Kerangka Teoritis dan Konseptual

c. Demokrasi Perwakilan Demokrasi perwakilan diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat DPR dan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Dalam menjalankan kebijakan pokok Pemerintahan dan mengatur ketentuan hukum berupa UUD dan Undang-Undang pelembagaan kedaulatan rakyat itu disalurkan melalui sistem perwakilan. Di daerah provinsi dan kabupatenkota, pelembagaan demokrasi perwakilan disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. d. Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Segala sesuatu yang membahayakan negara dan kedaulatan rakyat tentu selalu memiliki sifat yang menimbulkan “kegentingan yang memaksa ”, tetapi kegentingan yang memaksa tidak selalu membahayakan. Terkait dengan penafsiran mengenai kegentingan yang memaksa oleh Presiden, memang belum ada literatur yang dapat menjelaskan tentang ukuran secara jelas ataupun patokan perihal klasifikasi khusus tentang keadaan memaksa. Semua pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya oleh Presiden secara subjektif, artinya penentuan adanya “kegentingan yang memaksa” tersebut baru bersifat objektif setelah hal itu dinilai dan dibenarkan oleh DPR berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 2 UUD 1945. 14

E. Tinjauan Review Studi Terdahulu

1. Skripsi Membahas tentang Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perpu Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang ditulis oleh Rizki Masapan Sarjana Strata 1 S1 Program Studi Ilmu Hukum UI. Penelitian ini dilakukan bertujuan mengetahui pelaksanaan pengujian terhadap sebuah peraturan perundang- undangan dalam hal ini pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi. 2. Jurnal Hukum Membahas tentang Multitafsir Pengertian Tentang “Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa” Dalam Penerbitan Perpu yang di tulis oleh Janpantar Simamora. Jurnal ini menjelaskan bagaimana sebenarnya batasan asas tentang “Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa” menurut UUDNRI 1945 dan pakar-pakar hukum seperti Jimly Asshiddiqie dan Vernon Bogdanor. Ketika sebuah perpu diterbitkan oleh Presiden maka 14 Jimly Asshidiqie, “Hukum Tata Negara Darurat”, h.13 logika penerbitan Perpu dikarenakan yang pertama adanya situasi bahaya dan genting. Kedua situasi bahaya ini dapat mengancam keamanan negara jika pemerintah tidak secepatnya mengambil tindakan yang konkret. Ketiga karena situasinya amat mendesak dibutuhkan tindakan pemerintah secepatnya sebab jika peraturan yang diperlukan untuk menangani situasi genting itu menunggu mekanisme DPR menunggu waktu yang cukup lama. 15 3. Buku Buku “Hukum Tata Negara Darurat” yang ditulis oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Buku ini membahas tentang pandangan teoritis dan praktik keadaan darurat, hal ihwal kegentingan yang memaksa, dan hukum tata negara darurat. Dalam buku ini banyak dimuat hal penting yang jarang dibahas dalam studi hukum ataupun dalam praktik penyelenggaraan hukum di Indonesia, yaitu hukum tata negara darurat. Dalam praktik, disamping kondisi negara dalam keadaan biasa ordinary condition atau normal normal condition kadang-kadang timbul keadaan yang tidak normal. Suatu negara yang tertimpa keadaan bersifat tidak biasa atau tidak normal itu memerlukan pengaturan yang bersifat tersendiri sehingga fungsi-fungsi negara dapat terus bekerja secara efektif 15 Mimbar.hukum.ugm.ac.id , diakses pada tanggal 16 Februari 2015 dalam keadaan yang tidak normal itu. 16 Dalam hal ini adalah pembuatan perpu oleh Presiden yang dilandaskan oleh asas hal ihwal kegentingan yang memaksa. Sehubungan dengan itu penelitian diatas memiliki hubungan dengan penelitian penulis tentang asas hal ikhwal kegentingan yang memaksa studi analisis pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang No. 1 Tahun 2014 terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini. Yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya adalah, penelitian sebelumnya lebih bersifat umum multitafsir asas Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa dan pengujianya, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan lebih mengerucut kepada tolak ukur Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa dalam pembuatan Perpu No.1 Tahun 2014 oleh Presiden.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang 16 Jimly Asshidiqie, “Hukum Tata Negara Darurat”, h.v dianggap pantas. 17 Penelitian ini berlandaskan norma-norma hukum yang berlaku yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. 2. Pendekatan Masalah Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan ini, Penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan dibahas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu: 18 pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. Dalam penelitian ini pendekatan yang Penulis gunakan adalah pendekatan perundang-undangan statue approach, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual conceptual approach.

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum bersifat otoritatif, artinya sumber-sumber hukum yang dibentuk oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan resmi dalam pembuatan perundang- 17 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.I,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h.118. 18 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet.VI, Jakarta: Kencana,2010, h.93. undangan. 19 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah Konstitusi MK Nomor 138PUU-VII2009 Tentang Pertimbangan Mengenai Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa, dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 20 Terdiri dari buku-buku, jurnal hukum, kamus hukum, hasil penelitian yang berkaitan dengan asas hal ihwal kegentingan yang memaksa dalam Perpu No.1 Tahun 2014. 4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Dari bahan hukum yang sudah terkumpul baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder diklasifikasikan sesuai isu hukum yang akan dibahas. Kemudian bahan hukum tersebut diuraikan untuk mendapatkan penjelasan yang sistematis. Pengolahan bahan hukum 19 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet.IV, Malang: Bayumedia Publishing, 2008, h.141. 20 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, h.119.