setiap tahapan tersebut memiliki maknanya tersendiri. Untuk menganalisis makna dari setiap tahapan upacara Cheng Beng tersebut, penulis menggunakan
pendekatan semiotik seperti yang dikemukakan oleh Barthes.
2.2.1 Strukturalisme
Teori Strukturalisme Saifuddin, 2005 : 64-65 adalah salah satu teori yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Claude Levi-Strauss. Defenisi
strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur dari proses pikiran manusia yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas
budaya. Strukturalisme berasumsi bahwa pikiran manusia senantiasa distrukturkan menurut oposisi binari, dan kaum strukturalis mengklaim bahwa oposisi-oposisi
tersebut tercermin dalam berbagai variasi fenomena kebudayaan, termasuk bahasa, mitologi, kekerabatan dan makanan.
Bagi Strauss dalam Kaplan dan Manners, 1999 : 239 budaya pada hakikatnya adalah suatu sistem simbolik atau kanfigurasi sistem perlambangan.
Lebih lanjut untuk memahami sesuatu perangkat lambang budaya tertentu, orang harus lebih dulu melihatnya dalam kaitan dengan sistem keseluruhan tempat
sistem perlambangan itu menjadi bagian. Akan tetapi ketika strauss berbicara tentang fenomena kultural sebagai sesuatu yang bersifat simbolik, dia tidak
memasalahkan relevan atau arti lambang secara empirik. Yang ia perhatikan adalah pola-pola formal, bagaimana unsur-unsur simbol saling berkaitan secara
logis untuk membentuk sistem keseluruhan. Pengertian struktur dalam hal ini
15
Universitas Sumatera Utara
adalah pola-pola nyata hubungan atau interaksi antara berbagi komponen masyarakat, pola-pola yang relatif bertahan lama karena interaksi-interaksi
tersebut terjadi dalam cara yang kurang lebih terorganisasi.
2.2.2 Semiotik
Semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Semeion yang berarti tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representative. Istilah
semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi, baik semiotik atau semiologi sering digunakan bersama-sama, tergantung dimana istilah itu popular
Endaswara, 2008 : 64. Menggunakan teori semiotik seseorang dapat menganalisis makna yang tersirat di balik penggunaan lambang dan simbol-
simbol dalam kehidupan manusia karena melalui berbagai simbol, masyarakat bisa berkomunikasi satu sama lain, menghimpun ilmu pengetahuan dan kemudian
mewariskannya kepada generasi berikutnya. Menurut Craib dalam Teori-Teori Sosial Moderen 1994 : 169, “semiotik
adalah nama yang diberikan untuk “ilmu pengetahuan dalam tanda-tanda” makna-makna umum—tidak hanya mengenai tanda linguistik”.
Semiotik lebih berkaitan dengan bidang yang lebih luas daripada hasil budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Barthes, berbicara tentang bahasa dan
percakapan mengenai makanan. Unsur-unsur ataupun tanda-tandanya ialah jenis makanan itu sendiri. Pada tingkat sintagmatik terdapat aturan-aturan yang
16
Universitas Sumatera Utara
mengatur makanan mana yang boleh atau yang tidak boleh disertai oleh makanan lain. Sebagai contoh di masyarakat barat kita tidak boleh menggabungkan
makanan yang manis dengan makanan yang lezat, menuangkan puding diatas ayam goreng, atau saus diatas es krim. Jika kita memakan makanan seperti itu
pada suatu perjamuan maka kesemuanya haruslah yang satu menyusul yang lain. Pertama yang lezat, baru kemudian yang manis. Aturan-aturan pradigmatik
memberikan kita suatu kambinasi-kombinasi, makanan mana dengan jenis sayuran yang mana. Makanan itu sendiri dengan pilihan-pilihan makanan
khususnya dan cara-cara persiapannya adalah percakapan, yang menerapkan unsur-unsur dan aturan-aturan. Pada prinsipnya karya setiap manusia bisa
dianalisis dengan cara seperti itu. Dengan pendekatan yang penulis gunakan yaitu teori semiotik yang
dikemukakan oleh Roland Barthes, maka penulis akan menganalisis struktur dan makna perayaan upacara Cheng Beng masyarakat Tionghoa di Berastagi.
2.3 Tinjauan Pustaka