I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Kegiatan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan
relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode open mining tambang terbuka. Dengan
menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang cukup luas untuk mengambil mineral. Teknik tambang seperti ini biasanya
digunakan untuk menggali deposit batubara dalam jumlah besar. Ekstraksi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak
gunung dan menimbulkan lubang yang besar Sukandarrumidi 2004. Proses penambangan batubara ini akan mengakibatkan kerusakan tanah
secara permanen karena perubahan bentang alam yang selanjutnya merubah kondisi ekosistem dalam arti luas. Perubahan kimiawi terutama berdampak
terhadap air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan. Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang
disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna biodiversitas, serta penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi
tandus atau gundul. Penurunan produktifitas tanah yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya lapisan
tanah tidak berprofil, terjadi bulk density pemadatan, kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas
tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah Suprapto 2008; Rajagukguk
2008. Keadaan yang demikian menyebabkan banyak terjadi kegagalan dalam
melakukan penanaman bibit di lahan bekas tambang. Untuk itu diperlukan bibit yang mempunyai ketahanan dan adaptasi tinggi terhadap kondisi lahan marjinal
yang terbuka, kering, miskin hara, dan lain-lain. Hal ini dapat dilakukan sejak pembuatan bibit di persemaian.
Pembuatan bibit di persemaian selama ini sangat mengandalkan keberadaan tanah topsoil sebagai media semai padahal untuk daerah bekas
tambang terbuka ini topsoil yang terkupas akan tertimbun bersama batuan miskin
mineral, spoils, dan tailing yang merupakan bahan limbah proses pemurnian Rajagukguk 2008. Untuk upaya reklamasi, pembuatan bibit biasanya
mendatangkan topsoil dari wilayah lain sehingga secara tidak disadari minimbulkan kerusakan pula di wilayah tersebut karena pengambilan topsoil
dalam jumlah banyak disamping pula biaya yang cukup besar, maka untuk mengurangi kerusakan semakin meluas diperlukan alternatif media yang murah,
mudah didapat, mudah ditangani dan yang terpenting mampu mendukung pertumbuhan semai tanaman baik di persemaian hingga adaptif di lapangan.
Sekitar 50 keberhasilan tanaman di lapangan pada awalnya ditentukan oleh kualitas semai yang ditanam Perum Perhutani 2005, sehingga untuk
menjamin pertumbuhan semai optimal sangat dipengaruhi oleh kondisi media tumbuhnya. Kondisi media tumbuh harus dapat memberikan habitat yang baik
untuk pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Media tumbuh merupakan tempat tanaman hidup yang menyediakan dukungan fisik untuk berpegang bagi
perakaran, menyediakan nutrisi dan lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh sampai daur hidup yang diinginkan. Untuk itu diperlukan teknologi yang tepat
agar didapatkan tanaman yang berkualitas, murah dan tidak merusak lingkungan. Serbuk gergaji merupakan limbah industri penggergajian yang cukup
melimpah dan berpotensi tetapi masih belum termanfaatkan secara optimal di masyarakat Pari 2002. Potensi kayu gergajian Indonesia mencapai 4.3 m
3
per tahun FAO 2005 dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54.24
dari produksi total Martawijaya dan Sutigno 1990, maka dihasilkan limbah penggergajian sebanyak 2.3 juta m
3
per tahun; angka ini cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian. Sejumlah teknologi telah
diupayakan untuk memanfaatkan limbah ini misalnya dengan pembuatan arang, kompos atau media tanam jamur komersil tetapi jumlah limbah yang dihasilkan
masih terlalu besar dibandingkan dengan upaya pemanfaatan yang telah diusahakan. Salah satu penanganan limbah serbuk gergaji ini adalah
memanfaatkanya menjadi kompos dengan cara biokonversi limbah padat tersebut. Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antar mikroba yang bekerja didalamnya. Kompos sebagai produk dari proses penguraian bahan organik memiliki sifat-sifat
yang baik untuk menyuburkan tanah dan menyediakan unsur hara bagi tanaman sehingga penggunaannya cukup luas sebagai bahan pembangun kesuburan tanah
maupun media tanam Susanto 2002; Imas 1988; Simamora 2006. Pada banyak penelitian telah dibuktikan adanya peningkatan pertumbuhan yang nyata baik
pada semai maupun tanaman di lapangan dengan menambahkan kompos pada media tanam Suryani 2006; Komarayati 1993, 1996. Maka kompos serbuk
gergaji ini diharapkan akan menjadi alternatif media tanam semai untuk dapat sedikit menggantikan media tanam tanah topsoil di persemaian.
Alternatif lain yang juga digunakan sebagai pembangun kesuburan tanah disebut bahan pembenah tanah atau soil conditioning adalah dengan
menambahkan arang pada media tanam seperti beberapa penelitian yang dilakukan oleh Gusmailina et al. 2002 dan Siregar 2005 dimana pemberian
arang memberikan hasil peningkatan pertumbuhan tanaman yang nyata. Demikian pula pemberian batubara diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
semai sekaligus sebagai bahan adaptasi semai terhadap lingkungan areal tambang. Secara fisik kimia kandungan arang dan batubara relatif sama tersusun oleh
senyawa hidrocarbon yang telah mengalami proses dekomposisi dan coalifikasi selama bertahun-tahun, oleh karena itu pemberian arang danatau batubara
diharapkan menjadi alternatif untuk memperbaiki kondisi media agar tidak mengalami defisit hara dan siap menjadi media tumbuh tanaman.
Peningkatan pertumbuhan tanaman di persemaian juga dapat dibantu oleh suatu asosiasi antara akar tanaman dengan Fungi Mikoriza Arbuskula FMA.
FMA adalah suatu bentuk simbiosis mutualisme akar tanaman dengan fungi yang berperan pada proses penyerapan hara dari tanah atau media tumbuh sehingga
akar mempunyai daya absorbsi yang tinggi terhadap hara dan mineral Setiadi 1989; Santoso dan Turjaman 2006. Penggunaan FMA terutama untuk
memperkecil keterbatasan akar pada penyerapan hara dan air di dalam tanah, dengan adanya hifa akan membantu penyerapan hara yang tidak tersedia bagi
tanaman Smith dan Read 1997. Penggunaan FMA pada kompos limbah serbuk gergaji yang diperkaya dengan arang dan batubara sebagai alternatif media
tumbuh semai belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk melihat peluang pemanfaatan FMA dalam penyerapan hara dari media
tanam alternatif kompos serbuk gergaji yang belum lazim digunakan pada tanaman kehutanan.
1.2 Tujuan Penelitian