Simulasi metode pengendalian persediaan bahan baku biji kopi: studi kasus di restoran Sweet Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta

(1)

SIMULASI METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU BIJI KOPI

( Studi Kasus di Restoran “Sweet Corner” Hotel Atlet Century

Park Jakarta )

Skripsi

Muhammad Ihsanuddin

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015M/1435 H


(2)

SIMULASI METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU BIJI KOPI

(Studi Kasus di Restoran “Sweet Corner” Hotel Atlet Century

Park Jakarta)

Muhammad Ihsanuddin 109092000014

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015M/1435 H


(3)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Januari 2015


(4)

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Ihsanuddin

Alamat : Jl. Johar Baru 1 Rt.006/05 No.32 Jakarta Pusat 10560 Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 9 Mei 1990

Kewarganegaraan : Indonesia

e-mail : ihsanuddin182@gmail.com : co_punk182@yahoo.com

PENDIDIKAN

 TK Qur’ani Kayu Putih Rawamangun, Jakarta Timur 1994-1995  SDN 09 Johar Baru, Jakarta Pusat 1996-2001

 MTs PERSIS 69, Jakarta Timur 2001-2004

 MA Ponpes Husnul Khotimah, Kuningan Jawa Barat 2004-2006  MA PERSIS 69, Jakarta Timur 2006-2009


(6)

RINGKASAN

Muhammad Ihsanuddin. Simulasi Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi di Restoran Sweet Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta. (Di bawah bimbingan Dr. Taswa Sukmadinata dan Rizki Adi Puspita Sari, MM).

Bahan baku merupakan faktor penentu dan penting bagi kelancaran proses produksi bagi perusahaan yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam usaha menciptakan keuntungan bagi perusahaan, selain modal dan tenaga kerja. Sehingga setiap perusahaan harus mempunyai persediaan bahan baku yang cukup dalam menunjang kegiatan produksi perusahaan. Apabila pasokan bahan baku terhambat atau tersendat maka kegiatan proses produksi akan terhambat. Terhambatnya proses produksi akan berpengaruh terhadap tingkat output yang dihasilkan. Penurunan tingkat output ini tentu akan berpengaruh pada tingkat penjualan yang berakibat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen. Salah satu cara memanfaatkan bahan baku secara efektif dan efisien adalah dengan pengendalian persediaannya.

Restoran “Sweet Corner” merupakan salah satu restoran atau produsen minuman kopi di daerah jakarta. Restoran tersebut berada di bawah naungan Hotel Atlet Century Park Jakarta. Restoran ini memproduksi minuman kopi yang mempunyai kualitas baik dengan target konsumen restoran adalah dari kalangan menengah keatas. Restoran “Sweet Corner” bekerja sama dengan supplier bahan bakunya dengan PT. Acinti Prima Jakarta (lokal), sistem kerja samanya yaitu dengan sistem kontrak. Di dalam kontrak tersebut, pihak supplier memberikan tambahan mesin penghancur/penghalus biji kopinya. Bahan baku yang digunakan restoran ini adalah Coffee Bean (Biji Kopi), sedangkan bahan tambahan atau pendukungnya yaitu Fresh Milk (Susu) dan Kind Of Syrup (Sirup). Bahan baku tersebut harus cukup tersedia agar proses produksinya tidak terhambat dan permintaan konsumen selalu terpenuhi dengan baik. Restoran “Sweet Corner” mengalami kendala atau masalah bagaimana menjaga kualitas mutu bahan baku yang baik Sehingga permintaan konsumen terhadap produk restoran puas. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian persediaan agar persediaan bahan baku tersebut tidak kekurangan ataupun kelebihan. Kekurangan persediaan dapat berakibat larinya pelanggan sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan ataupun tidak efisien dan kualitas bahan baku menurun.

Tujuan Penelitian ini adalah: 1). Mempelajari/menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku dan kebijakan perusahaan dalam mengendalikan bahan baku. 2). Memberikan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan.

Penelitian ini dilakukan di PT Lingga Harapan Krida yang berlokasi di Jl. Pintu Satu Senayan, Jakarta Selatan. Tempat penelitian ini terdapat di Hotel Atlet Century Park yang berlokasi di lantai 1.


(7)

Berdasarkan data kebutuhan bahan baku dan biaya persediaan pada tahun 2013, kemudian dilakukan penghitungan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal dengan metode MRP (Material Requirement Planning).

Perusahaan selama ini melakukan pemesanan sebanyak 63 kali. Pemakaian bahan baku biji kopi pada restoran Sweet Corner sebanyak 233.376 Gram, biaya pemesanan selama tahun 2013 sebesar Rp. 212.940, biaya penyimpanan tahun 2013 sebesar Rp. 110.607,17 dan total biaya persediaan tahun 2013 sebesar Rp. 66.942.297,17.

Hasil analisis dengan metode LFL dalam penelitian ini dapat memberikan alternatif bagi perusahaan untuk menghasilkan penghematan terhadap biaya penyimpanan dan biaya pembelian. Penghematan biaya persediaan perusahaan dengan teknik LFL yaitu sebesar Rp. 7.453.164 (11,13%) serta biaya penyimpanan sebesar Rp. 31.218,94 (28,23%) dan biaya pembelian sebesar Rp. 7.361.105 (11,05%).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkah, rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi “Simulasi Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Studi Kasus di Restoran Sweet Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta” bisa berjalan dengan lancar. Laporan skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta sebagai salah satu sarana untuk memperdalam pengetahuan yang telah di dapatkan di masa perkuliahan.

Laporan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung mapun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah - Jakarta.

2. Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku Ketua Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah - Jakarta.

3. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku Sekertaris Program Studi Agribisnis dan pembimbing pendamping Skripsi, yang sabar dalam memberikan bimbingan, masukan, serta tambahan pengetahuan yang sangat berharga. 4. Bapak Dr. Taswa Sukmadinata, MS selaku pembimbing utama skripsi yang

sudah memberikan arahan, pengetahuan dan kesabaran dalam membimbing skripsi.


(9)

5. Bapak Dr. Edmon Daris selaku pembimbing akademik, yang memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan untuk kelancaran studi selama ini.

6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM selaku Penguji skripsi yang telah memberikan kritik yang membangun dan arahan serta bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ayahku tercinta Imam Suwandi S.E. yang sudah banyak mengajarkan makna kehidupan dan memberikan motivasi yang sangat berharga.

8. Ibunda tercinta Tuti Minarsih S.Pd.I yang selalu memberikan dorongan serta doa yang mengiringi setiap langkah dan upaya hingga saat ini.

9. Almarhum Bapak Rudi Susatio S.E. Selaku Wakil Direktur Perusahaan di tempat penelitian skripsi saya yang telah memberikan masukan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi dan berkontribusi besar dalam skripsi ini.

10.Seluruh responden yang telah berkenan untuk di wawancara.

11.Temen-temen Agribisnis 2009 yang telah banyak membantu dan memberikan kenangan di masa perkuliahan.

12.Seluruh pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Jakarta, Desember 2014


(10)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah... 4

1.3Tujuan Penelitian... 5

1.4Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Kopi... ... 6

2.1.1 proses Pengolahan Kopi... 6

2.1.1.1 Proses Pengolahan Basah... 7

2.1.1.2 Proses Pengolahan Kering... 10

2.1.2 Jenis Kopi... 12

2.2 Definisi Restoran... 13

2.2.1 Klasifikasi Restoran... 14

2.3 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi... 15

2.4 Definisi Persediaan... 17

2.4.1 Fungsi Persediaan... 17

2.4.2 Klasifikasi Persediaan... 19

2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan... 21

2.4.4 Biaya-biaya Persediaan... 22

2.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku... 24

2.6 Metode Pengendalian Persediaan... 25

2.6.1 Metode Pengendalian Statistik... 26

2.6.2 Metode Persediaan Just In Time (JIT)... 26

2.6.3 Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)... 27

2.6.3.1 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)... 29

2.6.3.2 MRP Teknik Lot For Lot (LFL)... 32

2.6.3.3 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)... 33


(11)

ii

2.7 Metode Penilaian Persediaan... 34

2.7.1 Cara First-In, First-Out (FIFO)... 34

2.7.2 Cara Rata-rata Ditimbang (Weighted Average)... 34

2.7.3 Cara Last-In, First-Out (LIFO)... 34

2.8 Penelitian Terdahulu... 34

2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39

3.2 Jenis dan Sumber Data... ... 39

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 40

3.3.1 Metode Pengolahan... 40

3.3.2 Analisis Kualitatif... 40

3.3.3 Analisis Kuantitatif... 40

3.4 Definisi Operasional... 48

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 49

4.1 Sejarah Perusahaan... 49

4.2 Visi dan Misi Perusahaan... 49

4.3 Bauran Pemasaran... 50

4.3.1 Produk... 51

4.3.2 Harga... 52

4.3.3 Tempat... 52

4.3.4 Promosi... 53

4.4. Struktur Organisasi... 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 56

5.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi... 56

5.1.1 Jenis dan Asal Bahan Baku... 56

5.1.2 Prosedur Pembelian Bahan Baku... 57

5.1.3 Pemakaian Bahan Baku... 59

5.1.4 Biaya Persediaan Bahan Baku... 60

5.1.4.1 Biaya Pemesanan... 60

5.1.4.2 Biaya Penyimpanan... 60

5.1.5 Metode Pengendalian Persediaan Perusahaan... 63

5.2 Alternatif Metode Pengendalian Persediaan... 68

5.2.1 Metode Teknik Lot For Lot (LFL)... 69


(12)

iii

5.2.3 Metode Teknik Period Order Quantity (POQ)... 73

5.2.4 Metode Teknik Part Period Balancing (PPB)... 75

5.3 Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan... 77

5.4 Rekomendasi Metode Pengendalian Persediaan... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 81

6.1 Kesimpulan... 81

6.2 Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 83


(13)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 1. Format Perencanaan Bahan Baku (MRP)... 43

Tabel 2. Perbedaan Prinsip Pokok Antar Metode MRP... 48

Tabel 3. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku... 60

Tabel 4. Komponen Opportunity Cost Bahan Baku Tahun 2013... 63

Tabel 5. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tahun 2013... 64

Tabel 6. Pengadaan Bahan Baku Biji Kopi Tahun 2013... 65

Tabel 7. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Tahun 2013... 66

Tabel 8. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku Tahun 2013... 67

Tabel 9. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL... 71

Tabel 10. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik LFL... 72

Tabel 11. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ... 73

Tabel 12. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik EOQ... 73

Tabel 13. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ... 75

Tabel 14. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik POQ... 75

Tabel 15. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB... 77

Tabel 16. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik PPB... 78

Tabel 17. Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi dengan MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB... 79

Tabel 18. Penghematan Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi dengan MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB... 81


(14)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengolahan Kopi Dengan Proses Basah... 7

Gambar 2. Pengolahan Kopi Dengan Proses Kering... 10

Gambar 3. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan... 30

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 38

Gambar 5. Restoran Sweet Corner... 54

Gambar 6. Struktur Organisasi Perusahaan... 56


(15)

vi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Biaya Pemesanan Biji Kopi Piazza D’oro... 85

Lampiran 2. Nilai Suku Bunga BI 2013... 86

Lampiran 3. Grafik Pola Permintaan Bahan Baku... 87

Lampiran 4. Biaya Persediaan Bahan Baku Restoran Sweet Corner... 88

Lampiran 5. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik LFL... 89

Lampiran 6. Perhitungan Teknik EOQ Bahan Baku Biji Kopi... 90

Lampiran 7. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik EOQ... 91

Lampiran 8. Perhitungan Teknik POQ Bahan Baku Biji Kopi... 92

Lampiran 9. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik POQ... 93

Lampiran 10. Penggabungan Periode Teknik PPB... 94

Lampiran 11. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik PPB... 96

Lampiran 12. Penghematan Biaya Persediaan Bahan baku... 97

Lampiran 13. Denah Lokasi Restoran dan Gudang Bahan baku... 98


(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, baik itu perusahaan besar, perusahaan menengah, perusahaan kecil sudah tentu mempunyai persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku yang ada pada setiap perusahaan tentu berbeda dari segi jumlah maupun jenisnya, hal ini dimungkinkan karena setiap perusahaan mempunyai skala produksi dan hasil produksi yang berbeda.

Bahan baku merupakan faktor penentu dan penting bagi kelancaran proses produksi bagi perusahaan yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam usaha menciptakan keuntungan bagi perusahaan, selain modal dan tenaga kerja. Sehingga setiap perusahaan harus mempunyai persediaan bahan baku yang cukup dalam menunjang kegiatan produksi perusahaan. Apabila pasokan bahan baku terhambat atau tersendat maka kegiatan proses produksi akan terhambat. Terhambatnya proses produksi akan berpengaruh terhadap tingkat output yang dihasilkan. Penurunan tingkat output ini tentu akan berpengaruh pada tingkat penjualan yang berakibat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen. Salah satu cara memanfaatkan bahan baku secara efektif dan efisien adalah dengan pengendalian persediaannya.

Pada perusahaan industri persediaan bahan baku merupakan hal yang sangat penting untuk proses produksi, oleh karena itu perusahaan harus dapat menetapkan besarnya persediaan bahan baku yang optimal dan dapat menekan


(17)

2 biaya persediaan agar proses produksi tetap berjalan lancar. Maka untuk itu harus diperhatikan berbagai faktor yang terkait dalam pengadaan dan penyimpanan bahan baku. Penentuan dan pengelompokkan biaya-biaya yang terkait dengan pengadaan persediaan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak manajemen dalam mengambil keputusan yang tepat.

Menurut Rangkuti pengendalian persediaan merupakan hal penting bagi perusahaan, karena kegiatan ini dapat membantu tercapainya suatu tingkat efisiensi penggunaan uang dalam persediaan. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa tidak berarti akan dapat melenyapkan sama sekali resiko yang timbul akibat adanya persediaan yang terlalu besar atau terlalu kecil, melainkan hanya berusaha mengurangi resiko tersebut. Jadi dalam pengendalian persediaan dapat membantu mengurangi terjadinya resiko tersebut diatas menjadi sekecil mungkin. (Rangkuti, 2004).

Kopi adalah salah satu komoditas unggulan negara ini dan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Kopi merupakan andalan sub-sektor perkebunan karena peranannya yang cukup menonjol sebagai sumber pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, dan perolehan devisa. Pada umumnya, setiap bisnis memiliki peluang dan tantangan dalam mengembangkan agroindustri yang sedang dijalani. Kendala dan permasalahan adalah bagian dari tantangan yang menghambat agroindustri kopi ini. Salah satunya adalah kendala yang dihadapi oleh perusahaan kopi nasional adalah penyediaan bahan baku biji kopi. Jadi untuk mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya upaya perbaikan mutu biji kopi dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan industri


(18)

3 sekundernya. Dengan demikian, upaya-upaya peningkatan konsumsi dan nilai tambah kopi perlu terus digalakkan atau dilakukan untuk pasar-pasar tradisional, maupun pasar modern termasuk perusahaan-perusahaan industri hilirnya seperti restoran-restoran.

Restoran “Sweet Corner” merupakan salah satu restoran atau produsen minuman kopi di daerah jakarta. Restoran tersebut berada di bawah naungan Hotel Atlet Century Park Jakarta. Restoran ini memproduksi minuman kopi yang mempunyai kualitas baik dengan target konsumen restoran adalah dari kalangan menengah keatas. Restoran “Sweet Corner” bekerja sama dengan supplier bahan bakunya dengan PT. Acinti Prima Jakarta (lokal), sistem kerja samanya yaitu dengan sistem kontrak. Di dalam kontrak tersebut, pihak supplier memberikan tambahan mesin penghancur/penghalus biji kopinya. Bahan baku yang digunakan restoran ini adalah Coffee Bean (Biji Kopi), sedangkan bahan tambahan atau pendukungnya yaitu Fresh Milk (Susu) dan Kind Of Syrup (Sirup). Bahan baku tersebut harus cukup tersedia agar proses produksinya tidak terhambat dan permintaan konsumen selalu terpenuhi dengan baik. Restoran “Sweet Corner” mengalami kendala atau masalah bagaimana menjaga kualitas mutu bahan baku yang baik Sehingga permintaan konsumen terhadap produk restoran puas. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian persediaan agar persediaan bahan baku tersebut tidak kekurangan ataupun kelebihan. Kekurangan persediaan dapat berakibat larinya pelanggan sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan ataupun tidak efisien dan kualitas bahan baku menurun.


(19)

4 1.2 Perumusan Masalah

Pengendalian persediaan bahan baku yang tepat akan mengurangi resiko adanya kelebihan maupun kekurangan persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku yang melebihi kebutuhan perusahaan akan mengakibatkan peningkatan biaya persediaan (biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya transport, dan lain-lain) yang harus ditanggung Perusahaan/Restoran “Sweet Corner – Coffee Corner”, sedangkan persediaan yang tidak memenuhi kebutuhan akan menghambat proses produksi dan pelayanan terhadap konsumen serta merugikan perusahaan. Permasalahan tersebut mengharuskan perusahaan untuk lebih mengoptimalkan pembelian bahan baku, serta menyusun kebijaksanaan dan model yang tepat dalam pengendalian bahan baku sehingga diharapkan perusahaan dapat meminimumkan biaya produksinya. Selain itu, pokok utama permasalahannya yaitu bagaimana menjaga ketersediaan bahan baku/ macam-macam biji kopi (Coffe Bean) sebagai fast moving item (barang yang ketersediaannya selalu dibutuhkan) atau banyak dan sering digunakan didalam inventory bahan baku (raw material inventory).

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku biji kopi yang dilakukan perusahaan?

2. Apa sajakah metode alternatif pengendalian persediaan bahan baku biji kopi yang dapat digunakan perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan?


(20)

5 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mempelajari/menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku dan

kebijakan perusahaan dalam mengendalikan bahan baku.

2. Memberikan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelititan ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis.

2. Bagi perusahaan yang bersangkutan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menentukan besarnya kuantitas pembelian bahan baku yang ekonomis dengan total biaya persediaan bahan baku yang efisien.


(21)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi

Kopi adalah salah satu jenis tanaman semak yang sudah lama menjadi tanaman perkebunan atau industri karena memiliki nilai komersil tinggi. Hal ini dikarenakan banyak orang yang mengkonsumsinya mulai dari kalangan atas hingga bawah setelah terlebih dahulu mengolah buahnya menjadi minuman. Penggunaan kopi sebagai bahan makanan berenergi mulai dikenal sekitar 3000 tahun (1000 M ) lalu oleh bangsa Ethiopia di benua Afrika. Untuk Pemanfaatan kopi sebagai minuman, pertama kali ditemukan oleh bangsa arab kemudian mengalami perkembangan yang pesat ke seluruh dunia hingga terkenal sampai sekarang sebagai minuman paling popular di dunia.

Kata kopi sendiri berasal dari bahasa arab yaitu kahwa (kekuatan) dimana awalnya kopi dijadikan sebagai makanan berenergi tinggi. Kemudian berubah menjadi kahve (dalam bahasa Turki), dan akhirnya berubah lagi menjadi koffie (Belanda).

2.1.1 Proses Pengolahan Kopi

Proses pengolahan buah kopi sampai menjadi biji kopi merupakan proses yang panjang sebelum siap untuk di-roasted atau dipanggang. Hal ini karena kopi baru bisa menjadi komoditas perdagangan jika buah dan selaputnya telah dihilangkan sehingga tertinggal hanya bijinya.

Buah kopi yang telah dipanen harus segera diolah untuk mencegah terjadinya reaksi kimia yang bisa menurunkan mutu kopi. Hasil panen disortasi


(22)

7 dan dipilah berdasarkan kriteria tertentu. Buah kualitas prima bila diolah dengan benar akan menghasilkan biji kopi bermutu tinggi.

Secara umum dikenal dua cara mengolah buah kopi menjadi biji kopi, yakni proses basah dan proses kering. Selain itu ada juga proses semi basah atau semi kering, yang merupakan modifikasi dari kedua proses tersebut. Setiap cara pengolahan mempunyai keunggulan dan kelemahan, baik ditinjau dari mutu biji yang dihasilkan maupun komponen biaya produksi.

2.1.1.1 Pengolahan Dengan Proses Basah

Biaya produksi proses basah lebih mahal dibanding proses kering. Proses basah sering dipakai untuk mengolah biji kopi arabika. Alasannya, karena kopi jenis ini dihargai cukup tinggi. Sehingga biaya pengolahan yang dikeluarkan masih sebanding dengan harga yang akan diterima. Berikut tahapan untuk mengolah biji kopi dengan proses basah. Pengolahan kopi dengan proses basah disajikan pada gambar dibawah ini.


(23)

8 a. Sortasi buah kopi

Setelah buah kopi dipanen, segera lakukan sortasi. Pisahkan buah dari kotoran, buah berpenyakit dan buah cacat. Pisahkan pula buah yang berwarna merah dengan buah yang kuning atau hijau. Pemisahan buah yang mulus dan berwarna merah (buah superior) dengan buah inferior berguna untuk membedakan kualitas biji kopi yang dihasilkan.

b. Pengupasan kulit buah

Kupas kulit buah kopi, disarankan dengan bantuan mesin pengupas. Terdapat dua jenis mesin pengupas, yang diputar manual dan bertenaga mesin. Selama pengupasan, alirkan air secara terus menerus kedalam mesin pengupas. Fungsi pengaliran air untuk melunakkan jaringan kulit buah agar mudah terlepas dari bijinya. Hasil dari proses pengupasan kulit buah adalah biji kopi yang masih memiliki kulit tanduk, atau disebut juga biji kopi HS.

c. Fermentasi biji kopi HS

Lakukan fermentasi terhadap biji kopi yang telah dikupas. Terdapat dua cara, pertama dengan merendam biji kopi dalam air bersih. Kedua, menumpuk biji kopi basah dalam bak semen atau bak kayu, kemudian atasnya ditutup dengan karung goni yang harus selalu dibasahi.

Lama proses fermentasi pada lingkungan tropis berkisar antara 12-36 jam. Proses fermentasi juga bisa diamati dari lapisan lendir yang menyelimuti biji kopi. Apabila lapisan sudah hilang, proses fermentasi bisa dikatakan selesai.

Setelah difermentasi cuci kembali biji kopi dengan air. Bersihkan sisa-sisa lendir dan kulit buah yang masih menempel pada biji.


(24)

9 d. Pengeringan biji kopi HS

Langkah selanjutnya biji kopi HS hasil fermentasi dikeringkan. Proses pengeringan bisa dengan dijemur atau dengan mesin pengering. Untuk penjemuran, tebarkan biji kopi HS di atas lantai jemur secara merata. Ketebalan biji kopi sebaiknya tidak lebih dari 4 cm. Balik biji kopi secara teratur terutama ketika masih dalam keadaan basah.

Lama penjemuran sekitar 2-3 minggu dan akan menghasilkan biji kopi dengan kadar air berkisar 16-17%. Sedangkan kadar air yang diinginkan dalam proses ini adalah 12%. Kadar air tersebut merupakan kadar air kesetimbangan agar biji kopi yang dihasilkan stabil tidak mudah berubah rasa dan tahan serangan jamur.

Apabila ingin mendapatkan kadar air sesuai dengan yang diinginkan lakukan penjemuran lanjutan. Namun langkah ini biasanya agak lama mengingat sebelumnya biji kopi sudah direndam dan difermentasi dalam air. Biasanya, pengeringan lanjutan dilakukan dengan bantuan mesin pengering hingga kadar air mencapai 12%. Langkah ini akan lebih menghemat waktu dan tenaga.

e. Pengupasan kulit tanduk

Setelah biji kopi HS mencapai kadar air 12%, kupas kulit tanduk yang menyelimuti biji. Pengupasan bisa ditumbuk atau dengan bantuan mesin pengupas (huller). Dianjurkan dengan mesin untuk mengurangi resiko kerusakan biji kopi. Hasil pengupasan pada tahap ini disebut biji kopi beras (green bean).


(25)

10 Setelah dihasilkan biji kopi beras, lakukan sortasi akhir. Tujuannya untuk memisahkan kotoran dan biji pecah. Selanjutnya, biji kopi dikemas dan disimpan sebelum didistribusikan.

2.1.1.2 Pengolahan Kopi Dengan Proses Kering

Proses kering lebih sering digunakan untuk mengolah biji kopi robusta. Pertimbangannya, karena biji kopi robusta tidak semahal arabika. Peralatan yang diperlukan untuk pengolahan proses kering lebih sederhana dan beban kerja lebih sedikit, sehingga bisa menghemat biaya produksi. Berikut tahapan untuk mengolah biji kopi dengan proses kering.

Gambar 2. Pengolahan kopi dengan proses kering. a. Sortasi buah kopi

Tidak berbeda dengan proses basah, segera lakukan sortasi begitu selesai panen. Pisahkan buah superior dengan buah inferior sebagai penanda kualitas. b. Pengeringan buah kopi


(26)

11 Jemur buah kopi yang telah disortasi di atas lantai penjemuran secara merata. Ketebalan kopi yang dijemur hendaknya tidak lebih dari 4 cm. Lakukan pembalikan minimal 2 kali dalam satu hari. Proses penjemuran biasanya memerlukan waktu sekitar 2 minggu dan akan menghasilkan buah kopi kering dengan kadar air 15%. Bila kadar air masih tinggi lakukan penjemuran ulang hingga mencapai kadar air yang diinginkan.

c. Pengupasan kulit buah dan kulit tanduk

Buah kopi yang telah dikeringkan siap untuk dikupas kulit buah dan kulit tanduknya. Usahakan kadar air buah kopi berada pada kisaran 15%. Karena, apabila lebih akan sulit dikupas, sedangkan bila kurang beresiko pecah biji.

Pengupasan bisa dilakukan dengan cara ditumbuk atau menggunakan mesin huller. Kelemahan cara ditumbuk adalah prosentase biji pecah tinggi, dengan mesin resiko tersebut lebih rendah.

d. Sortasi dan pengeringan biji kopi

Setelah buah kopi dikupas, lakukan sortasi untuk memisahkan produk yang diinginkan dengan sisa kulit buah, kulit tanduk, biji kopi pecah dan kotoran lainnya. Biji kopi akan stabil bila kadar airnya 12%. Bila belum mencapai 12% lakukan pengeringan lanjutan. Bisa dengan penjemuran atau dengan bantuan mesin pengering. Apabila kadar air lebih dari angka tersebut, biji kopi akan mudah terserang jamur. Apabila kurang biji kopi mudah menyerap air dari udara yang bisa mengubah aroma dan rasa kopi. Setelah mencapai kadar air kesetimbangan, biji kopi tersebut sudah bisa dikemas dan disimpan.


(27)

12 e. Pengemasan dan Penyimpanan

Kemas biji kopi dengan karung yang bersih dan jauhkan dari bau-bauan. Untuk penyimpanan yang lama, tumpuk karung-karung tersebut diatas sebuah palet kayu setebal 10 cm. Berikan jarak antara tumpukan karung dengan dinding gudang. Kelembaban gudang sebaiknya dikontrol pada kisaran kelembaban (RH) 70%.

Penggudangan bertujuan untuk menyimpan biji kopi sebelum didistribusikan kepada pembeli. Biji kopi yang disimpan harus terhindar dari serangan hama dan penyakit. Jamur merupakan salah satu pemicu utama menurunnya kualitas kopi terlebih untuk daerah tropis.

2.1.2 Jenis Kopi

Secara umum, dikenal dua spesies kopi yaitu kopi arabika yang dikenal sebagai kopi tradisional dengan rasa paling enak dan kopi robusta yang memiliki kandungan kafein paling tinggi.Tanaman kopi juga dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

1. Golongan Arabika

Golongan ini adalah yang pertama kali dikembangkan di Indonesia, tanaman kopi golongan ini berasal dari Ethiopia dan Albessinia.

2. Golongan Liberika.

Berasal dari Angola dan sekitar tahun 1965 masuk ke Indonesia. Kualitas buah dan rendemennya yang rendah, menjadikan jumlah golongan kopi ini masih terbatas di indonesia.


(28)

13 Robusta berasal dari wilayah Kongo dan sekitar tahun 1900 masuk ke indonesia. Kualitas buah yang unggul menjadikan golongan ini berkembang sangat cepat dan menjadi jenis kopi yang mendominasi perkebunan kopi di Indonesia.

2.2 Definisi Restoran

Menurut Marsum, restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisir secara komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua konsumennya baik berupa makanan maupun minuman. Tujuan operasional restoran adalah untuk mencari keuntungan sebagaimana tercantum dalam definisi Prof. Vanco Christian dari School Hotel Administration di Cornell University. Selain bertujuan bisnis atau mencari keuntungan, membuat puas para konsumennya pun merupakan tujuan operasional restoran yang utama.

Pengertian restoran atau rumah makan menurut Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No.KN.73/PVVI05/MPPT-85 tentang Peraturan usaha Rumah Makan, dalam peraturan ini yang dimaksud dengan pengusaha Jasa Pangan adalah : “Suatu usaha yang menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara komersial”. Sedangkan menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 304/Menkes/Per/89 tentang persyaratan rumah makan maka yang dimaksud rumah makan adalah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya. Secara umum, restoran merupakan tempat yang dikunjungi orang untuk


(29)

14 mencari berbagai macam makanan dan minuman. Restoran biasanya juga menyuguhkan keunikan tersendiri sebagai daya tariknya, baik melalui menu masakan, hiburan maupun tampilan fisik bangunannya.

2.2.1 Klasifikasi Restoran

Menurut Soekresno (2000), dilihat dari pengelolaan dan sistem penyajian, restoran dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu :

1. Restoran formal adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara komersial dan professional dengan pelayanan yang eksklusif, contoh : member restoran, Gourmet, Main dining room, Grilled Restoran, exsekutive restoran dan sebagainya.

2. Restoran informal adalah industri jasa pelayanana makanan dan minuman yang dikelola secara komersial dan professional dengan lebih mengutamakan kecepatan pelayanan, kepraktisan, dan percepatan frekuensi yang silih berganti pelanggan, contoh : cafe, cafeteria, fast food restoran, coffe shop, bistro, canteen, tavern, family restaurant, pub, service corner, burger corner, snack bar.

3. Specialities Restoran adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara komersial dan professional dengan menyediakan makanan khas dan diikuti dengan sistem penyajian yang khas dari suatu Negara tersebut, contoh : Indonesian food restaurant, Chinese food restaurant, Japanesse food restaurant.


(30)

15 2.3 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi

Manajemen Operasi dan Produksi terdiri dari kata manajemen dan operasi/produksi. Para ahli manajemen, mempunyai banyak definisi tentang manajemen. Manajemen adalah tindakan atau kegiatan merencanakan, mengorganisir, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengontrol untuk mencapai tujuan organisasi. Operasi adalah kegiatan untuk mengubah input menjadi output sehingga lebih berdaya guna daripada bentuk aslinya. Operasi merupakan salah satu dari fungsi-fungsi yang ada dalam suatu lembaga. Fungsi lain selain operasi adalah keuangan, personalia, pemasaran, dan lain-lain. Operasi inilah yang menentukan kemampuan suatu lembaga melayani pihak luar. Jadi manajemen operasi merupakan penerapan ilmu manajemen untuk mengatur kegiatan produksi atau operasi agar dapat dilakukan secara efisien. Mekanisme atau sistem manajemen operasi masing-masing perusahaan berbeda, akan terdapat proses mengubah bentuk fisik, atau memindahkan (transportasi), menyimpan, memeriksa dan meminjamkan. Berdasarkan beberapa ahli manajemen, pengertian manajemen operasi yaitu:

Menurut Jay Helzer dan Barry Render (2005;4), manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Menurut Pangestu Subagyo (2000;1), manajemen operasi adalah penerapan ilmu manajemen untuk mengatur kegiatan produksi atau operasi agar dapat dilakukan secara efisien. Menurut Edy Herjanto (2003;2), manajemen operasi adalah suatu proses yang secara berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk


(31)

16 mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan.

Manajemen operasi merupakan penerapan ilmu manajemen untuk mengatur kegiatan produksi dan operasi agar dapat dilakukan secara efisien selain itu juga dapat menghasilkan suatu produk yang bisa berupa barang maupun jasa, yang mana untuk kegiatan proses produksinya yang efektif dan efisien memerlukan berbagai konsep, peralatan serta berbagai cara mengelola operasinya.

Manajemen operasi dalam agribisnis ditujukan pada pengarahan dan pengawasan proses yang digunakan oleh perusahaan makanan dan agribisnis untuk produksi dipabrik dengan memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Merancang program mutu 2. Merencanakan lokasi pabrik

3. Memilih tingkat kapasitas yang tepat 4. Mendesain layout operasi

5. Memutuskan desain proses

6. Menentukan tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab

Semua organisasi bisnis (perusahaan) untuk menciptakan barang dan jasa (produk), paling tidak menjalankan tiga fungsi utama yaitu :

1. Fungsi Pemasaran(Marketing Function)

Fungsi ini berhubungan dengan pasar untuk dapat menciptakan permintaan dan pada akhirnya menyampaikan produk yang dihasilkan ke pasar.


(32)

17 Fungsi ini mengelola berbagai urusan keuangan di dalam perusahaan maupun perusahaan dengan pihak luar perusahaan.

3. Fungsi Produksi atau Operasi (Operation Function)

Fungsi ini berkaitan dengan penciptaan barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan.

2.4 Definisi Persediaan

Persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya suatu organisasi yang disimpan untuk memenuhi permintaan yang meliputi bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan pembantu atau komponen-komponen lain yang menjadi bagian produk perusahaan (Handoko, 2000). Keberadaan persediaan berkaitan dengan faktor waktu, faktor ketidakpastian, faktor diskontuinitas dan faktor ekonomi. Dalam pengendalian persediaan ada dua keputusan pokok yang perlu diambil, yaitu jumlah setiap kali pemesanan dan kapan pemesanan harus dilakukan.

Menurut Rangkuti (2004) sistem persediaan diartikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar pemesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumberdaya dalam kualitas dan kuatitas dalam waktu yang tepat.

2.4.1 Fungsi Persediaan

Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan. Fungsi – fungsi persediaan menurut Handoko (2000) terbagi atas tiga bagian, yaitu:


(33)

18 1. Fungsi Decoupling

Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai “kebebasan” (independence). Persediaan “decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen tanpa tergantung pada pemasok. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya baik jumlah ataupun waktu pengiriman. Persediaan barang diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari konsumen. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Persediaan “lot size” ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan.

3. Fungsi Antisipasi

Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu. Untuk itulah persediaan diperlukan untuk mengisi kekosongan yang ada pada saat-saat tertentu. Selain itu perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang sehingga


(34)

19 memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety inventories).

2.4.2 Klasifikasi Persediaan

Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan (Handoko, 2000). Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan menjamin ketersediaan sumber daya yang tepat pada waktu yang tepat. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan menjadi 5 bagian berdasarkan pada posisinya, yaitu :

a. Persediaan bahan mentah (raw materials)

Persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam produksi. Bahan mentah ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para pemasok dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components)

Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)

Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.


(35)

20 Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (finished goods)

Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. Jenis-jenis persediaan berdasarkan fungsinya, dibagi empat yaitu:

1. Pipeline/transit inventory

Persediaan ini muncul karena leadtime pengiriman dari satu tempat ke tempat lain. Persediaan ini akan banyak kalau jarak dan waktu pengiriman panjang. Jadi persediaan tipe ini dapat dikurangi dengan mempercepat pengiriman.

2. Cycle Stock

Ini adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi. Persediaan ini mempunyai siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit-demi sedikt berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis atau hampir habis, kemudian mulai dengan siklus baru lagi.

3. Persediaan pengaman (safety stock)

Fungsinya adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari yang diperkirakan dibutuhkan selama suatu periode tertentu supaya kebutuhan yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu. Penentuan besarnya persediaan pengaman adalah pekerjaan yang sulit karena terkait dengan biaya persediaan dan service level.


(36)

21 4. Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan berdasarkan pola musiman dalam menghadapi penggunaan, penjualan atau permintaan yang meningkat. Persediaan juga bisa diklasifikasikan berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item lainnya. Item-item yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain dinamakan dependent demand item. Sebaliknya, kebutuhan independent demand item tidak tergantung pada kebutuhan item lain. Klasifikasi ini dilakukan karena pengelolaan kedua jenis item ini biasanya berbeda. Yang termasuk dalam dependent demand item biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat produk jadi. Kebutuhan bahan baku dan komponen tersebut ditentukan oleh banyaknya jumlah produk jadi yang akan dibuat dengan menggunakan komponen atau bahan baku tersebut. Ketergantungan permintaan ini biasanya diwujudkan dalam bentuk struktur/komposisi produk atau bill of materials (BOM). Produk jadi biasanya tergolong dalam independent demand item karena kebutuhan akan satu produk jadi tidak langsung mempengaruhi kebutuhan produk jadi lain.

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan

Persediaan muncul karena faktor waktu, ketidakpastian waktu datang, ketidakpastian penggunaan dalam perusahaan, faktor ekonomis dan faktor teknis. Faktor waktu yaitu faktor yang menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Waktu diperlukan untuk membuat jadwal produksi, memotong bahan baku, produksi dan pengiriman


(37)

22 barang jadi ke pedagang besar atau konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (leadtime). Faktor ketidakpastian waktu datang menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen (Indrajit, 2003). Penyebab timbulnya persediaan adalah ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produksi dengan produk yang akan dibuat, waktu tenggang (leadtime) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.

2.4.4 Biaya-Biaya Persediaan

Menurut Handoko (2000), untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel dibawah ini harus dipertimbangkan antara lain:

1. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost)

Biaya penyimpanan yaitu terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas bahan yang dipesan. Semakin banyak persediaan yang disimpan maka biaya penyimpanan akan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah:

a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan dan sebagainya)

b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan


(38)

23 c. Biaya keusangan

d. Biaya perhitungan fisik e. Biaya asuransi persediaan f. Biaya pajak persediaan

g. Biaya pencarian, pengrusakan atau perampokan h. Biaya penanganan persediaan

Biaya-biaya tersebut merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat persediaan. Apabila fasilitas penyimpanan (gudang) bukan variabel tetapi tetap, maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang untuk perusahaan-perusahaan manufacturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.

2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost) Biaya-biaya ini meliputi:

a. Pemrosesan pesanan dan ekspedisi b. Upah

c. Biaya telepon

d. Pengeluaran surat menyurat

e. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerima f. Biaya pengiriman ke gudang

g. Biaya uang lancar dan sebagainya

Pada umumnya biaya perpesanan (di luar biaya bahan dan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak


(39)

24 komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka pemesanan biaya total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.

3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set up cost

Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:

a. Biaya mesin-mesin menganggur b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung c. Biaya penjadwalan

d. Biaya ekspedisi dan sebagainya

2.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Bagi industri pengolahan hasil-hasil pertanian (agroindustri) persediaan bahan baku menjadi permasalahan tersendiri dalam proses produksi karena selain bahan baku tidak selalu tersedia setiap saat juga sifat dari bahan baku tersebut sangat dipengaruhi oleh alam. Jumlah persediaan yang terlalu besar akan merugikan perusahaan karena ini berarti lebih banyak uang atau modal yang tertanam dan biaya-biaya yang ditimbulkan dengan adanya persediaan tersebut. Sebaliknya suatu persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan karena akan mengganggu kelancaran dari kegiatan produksi. Strategi yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kelebihan dan kekurangan persediaan agar


(40)

25 tercapai biaya optimum dikenal dengan pengendalian persediaan (Buffa dan Sarin,1996).

Menurut Assauri (1998) pengendalian persediaan bertujuan untuk mempertahankan suatu jumlah sediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta dengan biaya seminimal mungkin. Tujuan perusahaan dalam menjalankan sistem pengendalian persediaan adalah untuk (Assauri, 1998):

1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2. Menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar.

2.6 Metode Pengendalian Persediaan

Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang, apakah barang tersebut bersifat permintaan bebas (independent) atau sebagai permintaan terikat (dependent). Permintaan independen atas produk atau barang merupakan permintaan yang bebas, dengan pengertian tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan proses konversi. Permintaan dependen adalah permintaan terikat, disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka proses konversi suatu perusahaan tidak akan dapat berjalan.


(41)

26 Metode pengendalian persediaan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut (Handoko, T.Hani 1984) :

1. Metode pengendalian secara statistik (Statistical Inventory Control). 2. Metode Persedian Just In Time (JIT).

3. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP).

2.6.1 Metode Pengendalian Secara Statistik

Metode ini menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan. Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan : a. Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ).

b. Titik pemesanan kembali (Reorder Point).

c. Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.

Metode ini sering juga disebut metode pengendalian tradisional, karena memberi dasar lahirnya metode baru yang lebih modern, seperti MRP di Amerika dan Kanban di Jepang. Metode pengendalian persediaan secara statistik ini biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas (dependent) dan dikelola saling tidak bergantung. Permintaan bebas adalah permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produk. Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku cadang pengganti (spare part).

2.6.2 Metode Persediaan Just In Time (JIT)

Filosofi JIT (Just In Time) memusatkan pada memelihara tingkat persediaan yang minimum. Bahan baku dibeli dan diterima hanya bila dibutuhkan.


(42)

27 Penghematan biaya dari mengurangi ruang yang dibutuhkan untuk gudang persediaan, jumlah rupiah untuk penanganan material dan jumlah rupiah keusangan persediaan (Tunggal, 1993).

Metode JIT dapat menghilangkan atau mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah pada produk sehingga proses produksi dapat berjalan lebih efisien. Metode JIT berusaha mendorong biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sampai nol atau mendekati nol sehingga total biayanya dapat diefisienkan, mengingat total biaya dapat dihitung dari total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan tentunya dapat menjadi sangat rendah karena JIT pada dasarnya mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat rendah atau dengan kata lain metode ini mendorong untuk mencapai persediaan sampai pada tingkat nol (Haming, 2007).

2.6.3 Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dari penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang dilakukan ketika suatu bahan harus dipesan dari pemasok saat persediaan di tangan habis atau saat produksi dari suatu bahan harus dimulai untuk memenuhi kepuasan pelanggan dengan menggunakan waktu tenggang tertentu (Heizer dan Render, 2005). Sistem ini merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat dibutuhkan.

MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk akhir. Kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan, melalui berbagai tingkat perakitan dan pabrikasi. Tujuannya adalah merencanakan persediaan sehingga


(43)

28 tersedia saat dibutuhkan. Untuk menggunakan model persediaan terikat, maka manajer harus mengetahui (Heizer dan Render, 2005):

1. Jadwal Produksi Master (Master Production Schedule) menjabarkan apa yang harus dibuat dan kapan. Jadwal ini harus sesuai dengan rencana produksi. 2. Spesifikasi dari Bill Of Material, merupakan daftar kuantitas komponen,

kandungan dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan struktur produk. Bill Of Material tidak hanya menjabarkan kebutuhan tetapi juga dalam pembiayaan, dan dapat memberikan daftar barang-barang yang akan diproduksi atau dirakit.

3. Catatan persediaan yang akurat akan menciptakan manajemen persediaan yang baik.

4. Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki dalam bagian pengendalian persediaan. Ketika pemesanan pembelian terjadi, catatan tentang pesanan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia sehingga manajer dapat menyiapkan rencana produksi dengan baik.

5. Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan kapan produk tersebut dibutuhkan.

MRP memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem ukuran pesanan tetap untuk mengendalikan barang-barang produksi. Kelebihan MRP dalam menangani barang-barang dengan permintaan terikat (Heizer dan Render, 2005) adalah:


(44)

29 1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan,

2. Meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja,

3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik, 4. Respon lebih cepat terhadap perubahan dasar,

5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelanggan.

Sistem MRP ada beberapa teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran lot. Berikut ini akan dibahas sistem MRP teknik Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period Balancing (PPB).

2.6.3.1 MRP Teknik Economic Order Quality (EOQ)

EOQ menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Jumlah pembelian yang ekonomis (Economic Order Quantity) adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian menimbulkan biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan bahan. (Adisaputro dan Yunita, 2007).

Pada pendekatan Economic Order Quantity (EOQ), tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot besar maka biaya pemesanan akan turun tetapi biaya penyimpanan naik. Sebaliknya, jika ukuran lot kecil maka biaya pemesanan akan naik tetapi biaya penyimpanan turun. Model EOQ menyarankan


(45)

30 untuk memelihara lot pesanan yang menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Haming, 2007).

Teknik EOQ merupakan teknik persediaan yang tertua dan paling umum dikenal. Model ini mengidentifikasikan kuantitas pemesanan/ pembelian optimal dengan tujuan meminimumkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan biaya total. Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/ carrying cost). Biaya-biaya lain seperti biaya satuan itu sendiri adalah konstan, sehingga dengan meminimalkan jumlah pemesanan dan penyimpanan berarti dapat meminimalkan biaya total. Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut disajikan pada gambar 3.


(46)

31 Titik A merupakan kondisi dimana biaya persediaan mencapai kondisi yang optimal. Pada titik ini, biaya penyimpanan dan biaya pemesanan besarnya sama, sehingga total biaya persediaan adalah B, yang besarnya sama dengan dua kali A. Pada kurva TC (total cost) terlihat bahwa titik B ini merupakan titik yang paling rendah, artinya titik yang memberikan biaya persediaan paling rendah, artinya titik yang memberikan biaya persediaan paling minimal.

Model EOQ dapat diterapkan jika asumsi-asumsi ini terpenuhi (Handoko, 2000):

1) Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik).

2) Harga per unit produk adalah konstan.

3) Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan. 4) Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.

5) Waktu antara pesanan dilakukan dengan barang-barang diterima (Lead time) adalah konstan.

6) Tidak terjadi kekurangan bahan atau back order.

Waktu tunggu perlu diperhatikan untuk mengatasi ketidakpastian bahan baku yang berasal dari luar perusahaan, karena seringkali tenggang waktu yang terjadi antara pemesanan dengan saat pengiriman atau diterimanya bahan tersebut tidak terlalu sama. Sedangkan persediaan pengaman berfungsi melindungi atau menjaga terjadinya kekurangan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalama penerimaan bahan baku yang dipesan. Keuntungan menggunakan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih dari


(47)

32 kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kualitas produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini memberikan biaya penyimpanan terlalu besar bila dibandingkan dengan teknik Lot for Lot atau metode Material Requirement Planning (MRP). Metode yang tidak hanya menitikberatkan pada berapa banyak suatu komponen perlu dipesan (atau diproduksi), tetapi juga memperhatikan kapan komponen yang bersangkutan dipesan atau diproduksi. Metode ini cocok digunakan untuk perusahaan manufaktur, khususnya mengenai penjadwalan alur barang ke dan melalui proses pembuatan barang jadi.

2.6.3.2 MRP Teknik Lot For Lot (LFL)

Dalam model ini perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pemesanan lebih lanjut. Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat (Heizer dan Render, 2005).

Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan barang-barang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang memadai bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan kondisi dan sifat yang sesuai. Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tepat.


(48)

33 2.6.3.3 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)

Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut :

Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata 2.6.3.4MRP Teknik Part Period Balancing (PBB)

Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Metode PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP), yang merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. EPP dihitung dengan rumus :

EPP = Ch Cp

Keterangan :

EPP : Economic Part Period

Cp : Biaya pemesanan Per-pesanan Ch : Biaya penyimpanan per-periode


(49)

34 2.7 Metode Penilaian Persediaan

Dalam menilai suatu persediaan ada beberapa cara yang dapat digunakan, diantaranya dengan (Assauri, S 2008) :

1. Cara First-In, First-Out (FIFO Method)

2. Cara rata-rata ditimbang (Weighted Average Method) 3. Cara Last-In, First-Out (LIFO Method)

2.7.1 Cara First-in, First-Out (FIFO Method)

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang akhir masuk.

2.7.2 Cara Rata-rata ditimbang (Weighted Average Method)

Cara ini berbeda dengan cara yang dijelaskan sebelumnya karena didasarkan atas harga rata-rata di mana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing harganya. Dengan demikian persediaan yang dinilai berdasarkan harga rata-rata.

2.7.3 Cara Last-In, First-Out (LIFO Method)

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang masih ada, dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.

2.8 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang membahas tentang pengendalian persediaan bahan baku, diantaranya hasil penelitian Nurani (2001) pada PT. Sari Warna Asli,


(50)

35 Kudus yang menganalisis persediaan bahan baku kapas dengan metode MRP menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode MRP akan diperoleh penghematan biaya persediaan dengan urutan dari tertinggi ke terendah adalah metode PPB, metode Lot For Lot, dan metode EOQ. Metode PPB mampu memberikan penghematan biaya persediaan bagi perusahaan antara 23,8 persen sampai 48,5 persen dibandingkan dengan metode perusahaan.

Menurut Dwi Hartini (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Mie Instan, Semarang Jawa Tengah. menyimpulkan bahwa model pengendalian persediaan yang dapat menghasilkan biaya persediaan lebih rendah yaitu teknik Lot For Lot dan teknik EOQ. Penghematan terbesar didapat dari teknik Lot For Lot, namun karena tidak mengizinkan adanya persediaan pengaman, maka perusahaan akan menghadapi resiko kekurangan bahan apabila terjadi peningkatan permintaan yang tidak terduga. Sedangkan dengan teknik EOQ perusahaan dapat meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sehingga menghasilkan biaya persediaan yang rendah dengan tetap memperhitungkan persediaan pengaman.

2.8 Kerangka Pemikiran Konseptual

Semakin banyak bahan baku yang dibutuhkan untuk perusahan semakin sulit melakukan pengendalian persediaan bahan baku tersebut. Masalah utama dari persediaan adalah banyaknya bahan baku yang harus dipesan atau waktu pemesanan kembali dilakukan. Apabila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalampersediaan, akan menyebabkan naiknya biaya penyimpanan yang tentunya mempunyai opportunity cost. Demikian pula apabila perusahaan tidak


(51)

36 mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan terganggunya kontunitas proses produksi yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya pendapatan perusahaan. Dalam penelitian ini, hal yang pertama kali dilakukan adalah mengidentifikasi sistem dan kebijakan pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan oleh Perusahaan/Restoran “Sweet Corner – Coffee Corner”. Hal-hal yang perlu diketahui meliputi klasifikasi bahan baku, prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengadaan, pembelian, dan penanganan bahan baku, kebijakan yang diterapkan perusahaan dalam mengendalikan dan mengatur tingkat persediaan bahan bakunya, serta sistem pencatatan persediaan bahan baku yang selama ini digunakan perusahaan.

Penentuan bahan baku pokok perusahaan merupakan hal yang perlu untuk diprioritaskan sebab dengan melakukan pengendalian atas bahan baku pokok berarti melakukan pengendalian atas biaya yang cukup besar. Bahan baku pokok perusahaan adalah bahan baku kritis yang keberadaannya akan sangat mempengaruhi aktivitas perusahaan. Bahan baku utama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biji kopi (Coffe Bean), bahan baku pendukung Fresh Milk dan Kind Of Syrup.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis volume pemakaian bahan baku, waktu tunggu pengadaan bahan baku, serta biaya persediaan yang dihasilkan. Volume pemakaian dari bahan baku perlu diketahui karena volume pemakaian bahan baku dapat menunjukkan besar permintaan bahan baku dan termasuk salah satu variabel penting untuk mendapatkan kuantitas pesanan yang optimal. Selain itu, data time series dari volume pemakaian bahan


(52)

37 baku dapat juga digunakan dalam peramalan pemakaian bahan baku di masa yang akan datang. Waktu tunggu pengadaan bahan baku juga merupakan hal yang penting untuk diketahui. Waktu tunggu (lead time) digunakan untuk dapat menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada saat dibutuhkan.

Menggunakan data-data yang diperoleh, dilakukan analisis dengan menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP) dengan tiga teknik penentuan ukuran lot yang berbeda, yaitu teknik Lot-For-Lot (LFL), teknik Economic Order Quantity (EOQ), dan teknik Part-Period Total Cost Balancing (PPB). Hasil yang didapat kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan metode perusahaan dalam hal besar biaya persediaan untuk mendapatkan alternatif model pengendalian persediaan bahan baku yang efisien. Selain dari besar biaya persediaan yang dihasilkan, masing-masing model juga akan dinilai kesesuaiannya dengan kondisi perusahaan pada saat ini. Secara umum, bagan kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 4.


(53)

38 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian.

IDENTIFIKASI SISTEM DAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN

KLASIFIKASI BAHAN BAKU

PROSEDUR PENGADAAN, PEMBELIAN DAN PENANGANAN BAHAN BAKU

SISTEM PENCATATAN

PERSEDIAAN

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU VOLUME PEMAKAIAN BAHAN BAKU BIAYA PERSEDIAAN BAHAN BAKU ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU

METODE PERUSAHAAN METODE MRP TEKNIK PPB METODE MRP TEKNIK EOQ METODE MRP TEKNIK LFL

PERBANDINGAN ANTAR METODE

REKOMENDASI ALTERNATIF MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU

METODE MRP TEKNIK POQ


(54)

39 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di PT Lingga Harapan Krida yang berlokasi di Jl. Pintu Satu Senayan, Jakarta Selatan. Tempat penelitian ini terdapat di Hotel Atlet Century Park yang berlokasi di lantai 1. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2014.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari Restoran “Sweet Corner”, yang terdiri atas: gambaran umum perusahaan, data produksi dan penjualan produk, kebijakan pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, jumlah kebutuhan bahan baku, waktu tunggu (lead time) pembelian bahan baku, pemasok, sistem pemesanan dan penyimpanannya.

Data primer dikumpulkan melalui hasil pengamatan, pencatatan langsung di lapang dan wawancara dengan pihak perusahaan. Wawancara langsung dilakukan kepada karyawan, manajer produksi, dan pihak perusahaan yang berkaitan. Pemilihan responden ini dilakukan dengan sengaja (porposive) dengan pertimbangan bahwa responden mengetahui dan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan dengan baik, khususnya mengenai kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dan pelaksanaan pengendalian persediaan bahan baku di perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari (bahan


(55)

40 pustaka) buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan-catatan yang dimiliki perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta internet.

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.3.1 Metode Pengolahan

Hasil perolehan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Output data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara narasi. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif dengan gambar dan tabel agar mudah dipahami.

3.3.2 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui informasi sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, struktur organisasi, produk-produk yang dipasarkan, ketenaga kerjaan dan pemasaran. Analisis kualitatif juga digunakan untuk mengetaui bagaimana prosedur pembelian, penyimpanan dan pengawasan mutu.

3.3.3 Analisis Kuantitatif

Perhitungan-perhitungan yang dilakukan dalam menentukan kuantitas optimal pesanan pada analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Oleh sebab itu dalam perhitungannya perlu ditentukan terlebih dahulu komponen-komponen biaya-biaya persediaan yang terjadi. Biaya-biaya ini meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan merupakan semua biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan baku. Biaya ini meliputi biaya administrasi penempatan dan


(56)

41 penerimaan order, biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faximile, surat menyurat). Biaya pemesanan setahun diperoleh dengan cara :

Tc =f x C

Dimana : Tc = Biaya pemesanan setahun

f = Frekuensi pemesanan selama setahun C = Biaya pemesanan per pesanan

Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan jumlah persediaan yang ada di gudang. Termasuk didalamnya biaya gudang, upah dan gaji pegawai gudang, biaya administrasi gudang, dan bunga atas modal yang ditanamkan ke dalam investasi.

Biaya penyimpanan dihitung dengan cara:

TH = Σ tHi

tHi = Qi x h

Maka : TH = Σ { Qi x h}

Dimana : TH = biaya penyimpanan setahun (Rp/kg) tHi = biaya penyimpanan harian (Rp/kg)

h = biaya penyimpanan perunit per hari (Rp/kg)

Jumlah pemakaian bahan baku akan banyak digunakan dalam analisis ini. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian bahan baku menunjukkan jumlah permintaan akan bahan baku. Waktu tunggu berguna dalam menentukan waktu


(57)

42 pelaksanaan pesanan, sehingga pesanan dapat diterima pada saat tepat waktu tunggu bahan baku utama didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan.

Penelitian ini dilakukan perbandingan antara model MRP teknik EOQ, LFL, POQ, dan PPB dengan metode Perusahaan sehingga didapat alternatif pilihan model yang tepat bagi perusahaan. Tujuan dari metode MRP ini adalah untuk menentukan waktu pesanan yang tepat dan kuantitas pesanan yang optimal. Metode MRP diharapkan tingkat persediaan di tangan menjadi lebih optimal dan biaya persediaan bahan baku dapat ditekan.

MRP adalah sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang. Masalah yang dihadapi perusahaan adalah inefisiensi dalam menentukan ukuran lot yang akan dipesan. Metode MRP akan membantu perusahaan dalam menentukan waktu pemesanan dan ukuran lot yang akan dipesan, sekaligus dapat memberikan model yang dapat menurunkan biaya persediaan minimum bagi perusahaan. Format perhitungan dengan sistem MRP adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 1.


(58)

43 Tabel 1. Format Perencanaan Bahan Baku (MRP)

No Uraian

Periode

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Kebutuhan Kotor (kg)

2 Sediaan di tangan (kg)

3 Kebutuhan bersih (kg)

4 Penerimaan terjadwal (kg)

5 Pesanan yang direncanakan (kg)

Langkah-langkah mengisi format rencana MRP adalah sebagai berikut: a. Menentukan kebutuhan kotor

Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi.

b. Menghitung persediaan di tangan

Persediaan di tangan adalah persediaan awal yang ada di tangan pada suatu periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan tidak terdapat rencana penerimaan pada periode sebelumnya, maka besarnya proyeksi persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Apabila terdapat penerimaan terjadwal pada periode sebelumnya, tetapi tidak terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan terjadwal pesanan pada


(59)

44 periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar penerimaan terjadwal periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan penerimaan pesanan pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar rencana penerimaan pesanan periode sebelumnya dikurangi dengan kebutuhan bersih periode sebelumnya.

c. Kebutuhan bersih

Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan ditangan untuk suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor periode tersebut, maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan kotor periode tersebut, maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah kebutuhan kotor dikurangi dengan jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan periode tersebut.

d. Rencana penerimaan pesanan

Rencana penerimaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu periode. Besar rencana penerimaan pesanan ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot (lot sizing technique) yang digunakan. e. Rencana pelaksanaan pesanan

Rencana pelaksanaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pesanan sama dengan rencana penerimaan pesanan,


(60)

45 hanya saja periode pelaksanaannya adalah lebih besar waktu tunggu (lead time) pesanan.

Metode MRP dapat dilakukan dengan menggunakan teknik LFL, EOQ, POQ dan PBB.

1) MRP Teknik Lot For Lot (LFL)

Hal yang pertama kali dilakukan dalam metode MRP teknik Lot For Lot adalah menentukan kebutuhan kotor, apabila pada awal periode pengamatan terdapat persediaan yang cukup besar, maka perusahaan akan menghabiskan persediaan awal tersebut terlebih dahulu, sehingga tidak perlu dilakukan pemesanan bahan baku sampai diperkirakan persediaan awal tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selama waktu tunggu dan tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya.

Pada saat persediaan bahan baku suatu periode tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan kotor, maka dilakukan perencanaan penerimaan pesanan tepat sebesar kebutuhan bersih, sehingga proyeksi persediaan di tangan dapat ditekan sampai sebesar nol. Besar dan waktu pemakaian bahan baku dalam menjalankan teknik ini perlu diketahui secara akurat, serta didasarkan pada jadwal produksi master dan waktu tunggu bahan baku.

2) MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Teknik EOQ yang sering digunakan dalam persediaan barang-barang bebas, dapat juga digunakan dalam teknik penentuan ukuran lot sistem MRP. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for lot, besar


(61)

46 pesanan adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Biaya-biaya yang signifikan dalam penentuan optimal dengan teknik EOQ adalah biaya pemesanan (ordering) dan biaya penyimpanan (holding atau carrying), sehingga dengan meminimalkan kuantitas pesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimalkan biaya total.

Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan tidak perlu melakukan rencana permintaan bahan baku sampai persediaan tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi dan mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya.

Perhitungan EOQ adalah sebagai berikut:

Dimana:

EOQ = Kuantitas pembelian optimal S = Biaya pemesanan setiap kali pesan D = Penggunaan bahan baku per tahun H = Biaya penyimpanan per unit

3) MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)

Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam


(62)

47 mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut :

Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata

4) MRP Teknik Part Period Balancing (PBB)

Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Metode PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP), yang merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. EPP dihitung dengan rumus :

EPP = Ch Cp

Keterangan :

EPP : Economic Part Period

Cp : Biaya pemesanan Per pesanan Ch : Biaya penyimpanan per periode

Bagian periode dihitung dengan mengalikan persediaan ekstra yang ditanggung dengan periode yang ditanggung. Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat jumlah yang mencukupi kebutuhan kotor sepanjang periode gabungan sesuai dengan penghitungan PBB bersdasarkan EPP yang telah dihitung sebelumnya. Sehingga pada suatu periode gabungan yang telah ditentukan tidak


(63)

48 memiliki kebutuhan bersih, maka tidak ada rencana penerimaan pesanan. Dan pada periode gabungan kedua dan ketiga dan seterusnya dari suatu gabungan periode, maka periode kedua, ketiga dan seterusnya tidak terdapat kebutuhan bersih, sehingga pesanan direncanakan yang akan diterima juga sama dengan nol. Pada periode gabungan, rencana pesanan akan diterima sebesar kebutuhan kotor sepanjang periode gabungan.

Tabel 2. Perbedaan Antara Metode MRP teknik LFL, EOQ, POQ, PPB Metode MRP

Perbedaan prinsip-prinsip antar metode LFL

(t) waktu, persediaan awal dihabiskan dahulu.

EOQ Pesanan bahan baku disesuaikan dengan nilai EOQ, pesanan disama-ratakan sesuai nilai pesanan optimal EOQ. POQ Ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam

jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. PPB Menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP).

3.4 Definisi Operasiona l

Batasan-batasan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengendalian persediaan yaitu suatu kegiatan untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan.

2. Bahan baku yaitu bahan utama yang digunakan dalam proses produksi (kilogram).

3. Frekuensi pembelian adalah banyaknya (kali) pembelian yang dilakukan perusahaan selama satu tahun produksi.


(64)

49 4. Biaya pemesanan bahan baku yaitu semua biaya yang dikeluarkan perusahaan setiap kali melakukan pemesanan, antara lain biaya telepon, biaya operasional, dan administrasi.

5. Biaya penyimpanan bahan baku yaitu semua biaya yang dikeluarkan perusahaan selama satu tahun produksi karena penyimpanan persediaan bahan baku. Biaya penyimpanan bahan baku diukur dalam satuan rupiah per kilogram per tahun (Rp/kg/th).


(65)

50 BAB 1V

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Perusahaan

Hotel Atlet Century Park didirikan pada tahun 1991, dan hotel ini berdiri sebagai salah satu dari jajaran hotel berbintang empat bisnis termewah di Jakarta dan dekat dengan beberapa pusat perbelanjaan yang paling bergengsi. Berlokasi tepat di pusat bisnis distrik Jakarta yakni Jalan Pintu Satu Senayan. Hotel Atlet Century Park memiliki 630 kamar, dengan perincian 475 kamar untuk komersial dan sisanya untuk atlet. Hotel Atlet Century Park awalnya merupakan hotel khusus bagi para atlet olahraga, namun fungsi tersebut bergeser sejak dibawah lingkup PT. Lingga Harapan Krida, dimana seperti fungsi yang dijalani hingga saat ini yakni hotel bisnis.

Hotel ini menghadirkan staff katering berpengetahuan yang akan membantu para tamu untuk menciptakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan dalam hal makanan, ditambahkan dengan tim unggul kuliner kami menawarkan fleksibilitas untuk membuat menu yang sempurna. Fasilitas Hotel Atlet Century Park khususnya untuk ruangan-ruangan rapat dapat menampung jumlah maksimum orang baik untuk tamu pernikahan, perjamuan, serta fasilitas pertemuan konferensi, untuk upacara dan pertemuan sosial.

4.2 Visi dan Misi Perusahaan

Visi dari Hotel Atlet Century Park sendiri adalah:

1. Menjadi pilihan utama hotel bisnis berbintang empat yang bertaraf Internasional.


(66)

51 2. Pilihan utama berarti pilihan yang terbaik dan untuk menjadi yang terbaik adalah janji kita untuk bekerja lebih aktif dan bersemangat setiap harinya. Untuk mencapai visi diatas, misi yang diterapkan dalam Hotel Atlet Century Park diantaranya adalah:

1. Melanjutkan renovasi hotel dan fasilitas lainnya, untuk dapat bersaing dengan hotel sekelasnya dan dapat memenuhi kebutuhan serta kepuasan pelanggan.

2. Memberikan layanan “Value for Money” dan mempererat tali silaturahmi dengan pelanggan agar tetap setia dan menjadikan hotel kita sebagai rumah kedua.

3. Membangun kerjasama tim dan rasa percaya antara yang satu dengan lainnya melalui pelatihan internal dan eksternal. Memberikan jaminan pekerjaan, promosi, dan rotasi kerja. Memberikan tanggung jawab, memberikan pengalaman, dan pengetahuan. Serta memberikan kepercayaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing karyawan.

4. Berusaha sedapat mungkin untuk mempertahankan pendapatan dan keuntungan yang tinggi melalui kerjasama yang positif dan manajemen yang terbuka.

4.3 Bauran Pemasaran

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai masing-masing bauran pemasaran yang digunakan oleh Restoran Sweet Corner yang meliputi bauran Product (Produk), Price (harga), Place (tempat/lokasi), dan Promotion (promosi).


(67)

52 4.3.1 Product

Restoran Sweet Corner merupakan restoran yang menyediakan minuman-minuman bervarian macam rasa dari bahan utama biji kopi. Restoran ini mempunyai jenis atau macam-macam menu minuman yang menarik dan varian rasa agar menarik para pengunjung untuk mengunjungi restoran sweet corner ini. Produk-produk minuman kopi ini banyak jenisnya diantaranya ada 20 macam jenis produk minuman kopi yang disediakan oleh restoran ini, yaitu :

1) Hazelnut Coffe SR 2) Ice Coffe

3) Ice Cappucino 4) Cafe Latte D’oro 5) Ice Coffe Mojito 6) Ice Coffe Flavour 7) Ice Caffe Latte 8) Caramel Ice Coffe 9) Coffe Flavour 10) Fresh Coffe 11) Espresso Single 12) Espresso Double 13) Coffe Viena 14) Caramel Machiato 15) Alfredo Espresso 16) Decaffeinated Coffe


(1)

(2)

(3)

98

Lampiran 13. Denah lokasi Restoran dan Gudang Bahan Baku

Gambar 1.

Basement

Lobi Utama Lt. 1

Pintu Utama Hotel Atlet Century Park Restoran

Sweet Corner Receptionist

Hotel Mushola

Lift


(4)

99

Gambar 2.

Store

Security Recieving Storeroom

Purchasing lantai G

dari basement


(5)

(6)