Kajian Pemanfaatan Biji Kopi (Arabika) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Metil Ester

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN BIJI KOPI (ARABIKA)

SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN

METIL ESTER

SKRIPSI

Oleh

BELLA SIMBOLON

080405034

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DESEMBER 2013


(2)

KAJIAN PEMANFAATAN BIJI KOPI (ARABIKA)

SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN

METIL ESTER

SKRIPSI

Oleh

BELLA SIMBOLON

080405034

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DESEMBER 2013


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

KAJIAN PEMANFAATAN BIJI KOPI (ARABIKA)

SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN

METIL ESTER

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku

Medan, 2013

Bella Simbolon NIM. 080405034


(4)

(5)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Kajian Pemanfaatan Biji Kopi (Arabika) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Metil Ester,” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakulatas Teknik Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Melalui penelitian ini diketahui bahwa minyak biji kopi yang diperoleh melalui tahap ekstraksi memiliki karakteristik yang baik untuk digunakan sebagai bahan pembuatan biodiesel . Sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan, khususnya dalam pembuatan metil ester. Manfaat lain yang diperoleh, yaitu dapat meningkatkan nilai ekonomis dari biji kopi.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat pengarahan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis, untuk itu secara khusus penulis mengucapakan terima kasih kepada Dra. Siswarni MZ, MS yang telah banyak membantu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.


(6)

DEDIKASI

Rasa terima kasih dan hormat penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis, F. Tampubolon yang selalu mendukung penulis dalam melaksanakan studi dan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Dedikasi skripsi ini penulis tujukan kepada :

1. Kedua orang tua penulis, T.H Simbolon, dan F. Tampubolon. 2. Kakak dan adik penulis.

3. Keluarga penulis.

4. Bapak dan Ibu dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Kartini Pakpahan atas kerjasamanya yang sangat baik selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat terbaik di Teknik Kimia, khususnya semua stambuk 2008 yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis.

8. Seluruh teman-teman, adik-adik dan abang kakak yang turut memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Paduan suara Consolatio yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Bella Simbolon

NIM : 080405034

Tempat/tgl lahir : Sumbul 19 Juli 1990 Nama orang tua : F. Tampubolon Alamat orang tua :

Jl. Sisingamangaraja, Kec. Sumbul, Kab. Dairi

Asal Sekolah

 SD Negeri No. 030332 Sumbul 1996-2002  SMP Negeri. 3 Sumbul 2002-2005

 SMA Negeri. 1 Sumbul 2005-2008 Beasiswa yang diperoleh :

Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) tahun 2008-2011 Pengalaman Organisasi :

1. HIMATEK periode 2011/2012 sebagai anggota Bidang Hubungan Masyarakat

2. Paduan Suara Consolatio USU sebagai ketua Badan Pengurus Harian Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal :

Bella Simbolon, “Kajian Pemanfaatan Biji Kopi (Arabika) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel,” Jurnal Teknik Kimia (2013).


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan minyak biji kopi sebagai bahan baku pembuatan metil ester dengan proses esterifikasi kemudian dilanjutkan transesterifikasi dan mempelajari pengaruh variasi perbandingan berat pelarut : biji kopi bubuk pada proses ekstraksi minyak biji kopi rusak. Metodologi penelitian meliputi proses penyiapan bahan baku,ekstraksi, dan pengujian. Tahap ekstraksi dilakukan dengan variasi jenis pelarut n-heksana (C6H14) dan toluena (C7H8(C6H5CH3)) dan variasi jumlah pelarut melalui perbandingan 1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8 terhadap massa sampel tiap run, yakni 40 gram. Variabel tetap lain adalah waktu ekstraksi 2 jam dan suhu ekstraksi dengan pelarut n-heksana (C6H14) (titik didih 690C) adalah 70-750C dan pelarut toluena (C7H8(C6H5CH3)) (titik didih 1100C) adalah 110-1150C. Tahap pengujian pemanfaatan minyak kopi dilakukan dengan proses esterifikasi pada perbandingan molar metanol:asam lemak bebas = 3:1 dengan katalis H2SO4 1% v/v selama 1 jam dengan pengadukan 600 rpm dan proses transesterifikasi pada perbandingan molar metanol:minyak kopi = 9:1 dengan katalis NaOH 1,75% selama 2 jam dengan pengadukan 600 rpm. Proses esterifikasi sebagai pendahuluan dilakukan karena tingginya kadar asam lemak bebas minyak kopi, yakni 22,2%. Hasil ekstraksi yang diperoleh meliputi rendemen minyak kopi maksimum yang diperoleh 17,73% pada perbandingan berat toluena:bubuk kopi = 6:1, dan data minyak kopi berupa densitas 93,75 gr/ml, viskositas 59,326 cP dan komposisi asam lemak tertinggi adalah asam linoleat sebesar 40,8765% dan asam palmitat 37,4492%. Hasil esterifikasi dan transesterifikasi yang diperoleh berupa metil ester sebesar 39,63% dengan densitas 0,915 gr/ml, viskositas kinematik 22,5498 cSt dan titik nyala 1300C.


(9)

ABSTRACT

This research aims to exploit the coffee seed oil as raw material for metyl ester by esterification process, then followed by transesterification process and studied the influence of variations in the weight ratio of solvent: ground coffee beans in the coffee bean oil extraction process. The methodologies of this research are conducted on the process of preparation of raw materials,extraction, and testing phase. Extraction is done with a variety of types of solvent n-hexane (C6H14) and toluene (C7H8 (C6H5CH3)) and a variety of solvents through a ratio of 1:5, 1:6, 1:7 and 1:8 against the mass of each run, which is 40 gram. Another variable is still 2 hours extraction time and temperature solvent extraction with n-hexane (C6H14) (boiling point 690C) is 70-750c and the solvent toluene (C7H8 (C6H5CH3)) (boiling point 1100C) is 110-1150C. Testing phase is done by the use of coffee oil esterification process in the molar ratio of methanol: free fatty acid catalyst H2SO4 = 3:1 with 1% v / v for 1 hour with stirring 600 rpm and transesterification process at a molar ratio of methanol: oil = 9:1 coffee with 1.75% NaOH catalyst for 2 hours with stirring 600 rpm. Esterification process as conducted preliminary due to high levels of free fatty acids coffee oils, which is 22.2%. Extraction results include the maximum yield of the coffee oils 17.73% in toluene weight ratio: coffee powder = 6:1, and coffee oil data in the form of the density 93.75 g / ml, viscosity 59.326 cP and fatty acid composition of the highest linoleic acid 40.8765% and palmitic acid 37.4492%. The results of esterification and transesterification obtained by the methyl ester equal to 39.63% with density 0.915 g / ml, 22.5498 cSt kinematic viscosity and flash point1300C.


(10)

DAFTAR ISI

Halam an

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 BIODIESEL 5


(11)

2.2.1 Minyak Biji Kopi 11

2.2.2 Biji Kopi Rusak 12

2.3 EKTRAKSI 13

2.3.1 Ekstraktor Soxhlet 14

2.3.2 Ekstraktor Butt 14

2.4 ESTERIFIKASI 15

2.5 TRANSESTERIFIKASI 16

2.6 ANALISA BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19

3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 19

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 19

3.3 DIAGRAM KERJA 19

3.4 PROSEDUR KERJA 20

3.4.1 Penyiapan Bahan Baku 20

3.4.2 Ekstraksi 20

3.4.3 Destilasi 21

3.4.4 Esterifikasi 22

3.4.5 Transesterifikasi 22

3.5 ANALISA MINYAK BIJI KOPI DAN BIODIESEL (METIL ESTER) 23 3.5.1 Penentuan Densitas / Spesific Gravity 23

3.5.2 Penentuan Viskositas 23

3.5.3 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) 24

3.5.4 Penentuan Titik Nyala 24

3.5.5 Penentuan Komposisi Asam Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan

Gas Chromatography (GC) 24


(12)

3.6.1 Flowchart Penyiapan Bahan Baku 25

3.6.2 Flowchart Ekstraksi 26

3.6.3 Flowchart Destilasi 28

3.6.4 Flowchart Esterifikasi 29

3.6.5 Flowchart Transesterifikasi 30

3.7 FLOWCHART ANALISA 31

3.7.1 Flowchart Analisa Densitas 31

3.7.2 Flowchart Analisa Viskositas 32

3.7.3 Flowchart Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) 33

3.7.4 Flowchart Analisa Titik Nyala 34

3.8 ANALISA TEKNIK SAM PLING DAN PENGOLAHAN DATA 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 36

4.1 PENGARUH JUMLAH PELARUT TERHADAP

RENDEMEN MINYAK 36

4.2 PENGARUH JENIS PELARUT TERHADAP RENDEMEN MINYAK 38

4.3 PENGUJIAN PEMANFAATAN MINYAK KOPI 39

4.3.1 Analisa Pendahuluan 39

4.3.2 Esterifikasi dan Transesterifikasi 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44

5.1 KESIMPULAN 44

5.2 SARAN 44


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Buah dan Biji Kopi 8

Gambar 3.1 Diagram Kerja Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Kopi 19

Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Soxhlet Extraction 21

Gambar 3.3 Rangkaian Peralatan Destilasi 21

Gambar 3.4 Rangkaian Peralatan Untuk Proses Esterifikasi 22 Gambar 3.5 Flowchart Penyiapan Bahan Baku 25

Gambar 3.6 Flowchart Ekstraksi 27

Gambar 3.7 Flowchart Destilasi 28

Gambar 3.8 Flowchart Esterifikasi 29

Gambar 3.9 Flowchart Transesterifikasi 30

Gambar 3.10 Flowchart Analisa Densitas 31

Gambar 3.11 Flowchart Analisa Viskositas 32 Gambar 3.12 Flowchart Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) 33 Gambar 3.13 Flowchart Analisa Titik Nyala 34 Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Jumlah Pelarut terhadap Rendemen dengan

Jenis Pelarut n-Heksana 36

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Jumlah Pelarut Terhadap Rendemen dengan

Jenis Pelarut Toluena 37

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Rendemen Minyak 38

Gambar 4.4 Kromatogram Minyak kopi 40

Gambar 4.5 Kromatogram Campuran Metil Ester dari Minyak Kopi 42 Gambar L.3.1 Limbah Biji Kopi Kering Setelah Ditumbuk 57 Gambar L.3.2 Biji Kopi Rusak Dipisahkan Dari Kulit Dengan Cara Ditampi 57 Gambar L.3.3 Biji Kopi Rusak Disangrai Hingga Berwarna Cokelat Kehitaman 57


(14)

Gambar L.3.4 Sebagian Biji Kopi Sangrai Dihaluskan Dengan Blender 58

Gambar L.3.5 Rangkaian Alat Ekstraksi 58

Gambar L.3.6 Rangkaian Alat Destilasi 59

Gambar L.3.7 Minyak Biji Kopi Hasil Ekstraksi 59 Gambar L.3.8 Bubuk Kopi Sebelum dan Sesudah Diekstraksi 59 Gambar L.3.9 100 ml Minyak Kopi Yang Menjadi Sampel Esterifikasi 60 Gambar L.3.10 Rangkaian Peralatan Esterifikasi dan Transesterifikasi 60 Gambar L.3.11 Metil Ester Yang Dihasilkan 61


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Standarisasi Mutu Biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551) 6 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Arabika (% Berat Kering) 8 Tabel 2.3 Karakteristik Minyak Biji Kopi Arabika 9 Tabel 2.4 Komposisi Kimia Biji Kopi Robusta (% Berat Kering) 10

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Lemak Kopi 11

Tabel 4.1 Data Hasil Proses Ekstraksi 36

Tabel 4.2 Data Puncak-Puncak Utama Kromatogram Minyak Kopi 40 Tabel 4.3 Perbandingan Karakteristik Metil Ester Praktek Dengan Standarisasi

Mutu Biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551) 41 Tabel 4.4 Data Puncak-Puncak Utama Kromatogram Campuran Metil Ester

Dari Minyak Kopi 42


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Percobaan 49

Lampiran 2 Contoh Perhitungan 50


(17)

DAFTAR SINGKATAN

FAME Fatty Acid Metil Ester

FFA Free Fatty Acid


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan minyak biji kopi sebagai bahan baku pembuatan metil ester dengan proses esterifikasi kemudian dilanjutkan transesterifikasi dan mempelajari pengaruh variasi perbandingan berat pelarut : biji kopi bubuk pada proses ekstraksi minyak biji kopi rusak. Metodologi penelitian meliputi proses penyiapan bahan baku,ekstraksi, dan pengujian. Tahap ekstraksi dilakukan dengan variasi jenis pelarut n-heksana (C6H14) dan toluena (C7H8(C6H5CH3)) dan variasi jumlah pelarut melalui perbandingan 1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8 terhadap massa sampel tiap run, yakni 40 gram. Variabel tetap lain adalah waktu ekstraksi 2 jam dan suhu ekstraksi dengan pelarut n-heksana (C6H14) (titik didih 690C) adalah 70-750C dan pelarut toluena (C7H8(C6H5CH3)) (titik didih 1100C) adalah 110-1150C. Tahap pengujian pemanfaatan minyak kopi dilakukan dengan proses esterifikasi pada perbandingan molar metanol:asam lemak bebas = 3:1 dengan katalis H2SO4 1% v/v selama 1 jam dengan pengadukan 600 rpm dan proses transesterifikasi pada perbandingan molar metanol:minyak kopi = 9:1 dengan katalis NaOH 1,75% selama 2 jam dengan pengadukan 600 rpm. Proses esterifikasi sebagai pendahuluan dilakukan karena tingginya kadar asam lemak bebas minyak kopi, yakni 22,2%. Hasil ekstraksi yang diperoleh meliputi rendemen minyak kopi maksimum yang diperoleh 17,73% pada perbandingan berat toluena:bubuk kopi = 6:1, dan data minyak kopi berupa densitas 93,75 gr/ml, viskositas 59,326 cP dan komposisi asam lemak tertinggi adalah asam linoleat sebesar 40,8765% dan asam palmitat 37,4492%. Hasil esterifikasi dan transesterifikasi yang diperoleh berupa metil ester sebesar 39,63% dengan densitas 0,915 gr/ml, viskositas kinematik 22,5498 cSt dan titik nyala 1300C.


(19)

ABSTRACT

This research aims to exploit the coffee seed oil as raw material for metyl ester by esterification process, then followed by transesterification process and studied the influence of variations in the weight ratio of solvent: ground coffee beans in the coffee bean oil extraction process. The methodologies of this research are conducted on the process of preparation of raw materials,extraction, and testing phase. Extraction is done with a variety of types of solvent n-hexane (C6H14) and toluene (C7H8 (C6H5CH3)) and a variety of solvents through a ratio of 1:5, 1:6, 1:7 and 1:8 against the mass of each run, which is 40 gram. Another variable is still 2 hours extraction time and temperature solvent extraction with n-hexane (C6H14) (boiling point 690C) is 70-750c and the solvent toluene (C7H8 (C6H5CH3)) (boiling point 1100C) is 110-1150C. Testing phase is done by the use of coffee oil esterification process in the molar ratio of methanol: free fatty acid catalyst H2SO4 = 3:1 with 1% v / v for 1 hour with stirring 600 rpm and transesterification process at a molar ratio of methanol: oil = 9:1 coffee with 1.75% NaOH catalyst for 2 hours with stirring 600 rpm. Esterification process as conducted preliminary due to high levels of free fatty acids coffee oils, which is 22.2%. Extraction results include the maximum yield of the coffee oils 17.73% in toluene weight ratio: coffee powder = 6:1, and coffee oil data in the form of the density 93.75 g / ml, viscosity 59.326 cP and fatty acid composition of the highest linoleic acid 40.8765% and palmitic acid 37.4492%. The results of esterification and transesterification obtained by the methyl ester equal to 39.63% with density 0.915 g / ml, 22.5498 cSt kinematic viscosity and flash point1300C.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang berlimpah, dan ini merupakan salah satu alasan untuk memanfaatkan berbagai potensi yang dipandang menarik sebagai sumber biodiesel, seperti kopi [10]. Bagian dari tanaman kopi yang potensial untuk dijadikan bahan baku biodiesel setelah melalui pengujian secara psiko-kimia, adalah biji kopi rusak [18] dan ampas kopi [12]. Perlu diperhatikan bahwa bahan yang digunakan untuk pembuatan biodiesel merupakan bahan yang terbuang dari proses pembuatan produk yang lebih bernilai, yakni biji kopi rusak dan ampas kopi. Pemanfaatan bahan yang tidak terpakai ini sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar sangat berarti untuk mengeliminasi jumlah sampah yang terbuang ke lingkungan sekaligus juga memberikan potensi pengurangan biaya bagi pengusaha.

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Biodiesel bersifat biodegradable dan hampir tidak mengandung sulfur [8].

Biji kopi yang rusak dikenal secara luas memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas minuman. Sementara kuantitas biji kopi yang menjadi limbah ini sangat melimpah di negara-negara penghasil kopi. Di Brazil, biji yang rusak bisa mencapai kuantitas 20% dari total produksi kopi [16]. Di Indonesia sendiri, lebih dari 65% ekspor kopi Indonesia adalah tergolong kopi mutu rendah yang terkena larangan ekspor [7].

Minyak biji kopi jenis arabika yang menjadi limbah cukup potensial untuk dijadikan bahan baku biodiesel. Canaki dan Gerpen (2001) menyebutkan bahwa di dalam minyak kopi terkandung komponen utama trigliserida sebesar 81,3%. Kadar lemak total pada kopi arabika antara 15-17%, sedangkan pada robusta antara 7-11,5% [22]. Oliveira dkk, menemukan bahwa biji kopi rusak menghasilkan yield minyak yang lebih tinggi daripada biji kopi yang baik.


(21)

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maharani dan Zuliyah (2010) menggunakan minyak dedak padi yang diekstraksi dengan perbandingan berat dedak : pelarut metanol = 1:5 dan suhu 60-650C dalam pembuatan biodiesel dengan proses esterifikasi pada suhu 600C selama 60 menit dengan katalis H2SO4 1% v/v dan dilanjutkan dengan proses transesterifikasi pada suhu 600C selama 120 menit dengan katalis 1,75% w/w NaOH diperoleh 84,93% metil ester. Sementara Hakim dan Irawan (2007) yang juga menggunakan minyak dedak padi pada pembuatan biodiesel menggunakan proses esterifikasi dengan katalis 2,5 ml HCl pada suhu 600C dan perbandingan berat metanol : asam lemak bebas = 3,65:1 diperoleh 89,72% metil ester. Oliveira dkk telah melakukan penelitian pembuatan biodiesel dari minyak hasil ekstraksi biji kopi rusak dengan cara transesterifikasi dengan metanol pada kondisi suhu 250C selama 1 jam dan katalis NaOH menghasilkan ester dengan yield 74%.

Di Indonesia sampai saat ini belum banyak yang memanfaatkan hasil ekstraksi biji kopi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, sementara penelitian mengenai biji kopi rusak telah diadakan di beberapa negara lain. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menghasilkan biodiesel dari ekstrak biji kopi untuk lebih meningkatkan nilai ekonomisnya. Mengenai variasi penelitian yang akan dilakukan akan dijelaskan lebih lanjut pada ruang lingkup penelitian.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Biodiesel dapat dibuat dengan proses transesterifikasi dari minyak nabati yang mengandung minyak tinggi. Namun, permasalahan yang sering dihadapi adalah mahalnya harga minyak nabati yang digunakan dalam pembuatan biodiesel. Oleh karena itu, minyak yang diambil dari biji kopi rusak dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku pembuatan biodiesel karena mempunyai kandungan minyak yang cukup tinggi dan harganya murah, bahkan seringkali dibuang begitu saja.

Minyak biji kopi diperoleh melalui ekstraksi dengan suatu pelarut yang dapat melarutkan minyak dan lemak, yakni toluena (C7H8(C6H5CH3)) dan n-heksana (C6H14). Pembuatan biodiesel dilakukan melalui proses esterifikasi dengan alkohol terlebih dahulu dan menggunakan katalis asam kuat, untuk


(22)

mengkonversi kandungan asam lemak bebas pada biji kopi yang cukup tinggi, kemudian dilanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa kuat untuk mengkonversi kandungan trigliserida, hingga kedua proses ini menghasilkan produk yang diinginkan yakni metil ester yang selanjutnya menjadi biodiesel.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Memanfaatkan minyak biji kopi sebagai bahan baku pembuatan metil ester dengan proses esterifikasi kemudian dilanjutkan transesterifikasi.

2. Mempelajari pengaruh variasi perbandingan berat pelarut : bubuk kopi pada proses ekstraksi minyak biji kopi rusak dalam pembuatan metil ester.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan limbah biji kopi menjadi metil ester.

2. Meningkatkan nilai ekonomis limbah biji kopi yang selama ini hanya dibuang sehingga menjadi bahan baku untuk menghasilkan metil ester yang bermanfaat.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Bahan digunakan adalah

a. Biji kopi sebagai bahan baku

b. N-heksana (C6H14) dan toluena (C7H8(C6H5CH3)) sebagai pelarut c. Metanol (CH3OH)

d. Natrium hidroksida (NaOH), dan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalis 3. Proses yang digunakan

a. Esktraksi b. Esterifikasi c. Transesterifikasi


(23)

4. Variabel-variabel dalam percobaan:

 Tahap ekstraksi dengan variabel berubah perbandingan berat pelarut : biji kopi bubuk (5:1, 6:1, 7:1 dan 8:1) serta jenis pelarut (n-heksana dan toluena) sementara suhu operasi yang digunakan adalah 70-750C untuk pelarut n-heksana dan 110-1150C untuk pelarut toluena dan waktu operasi 120 menit.

 Tahap esterifikasi pada suhu operasi 600C dan menggunakan katalis H2SO4 1% (v/v) selama 60 menit dengan perbandingan molar asam lemak bebas : metanol = 1:3 sementara kecepatan pengaduk konstan 600 rotasi per menit (rpm).

 Tahap transesterifikasi pada suhu operasi 600C selama 120 menit dan menggunakan katalis NaOH 1,75% w/w dengan perbandingan molar minyak biji kopi : metanol = 1:9 sementara kecepatan pengaduk konstan 600 rpm.

 Dari beberapa variabel yang digunakan diatas, maka akan dilakukan analisa terhadap :

1. Minyak biji kopi a. densitas

b. viskositas

c. kadar asam lemak bebas (free fatty acid)

d. Gas chromatography (GC) untuk analisa komposisi asam lemak dan asam lemak bebas di dalam minyak biji kopi.

2. Metil Ester a. densitas b. viskositas c. titik nyala

d. Gas chromatography (GC) untuk analisa komposisi asam lemak dan asam lemak bebas di dalam metil ester.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIODIESEL

Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat diperbaharui karena diproduksi dari hasil pertanian, antara lain jarak pagar, kelapa, sawit, kedelai, jagung, rape seed, kapas, kacang tanah dan lain sebagainya. Selain itu biodiesel juga bisa dihasilkan dari lemak hewan dan minyak ikan. Penggunaan biodiesel cukup sederhana, dapat terurai (biodegradable), tidak beracun, pada dasarnya bebas kandungan belerang (sulfur) dan memiliki kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum diesel [24].

Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterifikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku [8]. Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas (free fatty acid) tinggi, yakni lebih besar dari 2%, maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2%, sehingga biodiesel dihasilkan melalui 2 tahap proses, yaitu:

a. Esterifikasi asam

Ini merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2%. Asam sulfat (sulphuric acid) 0,5 wt% dan alkohol (umumnya metanol) dengan nisbah molar antara alkohol dan bahan baku minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil konversi yang baik.

b. Esterifikasi alkalin

Selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi terhadap produk tahap pertama diatas menggunakan katalis alkalin. Sodium hidroksida 0,5 wt% dan alkohol (umumnya metanol) dengan nisbah molar antara alkohol dan produk tahap pertama sebesar 9:1 digunakan dalam proses transesterifikasi ini.


(25)

Jika minyak berkadar FFA tinggi langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester [8]. Bila bahan baku minyak yang digunakan memiliki kadar air dan asam lemak bebas rendah, maka proses esterifikasi dengan katalis alkalin bisa langsung dilakukan terhadap minyak tersebut.

Kedua proses esterifikasi di atas dilakukan pada temperatur 40-600C. Esterifikasi dilakukan di dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan konstan (umumnya pada 600 rpm). Keberadaan pengaduk ini penting untuk memastikan terjadinya reaksi di seluruh bagian reaktor. Produk esterifikasi alkalin akan berupa metil ester di bagian atas dan gliserol di bagian bawah (akibat perbedaan densitas). Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dicuci dengan air distilat panas (10 vol%). Air pencuci ini juga akan terpisahkan dari metil ester dan menempati bagian bawah reaktor karena memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan metil ester. Metil ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel [24].

Biodiesel yang telah diproduksi juga harus diketahui standarisasinya. Tabel 2.1 berikut memperlihatkan standar mutu biodiesel di Indonesia.

Tabel 2.1. Standarisasi Mutu Biodisel Indonesia (RSNI EB 020551) [5]

No. Parameter Satuan Batas Nilai Metode Uji Metode Setara 1. Berat jenis pada

400C kg/m

3

850-890 ASTM D 1298 ISO 3675

2.

Viskositas pada

400C CSt 2,3 – 6 ASTM D 445 ISO 3104 Tabel 2.1. Standarisasi Mutu Biodisel Indonesia (RSNI EB 020551) (Lanjutan)


(26)

Setara 3. Angka Setana - Min 51 ATM D 613 ISO 5165 4. Titik Nyala 0C Min 100 ASTM D 93 ISO 2710 5. Titik Kabut

0

C Maks 18 ASTM D 2500

-6.

Korosi Bilah

Tembaga - Maks 51 ASTM D 130 ISO 2160

7.

Residu Karbon a. dalam contoh asli

b. ampas 10% destilasi

% b

Maks 0,05 Maks 0,05

Maks 0,05 ASTM D 4530 ISO 10370

8. Air dan Sedimen % vol Maks 0,05 ASTM D 2790 9. Temperatur

Destilasi

0

C Maks 360 ASTM D 1160 - 10. Abu Tersulfatkan % b Maks 0,02 ASTM D 874 ISO 3987

11. Belerang

ppm b

mg/kg Maks 100 ASTM D 5453

prEN ISO 20884

12. Fosfor

ppm b

mg/kg Maks 10

AOCS Ca

12-55 FBI-A05-03

13. Angka Asam mg

KOH/g Maks 0,8

AOCS Cd

3-36 FBI-A01-03 14. Gliserol Bebas % b Maks 0,02 AOCSCa 14

-56 FBI-A02-03 15. Gliserol Total % b Maks 0,24 AOCS Ca

14-56 FBI-A02-03 16. Kadar Ester Alkil % b Min 96,5 Dihitung FBI-A03-03

17. Angka Iodium

% b (GI2/10

0g)

Min 115 AOCS Cd

1-25 FBI-A04-03

18. Uji Halphen - Negatif

AOCS Cd

1-25 FBI-A06-03


(27)

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi.

Gambar 2.1 Struktur Buah dan Biji Kopi (Wikipedia, 2011)

Dari sekian banyak jenis biji kopi yang dijual di pasaran, hanya terdapat 2 jenis varietas utama, yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea robusta). Masing-masing jenis kopi ini memiliki keunikannya masing-masing dan pasarnya sendiri.

1. Biji kopi arabika

Kopi ini berasal dari Etiopia dan saat ini telah dibudidayakan di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Latin, Afrika Tengah, Afrika Timur, India, dan Indonesia. Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis atau subtropis. Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. Suhu tumbuh optimalnya adalah 18-260C. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau hingga merah gelap [27].

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Arabika (% berat kering) [9]

Komponen Kopi Pasar Kopi Sangrai

Kaffein 1,2 1,3

Trigonellin 1,0 1,0

Protein 9,8 7,5

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Arabika (% berat kering) (Lanjutan) Keterangan:

1. bagian pusat 2. biji (endosperm) 3. epidermis 4. endokarp 5. lapisan pektin 6. mesokarp (pulp) 7. kulit luar (perikarp atau eksokarp)


(28)

Komponen Kopi Pasar Kopi Sangrai

Asam-asam amino 0,5 0

Sukrosa 8,0 0

Gula pereduksi & gula lainnya 1,1 0,3

Polisakarida 49,8 38,0

Asam aliphatic 1,1 1,6

Asam quinat 0,4 0,8

Asam klorogenat 6,5 2,5

Lemak 16,2 17,0

Hasil karamelisasi dan kondensasi - 25,4 Mineral (sebagai oksida) 4,2 4,5

Total 100 100

Air 8-12 0-5

Tabel 2.3 Karakteristik Minyak Biji Kopi Arabika [15]

Karakteristik Rentang Nilai

Densitas Relatif (250C) 0,92 – 1,20

Refractive Index (250C) 1,46-1,49

Bilangan Saponifikasi 170-200 mg/KOH/1g Bilangan Iodin 70-100 I2/100g

Bilangan Peroksida Max. 10.00 mEQ O2/1000g Viskositas Max (250C) 300 cp

Tak Tersaponifikasi Max 10,0%

Titik Lebur 5 – 150C

Moisture & volatiles < 2%

Titik lebur 5-150C

UV B Max Absorption 300-303 nm Sedimen (Pada 250C) ≤ 5 mg/3 g

Impurities % ≤ 1


(29)

Kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898. Kopi robusta dapat dikatakan sebagai kopi kelas dua, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Kopi robusta dapat tumbuh pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Kopi robusta banyak dibudidayakan di Afrika Barat, Afrika Tengah, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan [27].

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Biji Kopi Robusta (% berat kering) [9]

Komponen Kopi Pasar Kopi Sangrai

Kaffein 2,2 2,4

Trigonellin 0,7 0,7

Protein 9,5 7,5

Asam-asam amino 0,8 0

Sukrosa 4,0 0

Gula pereduksi 0,4 0,3

Gula lainnya 2,0 -

Polisakarida 54 42

Asam aliphatic 1,2 1,6

Asam quinat 0,4 1,0

Asam klorogenat 10,0 3,8

Lemak 10,0 11,0

Hasil karamelisasi dan kondensasi

- 25,9

Aroma volatile Traces 0,1

Mineral (sebagai oksida) 4,4 4,7

Total 100 100


(30)

2.2.1 Minyak Biji Kopi

Sebanyak 0,2-0,3% kadar lemak total pada kopi terdapat pada lapisan lilin pelindung biji. Asam lemak pada lapisan lilin berbeda dari pada minyak kopi. Pada lapisan lilin terdapat asam lemak 5-hidroksitriptamida dari asam palmitat, arachidat, behenat dan lignoserat. Pada minyak kopi terdapat trigliserida dengan asam lemak linoleat (40-45%), asam palmitat (30-35%). Pada ester diterpen terdapat asam palmitat (40-45%) dan asam linoleat (26%). Kadar asam lemak bebas robusta lebih tinggi daripada arabika. Lemak dan turunannya pada biji kopi antara lain trigliserida, asam lemak bebas, ester diterpen, diterpen bebas, triterpen, sterol, ester-ester sterol, tokoferol, fosfatida serta 5-hydroksitryptamida dan turunannya. Pengingkatan asam lemak bebas selama penyimpanan menyebabkan kopi menjadi berbau tengik. Diterpen pada biji kopi antara lain safestol, kahweol, dan 16-0-methilcofestol. Kahweol sedikit sekali terdapat pada kopi robusta, sedangkan pada kopi arabika sebesar 0,31%. 6-0-methilcofestol hanya terdapat pada kopi robusta antara 0,07-0,15%. Rasio kafestol:kahweol pada kopi arabika antara 40:60-70:30, sedangkan pada kopi robusta tidak terdapat atau sedikit sekali terdapat kahweol [22]. Minyak biji kopi rusak diketahui memiliki kadar asam lemak bebas (FFA) lebih besar dari 5% [20].

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Lemak Kopi [9]

Komposisi % dari lemak total

Trigliserida 70-80

asam lemak bebas 0,5-2,7

ester-ester diterpen 15-18,5

diterpen bebas 0,1-1,2

triferpen, sterol dan ester-ester sterol 1,4-3,2 5-hidroksitriptamida dan turunannya 0,3-0,7

Tokoferol 0,3-0,7


(31)

2.2.2 Biji Kopi Rusak

Biji kopi rusak dikenal secara luas memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas minuman. Di Brazil, biji yang rusak bisa mencapai kuantitas 20% dari total produksi kopi. Biji yang rusak ini harus dipisahkan dari biji yang baik sebelum dikomersialisasikan pada perdagangan internasional dan akhirnya bertumpuk pada perdagangan lokal Brazil, yang menurunkan kualitas kopi sangrai yang dikonsumsi di Brazil [16]. Di Indonesia sendiri, lebih dari 65% ekspor kopi Indonesia adalah tergolong kopi mutu rendah yang terkena larangan ekspor. Adapun hal yang menyebabkan tingginya jumlah limbah biji kopi berupa biji kopi rusak di Indonesia ini antara lain kesalahan pemetikan dan penanganan paska panen [7].

Adapun beberapa jenis biji kopi rusak yang dibedakan berdasarkan karakteristiknya secara visual, antara lain :

a) Antestia

Disebabkan oleh hama Antestia, biji kopi yang terbentuk menjadi sedikit tidak berwarna hingga hampir keseluruhan gelap dan kisut.

b) Bits

Merupakan kepingan biji kopi yang terpecah selama pengolahan. c) Biji Gelap (Black Beans)

Merupakan biji yang gelap, atau sangat gelap, atau biji yang tidak tersangrai. Biji gelap biasanya dihasilkan dari pemanenan buah yang belum matang atau buah yang jatuh secara alami dari pohon. Biji gelap juga dapat dihasilkan karena terlalu banyak kontak dengan air dan panas serta akibat serangga. Biji kopi yang tidak tersangrai dengan warna gelap, biru tua atau daerah permukaan cokelat tua lebih dari 25% dapat dianggap sebagai biji gelap. Biji gelap menghasilkan efek yang merugikan pada rasa kopi. Jumlah biji gelap dalam suatu sampel merupakan ukuran dasar penggolongan kelas kopi.

d) Shells

Merupakan bentuk kerusakan pada biji kopi yang dicirikan dengan ruang/rongga yang terlalu besar pada biji, sehingga menyerupai selongsong (shell).


(32)

e) Moldy

Biji kopi yang tidak tersangrai dengan tekstur sedikit hijau atau putih seperti bulu hewan yang merupakan ciri jamur. Biji kopi sangrai yang dikenai efek jamur akan memiliki bau apek dan berjamur.

f) Withered (Layu)

Merupakan biji kopi yang memiliki ciri bekerut, tidak mengembang, dan ringan. Seringkali disebabkan oleh kekeringan [30].

2.3 EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah perpindahan komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solvent pengekstraksi.

Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan perkolasi-imersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi bahan tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara partikel. Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam oleh pelarut yang bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat disimpulkan:

a. Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat membasahi bahan karena pengaruh gravitasi.

b. Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara periodik sampai bahan benar-benar terendam oleh pelarut. Oleh karena itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan, bahkan saat sirkulasinya cepat. c. Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk

mempermudah pelarut bergerak melalui bahan.

d. Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-current terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan minyak paling sedikit harus berkontak dengan pelarut yang kosentrasinya paling rendah.


(33)

Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan yang kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara metode imersi lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang berdifusi lambat.

Ada dua jenis ekstraktor yang lazim digunakan pada skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan ekstrakor Butt.

2.3.1 Ekstraktor Soxhlet

Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan mengalir masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.

2.3.2 Ekstraktor Butt

Prinsip kerja ekstraktor Butt mirip dengan ekstraktor Soxhlet. Namun pada ekstraktor Butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui anulus di antara selongsong dan dinding dalam tabung Butt. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong langsung lalu keluar dan masuk kembali ke dalam labu didih tanpa efek sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi Butt berlangsung lebih cepat dan berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor Butt dinilai lebih efektif daripada ekstraktor Soxhlet. Hal ini didasari oleh faktor berikut :

a. Pada ekstraktor Soxhlet cairan akan mengalir masuk ke dalam labu setelah tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal ini menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan cairan daripada bagian lainnya. Sehingga sampel yang berada di bawah akan terekstraksi lebih banyak daripada bagian atas. Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata. Sementara pada ekstraktor Butt, pelarut langsung keluar menuju labu didih. Sampel berkontak dengan pelarut dalam waktu yang sama.


(34)

b. Pada ekstraktor Soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung dengan udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut panas di dalam pipa ke ruangan. Akibatnya suhu di dalam Soxhlet tidak merata. Sedangkan pada ekstraktor Butt, pelarut seluruhnya dilindungi oleh jaket uap yang mencegah perpindahan panas pelarut ke udara dalam ruangan [2].

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi padat-cair, antara lain: 1. Ukuran partikel

Ukuran partikel yang kecil dapat mempercepat operasi, hal ini disebabkan partikel yang kecil memberikan luas permukaan perpindahan massa yang semakin besar, sehingga proses pelarutan dan difusi semakin mudah. Bila ukuran partikel terlalu kecil kemungkinan pengotoran larutan akan semakin besar.

2. Pelarut

Semakin besar jumlah pelarut, hasil yang diperoleh semakin banyak. Hal ini disebabkan distribusi partikel dalam pelarut semakin besar, sehingga memperluas permukaan kontak. Semakin besar perbedaan konsentrasi komponen terlarut dalam pelarut, maka difusi akan semakin mudah berlangsung.

3. Waktu

Waktu operasi dapat mempengaruhi kadar hasil yang diperoleh. Semakin lama berarti jumlah sirkulasi semakin banyak. Hal ini mempunyai batasan sampai kondisi yang optimum [3].

2.4 ESTERIFIKASI

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial [23]. Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 1200C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat


(35)

berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam.

Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester adalah : RCOOH + CH3OH RCOOH3 + H2O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

2.5 TRANSESTERIFIKASI

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).


(36)

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat [14]. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:

a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi b. Memisahkan gliserol

c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm) [9].

2.6 ANALISA BIAYA PRODUKSI METIL ESTER

Analisa biaya produksi ini hanya menghitung biaya untuk bahan baku dan daya listrik yang digunakan untuk proses ekstraksi, destilasi dan transesterifikasi. Harga pelarut N-Heksana = Rp 3.500/ liter

Harga Methanol = Rp 20.000/liter Asumsi,

jumlah kopi yang diproduksi 100 kg maka jumlah minyak yang dihasilkan yaitu, 17,3 % x 100 kg = 17,3 kg.

Dari proses transesterifikasi yang dilakukan diperoleh metil ester 39,63% Harga metil ester = (39,63 % x 17,3 kg) x Rp 7880/ l

= 6,85599 kg = 7,493 l = 7,493 l x Rp 7880/ l = Rp 59044,84

Daya untuk pengaduk magnetic 1,6 kW. Waktu optimum proses transesterifikasi 2 jam.

Daya yang digunakan = 1,6 kW x 2 h = 3,2 kWh Tarif dasar listrik per kWh Rp 1004

Biaya listrik untuk magnetic = 3,2 kWh x Rp 1004,- = Rp 3.212,8,-


(37)

Hasil yang diperoleh adalah harga penjualan biodiesel dikurangi biaya pembelian bahan baku dan biaya listrik untuk magnetic.

Hasil perolehan produksi metil ester = Rp 67437,- – (Rp 23500,- + Rp 3.212,8,-) = Rp 32332,04,-

Dari analisa biaya produksi metil ester dapat dilihat bahwa proses pembuatan metil ester dari biji kopi belum bisa memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi limbah biji kopi. Hal ini diakibatkan karena rendahnya yield metil ester yang diperoleh pada saat proses esterifikasi dan transesterifikasi.


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

Bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah limbah biji kopi yang berasal dari biji kopi dari Sidikalang, dan bahan kimia berupa n-heksana (C6H14), toluena (C7H8(C6H5CH3)), etanol (C2H5OH) 96%, indikator phenolphthalein (C20H14O4), aquadest (H2O), metanol (CH3OH), natrium hidroksida (NaOH), dan asam sulfat (H2SO4).

Peralatan utama yang akan digunakan adalah labu leher tiga, corong pemisah, gelas ukur, motor pengaduk (magnetic stirrer), pemanas (heating mantle), termometer, buret, erlenmeyer, pipet tetes, beaker glass, statif dan klem, hot plate, pendingin liebig, refluks kondensor dan water bath.

3.3 DIAGRAM KERJA

Gambar 3.1 Diagram Kerja Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Limbah Biji Kopi Penyiapan bubuk biji kopi

Ekstraksi

Transesterifikasi Esterifikasi


(39)

3.4 PROSEDUR KERJA 3.4.1 Penyiapan Bahan Baku

Bahan baku berupa biji kopi rusak dipisahkan dari biji kopi yang baik. Biji kopi rusak ini kemudian dikeringkan pada suhu kamar hingga pada permukaan biji tidak terdapat lagi lendir maupun pengotor-pengotor cair, seperti bekas pencucian biji kopi maupun air. Kemudian biji kopi rusak tersebut disangrai dengan melakukan proses penyangraian pada penggorengan tanpa menggunakan minyak hingga biji kopi berwarna kecoklatan tua hingga hitam. Lalu biji kopi tersebut dihaluskan dengan mesin penggiling kopidan diayak hingga berbentuk bubuk yang halus dengan ukuran 100 mesh.

3.4.2 Ekstraksi

1. Ditimbang sampel biji kopi sangrai bubuk sebanyak 40 gram, lalu dibungkus dalam kertas saring Whatman No. 41 dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi soklet.

2. Diisi labu ekstraksi dengan pelarut, dimana jenis pelarut dan perbandingan berat pelarut : sampel sesuai variabel percobaan.

3. Kondensor dan labu ekstraksi dirangkai pada soklet, lalu dipanaskan di atas hot plate sambil dialirkan air.

4. Pemanasan dilakukan sampai pelarut mendidih dan menguap, pada kisaran suhu 70-750C, lalu membasahi sampel. Pelarut yang telah mengandung minyak biji kopi akan bergerak ke bagian bawah pipa soklet dan menuju labu ekstraksi.

5. Ekstraksi dihentikan setelah tercapai waktu operasi selama 120 menit. 6. Selanjutnya dilakukan proses distilasi.

7. Didapatkan minyak biji kopi murni dan pelarut murni yang jernih.

8. Selanjutnya dilakukan analisa densitas, viskositas dan kadar FFA minyak biji kopi.


(40)

3.4.2 Destilasi

1. Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam labu destilasi.

2. Labu destilasi ditempatkan diatas heating mantle dan dirangkai dengan pendingin liebig.

3. Dilakukan pemanasan di atas heating mantle sambil dialirkan air. 4. Pelarut yang menjadi distilat ditampung di dalam erlenmeyer 250 ml. 5. Pemanasan dilanjutkan hingga seluruh pelarut menguap.

6. Didapatkan minyak biji kopi yang sudah bebas dari pelarut.

Gambar 3.2 Rangkaian peralatan soxhlet extraction

Gambar 3.3 Rangkaian peralatan destilasi

keterangan gambar: 1. statif

2. klem

3. heating mantle 4. labu ekstraksi 5. pipa soklet 6. pipa kecil 7. pipa 8. kondensor 9. sampel

10. larutan pelarut dan esktrak 11. pipa aliran air pendingin masuk 12. pipa aliran air pendingin keluar

keterangan gambar: 1. statif

2. termometer 3. labu leher tiga 4. heating mantle 5. pipa penghubung 6. pendingin liebig 7. erlenmeyer


(41)

3.4.3 Esterifikasi

1. Dimasukkan 100 ml minyak biji kopi murni, metanol (perbandingan molar metanol : asam lemak bebas = 3:1), dan katalis H2SO4 sebanyak 1% (v/v) ke dalam labu leher tiga, kemudian diaduk dengan kecepatan konstan 600 rpm dan dipanaskan sampai suhu reaksi 600C.

2. Dipertahankan suhu reaksi.

3. Esterifikasi dihentikan setelah waktu operasi mencapai 60 menit.

4. Setelah reaksi selesai, campuran reaksi dipindahkan ke corong pisah untuk memisahkan lapisan bawah.

5. Lapisan atas (lemak dan metil ester) dicuci hingga pH netral.

6. Lapisan atas diuapkan untuk memisahkan metanol dan air yang masih tersisa dalam lemak.

Gambar 3.4 Rangkaian alat untuk proses esterifikasi

3.4.4 Transesterifikasi

1. Ke dalam hasil esterifikasi ditambahkan katalis NaOH sebanyak 1,75% w/w yang telah dilarutkan dalam metanol (perbandingan molar metanol : minyak biji kopi = 9:1), lalu dilakukan pengadukan dengan kecepatan konstan 600 rpm dan pemanasan pada suhu 600C.

2. Suhu reaksi dipertahankan konstan, lalu transesterifikasi dihentikan setelah waktu operasi mencapai 120 menit.


(42)

3. Selanjutnya dilakukan destilasi untuk memisahkan metanol yang tidak bereaksi.

4. Dilakukan pemisahan lapisan produk, yakni gliserol dan metil ester berdasarkan perbedaan densitas dengan menggunakan corong pemisah. 5. Metil ester dicuci dengan air hangat bersuhu 850C di dalam corong pemisah

untuk membuang residu katalis dan sabun, kemudian dikeringkan. 6. Dilakukan analisa densitas, viskositas, dan titik nyala metil ester.

3.5 ANALISA MINYAK BIJI KOPI DAN BIODIESEL (METIL ESTER) 3.5.1. Penentuan Densitas /Specific Gravity

1. Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang dan dicatat massanya.

2. Piknometer diisi dengan air hingga penuh, lalu ditimbang dan dicatat massanya. Massa air dalam piknometer adalah selisih dari massa piknometer berisi air dengan piknometer kosong.

3. Densitas air dihitung dengan membagi massa air dengan volume air pada suhu pengukuran. Densitas air yang diperoleh merupakan densitas zat cair standar. Selanjutnya piknometer diisi dengan sampel dan ditimbang massanya.

4. Massa sampel diperoleh dari selisih massa piknometer berisi sampel dengan massa piknometer kosong.

5. Densitas sampel diperoleh dari pembagian massa sampel dengan volume piknometer.

6. Specific gravity sampel dapat ditentukan dengan cara : densitas sampel dibagi dengan densitas air.

3.5.2 Penentuan Viskositas

1. Aquadest dituang sebanyak 10 ml ke dalam viskosimeter, dan suhunya dicatat.

2. Kemudian dihisap dengan karet penghisap sampai cairan berada di atas


(43)

3. Cairan dibiarkan turun, waktu selama cairan turun dari tanda “a” ke tanda “b” dihitung dengan stopwatch dan dicatat.

4. Prosedur 2 dan 3 diulangi sampai 3 kali.

5. Aquadest dalam viskosimeter dibuang dan diganti dengan sampel sebanyak 10 ml. Cara pengukuran waktu alir seperti halnya pada air dan dilakukan sebanyak 3 kali.

6. Dari harga waktu alir yang dicatat, dapat dihitung viskositas sampel.

3.5.3 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (F ree F atty Acid)

1. Diambil 3 ml sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. 2. Ditambahkan 9 ml etanol 96%.

3. Diaduk hingga sampel larut.

4. Ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolphthalein dan dititrasi dengan larutan standard NaOH 0,1 N hingga warna merah muda stabil selama 15 detik, kemudian dicatat volume NaOH yang terpakai.

3.5.4 Penentuan Titik Nyala

1. Sampel dimasukkan ke dalam cawan penguap dan termometer dipasang. 2. Sampel dipanaskan dengan bunsen dan nyala api diletakkan 10 cm di atas

permukaan sampel.

3. Proses pemanasan terus dilakukan sampai nyala api terbakar.

4. Temperatur sampel pada saat mulai terbakar disebut titik nyala (nyala uji).

3.5.5 Penentuan Komposisi Asam Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan


(44)

3.6 FLOWCHART PROSEDUR KERJA 3.6.1 Flowchart Penyiapan Bahan Baku

Gambar 3.5 Flowchart Penyiapan Bahan Baku Mulai

Biji kopi rusak dipisahkan dari biji kopi baik

Dikeringkan pada suhu kamar

Disangrai hingga berwarna kecoklatan tua atau hitam

Dihaluskan dengan mesin penggiling kopi dan diayak pada 100 mesh

Diperoleh bubuk limbah biji kopi sangrai berukuran 100 mesh


(45)

3.6.2 Flowchart Ekstraksi

Mulai

Ditimbang sampel biji kopi sangrai bubuk sebanyak 50 gram, dibungkus dengan kertas saring Whatman

dan dimasukkan ke dalam tabung soklet

Pelarut diisi ke dalam labu ekstraksi dengan jenis pelarut dan perbandingan berat pelarut:sampel sesuai dengan

variabel percobaan

Dilakukan pemanasan di atas heating mantle sambil dialirkan air selama waktu operasi

120 menit

Kondensor dan labu ekstraksi dirangkai pada soklet

A

Hasil ekstraksi dipindahkan dari labu ekstraksi ke labu destilasi

Didapatkan minyak biji kopi bebas pelarut


(46)

Gambar 3.6 Flowchart Ekstraksi Apakah masih

ada variasi jenis pelarut

lain?

A B

Dilakukan analisa densitas, viskositas dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid)

tidak

ya ya

tidak

Apakah masih ada variasi perbandingan berat pelarut:sampel lain?


(47)

3.6.3 Flowchart Destilasi

Gambar 3.7 Flowchart Destilasi Mulai

Hasil ekstraksi dipindahkan dari labu ekstraksi ke labu destilasi

Labu distilasi ditempatkan di atas heating mantle lalu dirangkai dengan pendingin liebig

Pelarut yang menjadi distilat ditampung didalam erlenmeyer 250 ml

Dilakukan pemanasan di atas heating mantle sambil dialirkan air

Dilanjutkan pemanasan sampai seluruh pelarut menguap


(48)

3.6.4 Flowchart Esterifikasi

Gambar 3.8 Flowchart Esterifikasi Mulai

Dimasukkan 100 ml minyak biji kopi murni ke dalam labu leher tiga

Ditambahkan H2SO4 sebanyak 1% (v/v) dan metanol (perbandingan molar metanol : asam lemak bebas = 3:1)

Diaduk dengan kecepatan konstan 600 rpm

Dilakukan pemanasan hingga suhu reaksi 600C

Dipertahankan suhu reaksi

Setelah 60 menit, esterifikasi dihentikan

Selesai

Campuran dipindahkan ke corong pisah

Dilakukan proses pencucian untuk lapisan atas hingga pH netral

Apakah pH telah netral?


(49)

3.6.5 Flowchart Transesterifikasi

Gambar 3.9 Flowchart Transesterifikasi Mulai

Ditambahkan NaOH sebanyak 1,75% w/w yang telah dilarutkan dalam metanol (perbandingan molar metanol :

minyak biji kopi = 9:1) ke dalam hasil esterifikasi

Diaduk dengan kecepatan konstan 600 rpm

Dilakukan pemanasan hingga suhu reaksi 600C

Dipertahankan suhu reaksi

Setelah 120 menit, transesterifikasi dihentikan

Selesai

Dilakukan pemanasan di atas heating mantle sampai seluruh metanol yang tidak bereaksi menguap

Dilakukan pemisahan gliserol dan metil ester dengan menggunakan corong pemisah

Metil ester dicuci dengan air hangat di dalam corong pemisah hingga pH netral lalu dikeringkan

Dilakukan analisa densitas, viskositas dan titik nyala metil ester


(50)

3.7 FLOWCHART ANALISA 3.7.1 Flowchart Analisa Densitas

Gambar 3.10 Flowchart Analisa Densitas Mulai

Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang dan dicatat massanya

Selesai

Piknometer diisi dengan air hingga penuh, lalu ditimbang dan dicatat massanya

Dihitung densitas sampel

Piknometer diisi dengan sampel hingga penuh, lalu ditimbang dan dicatat massanya


(51)

3.7.2 Flowchart Analisa Viskositas

Gambar 3.11 Flowchart Analisa Viskositas Mulai

Selesai

Viskosimeter Otswald diisi dengan 10 ml air

Dihisap dengan karet penghisap sampai air melampaui batas atas pada pipa kecil

Air dibiarkan turun dan waktu alir air dari batas atas ke batas bawah dihitung dan dicatat

Viskosimeter Otswald diisi dengan 10 ml sampel

Penghitungan waktu alir diulangi sampai 3 kali

Dilakukan pengukuran waktu alir seperti halnya pada air sebanyak 3 kali


(52)

3.7.3 Flowchart Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (F ree F atty Acid)

Gambar 3.12 Flowchart Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) Mulai

Diambil 3 ml sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Selesai

Ditambahkan 9 ml etanol 96%

Diaduk hingga sampel larut

Ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolphtalein

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda stabil selama 15 detik


(53)

3.7.4 Flowchart Analisa Titik Nyala

Gambar 3.13 Flowchart Analisa Titik Nyala Mulai

Selesai

Sampel dimasukkan ke dalam cawan penguap dan termometer dipasang

Dilakukan pemanasan dengan bunsen, dimana nyala api berada 10 cm

diatas permukaan sampel

Pemanasan dilakukan sampai sampel mulai terbakar


(54)

3.8 ANALISA TEKNIK SAMPLING DAN PENGOLAHAN DATA

Analisa yang dilakukan yaitu analisa gas chromatography. Analisa gas chromatography adalah analisa untuk mengetahui komposisi susunan kimia atau mengidentifikasi kandungan asam lemak dan asam lemak bebas di dalam minyak biji kopi. Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil, sehingga hasil yang diperoleh mendekati nilai yang sesungguhnya.

Metode sampling yang digunakan dengan metode batch dan pengolahan data dilakukan dengan perhitungan menggunakan program komputer (microsoft office excel).


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Jumlah Pelarut Terhadap Rendemen Minyak

Data hasil proses ekstraksi berupa massa minyak kopi yang diperoleh setelah proses destilasi dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Data Hasil Proses Ekstraksi Jenis

Pelarut

Perbandingan Massa Pelarut :

Sampel

Jumlah Pelarut (%)

Massa Minyak Kopi per 40 gram

Sampel (gram)

Rendemen (%)

n-Heksana

1:5 500 4,23 10,58

1:6 600 4,3 10,75

1:7 700 4,44 11,1

1:8 800 4,35 10,88

Toluena

1:5 500 6,32 15,8

1:6 600 7,09 17,73

1:7 700 6,65 16,63

1:8 800 6,24 15,6

Dari data di Tabel 4.1 diperoleh bahwa variabel jumlah pelarut berpengaruh terhadap rendemen minyak hasil ekstraksi.

Pengaruh variasi jumlah pelarut pada rendemen minyak kopi dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.1 Pengaruh Jumlah Pelarut terhadap Rendemen dengan Jenis Pelarut n-Heksana


(56)

Gambar 4.2 Pengaruh Jumlah Pelarut terhadap Rendemen dengan Jenis Pelarut Toluena

Dari gambar 4.1 dan 4.2 diatas terlihat bahwa rendemen minyak kopi yang diperoleh seiring peningkatan jumlah masing-masing pelarut yang digunakan awalnya meningkat, tetapi kemudian justru menurun. Pada esktrasi dengan pelarut n-heksana, rendemen menurun pada perbandingan massa sampel : pelarut = 1:8, sedangkan pada pelarut toluena, penurunan rendemen telah terjadi mulasi dari perbandingan massa sampel : pelarut = 1:7 dan juga terus menurun pada perbandingan 1:8.

Prinsip ekstraksi padatan-cairan adalah ketika suatu bahan padatan mengalami kontak dengan suatu pelarut, komponen terlarut dalam bahan padatan berpindah ke dalam pelarut. Dengan demikian, ekstraksi pelarut menghasilkan perpindahan massa bahan aktif terlarut ke dalam pelarut, dan perpindahan ini menghasilkan gradien konsentrasi. Jika rasio pelarut-bahan baku semakin besar maka jumlah senyawa terlarut yang berpindah juga akan semakin besar pula (Lansida, 2011). Namun, laju perpindahan massa akan semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi bahan aktif di dalam pelarut, hingga kesetimbangan tercapai, dengan kata lain, konsentrasi bahan aktif di dalam bahan padatan dan pelarut telah sama. Sesudah itu, tidak akan ada lagi perpindahan massa bahan aktif dari bahan padatan ke dalam larutan (Handa, dkk, 2008).

Salah satu kekurangan ekstraksi soxhlet adalah sampel diekstraksi pada kisaran titik didih pelarut selama periode waktu yang lama dan kemungkinan dekomposisi termal komponen lain dalam bahan padatan tidak dapat diabaikan,


(57)

apalagi jika analit termolabil terdapat di dalamnya (Xiao, 2008). Sayre (1916) melaporkan bahwa terdapat zat mudah menguap dalam destilasi yang terdapat di dalam kopi sangrai, yakni furfuraldehyde dari karbohidrat, acrolein dari lemak, catechol dan pyrogallol dari tanin, dan amonia, amin dan pyrrol dari protein dengan derajat kekompleksan masing-masing. Selain itu, caffein atau trimethylxanthin (C5H(CH3)3N4O2 di dalam kopi sangrai memiliki kelarutan yang cukup tinggi dalam toluena, yakni 0,57 gram caffein/100 gram larutan jenuh pada suhu 300C dan segera tersublimasi pada suhu 1200C (Trigg, (1922)), sementara kandungan caffein dalam kopi sangrai mencapai 2,4 % berat kering kopi sangrai (Illy dan Viani, 1995). Komponen-komponen ini terikut di dalam pelarut, baik akibat pelarutan maupun terikut karena banyaknya pelarut yang terlibat, terlebih setelah titik kesetimbangan tercapai, dan menguap/tersublimasi pada saat destilasi. Hal inilah antara lain yang menyebabkan rendemen minyak yang diperoleh justru semakin menurun pada saat jumlah pelarut meningkat.

4.2 Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Rendemen Minyak

Berikut ini adalah grafik perbandingan pengaruh jenis pelarut yang digunakan terhadap jumlah rendemen yang dihasilkan.

Gambar 4.3 Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Rendemen Minyak

Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat pengaruh penggunaan 2 jenis pelarut yang berbeda terhadap jumlah rendemen yang diperoleh. Rendemen tertinggi


(58)

toluena yang digunakan adalah murni mendekati 100% (pro analysis), sedangkan n-heksana yang dipakai adalah teknis dengan konsentrasi tidak sampai 100%. Hal inilah yang menyebabkan rendemen minyak yang diperoleh dengan pelarut n-heksana jauh lebih rendah daripada dengan toluena. Secara umum, minyak dan lemak dapat larut sempurna dalam etil eter, hidrokarbon, benzene, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. N-heksana juga merupakan pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap. Kelarutan minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar. Asam lemak berantai pendek cenderung larut dalam pelarut polar, sebaliknya asam lemak berantai panjang tidak dapat larut dalam pelarut polar. Minyak atau lemak tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol, terutama minyak dengan berat molekul rendah, kecuali minyak jarak (castor oil) (Ketaren, 1986).

Rendemen minyak yang diperoleh telah mencapai titik maksimum, yakni 17,73%, (Illy dan Viani, 1995). Adapun kelebihan sekitar 0,73% kemungkinan disebabkan pengotor, seperti zat terdekomposisi termal yang terikut dan belum teruapkan seperti disebutkan diatas.

Jadi dari gambar diatas dapat kita simpulkan bahwa penggunaan pelarut toluena pada perbandingan 1:6 lebih efektif daripada pelarut n-heksana.

4.3 Pengujian Pemanfaatan Minyak Kopi

Sampel yang digunakan untuk pengujian pemanfaatan minyak kopi menjadi bahan baku biodiesel adalah 100 ml minyak kopi yang dikumpulkan dari 21 run ekstraksi dengan perolehan rata-rata tiap run 5,2 ml minyak kopi.

4.3.1 Analisa Pendahuluan

Pada minyak kopi ini dilakukan analisa yang meliputi analisa densitas, viskositas dan kadar asam lemak bebas. Dan dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh densitas dari minyak kopi 0,9375 (250C) (gr/ml), viskositas 59,326 cp, dan kadar asam lemak bebas (FFA) 22%.

Dari analisa tersebut terlihat bahwa kadar asam lemak bebas (FFA) pada minyak kopi masih cukup tinggi yaitu 22,2%. Bila bahan baku yang digunakan


(59)

mengandung kadar asam lemak bebas (FFA) tinggi, yakni lebih besar dari 2%, maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2%. Kadar asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan terbentuknya sabun pada proses transesterifikasi.

Analisa gas chromatography (GC) juga dilakukan untuk mengetahui komposisi asam lemak dalam minyak kopi. Hasilnya terlihat dalam gambar 4.4 berikut dan data puncak-puncak utama kromatogram terdapat pada tabel 4.2 berikut:

Gambar 4.4 Kromatogram minyak kopi Tabel 4.2 Data puncak-puncak utama kromatogram minyak kopi

Nama Komponen Nama Umum % Berat

C14 asam miristat 0,1580

C16 asam palmitat 37,4492

C17 asam margarat 0,1189

C18 asam stearat 7,1224

C18:1 asam oleat 8,8906

C18:2 asam linoleat 40,8765

C18:3 asam linolenat 1,2147

C20 asam arakidat 2,9947

C20:1 asam gadoleinat 0,2761

C22 asam behenat 0,8994


(60)

4.3.2 Esterifikasi dan Transesterifikasi

Pada proses esterifikasi digunakan perbandingan molar antara metanol dan asam lemak yaitu 3:1, dengan katalis H2SO4 sebanyak 1% (v/v). Hal ini dilkakukan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas. Kemudian pada proses transesterifikasi digunakan perbandingan molar antara metanol dengan minyak kopi yaitu 9:1, dengan katalis NaOH sebanyak 1,75% w/w. Analisa yang dilakukan terhadap hasil esterifikasi dan transesterifikasi yang diperoleh berupa metil ester, antara lain analisa densitas, viskositas, titik nyala dan gas chromatography (GC). Hasil yang diperoleh beserta perbandingannya dengan Standarisasi Mutu Biodisel Indonesia (RSNI EB 020551) ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.3 Perbandingan karakteristik metil ester praktek dengan Standarisasi Mutu Biodisel Indonesia (RSNI EB 020551)

Parameter Satuan Batas Nilai Praktek Berat jenis pada 400C kg/m3 850-890 915 Viskositas pada 400C CSt 2,3 – 6 22,5498

Titik Nyala 0C Min 100 130

(Hambali, 2006)

Sedangkan hasil uji gas chromatography (GC) terlihat pada gambar 4.4 dan data puncak-puncak utamanya diberikan dalam tabel 4.5 berikut:


(61)

Tabel 4.4 Data puncak-puncak utama kromatogram campuran metil ester dari minyak kopi

Nama Komponen % Berat

Ester 56,2588

Trigliserida 37,1011

Digliserida 2,5716

Monogliserida 0,5836

Gliserol 0,3446

impurities (unknown) 2,2765

Melalui perhitungan terhadap mol minyak kopi awal dan kemurnian metil ester, diperoleh yield metil ester yang dihasilkan bernilai 39,63%.

Tabel 4.3 dan 4.4 diatas menunjukkan bahwa karateristik metil ester yang diperoleh masih belum memenuhi standar biodiesel. Hal ini disebabkan keberadaan impurities berupa komponen-komponen yang tidak diketahui yang tercampur dengan metil ester maupun gliserol yang belum terpisah sempurna sehingga menaikkan densitas dan viskositas kinematik metil ester.

Selain itu, kondisi operasi esterifikasi dan transesterifikasi yang dipakai kemungkinan tidak sesuai untuk menghasilkan biodiesel dari minyak kopi dengan yield dan kemurnian yang tinggi. Salah satu contoh adalah tingginya kadar trigliserida dalam metil ester yang diuji kemungkinan disebabkan perbandingan metanol:minyak yang sedikit berlebih. Wahyuningsih (2009) melaporkan bahwa rasio mol metanol-minyak optimum adalah 8:1. Pada perbandingan yang lebih besar, yakni 9:1, yield biodiesel yang dihasilkan telah mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena penggunaan metanol yang berlebihan akan meningkatkan pembentukan gliserol. Keberadaan gliserol yang tinggi dalam larutan alkil ester akan mendorong reaksi berbalik kekiri, sehingga yield alkil ester menjadi berkurang. Kesalahan dalam pemilihan kondisi operasi ini disebabkan oleh keterbatasan referensi yang akurat mengenai pembuatan biodiesel dari minyak kopi ataupun dari bahan bahan lain yang memiliki komposisi asam lemak menyerupai minyak kopi.


(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Rendemen minyak tertinggi diperoleh pada ekstraksi dengan pelarut toluena.

2. Perbandingan massa pelarut terhadap massa kopi optimal pada ekstraksi dengan pelarut toluena murni adalah 1:6 dan pelarut n-heksana teknis adalah 1:7.

3. Kondisi operasi esterifikasi dan trasnesterifikasi yang dipakai dalam pengujian pemanfaatan minyak kopi menjadi biodiesel belum sesuai untuk menghasilkan yield yang tinggi.

5.2 SARAN

1. Suhu penyangraian pada penyiapan bahan baku kopi sangrai sebaiknya ditentukan yaitu 1100C untuk mengetahui pengaruh suhu penyangraian terhadap rendemen minyak kopi yang diperoleh.

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menentukan suhu optimal pembuatan metil ester dari minyak kopi hingga didapatkan yield yang tinggi dan memenuhi standar mutu metil ester.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

[1] M. Canaki, Gerpen JV. 2001. Biodiesel from oils and fats with high free fatty acids. Trans Am Soc Automptive Engine 44:1429-1436.

[2] Devy. 2009. Ekstraksi padat-cair. Panduan Pelaksanaan Laboratorium Intruksional Institut Teknologi Bandung.

[3] Edward S, Natanael P, dan Willy A. 2000. Pemisahan Tanin dari Biji Pinang dengan Cara Ekstraksi. Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

[4] Arief Rahman Hakim, dan Irawan Sutra. 2007. Kajian Awal Sintesis Biodiesel dari Minyak Dedak Padi Proses Esterifikasi. Semarang : Universitas Diponegoro

[5] Hambali, Erliza, Ani Suryani, Dadang, Hariyadi, Hasim Hanafie, Imam Kartolaksono Reksowardojo, Mira Rivai, Muhamad Ihsanur, Prayoga Suryadarma, Soekisman Tjitrosemitro, Tatang Hernas Soerawidjaja, Theresia Prawitasari, Tirto Prakoso dan Wahyu Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta.

[6] Sukhdev Swami Handa, Suman Preet Singh Khanuja, Gennaro Longo dan Dev Dutt Rakesh. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. United Nations Industrial Development Organization and the International Centre for Science and High Technology. ICS-UNIDO, AREA Science Park Padriciano 99, 34012 Trieste, Italy.

[7] Herman dan Susila R. Wayan. 2004. Perbaikan Mutu Kopi Tidak Bisa Ditunda. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.


(64)

[8] Maharani Nurul Hikmah, dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak Dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Semarang : Universitas Diponegoro

[9] Illy A. dan Viani R. 1995. Espresso Coffee: the Chemistry of Quality. Academic Press, London, p. 56

[10] Iqbal, Affan., Amran Adri, dan Diah Ayu Kartika. 2011. Usulan Program Kreativitas Mahasiswa : Pemanfaatan Limbah Kopi Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel. Bogor : Institut Pertanian Bogor

[11] Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

[12] Kondamudi N, Mohapatra SK, Misra M. 2008. Spent coffee grounds as a versatile source of green energy. Journal of Agricultural and Food Chemistry 56 : 11757–60.

[13] Lansida. 2011. Faktor-faktor yang berpengaruh pada ekstraksi bahan alam. http://lansida.blogspot.com/2011/06/faktorfaktoryangberpengaruhpada.html

[14] Mittlebach, M., Remschmidt, Claudia., 2004. Biodiesel The Comprehensive Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.

[15] Natural Sourcing. 2008. Coffea Arabica Oil. http://www.naturalsourcing.com/spec/ SPEC_Green_Coffee_Oil.pdf

[16] Oliveira, Leandro S., Franca, Adriana S., Mendonca, Juliana C. F., dan Silva, Xenia A. 2005. Physical and chemical attributes of defective crude and roasted coffee beans. Food Chemistry 90 : 89-94.


(65)

[17] Oliveira L.S., Franca A.S., Camargos R.R.S. 2006. Production of Biodiesel from Defective Coffe Beans. 21st International Conference on Coffee Science, Montpellier, France pp. 599-605

[18] Oliveira L.S., Franca A.S., Camargos R.R.S., Ferraz V.P. 2008. Coffee oil as a potential feedstock for biodiesel production. Bioresource Technology 99 : 3244– 50.

[19] Perry, Robert H; Green, Don W.; 2008. Perry's Chemical Engineers' Handbook (8th Edition). McGraw-Hill Book Company.

[20] Razon, F. Luis. 2009. Alternative crops for biodiesel feedstock. CAB Reviews : Perspective in Agriculture, Veterinary Science, Nutrition and Natural Resources 4. No. 056

[21] Sayre. 1916. Bull. Pharm., (vol. xxx: pp. 276–78). http://www.web-books.com /Classics/ON/B0/B701/43MB701.html#Footnote_154_154

[22] Septianus. 2011. Komposisi Kimia Biji Kopi. http://kopiaseli.net/luwak/?p=40

[23] Soerawidjaja, Tatang H., 2005. Minyak-lemak dan produk-produk kimia lain dari kelapa. Handout kuliah Proses Industri Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung.

[24] Rondang Tambun. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Konten Matakuliah E-Learning, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

[25] Charles Trigg W. 1922. The Chemistry of The Coffee Bean. http://www.web-books.com/Classics/ON/B0/B701/22MB701.html


(66)

[26] Slamet Wahyuningsih. 2009. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa Melalui Reaksi Metanolisis Menggunakan Katalis Heterogen, Laporan Penelitian TK Universitas Riau.http://repository.eng.unri.ac.id:8080/jspui/bitstream/123456 789/13/5/TKS_2009_0407120639_bab4.pdf

[27] Wikipedia. 2010. Kopi. http:// id.wikipedia.org/wiki/Kopi

[28] Wikipedia. 2011. Cofee Processing. http://en.wikipedia.org/wiki/Coffee_processing

[29] Liping Xiao. 2010. Evaluation of Extraction Methods for Recovery of Fatty Acids from Marine Products. Master thesis of EMQAL project, University of Bergen.

[30] Zecuppa Coffee. 2008. Coffee Bean Defects. http://www.zecuppa.com/coffeeterms-bean-defects.htm


(67)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. DATA PERCOBAAN L.1.1 Data Rendemen Minyak Kopi

Tabel L.1 Data Rendemen Minyak Kopi

Jenis Pelarut

Perbandingan Massa Pelarut :

Sampel

Jumlah Pelarut (ml)

Massa Minyak Kopi per 40 gram Sampel

(gram)

Rendemen (%)

NaOH peniter terpakai

(ml)

n-Heksana

1:5 303,3 4,23 10,58 14,7

1:6 363,64 4,3 10,75 11

1:7 424,2 4,44 11,1 26,3

1:8 484,8 4,35 10,88 15,7

Toluena

1:5 229,9 6,32 15,8 14,7

1:6 275,8 7,09 17,73 12,4

1:7 321,8 6,65 16,63 12


(68)

LAMPIRAN 2. CONTOH PERHITUNGAN

L.2.1 Menghitung keperluan pelarut n-heksana dengan perbandingan massa 1:5 terhadap sampel bubuk kopi kering

Massa bubuk kopi sangrai kering = 40 gram Perbandingan massa n-heksana : sampel = 1:5

Massa n-heksana = 5 × 40 gram

= 200 gram

Densitas n-heksana =0,659gram/cm3(Alan, 1981)

L.2.2 Menghitung rendemen minyak kopi pada variasi pelarut n-heksana dengan perbandingan massa 1:5 terhadap sampel bubuk kopi kering

Massa bubuk kopi sangrai kering = 40 gram Massa minyak kopi = 4,23 gram

% rendemen = 4,23 gram/40 gram × 100% = 10,575%

L.2.3 Menghitung densitas minyak kopi

Massa piknometer kosong = 31,0 gram Massa piknometer + air (250C) = 84,12 gram Massa air (250C) = 53,12 gram Massa piknometer + minyak kopi (250C) = 80,8 gram Massa minyak kopi (250C) = 49,8 gram Volume piknometer = 50 ml


(69)

L.2.4 Menghitung viskositas minyak kopi

Kalibrasi viskosimeter :

dimana : k = konstanta kalibrasi viskosimeter (cP/detik)

μ = viskositas (cP)

s = spesifik graviti

ṫ = waktu dari batas atas ke batas bawah (detik) Kalibrasi dengan air :

μ (250

C) = 0,899872 (Perry, 2008)

s = 1

ṫ (250C) = 87 detik

Maka, viskositas minyak kopi: s (250C) = 0,9375

ṫ (250C) = 6120 detik

μ (250

C) = k × ṫ × s

= 0,01034 cP/detik × 6120 detik × 0,9375 = 59,326 cP


(70)

L.2.5 Menghitung % asam lemak bebas (FFA) dalam minyak kopi

NaOH 0,1 N terpakai = 23 ml

Berat molekul FFA = 271,5118474 gr/mol Densitas Minyak Kopi = 0,9375 gr/ml

Volume Minyak Kopi = 3 ml

Massa Minyak Kopi = 3 ml . 0,9375 gr/ml

= 2,8125 gr

% FFA = 100%

1000 Kopi Minyak Massa FFA BM N NaOH ml    

% FFA = 100%

1000 gr 2,8125 gr/mol 4 271,511847 0,1 ml 23    

% FFA = 22,2 %

L.2.6 Perhitungan Kebutuhan Metanol dan H2SO4 Dalam Esterifikasi

RCOOH + CH3OH RCOOH3 + H2O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air Rasio molar FFA : Metanol = 1:3

H2SO4 = 1% v/v Minyak Kopi

Volume Minyak Kopi = 100 ml Densitas Minyak Kopi = 0,9375 gr/ml Massa Minyak Kopi = 93,75 gram

Minyak Kopi = FFA + Trigliserida

Massa FFA = 22,2% × 93,75 gram

= 20,8125 gram

Mol FFA =

FFA BM FFA M assa katalis


(71)

=

mol gr 5118474 ,

271

gr 8125 , 20

= 0,0767 mol

Mol Metanol = 3 . mol FFA

= 3 . 0,0767 mol = 0,2299 mol

Massa Metanol yang dibutuhkan = mol Metanol . Mr Metanol

= 0,2299 mol . 32 mol gr

= 7,3588 gr

Volume H2SO4 yang dibutuhkan = 1% . volume Minyak Kopi = 1% . 100 ml

= 1 ml

L.2.7 Perhitungan Kebutuhan Metanol dan NaOH

Rasio molar Minyak Kopi : Metanol = 1:9

NaOH = 1,75% massa Minyak Kopi

Massa Minyak Kopi = 93,75 gr

Massa Trigliserida = 77,8% × 93,75 gr = 72,9375 gr


(72)

=

mol gr 4029874 ,

854

gr 9375 , 72

= 0,0854 mol

Mol Metanol = 9 . mol Minyak Kopi = 9 . 0,0854 mol = 0,7683 mol

Massa Metanol yang dibutuhkan = mol Metanol . Mr Metanol

= 0,7683 mol . 32 mol gr

= 24,5856 gr

Massa NaOH yang dibutuhkan = 1,75% . massa Minyak Kopi = 1,75% . 93,75 gr

= 1,64 gr

L.2.8 Menghitung densitas metil ester

Massa piknometer kosong = 20,95 gram Massa piknometer + air (400C) = 49,07 gram Massa air (400C) = 28,12 gram Massa piknometer + ester (400C) = 46,68 gram Massa ester (400C) = 25,73 gram Volume piknometer = 25 ml


(73)

L.2.9 Menghitung viskositas metil ester

Kalibrasi viskosimeter :

dimana : k = konstanta kalibrasi viskosimeter (cP/detik)

μ = viskositas (cP)

s = spesifik graviti

ṫ = waktu dari batas atas ke batas bawah (detik) Kalibrasi dengan air :

μ (400

C) = 0,658584 (Perry, 2008)

s = 1

ṫ (400C) = 5,17 detik

Maka, viskositas ester: s (400C) = 0,915

ṫ (400C) = 177 detik

μ (400

C) = k × ṫ × s

= 0,1274 cP/detik × 177 detik × 0,915 = 20,633 cP


(74)

= mol gr 4029874 , 854 gr 9375 , 72

= 0,0854 mol

Mol FFA =

FFA BM FFA M assa = mol gr 5118474 , 271 gr 8125 , 20

= 0,0767 mol

Mol Metil Ester teoritis = 3 . mol Trigliserida + 1. mol FFA = 3 .0,0854 mol + 1. 0,0767 mol

= 0,3329 mol

Massa Metil Ester Praktik = 63,67 gr

Mol Metil Ester Praktik =

ester metil BM praktik ester metil massa = mol gr 5118474 , 271 gr 67 , 63

= 0,2345 mol

Yield =

itis ester teor metil mol kemurnian . praktik ester metil mol x 100% = 3329 , 0 562588 , 0 . 2345 , 0 x 100%


(75)

LAMPIRAN 3. FOTO PERCOBAAN L.3.1 Penyiapan Bahan Baku

Gambar L.3.1 Limbah biji kopi kering setelah ditumbuk

(a) (b)

Gambar L.3.2 Biji kopi rusak (a) dipisahkan dari sisa kulit keras dan pengotor lain (b) dengan cara ditampi


(76)

Gambar D.3 Biji kopi rusak disangrai hingga berwarna coklat hingga hitam

Gambar L.3.4 Sebagian biji kopi sangrai dihaluskan dengan blender

L.3.2 Ekstraksi


(77)

Gambar L.3.6 Rangkaian alat destilasi

(a) (b)

Gambar L.3.6 Minyak biji kopi hasil ekstraksi (a) dan hasil titrasi dengan NaOH 0,1N untuk penentuan kadar FFA (b)


(78)

L3.3 Pengujian Pemanfaatan Minyak Kopi Menjadi Biodiesel

Gambar L.3.8 100 ml minyak kopi yang menjadi sampel esterifikasi


(79)

(1)

= mol gr 4029874 , 854 gr 9375 , 72

= 0,0854 mol

Mol FFA =

FFA BM FFA M assa = mol gr 5118474 , 271 gr 8125 , 20

= 0,0767 mol

Mol Metil Ester teoritis = 3 . mol Trigliserida + 1. mol FFA = 3 .0,0854 mol + 1. 0,0767 mol

= 0,3329 mol

Massa Metil Ester Praktik = 63,67 gr

Mol Metil Ester Praktik =

ester metil BM praktik ester metil massa = mol gr 5118474 , 271 gr 67 , 63

= 0,2345 mol

Yield =

itis ester teor metil mol kemurnian . praktik ester metil mol x 100% = 3329 , 0 562588 , 0 . 2345 , 0 x 100%


(2)

LAMPIRAN 3. FOTO PERCOBAAN L.3.1 Penyiapan Bahan Baku

Gambar L.3.1 Limbah biji kopi kering setelah ditumbuk

(a) (b)

Gambar L.3.2 Biji kopi rusak (a) dipisahkan dari sisa kulit keras dan pengotor lain (b) dengan cara ditampi


(3)

Gambar D.3 Biji kopi rusak disangrai hingga berwarna coklat hingga hitam

Gambar L.3.4 Sebagian biji kopi sangrai dihaluskan dengan blender

L.3.2 Ekstraksi


(4)

Gambar L.3.6 Rangkaian alat destilasi

(a) (b)

Gambar L.3.6 Minyak biji kopi hasil ekstraksi (a) dan hasil titrasi dengan NaOH 0,1N untuk penentuan kadar FFA (b)


(5)

L3.3 Pengujian Pemanfaatan Minyak Kopi Menjadi Biodiesel

Gambar L.3.8 100 ml minyak kopi yang menjadi sampel esterifikasi


(6)