commit to user
63 dipakai, bawahan menghormati atasan. Sedangkan pada masyarakat Tionghoa,
istilah yang dipakai saudara mudaanak menghormati saudara tuaorang tua. Karena penghormatan berdasarkan atas usia dan hubungan keluarga.
3. Etika kebijaksanaan
Keduanya sama-sama menganggap bahwa kebijaksanaan hanya dapat dicapai melalui sikap hidup yang didasarkan pada aturan-aturan moral.
4. Jalan tengah
Keduanya sama-sama menganggap bahwa dua hal yang ekstrim yang bersifat dikotomis harus dihindari. Tidak boleh ada hal yang berlebihan. Mengikuti jalan
tengah akan membawa keseimbangan dan keselarasan. 5.
Perkawinan Terdapat perbedaan nilai tentang perkawinan di antara masyarakat Jawa dan
Tionghoa. Pada masyarakat Jawa, perkawinan dimaksudkan untuk membentuk rumah tangga yang berdiri sendiri. Pemilihan calon pasangan merupakan urusan
pribadi. Keluarga, lebih-lebih keluarga besar tidak memegang peran penting dalam pemilihan calon pasangannya. Sedangkan pada masyarakat Tionghoa, perkawinan
dianggap untuk melanjutkan kelangsungan hidup klan. Sehingga pemilihan jodoh lebih banyak melibatkan keluarga atau keluarga besarnya.
5. Penelitian Sebelumnya
5.1. Penelitian Turnomo Rahardjo 2005
126
Turnomo Rahardjo dalam penelitiannya yang dibukukan dengan judul Mindfulness
melihat negosiasi identitas kultural etnis Tionghoa dan etnis Jawa dalam sebuah ruang sosial yang
126
Rahardjo, Op Cit.
commit to user
64 memungkinkan mereka dapat bertemu, berkomunikasi, dan saling mempengaruhi.
Rahardjo menekankan fokus studinya pada bangunan komunikasi antarbudaya yang sesuai bagi relasi etnis Tionghoa dan etnis Jawa.
Dalam penelitiannya, Rahardjo menetapkan Kelurahan Sudiroprajan di Kecamatan Jebres, Surakarta sebagai lokasi penelitian. Kawasan ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa Kelurahan Sudiroprajan merupakan representasi wilayah yang kondusif bagi hubungan antaretnis Tionghoa dan Jawa di Kota Surakarta.
Unit analisis dari penelitian tersebut adalah individu-individu dari masing- masing kelompok etnis yang mempersepsikan pengalaman mereka dalam komunikasi
antaretnis. Selanjutnya, individu yang menjadi satuan analisis diklasifikasikan ke dalam kelompok umur 30-an dan 60-an tahun dengan tujuan mengetahui bagaimana individu
tersebut memahami identitas kultural mereka. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penggunaan instrumen indepth interview, kuesioner, dan show card. Penelitian ini
pada dasarnya merupakan gabungan metodologi kuantitatif dan kualitatif. Analisis terhadap hasil survei tentang efektivitas komunikasi dilakukan dengan menghitung nilai
rata-rata, sedangkan untuk analisis data kualitatif dilakukan dengan metode fenomenologi.
Rahardjo mendapati beberapa kesimpulan dari penelitiannya, yaitu: 1. Warga masyarakat dari kedua kelompok etnis di Sudiroprajan telah mampu
menciptakan situasi komunikasi budaya yang mindful, karena mereka telah memiliki kecakapan atau kompetensi komunikasi yang memadai. Sudiroprajan telah menjadi
miniatur dari penerapan bangunan atau model multikulturalisme yang berupaya menciptakan komunikasi yang setara dan mengakui adanya perbedaan.
2. SARA lebih dipahami sebagai permasalahan sosial dan ekonomi politik akibat adanya berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Kerusuhan sosial yang diarahkan ke
commit to user
65 etnis Tionghoa disebut sebagai akibat kesenjangan ekonomi dan provokasi politik dari
pihak luar. 3. Terciptanya integrasi sosial di wilayah Sudiroprajan tidak semata-mata karena
masyarakat menyadari bahwa perbedaan etnisitas harus mendapatkan toleransi yang cukup. Namun, lingkungan pemukiman atau susunan bangunan perumahan yang
dihuni masing-masing keluarga memberikan kemungkinan bagi warga etnis Tionghoa dan Jawa untuk melakukan komunikasi dengan baik.
4. Komunikasi yang setara antara warga etnis Tionghoa dan Jawa tercermin di Sudiroprajan yang ditandai dengan adanya penghargaan terhadap perbedaan
karakteristik kultural yang dimiliki oleh masing-masing kelompok etnis. Rahardjo menjadikan Sudiroprajan sebagai lokasi penelitiannya. Dilihat dari
perjalanan sejarahnya, wilayah Sudiroprajan sejak zaman kolonialisme memang menjadi tempat bermukimnya etnis Tionghoa yang bisa hidup berdampingan dengan baik dengan
etnis Jawa. Rahardjo berhipotesis bahwa kesamaan status sosial dan ekonomi serta kesamaan dalam pemerintahan desa memberikan andil bagi terciptanya komunikasi
yang mindfull. Akan menjadi menarik apabila mengkaji sebuah ruang sosial yang menjadi ruang keterwakilan secara umum dari Kota Surakarta yakni dengan menjadikan
Perkumpulan Masyarakat Surakarta PMS sebagai lokasi penelitian karena anggotanya berasal dari berbagai wilayah di Surakarta.
5.2. Penelitian Tesis Rulliyanti Puspowardhani 2009