mengatur makanan mana yang boleh atau yang tidak boleh disertai oleh makanan lain. Sebagai contoh di masyarakat barat kita tidak boleh menggabungkan
makanan yang manis dengan makanan yang lezat, menuangkan puding diatas ayam goreng, atau saus diatas es krim. Jika kita memakan makanan seperti itu
pada suatu perjamuan maka kesemuanya haruslah yang satu menyusul yang lain. Pertama yang lezat, baru kemudian yang manis. Aturan-aturan pradigmatik
memberikan kita suatu kambinasi-kombinasi, makanan mana dengan jenis sayuran yang mana. Makanan itu sendiri dengan pilihan-pilihan makanan
khususnya dan cara-cara persiapannya adalah percakapan, yang menerapkan unsur-unsur dan aturan-aturan. Pada prinsipnya karya setiap manusia bisa
dianalisis dengan cara seperti itu. Dengan pendekatan yang penulis gunakan yaitu teori semiotik yang
dikemukakan oleh Roland Barthes, maka penulis akan menganalisis struktur dan makna perayaan upacara Cheng Beng masyarakat Tionghoa di Berastagi.
2.3 Tinjauan Pustaka
Sofiani 2011 dalam skripsinya yang berjudulFungsi dan Makna Makanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoamenjelaskan
bahwa, makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga sebagai fungsi
sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu
17
Universitas Sumatera Utara
masyarakat setempat. Oleh karenanya makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek dari makanan tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu
golongan masyarakat. Makanan tradisional dapat menjadi aset atau modal bagi suatu bangsa untuk mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang
dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Melalui skripsi Sofiani tersebut penulis mengetahui dan memahami fungsi dan makna makanan pada perayaan budaya
masyarakat Tionghoa karena dalam penelitian ini penulis juga meneliti tentang makanan yang digunakan masyarakat Tionghoa dalam melakukan sembahyang
pada perayaan Cheng Beng. Syafrida, skripsi 2012 berjudul Kajian Fungsi dan Makna Tradisi JiSi
ZuXian YanJiu Penghormatan Leluhur dalam Sistem Kepercayaan Masyarakat Tionghoa : Penelitian Kualitatif di Medan, menjelaskan tentang religi tradisional
masyarakat Tionghoa yaitu penghormatan leluhur yang dilakukan keluarga dihadapan abu leluhur. Skripsi ini sangat membantu penulis dalam meneliti
struktur dan makna perayaan Cheng Beng pada masyarakat Tionghoa di Berastagi karena melalui skripsi Syafrida tersebut peneliti dapat mengetahui makna dari
penghormatan leluhur bagi masyarakat Tionghoa. Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan skripsi tersebut adalah makna penghormatan masyarakat
Tionghoa bagi leluhur. Perbedaan antara penelitian yang penulis lakukan dengan skripsi tersebut terletak pada objek yang diteliti, dimana objek yang penulis teliti
dalam penulisan ini adalah perayaan Cheng Beng, sedangkan skripsi itu sendiri membahas tentang religi tradisional masyarakat Tionghoa yaitu penghormatan
leluhur yang dilakukan dihadapan abu leluhur.
18
Universitas Sumatera Utara
Yohana, skripsi 2011 berjudul Bentuk, Makna, dan Fungsi Ornamen yang Digunakan dalam Perayaan Tahun Baru Imlek oleh Masyarakat Tionghoa di
Kota Medan. Skripsi ini menjelaskan tentang ornament yang paling diminati adalah lampion. Mereka memasang Chinese Lampion yang bertuliskan huruf
Cina. Tulisan-tulisan itu memiliki beragam makna dan doa meminta keberkahan di tahun baru. Skripsi ini sangat membantu dalam menyelesaikan penelitian ini
karena didalam skripsinya Yohana menggunakan teori semiotik untuk menganalisis makna dari ornamen-ornamen yang digunakan oleh masyarakat
Tionghoa dalam perayaan tahun baru Imlek. Oleh karena itu skripsi tersebut dijadikan bahan referensi bagi penulis untuk menggunakan teori semiotik dalam
menganalisis makna perayaan Cheng Beng dan juga makna dari perlengkapan- perlengkapan yang digunakan dalam upacara tersebut.
Ningsih 2011 dalam artikel Upacara Kematian Masyarakat Tionghoa Semakin Sederhana, menjelaskan bahwa upacara kematian Sangat erat kaitannya
dengan ajaran Konfusius, yaitu tanda bakti seorang anak kepada orangtuanya, dan tujuannya untuk menunjukkan rasa hormat kepada orangtua almarhum agar
mendapatkan kehidupan yang damai. Upacara kematian memiliki hubungan erat dengan dengan perayaan Cheng Beng, karena melalui perayaa Cheng Bengtanda
bakti seorang anak kepada orang tua dan leluhurnya dapat terlihat. Artikel tersebut sangat membantu penulis menyelesaikan penelitian ini karena melalui artikel
tersebut penulis dapat memahami makna penghormatan dan tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya.
19
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian Struktur Upacara dan Makna Perayaan Cheng Beng pada Masyarakat Tionghoa di kota Berastagi
kabupaten Karo adalah metode penelitian deskriptif. Data dan informasi dikumpulkan selain bahan sekunder dari literature-literatur tertulis, juga data-data
penelitian dilapangan mengenai ke obyek yang bersangkut paut dengan pokok
pembahasan.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskriptifkan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai
keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan variabel-variabel yang diteliti.
Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai
akibat dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan
dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat ilmiah itu sendiri Fatimah 1993 : 16.
20
Universitas Sumatera Utara