commit to user
65 etnis Tionghoa disebut sebagai akibat kesenjangan ekonomi dan provokasi politik dari
pihak luar. 3. Terciptanya integrasi sosial di wilayah Sudiroprajan tidak semata-mata karena
masyarakat menyadari bahwa perbedaan etnisitas harus mendapatkan toleransi yang cukup. Namun, lingkungan pemukiman atau susunan bangunan perumahan yang
dihuni masing-masing keluarga memberikan kemungkinan bagi warga etnis Tionghoa dan Jawa untuk melakukan komunikasi dengan baik.
4. Komunikasi yang setara antara warga etnis Tionghoa dan Jawa tercermin di Sudiroprajan yang ditandai dengan adanya penghargaan terhadap perbedaan
karakteristik kultural yang dimiliki oleh masing-masing kelompok etnis. Rahardjo menjadikan Sudiroprajan sebagai lokasi penelitiannya. Dilihat dari
perjalanan sejarahnya, wilayah Sudiroprajan sejak zaman kolonialisme memang menjadi tempat bermukimnya etnis Tionghoa yang bisa hidup berdampingan dengan baik dengan
etnis Jawa. Rahardjo berhipotesis bahwa kesamaan status sosial dan ekonomi serta kesamaan dalam pemerintahan desa memberikan andil bagi terciptanya komunikasi
yang mindfull. Akan menjadi menarik apabila mengkaji sebuah ruang sosial yang menjadi ruang keterwakilan secara umum dari Kota Surakarta yakni dengan menjadikan
Perkumpulan Masyarakat Surakarta PMS sebagai lokasi penelitian karena anggotanya berasal dari berbagai wilayah di Surakarta.
5.2. Penelitian Tesis Rulliyanti Puspowardhani 2009
127
Dengan tema komunikasi antarbudaya dalam kawin campur Jawa Cina, Puspowardhani mengambil subjek penelitian sebanyak tujuh pasangan pelaku kawin
127
Rulliyanti Puspowardhani, Komunikasi Antarbudaya dalam Keluarga Kawin Campur Jawa- Cina di Surakarta, Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2008.
commit to user
66 campur antara etnis Tionghoa dan etnis Jawa di Surakarta. Subjek yang diambil
berdasarkan dari berbagai latar belakang dengan maksud untuk melakukan perbandingan dalam mencari dan mengungkap pengalaman setiap individu dalam kawin campur.
Puspowardhani menggunakan pendekatan interpretif yakni para responden yang menjadi subjek penelitian secara metodologis akan dipahami dan dideskripsikan perilaku
komunikasinya yang terjadi dalam keluarga beda budaya. Untuk mendukung pendekatan interpretif, digunakan tradisi fenomenologi yang berfokus pada pengalaman seseorang
termasuk pengalamannya dengan orang lain sehingga teori komunikasi antarbudaya dapat dipahami dengan lebih mudah.
Dalam kesimpulannya, Puspowardhani mengungkapkan tiga hal, yakni: 1. Dalam menghadapi persoalan komunikasi antarbudaya, dalam konteks perkawinan
campur, stereotip dapat mempengaruhi penilaian keluarga besar terhadap seseorang yang akan dijadikan pendamping hidup. Maka diperlukan komitmen yang kuat oleh
pasangan kawin campur sehingga segala bentuk kesalahpahaman dapat lebih mudah diatasi.
2. Persoalan kedua adalah latar belakang personal atau individu pelaku kawin campur. Mayoritas pasangan yang memutuskan melakukan kawin campur harus memiliki pola
pikir terbuka terhadap budaya yang dibawa pasangannya, termasuk kepercayaan, nilai, dan norma.
3. Pada akhirnya nilai sosial dan nilai budaya keluarga kawin campur akan sangat tampak ketika masuk dalam konteks penyelesaian persoalan dan konflik. Setiap
pasangan berusaha mengambil keputusan dalam pemecahan masalah tidak berlandaskan keputusan emosional pribadi berlatar budaya, melainkan keputusan yang
rasional yang digunakan sebagai jalan keluar.
commit to user
67
5.3. Penelitian Lily A. Arasaratnam 2009