebut harus melalui proses terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan, disamping itu penggunaan pembenah tanah ini dirasakan kurang memberikan hasil yang lebih banyak oleh petani dibandingkan pupuk buatan Sutanto 2002. Berbagai bahan baik alamiah maupun buatan yang dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis bahan pembenah tanah Nama bahan pembenah Jenis Sintetis : VAMA maleic anhidride-vinyl acetate copolimers organik HPAN Partly hydrozed polyacrilonitrill An organik SPA sodium polyacryl An organik PAAm?PAM Organik Poly-DADMAC An organik Hydrostock An organik Alami : Emulsi aspal bitumen An organik Lateks, skim lateks Organik Kapur pertanian An organik Fosfat alam An organik Blotog Organik Sari kering limbah SKL Organik Zeolit An organik Bahan organik dengan CN rasio 7-12 organik Sumber : Puslitbangtanak 2008 Oleh karena itu bila bahan pembenah tanah akan digunakan dalam usaha peningkatan pertumbuhan dan produktifitas tanaman maka diperlukan pemilihan bahan pembenah yang murah, mudah, bersifat insitu dan terbarukan. Selain itu pula penggunaan bahan pembenah tanah harus memperhatikan dampak negatifnya terhadap lingkungan, diperhatikan pula faktor ketersediaan dan jaminan mutu serta harga. Persyaratan teknis bahan pembenah tanah yang dianjurkan seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan teknis bahan pembenah tanah Sumber : Puslitbangtanak, 2008 No Parameter Satuan Persyaratan 1. Bahan aktif sintetis Dicantumkan 2. KTK C mol+kg 80 3. pH 4 4. Kadar logam berat As ppm 10 Hg ppm 1 Pb ppm 50 Cd ppm 10 Keberadaan lahan yang mengalami degradasi semakin meningkat dari tahun ketahun baik luasan maupun tingkat degradasinya seperti pada bekas lahan tambang batu bara yang menghilangkan seluruh topsoil tanah. Menurut Puslitbangtanak 2008 menunjukkan 11 propinsi di Indonesia terdapat 10.94 juta ha lahan kritis oleh karena itu penggunaan pembenah tanah sangat diperlukan untuk mempercepat laju pemulihan lahan-lahan tersebut.

2.2.1 Arang

Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan dan mempunyai prospek sebagai bahan pembenah tanah untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak dan kritis adalah dengan memperbaiki kesuburan tanah yang dapat dilakukan dengan menggunakanpenambahkan arang baik pada tingkat semai di persemaian maupun di lapangan sehingga tanah tidak mengalami kekurangan hara akibat pemanenan dan selalu siap sebagai media tumbuh tanaman. Menurut Gusmailina et al. 2000 keuntungan yang akan diperoleh dengan pemberian arang antara lain : memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar serta memberikan habitat yang baik untuk pertumbuhan tanaman; mampu meningkatkan pH tanah yang akan memperbaiki sirkulasi air dan udara serta berfungsi sebagai media untuk mengikat karbon dalam tanah Herdiana et al. 2008; memudahkan terjadinya pembentukan dan peningkatan jumlah spora baik ekto maupun endomikoriza. Beberapa penelitian menunjukkan penambahan arang sebagai soil conditioning memberikan respon yang positif terhadap pertumbuhan tanaman. Gusmailina et al. 2000 menambahkan 20 arang kulit kayu tusam dan 30 arang kulit Acacia mangium mendapatkan pertambahan diameter batang semai Eucalyptus urophylla selama 4.5 bulan sebesar 0.56 cm dan pertambahan tinggi sebesar 16.75 dan 16.96.

2.2.2 Batu Bara

Batubara coal terbentuk dengan sangat kompleks dan memerlukan waktu yang lama puluhan sampai ratusan juta tahun dari terendapnya tumbuhan yang telah mati dengan komposisi utama dari sellulosa kemudian tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Proses pembentukan batubara atau coalification merupakan proses fisika dan kimia alam yang akan mengubah sellulosa menjadi lignit, subbitumine, bitumine dan antrasit. Terdapat banyak faktor yang diperlukan dan mempengaruhi pembentukan batubara, yaitu : posisi geotektonik, topografi morfologi, iklim, penurunan, dan pengendapan, umur geologi, tumbuh-tumbuhan, dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur cekungan batubara, metamorfosis organik Sukandarrumidi 2004. Reaksi pembentukan batubara digambarkan sebagai berikut : 5C 6 H 10 O 5 C 20 H 22 O 4 + 3CH 4 + 8H 2 O +6CO 2 +CO sellulosa lignit gas metan 5 C 6 H 10 O 5 C 20 H 22 O 4 + 3CH 4 +8H 2 O + 6CO 2 + CO sellulosa bitumin gas metan Batubara mengandung bahan yang mudah terbakar dan bahan yang tidak mudah terbakar yang disebut abu. Bahan yang mudah terbakar terdiri dari carbon terikat, senyawa hidrocarbon, sulfur, nitrogen, dan pospor; bahan abunya terdiri dari : SiO 2 ,Al 2 O 3 , Fe 2 O 3 , CaO dan alkali Trimasonjaya 2008. Batubara merupakan proses lanjut dari pembentukan tanah gambut dimana dengan kandungan carbon terikat yang cukup tinggi seperti juga halnya arang, mungkin dengan bahan penyusun yang relatif sama ini memberi peluang pemanfaatan batubara untuk dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman terutama untuk mempersiapkan bibit tanaman yang berkualitas yang juga diharapkan dapat tumbuh survival pada lapangan yang mengandung batubara. 2.3 Jenis Tanaman 2.3.1 Aquilaria crassna Pierre ex Lecomte Gaharu