Pengaruh Kreativitas, Inovasi, dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Studio Desain di Bandung)

(1)

PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI, DAN GAYA

KEPEMIMPINAN TERHADAP

KINERJA KARYAWAN

(STUDI KASUS STUDIO DESAIN DI BANDUNG)

The Influences of Creativity, Innovation, and Leadership Style

Toward Employee’s Performance

(Case Study of Design Studio in Bandung)

TESIS

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar Magister Manajemen

Oleh:

Wira Mahardika Putra 6110111047

FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ABSTRACT ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Perumusan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Kegunaan Penelitian ... 11

1.6 Pembatasan Masalah dan Asumsi ... 12

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 13

2.1Kajian Pustaka... 13

2.1.1. Kreativitas ... 13

2.1.1.1 Ciri-ciri Perilaku Kreatif ... 14

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreatifitas ... 17

2.1.1.3 Dimensi Kreativitas... 22

2.1.2. Inovasi ... 25

2.1.2.1 Ciri-ciri Inovasi ... 27

2.1.2.2 Jenis-jenis Inovasi ... 28

2.1.1.3 Sifat Perubahan dalam Inovasi ... 29

2.1.2.4 Perilaku Inovatif ... 30

2.1.2.5 Karakteristik Inovasi ... 31


(3)

v

2.1.3. Gaya Kepemimpinan ... 34

2.1.3.1Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 35

2.1.3.2 Definisi Gaya Kepmimpinan Transaksional ... 40

2.1.4. Kinerja ... 43

2.1.4.1 Pengertian Kinerja ... 43

2.1.4.2 Aspek-Aspek Kinerja ... 45

2.1.4.3 Faktor-Faktor Kinerja Karyawan ... 50

2.1.4.4 Penilaian Kinerja ... 52

2.1.4.5 Tujuan Penilaian Kinerja ... 53

2.1.4.6 Kegunaan Penilaian Kinerja ... 55

2.1.5.Penelitian Terdahulu ... 57

2.2Kerangka Pemikiran ... 58

2.3Hipotesis... 59

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 60

3.1Metode Penelitian ... 60

3.2Operasional Variabel Penelitian ... 64

3.3Sumber dan Cara Penentuan Data/ Informasi ... 72

3.3.1 Sumber Data ... 72

3.3.2 Cara Penentuan Data/ Informasi ... 72

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 76

3.3.4 Uji Validitas... 78

3.3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 82

3.4Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 84

3.4.1 Rancangan Analisis ... 85

3.4.2 Pengujian Hipotesis... 95

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 104

4.1 Hasil Penelitian ... 104

4.1 Data Deskriptif ... 104

4.2 Data Responden ... 105


(4)

vi

4.3.1 Variabel Kreativitas... 111

4.3.1.1 Indikator Keahlian ... 111

4.3.1.2 Indikator Imajinatif ... 113

4.3.1.3 Indikator Motivasi... 114

4.3.2 Variabel Inovasi ... 116

4.3.2.1 Indikator Melihat Peluang ... 117

4.3.2.2 Indikator Mengeluarkan Ide... 118

4.3.2.3 Indikator Implementasi ... 119

4.3.2.4 Indikator Aplikasi ... 120

4.3.3 Variabel Gaya Kepemimpinan ... 122

4.3.3.1 Indikator Idealized Influence ... 123

4.3.3.2 Indikator Inspirational Motivation ... 125

4.3.3.3 Indikator Intelectual Simulation ... 126

4.3.3.4 Indikator Individualized Consideration ... 127

4.3.3.5 Indikator Contingent Reward... 128

4.3.3.6 Indikator Management by Exception ... 129

4.3.4 Variabel Kinerja ... 132

4.3.4.1 Indikator Kualitas ... 132

4.3.4.2 Indikator Kuantitas ... 134

4.3.4.3 Indikator Tanggung Jawab... 135

4.4 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 136

4.4.1 Uji Kecocokan Model ... 137

4.4.1.1Model Pengukuran ... 142

4.4.1.1.1 Model Pengukuran Variabel Laten Kreativitas ... 142

4.4.1.1.2 Model Pengukuran Variabel Laten Inovasi ... 143

4.4.1.1.3 Model Pengukuran Variabel Laten Gaya Kepemimpinan ... 144

4.4.1.1.4 Model Pengukuran Variabel Laten Kinerja ... 146

4.4.1.2 Uji Kecocokan Keseluruhan Model ... 147

4.4.1.3 Model Struktural ... 149


(5)

vii

4.5 Hubungan Korelasi Antar Variabel ... 154

4.5.1 Hubungan Antara Kreativitas dengan Inovasi ... 155

4.5.2 Pengaruh Kreativitas terhadap Gaya kepemimpinan ... 155

4.5.3 Pengaruh Inovasi terhadap Gaya Kepemimpinan ... 156

4.5.4 Pengaruh Kreativitas terhadap Kinerja ... 157

4.5.5 Pengaruh Inovasi terhadap Kinerja ... 158

4.5.6 Pengaruh Gaya Kepemipinan terhadap Kinerja ... 159

4.5.7 Pengaruh Kreativitas, Inovasi, Gaya Kepemipinan terhadap Kinerja ... 160

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 173

5.1 Kesimpulan ... 173

5.2 Saran ... 177

5.2.1 Saran Teoritis ... 177

5.2.2 Saran Praktis ... 177


(6)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat-Nya, sehingga dapat terselesaikannya penelitian tesis ini. Tesis ini adalah

rangkaian dari mata kuliah tugas akhir yang disusun setelah melakukan penelitian

selama kurang lebih satu semester yang dilanjutkan dengan sidang tesis sebagai

bentuk pertanggungjawaban penelitian. Maksud dari penelitian tesis ini adalah

untuk melengkapi dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister

Manajemen di Fakultas Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia.

Judul tesis ini adalah: Pengaruh Kreativitas, Inovasi, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Karyawan (Studi Kasus Studio Desain di Bandung), Pengambilan judul ini karena persaingan global yang semakin ketat antara studio desain lokal maupun internasional dimana stiap studio desain

tersebut akan berkompetisi dalam mempertahankan kelangsungan dan

kesejahteraan perusahaan. Maka dari itu perlu adanya evaluasi dalam kinerja

karyawan terkait dengan kreativitas, inovasi, dan gaya kepemimpinan suatu studio

desain.

Selama melaksanakan penelitian hingga terselesaikannya tesis ini, tentunya

peneliti telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, karena berkat rahmat, berkah, dan inayah-Nya peneliti mampu


(7)

ii

2. Dr. Ir. Herman S. Soegoto, MBA, selaku Dekan Pascasarjana Magister

Manajemen yang telah memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk

mendapatkan Beasiswa Unggulan sampai terselesaikannya program

Pascasarjana ini.

3. Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya’roni, M.Si, selaku Ketua Program Studi Magister

Manajemen dan seluruh staff sekretariat Pascasarjana yang telah memberikan

dorongan, masukan, dan kebijakan-kebijakan yang memudahkan peneliti

dalam menyelesaikan masa studi S2 ini.

4. Dr. Dedi Sulistyo, S.T, M.T dan Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya’roni, M.Si,

selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji pada sidang akhir tesis,

mengoreksi, dan memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini.

5. Dr. Ir. Kartib Bayu, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan dukungan kepada peneliti selama melakukan penelitian sampai

terselesaikannya tesis ini.

6. CV. Luxy Digital Design, CV. Magmaka, CV. Mediagraf, CV. Multi Kreasi,

CV. Digital Art, yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk

menjadikan perusahan sebagai sampel dari penelitian ini.

7. Papa dan Mama tercinta serta kakak yang peneliti hormati dan banggakan

Sindhu Hanggara Putra beserta istri Yurizky Permatasari dan ponakan Fahri

Askytama Putra yang telah memberikan dukungan baik secara materil maupun

moril selama dalam penelitian ini.

8. Istri tercinta Herly Novita Sari yang selalu setia menemani peneliti,


(8)

iii

yang membangun, selalu menguatkan peneliti saat lemah, mengingatkan

peneliti saat khilaf, dan selalu sabar serta selalu mendoakan peneliti sampai

terselesaikannya penelitian ini. Terima kasih istriku.

9. Keluarga besar MM-2 yang telah berjuang bersama dari pertama masuk kuliah

sampai pada hari kelulusan yang bersama-sama juga. Kebersamaan dan

kekompakan kalian sungguh inspiratif dan semoga kita semua mampu untuk

berjalan menuju kesuksesan di jalan yang akan kita tempuh masing-masing.

10.Serta semua pihak yang telah membantu peneliti, yang tidak dapat disebutkan

satu per satu.

Diharapkan penelitian tesis ini dapat bermanfaat bagi diri peneliti sendiri maupun

orang lain yang membacanya sebagai bahan referensi. Peneliti menyadari

penelitian masih jauh dari kata sempurna, maka diharapkan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Bandung, 7 Juli 2014

Wira Mahardika Putra


(9)

179

DAFTAR PUSTAKA

Adair, J. 1996. Effective Innovation. How to Stay Ahead of the Competition. London: Pan Books.

Bass, B.M., B.J. Avolio, D.I. Jung & Y. Berson (2003), “Predicting unit performance by assessing transformational and transactional

Leadership”, Journal of Applied Psychology, Vol. 88, No. 2.

Campell, David. (1986). Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kansius.

Haefele, John. W. 1962. “Creativity and Innovation”. New York: Reinhold Publishing Corporation.

Hariandja, Marihot T.E, 2002. “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Jakarta: Grasindo.

Hasibuan, Malayu S.P, 2006, “Manajemen Dasar, Pengertian, dan.

Masalah,Edisi Revisi”. Jakarta: Bumi Aksara

Humphreys, J.H. (2002), “Transformational leader behavior, proximity and

successful services marketing”, Journal of Services Marketing, Vol. 16, No. 6.

Jong, De & Den Hartog,. 2003. “Leadership as a determinant of innovative

behavior”. A Conceptual framework. http://www.eim.net/pdf-ez/H200303.pdf.

____________________. 2008. “Innovative and Work Behavior : Measurement

and Validation. Amsterdam: EIM Bussiness.

Jong, De & Kemp, R. 2003. “Determinants of Co-workers’s Innovative

Behaviour: An Investigation into Knowledge Intensive Service”. International


(10)

180

Mangkunegara, Anwar Prabu AA. 2000. “Manajemen Sumber Daya Manusia.

Perusahaan”. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

____________________________. 2006. Perencanaan & Pengembangan SDM. Bandung: PT. Refika Aditama..

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Tunggal. Jakarta.

_______________. 2009. “Pengembangan Emosi dan Kreativitas”. Jakarta : Rineka Cipta

Rivai, Veithzal . 2004. “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan :

Dari Teori Ke Praktik”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Rivai, Veithzal & Ahmad Fawzi Mohd Basri. 2005. “Performance Appraisal Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan Dan Meningkatkan Daya

Saing Perusahaan.”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Rivai, Veithzal. Sagala, E. J. 2009. “Manajemen Sumber Daya Manusia untuk

Perusahaan” . Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Robbins, Stephen P. (2005). Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Rost, Joseph C. 1993. “Leadership for The Twenty – First Century”. USA: Greenwood Publishing Group, Inc.


(11)

181

Sarros, J.C. & J.C. Santora (2001), “The transformational-transactional

leadership model in practice, Leadership & Organization Develeopment Journal,

Vol. 22, No. 8.

Scott, & Bruce, R. A. 1994. “Determinants of Innovative behavior: A Path Model

Of Individual Innovation in the Workplace”.Academy of Management Journal.

Sondang P. Siagian. 2002. “Kiat Peningkatan Produktivitas Kerja”. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Soegoto, Dedi S.(2012) Modul Kkademik Metodologi Penelitian. Pasca Sarjana Magister Management. Universitas Komputer Indonesia.

Suryana, dkk. 2008. Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju

Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

Wibowo. 2007. “Manajemen Kinerja”. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

West, Michael A; Sacramento, Claudia A. (2006). Flourishing in Teams:

Developing Creativity and Innovation.

Wijanto, Setyo Hari. 2008. “Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8.”. Yogyakarta : Graha Ilmu

Yammarino, F.J., W.D. Spangler & B.M. Bass (1993), “Transformational

leadership and performance: A longitudinal investigation”, Leadership Quarterly,


(12)

182

SITUS INTERNET

http://psikologikreativitasump.wordpress.com/2011/12/19/definisi-pengertian-kreativitas-oleh-esty-kustanty-0807010024/ (Diakses pada 27-02-2013)

http://karyailmiah-ardhiprabowo.blogspot.com/2011/12/kreatif-definisi-menurut-beberapa-ahli.html (Diakses pada 27-02-2013)

http://erzaramdan.blogspot.com/2012/06/pengertian-kreativitas-dan-inovasi.html

(Diakses pada 27-02-2013)

http://www.pengertiandefinisi.com/2011/11/pengertian-inovasi.html (Diakses pada 27-02-2013)

http://initugasku.wordpress.com/2010/03/03/definisi-inovasi/ (Diakses pada 27-02-2013)

http://infodantutorial.blogspot.com/2012/04/pengertiandefinisiarti-inovasi-menurut.html (Diakses pada 27-02-2013)

http://pengusahamuslim.com/dua-belas-tips-team-building-bagaimana-membangun-tim-yang-efektif (Diakses pada 27-02-2013)

http://muhamadramadhan10.wordpress.com/2012/05/10/bab-ii-membangun-kreativitas-dan-inovasi/ (Diakses pada 27-02-2013)


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pada abad ke 21 ini, berbagai fenomena terjadi dan tantangan bermunculan

salah satunya adalah globalisasi dengan segala implikasinya. Globalisasi tentu

akan sangat mempengaruhi laju perkembangan organisasi maupun perusahaan,

dengan semakin ketatnya persaingan untuk mendapatkan kesempatan dan peluang

dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan serta aktualisasi perusahaan dengan

memanfaatkan kekuatan yang dimiliki perusahaan dan mencari solusi dari

kelemahan suatu perusahaan.

Di Indonesia sendiri salah satu industri yang sedang berkembang pesat

adalah industri kreatif. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia

mendefinisikan Industri kreatif sebagai “Industri yang berasal dari pemanfaatan

kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan

serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan

daya cipta individu tersebut”. Pengelompokan industri tersebut dibagi menjadi

periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, video, film &

fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan

percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan

pengembangan.

Berdasarkan buku Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang


(14)

2

peran industri kreatif dalam ekonomi Indonesia cukup signifikan dengan peran

kontribusi terhadap PDB rata-rata tahun 2002-2006 adalah sebesar 6,3% atau

setara dengan 104,6 Triliun rupiah (nilai konstan) dan 152,2 triliun rupiah (nilai

nominal). Industri ini telah mampu menyerap tenaga kerja rata-rata tahun

2002-2006 adalah sebesar 5,4 juta dengan tingkat partisipasi sebesar 5%. Jika ditinjau

dari sisi ekspor, maka berdasarkan estimasi, klasifikasi subsektor, peran ekonimi

kreatif terhadap total ekspor rata-rata untuk tahun 2002-2006 adalah sebesar

10,6%.

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Mari Elka Pangestu yang dikutip

dalam okezone.com menyatakan industri kreatif sepanjang 2002-2010

memberikan kontribusi PDB (Produk Domestik Bruto) rata-rata sebesar 7,74%. Lebih lanjut, Mari mengungkapkan, salah satu kota di Indonesia yang dinilai memiliki perkembangan industri kreatif yang baik adalah Bandung.

Studio Desain adalah salah satu industri kreatif dan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa dalam perancangan dan pembuatan ide gagasan dan konsep menjadi karya nyata yang dapat dinikmati dan diapresiasi oleh masyarakat banyak. Sebuah studio desain harus memiliki kreativitas, jiwa inovatif, keunikan dan ciri khas dalam merancang sebuah desain, ketepatan dalam menyelesaikan desain sesuai jadwal, dan kesesuaian antara masalah dan dalam pembuatan solusi desain. Di Bandung sendiri semakin banyak berdiri studio-studio desain, dengan berbagai keunggulannya. Persaingan antara studio desain semakin ketat karena apabila sebuah studio tidak dapat memberikan pelayanan yang memuaskan


(15)

3

kepada klien maka klien pun akan meninggalkan studio desain tersebut dan mencari studio desain yang lain.

Menurut Dermawan Wibisono, Manajemen Kinerja Konsep, Desain, dan

Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan, mengemukakan bahwa tingkat

persaingan perusahaan di abad 21 ini semakin ketat sejalan dengan

diberlakukannya era perdangangan bebas seperti AFTA (Asian Free Trade Area),

APEC (The Asia Pacific Economic Cooperation), NAFTA (North America Free

Trade Asia) dan ditandatanganinya berbagai macam persetujuan bilateral maupun

multibilateral yang pada intinya untuk mendukung persaingan bebas dalam

perdagangan, seperti GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), Eropa

Bersatu (European Union) dan sebagainya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi

era persaingan perdagangan bebas tersebut, banyak perusahaan di Indonesia baik

yang berskala besar, menengah maupun yang berskala kecil mulai menata ulang

strategi persaingannya dengan melakukan kajian terhadap tujuan strategik

perusahaan yang didasarkan atas kebutuhan pasar baik di tingkat lokal, nasional,

maupun internasional, dan juga melakukan evaluasi yang intens (terus menerus

secara mendalam) terhadap kompetensi internal perusahaan itu sendiri, termasuk

dalam hal ini melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan.

Dari fenomena yang terjadi di atas, maka perusahaan desain pun harus siap

dalam menghadapi era globalisasi ini, dimana proses perancangan desain dengan

klien semakin dipermudah dengan adanya teknologi yang berkembang dengan

pesat yang menunjang yaitu internet. Dengan internet proses perancangan desain


(16)

4

dengan fasilitas yang disediakan berbagai aplikasi berbasis internet. Manfaat

internet ini tentu tidak dirasakan oleh satu perusahaan melainkan semua

perusahaan di Indonesia dan dunia pada umumnya, sehingga persaingan akan

semakin ketat. Agar perusahaan tetap bertahan dan terus berkembang maka harus

berani dan siap menghadapi perubahan dan memenangkan persaingan. Sumber

daya yang dimiliki oleh perusahaan seperti modal, strategi bisnis, strategi

korporat, strategi fungsional, metode, kreativitas dan inovasi, gaya kepemimpinan

dan information technology (IT) tidak bisa memberikan hasil yang optimum

apabila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kinerja yang

optimum pula. Douglas (1996) menjelaskan bahwa perusahaan membutuhkan

karyawan yang mampu bekerja lebih baik dan lebih cepat, sehingga diperlukan

karyawan yang mempunyai kinerja (job performance) yang tinggi.

Untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan dalam mencapai

profitabilitas di perlukan kreativitas dan inovasi anggota organisasi. Dengan

adanya kreativitas dalam membuat sesuatu baik barang, gagasan yang bertujuan

memperindah, mempermudah cara kita bekerja diharapkan dapat meraih

keuntungan bagi perusahaan. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja

karyawan dalam memanfaatkan aset-aset perusahaan, diperlukan usaha yang

kreatif dan inovatif dalam menentukan sasaran-sasaran perusahaan.

Survey awal dilaksanakan untuk melihat bagaimanakah kinerja karyawan

yang terjadi dilapangan. Survey awal sendiri dilaksanakan pada 30 orang

responden yang merupakan para karyawan yang bekerja di studio desain kota


(17)

5

yang pertama bahwa sebanyak 66,67% karyawan dapat menyelesaikan

pekerjaannya sesuai dengan standar prosedur yag ditetapkan oleh perusahaan

dalam hal ini studio desain. Dari angka tersebut maka harus ada peningkatan agar

kinerja yang dihasilkan dapat lebih optimal. Yang kedua, mengenai disiplin dalam

melakukan pekerjaan memiliki angka 73,33% yang berarti disiplin kerja karyawan

sudah cukup baik. Dan terdapat masalah pada tingkat kehadiran tepat

waktu,dimana hanya sebesar 43,33% karyawan yang dapat hadir tepat waktu. Dari

data tersebut maka kehadiran tepat waktu sangat perlu untuk ditingkatkan agar

kinerja dapat lebih optimal.

Dalam ranah desain terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja

suatu karyawan, yaitu kreativitas, inovasi, dan gaya kepemimpinan. Untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh ketiga faktor tersebut maka dilakukan survey

awal di studio desain.

Faktor pertama yang mempengaruhi kinerja pegawai studio desain adalah

kreativitas. Setelah dilakukan survey awal mengenai kreativitas, maka didapat

data lapangan bahwa tingkat pemahaman karyawan terhadap pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya sudah baik dengan nilai sebesar 76,67%. Sehingga

mengindikasikan bahwa karyawan memiliki daya kreativitas yang relevan dan

sesuai dengan tanggung jawab yang diembannya. Hal kedua mengenai orisinalitas

ide dalam pembuatan karya memiliki angka yang minimum yaitu sebesar 43,33%

yang mengindikasikan bahwa karya yang dibuat bukan berdasarkan orisinalitas

ide dari karyawan tersebut. Dengan demikian hal kedua harus dilakukan penelitian


(18)

6

angka yang tidak terlalu tinggi yaitu sebesar 60% yang mengindikasikan bahwa

para karyawan tidak merasa perlu untuk meningkatkan kemampuan yang

dimilikinya.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi kinerja karyawan studio desain

adalah inovasi. Data lapangan mengenai inovasi didapat setelah melakukan survey

awal bahwa analisa kebutuhan konsumen menjadi salah satu bahan pertimbangan

karyawan dalam merumuskan sebuah konsep berkarya sudah baik dengan nilai

sebesar 80%, nilai ini mengindikasikan bahwa para karyawan sudah memahami

bahwa kebutuhan konsumen adalah prioritas. Hal kedua mengenai karyawan yang

senang melakukan dan mencoba hal-hal baru yang masih berkaitan dengan tema

pekerjaan cukup baik dengan nilai sebesar 63,33%. Hal ini mengindikasikan

bahwa karyawan kurang melakukan tindakan inovasi dalam bekerja. Hal ketiga

mengenai saat ketika karyawan melihat fenomena yang sudah ada, biasanya

karyawan akan mencoba mengadaptasinya menjadi sebuah ide yang baru dengan

nilai 50%, sehingga dibutuhkan sebuah peningkatan dalam kejelian karyawan

dalam melihat fenomena dan membuat sebuah gagasan baru untuk mencari solusi

terhadap fenomena yang terjadi. Hal keempat mengenai karyawan yang senang

mencari, menemukan dan menggunakan cara-cara baru dalam menyelesaikan

pekerjaan sebesar 46,67%, sehingga perlu adanya peningkatan dalam perilaku

inovatif karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Faktor penting lainnya yang menentukan kinerja karyawan dan kemampuan

organisasi beradaptasi dengan perubahan lingkungan menurut Bass et al.(2003),


(19)

7

(leadership). Kepemimpinan menggambarkan hubungan antara pemimpin

(leader) dengan yang dipimpin (follower) dan bagaimana seorang pemimpin

mengarahkan follower akan menentukan sejauhmana follower mencapai tujuan

atau harapan pimpinan (Locander et al 2002; Yammarino et al 1993). Konsep

kepemimpinan yang berkembang pesat adalah konsep kepemimpinan

transaksional dan tranformasional yang dipopulerkan oleh Bass pada tahun 1985

(Locander et al 2002 ). Kedua konsep kepemimpinan tersebut berbasiskan pada

gaya, perilaku dan situasi yang meliputi seorang pemimpin (Locander et al 2002 ).

Kepemimpinan transaksional berdasarkan prinsip pertukaran imbalan antara

pemimpin dengan bawahan dimana pemimpin mengharapkan imbalan berupa

kinerja bawahan yang tinggi sementara bawahan mengharapkan imbalan dan

penghargaan secara ekonomis dari pepimpin (Humphreys,2002 ;Rafferty &

Griffin 2004; Sarros & Santora 2001 ). Sedangkan kepemimpinan tranformasional

mendasarkan diri pada prinsip pengembangan bawahan (follower development).

Pemimpin mengembangkan dan mengarahkan potensi dan kemampuan bawahan

untuk mencapai bahkan melampaui tujuan organisasi (Dvir et al 2002 ).

Setalah melakukan survey awal didapat data lapangan bahwa 43,33%

karyawan belum memahami visi dan misi perusahaan pada saat mereka bergabung

dalam perusahaan sehingga perlu ditingkatkannya sosialisasi dan penanaman visi

misi pada benak karyawan. Dan 63,33% pemimpin perusahan yang berhasil

mengajak semua karyawannya untuk berani memiliki harapan tinggi, hal ini sudah

cukup baik namun perlu adanya peningkatan lagi. Untuk hal waktu pimpinan yang


(20)

8

hanya bernilai 46,67%. Begitu pun dengan sesi konsultasi yang diadakan secara

individual oleh pemimpin yang memiliki nilai agak rendah yaitu sebesar 46.67%.

Dan nilai untuk memotivasi karyawan memiliki nilai sebesar 60%. Kemudian

sebesar 66,67% pimpinan merupakan orang yang aktif dalam mengevaluasi

kinerja karyawan.

Dengan paparan data faktual lapangan dan fenomena yang terjadi serta

semakin banyak studio desain yang berdiri membuat persaingan dalam

mendapatkan proyek semakin ketat. Oleh karena itu dibutuhkannya keunggulan

lebih dari suatu studio desain agar dapat mengalahkan para pesaingnya. Kinerja

yang baik dan optimal sangat dibutuhkan demi menunjang visi dan misi

perusahaan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisa seberapa besar signifikansi

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan studio desain di Bandung,

yaitu kreativitas, inovasi, dan gaya kepemimpinan.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan latar belakang maka dapat diidentifikasikan masalah yang

terjadi di studio desain di Bandung dalam hal kreativitas adalah masih kurangnya

penemuan hal-hal baru dan ide gagasan yang kontemporer demi mendukung

permintaan pasar akan produk kreatif. Dalam hal inovasi dimana karyawan masih

kurang berani untuk mengaplikasikan ide-ide kreatif yang ia miliki dalam

penyelesaikan masalah atau pengembangan produk baru. Gaya kepemimpinan pun


(21)

9

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpinan yang masih kurang

terstruktur. kinerja pada studio desain pun masih belum optimal dan unggul.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan maka dapat

diambil perumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara kreativitas dan inovasi studio desain di

Bandung?

2. Apakah terdapat pengaruh kreativitas terhadap gaya kepemimpinan studio

desain di Bandung?

3. Apakah terdapat pengaruh inovasi terhadap gaya kepemimpinan studio desain

di Bandung?

4. Apakah terdapat pengaruh kreativitas terhadap kinerja karyawan Studio

Desain di Bandung?

5. Apakah terdapat pengaruh inovasi terhadap kinerja karyawan Studio Desain

di Bandung?

6. Apakah terdapat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan

Studio Desain di Bandung?

7. Apakah terdapat pengaruh kreativitas, inovasi dan gaya kepemimpinan


(22)

10

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka dapat disimpulkan tujuan penelitian

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menggambarkan hubungan antara kreativitas dan

inovasi studio desain di Bandung

2. Untuk mengetahui dan menggambarkan pengaruh kreativitas terhadap gaya

kepemimpinan studio desain di Bandung

3. Untuk mengetahui dan menggambarkan pengaruh inovasi terhadap gaya

kepemimpinan studio desain di Bandung

4. Untuk mengetahui dan menggambarkan pengaruh kreativitas terhadap kinerja

karyawan Studio Desain di Bandung

5. Untuk mengetahui dan menggambarkan pengaruh inovasi terhadap kinerja

karyawan Studio Desain di Bandung

6. Untuk mengetahui dan menggambarkan pengaruh gaya kepemimpinan

terhadap kinerja karyawan Studio Desain di Bandung

7. Untuk mengetahui dan menggambarkan pengaruh kreativitas, inovasi dan


(23)

11

1.5. Kegunaan Penelitian

Beberapa manfaat yang bisa diberikan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1.5.1.Kegunaan Akademis 1. Pengembangan Ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian ilmiah

dari teori-teori yang sudah pernah didapat dan mengaplikasikannya secara

empiris dibidang desain.

2. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk menambah wawasan

pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut terkait

masalah kreativitas, inovasi, gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan.

1.5.1. Kegunaan praktis 1. Pemerintah

Bagi pemerintah khususnya dinas terkait diharapkan dapat bermanfaat untuk

mengambil salah-satu kebijakan yang tepat dalam meningkatkan dan

mengembangkan indutri kreatif di Bandung khususnya subsektor Industri

Desain.

2. Studio Desain

Studio desain dapat mengetahui aspek-aspek penting dalam upaya

pengembangan perusahaan dan mengambil tindakan-tindakan dengan


(24)

12

meningkatkan kinerja karyawan yang berdampak positif pada kemajuan

perusahaan.

3. Masyarakat/Konsumen

Bagi Masyarakat agar turut berpartisipasi dalam pertumbuhan

perekonomian bangsa terutama industri kreatif subsektor industri desain

yang dihasilkan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah.

1.6. Pembatasan Masalah dan Asumsi

Pada penelitian ini diambil sebuah pembatasan masalah agar ruang lingkup

kajian lebih terarah dan pembahasannya fokus pada tujuan. Adapun batasan

masalah yang diambil adalah mengenai pengaruh kreativitas, inovasi, gaya

kepemimpinan, dan kinerja karyawan pada studio desain Bandung.

Asumsi penelitian ini adalah bahwa terdapat pengaruh antara kreativitas,

inovasi, gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Seseorang yang inovatif

maka ia akan memiliki perilaku kreatif namun tidak semua orang kreatif akan

memiliki perilaku inovatif. Sehingga kedua variabel ini sangat berkaitan.

Kreativitas dan inovasi tidak akan terealisasi apabila gaya kepemimpinan dari

sebuah perusahaan tidak fleksibel sehingga akan menghambat berkembangnya

ide-ide baru dan terhambatnya aplikasi-aplikasi, jasa, maupun produk baru. Maka

dari itu gaya kepemimpinan memegang peranan penting dalam terealisasinya


(25)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Kreativitas

Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu

kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan

paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009).

Lebih lanjut Munandar menjelaskan bahwa kreativitas adalah kemampuan

untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsure-unsur

yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat

berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Adapun David Campbell mengemukakan kreativitas sebagai salah satu

kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya:

1) Baru atau novel, yang diartikan sebagai inovatif, belum ada sebelumnya,

segar, menarik, aneh dan mengejutkan.

2) Berguna atau useful, yang diartikan sebagai lebih enak, lebih praktis,

mempermudah, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan

masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil

yang baik.

3) Dapat dimengerti atau understandable, yang diartikan hasil yang sama dapat


(26)

14

yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti, tak dapat diramalkan dan tak

dapat diulangi.

2.1.1.1. Ciri-Ciri Perilaku Kreatif

Guilford (dalam Munandar 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas

dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking)

Kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran

seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah

kuantitas, dan bukan kualitas.

b. Keluwesan berpikir (flexibility)

Kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau

pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari

sudut pandang yang beda, mencari alternatif atau arah yang

berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara

pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir.

Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan


(27)

15

c. Elaborasi (elaboration)

Kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau

memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga

menjadi lebih menarik.

d. Originalitas (originality)

Kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk

mencetuskan gagasan asli.

Ciri-ciri perilaku kreatif yang dikemukakan oleh Torrence (dalam Utami

Munandar, 2009) adalah:

1. Berani dalam pendirian, berarti ia berani mempertahankan pendiriannya

meskipun tidak sama dengan kebanyakan orang.

2. Memiliki sifat ingin tahu

3. Mandiri dalam berpikir dan menilai sesuatu

4. Menjadi orang yang berpikir dengan tugas-tugasnya

5. Bersifat intuitif atau mendasarkan pada gerak hati dalam pemenuhan

kebutuhan

6. Orang yang teguh

7. Tidak mudah menerima penilaian dari orang lain, meskipun banyak orang


(28)

16

Sementara itu dinyatakan oleh Utami Munandar (2009) bahwa

karakteristik orang kreatif berdasarkan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Orang yang bebas dalam berpikir

2. Orang yang memiliki daya imajinasi

3. Bersifat ingin tahu

4. Ingin mencari pengalaman baru

5. Mempunyai inisiatif

6. Bebas dalam mengemukakan pendapat

7. Memiliki minat yang luas dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat

8. Memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang cukup besar.

9. Tidak mau menerima pendapat orang lain begitu saja

10. Tidak pernah bosan, dalam arti jarang putus asa dan akan selalu mencoba lagi

sampai dapat memecahkan masalahnya.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan ciri-ciri perilaku kreatif

antara lain:

1. Berani dalam berpendirian, yaitu individu yang memiliki keberanian untuk

menyatakan dan mempertahankan pendapat, yang diyakini kebenarannya

meskipun bertentangan dengan sebagian besar orang lain.

2. Tidak pernah berputus asa, yaitu orang yang tidak pernah bosan untuk

mencoba dan mencoba lagi, sampai ia dapat menemukan jawaban


(29)

17

3. Mempunyai inisiatif, yaitu orang yang selalu tampil di depan dalam

menghadapi persoalan dan tidak pernah ragu untuk memulai sesuatu dimana

orang lain ragu melakukannya serta selalu menjadi pencetus dalam

pemecahan masalah.

4. Menyukai pengalaman baru, yaitu orang yang suka mencari pengalaman

untuk menambah wawasan dan pengetahuan serat menyukai tantangan yang

menguji kemampuan.

5. Mempunyai daya cipta, yaitu orang yang mempunyai ide -ide serta mampu

mewujudkan dalam perilaku dan mampu menciptakan hal-hal dan suasana

baru dalam interaksinya dengan lingkungan.

6. Mempunyai minat luas, yaitu orang yang tertarik dalam berbagai hal dan

berusaha menguasainya sebisa mungkin.

7. Memiliki rasa percaya diri, yaitu orang yang memiliki keyakinan akan

kemampuan dirinya bekerja sendiri, bersikap optimis dan dinamis.

2.1.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas

Menurut Rogers (dalam Munandar 2009), faktor-faktor yang dapat

mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya:

a. Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)

Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya

untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan

mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan


(30)

hubungan-18

hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya

sepenuhnya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang

menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan

sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian,

dorongan, dan pelatihan dari lingkungan.

Menurut Rogers (dalam Munandar 2009), kondisi internal (interal press)

yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:

1) Keterbukaan terhadap pengalaman

Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala

sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima

apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan terhadap

pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap konsep

secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis. Dengan demikian

individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan.

2) Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi

seseorang (internal locus of evaluation)

Pada dasarnya penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama

ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang

lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan

masukan dan kritikan dari orang lain.

3) Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan konsep-konsep.

Merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang


(31)

19

b. Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)

Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat

mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang

penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan

kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap

jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan

dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada

lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam

masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Rogers

menyatakan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas

ditandai dengan adanya:

1) Keamanan psikologis

Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling

berhubungan, yaitu:

a) Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan

dan keterbatasannya.

b) Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi

eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai


(32)

20

c) Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan,

pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari sudut

pandang mereka dan menerimanya.

2) Kebebasan psikologis

Lingkungan yang bebas secara psikologis, memberikan kesempatan

kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis

pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya.

Munandar (2009) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

kreativitas dapat berupa kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang

berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari

kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan

ketrampilan. Faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan kepercayaan

diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat berbagai faktor

lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau perbedaan kreativitas

yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993) yaitu:

a. Jenis kelamin

Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak

perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian

besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan


(33)

21

oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para

orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

b. Status sosial ekonomi

Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif

daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang lebih rendah.

Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih

banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang

diperlukan bagi kreativitas.

c. Urutan kelahiran

Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang

berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan. Anak

yang lahir di tengah, lahir belakangan dan anak tunggal mungkin memiliki

kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir

pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua,

tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada

pencipta.

d. Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif

daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak

yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang menguntungkan mungkin


(34)

22

e. Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan

Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak lingkungan

pedesaan.

f. Inteligensi

Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar

daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan

baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak

penyelesaian bagi konflik tersebut.

2.1.1.3. Dimensi Kreativitas

Dimensi kreativitas terbagi menjadi 4 jenis yaitu dimensi Person, Proccess,

Press, Product yang biasa dikenal dengan Four P’s Creativity. Adapun

pengertiannya sebagai berikut:

a. Definisi kreativitas dalam dimensi Person

Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang

berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif.

Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau

kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat.

Sedangkan Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari

keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.


(35)

23

b. Kreativitas dalam dimensi Process

Definisi pada dimensi proses adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang

berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau

kreatif.

Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau

kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan

orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi

(mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi

ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi).

Selain pendapat yang diuraikan diatas ada pendapat lain yang menyebutkan

proses terbentuknya kreativitas sebagai berikut :

Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat

tahap dalam proses kreatif yaitu:

1) Tahap Persiapan

Tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk

memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas

dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang

dialami.

2) Inkubasi

Tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar.

Tahap ini berlangsung dalan waktu yang tidak menentu, bisa lama

(berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya


(36)

24

kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan

teringat kembali pada akhir tahap pengeraman dan munculnya tahap

berikutnya.

3) Tahap Iluminasi

Tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan

masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti

dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata “now, I see”, itu yang kurang

lebihnya berarti “oh ya”.

4) Tahap Verifikasi

Tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang

sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.

c. Definisi Kreativitas dalam dimensi Press/dorongan

Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau

dorongan, baik dorongan internal (diri sendiri) berupa keinginan dan hasrat

untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal

(dari lingkungan sosial dan psikologis).

Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai

imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas

juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi,


(37)

25

d. Definisi Kreativitas dalam dimensi Product

Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan

kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu

baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang

inovatif.

Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan pada

orisinalitas, seperti yang dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan

bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan

sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (1962) yang menyatakan

kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru

yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak

hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu

yang sudah ada sebelumnya.

Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk

menjelaskan makna dari kreativitas yang dikaji dari empat dimensi yang

memberikan definisi saling melengkapi. Untuk itu kita dapat membuat

berbagai kesimpulan mengenai definisi tentang kreativitas dengan acuan

beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli.

2.1.2. Inovasi

Istilah inovasi dalam organisasi pertama kali diperkenalkan oleh

Schumpeter pada tahun 1934. Inovasi dipandang sebagai kreasi dan implementasi


(38)

26

proses kerja, pasar, kebijakan dan sistem baru. Dalam inovasi dapat diciptakan

nilai tambah, baik pada organisasi, pemegang saham, maupun masyarakat luas.

Oleh karenanya sebagian besar definisi dari inovasi meliputi pengembangan dan

implementasi sesuatu yang baru menurut De Jong & Den Hartog, (2003).

Menurut Zimmerer (dalam Suryana, 2009) Inovasi adalah kemampuan

untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk

meningkatkan atau untuk memperkaya kehidupan orang-orang.

Everett M. Rogers (1983), mendefisisikan bahwa inovasi adalah suatu ide,

gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal

yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.

Stephen Robbins (1994), mendefinisikan, inovasi sebagai suatu gagasan

baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau

proses dan jasa.

Berdasarkan pengertian tersebut, Robbins lebih memfokuskan pada tiga hal

utama yaitu :

1. Gagasan baru yaitu suatu olah pikir dalam mengamati suatu fenomena yang

sedang terjadi, termasuk dalam bidang pendidikan, gagasan baru ini dapat

berupa penemuan dari suatu gagasan pemikiran, Ide, sistem sampai pada

kemungkinan gagasan yang mengkristal.

2. Produk dan jasa yaitu hasil langkah lanjutan dari adanya gagasan baru yang

ditindak lanjuti dengan berbagai aktivitas, kajian, penelitian dan percobaan


(39)

27

jasa yang siap dikembangkan dan dimplementasikan termasuk hasil inovasi

dibidang pendidikan.

3. Upaya perbaikan yaitu usaha sistematis untuk melakukan penyempurnaan dan

melakukan perbaikan (improvement) yang terus menerus sehingga buah

inovasi itu dapat dirasakan manfaatnya.

2.1.2.1. Ciri-ciri Inovasi

Menurut Munandar (2006) terdapat empat ciri-ciri dalam suatu inovasi,

diantaranya adalah:

1. Memiliki kekhasan / khusus artinya suatu inovasi memiliki ciri yang khas

dalam arti ide, program, tatanan, sistem, termasuk kemungkinan hasil yang

diharapkan.

2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan, dalam arti suatu inovasi harus memiliki

karakteristik sebagai sebuah karya dan buah pemikiran yang memiliki kadar

Orsinalitas dan kebaruan.

3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana, dalam arti

bahwa suatu inovasi dilakukan melalui suatu proses yang yang tidak

tergesa-gesa, namun kegiatan inovasi dipersiapkan secara matang dengan program

yang jelas dan direncanakan terlebih dahulu.

4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan, program inovasi yang dilakukan

harus memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi untuk


(40)

28

2.1.2.2. Jenis-jenis Inovasi

Jenis-jenis Inovasi berdasarkan kecepatan perubahan inovasi menurut Scot

& Bruece (dalam De Jong dan Den Hartog, 2008):

1. Inovasi radikal

Inovasi radikal dilakukan dalam skala besar, dilakukan oleh para ahli

dibidangnya dan biasanya dikelola oleh departemen penelitian dan

pengembangan.Inovasi radikal ini sering kali dilakukan di bidang manufaktur

dan lembaga jasa keuangan.

2. Inovasi inkremental

Inovasi inkremental merupakan proses penyesuaian dan

mengimplementasikan perbaikan yang berskala kecil, dilakukan oleh semua

pihak yang terkait, hadir setiap kali dan tidak terstruktur serta bersumber dari

kemampuan untuk memberikan hasil desain yang sesuai bagi pengguna

layanan mereka. Inovasi inkremental terlihat pada sektor akuntansi,

administrasi, teknik, komputer, manajemen. perdagangan retail, pelayanan

pribadi, hotel dan restaurant.

Inovasi yang sesuai dengan perilaku inovatif adalah inovasi inkremental.

Dalam hal ini, yang melakukan inovasi bukan hanya para ahli saja tetapi

semua karyawan yang terlibat dalam proses inovasi tersebut. Oleh karenanya


(41)

29

Inovasi inkremental terlihat pada sektor kerja, yaitu sebagai berikut:

a. Knowledge-intensive service

Meliputi pengembangan ekonomi, administrasi, R&D service, teknik,

komputer, dan manajemen. Sumber utama inovasi adalah kemampuan

untuk memberikan hasil desain yang sesuai untuk pengguna layanan

merek. Inovasi terjadi setiap saat dan tidak terstruktur.

b. Supplier-dominated services

Meliputi perdagangan retail, pelayanan pribadi (seperti potong rambut),

hotel dan restoran.

Berdasarkan fungsi (Brazeal & Herbert, 1997), ada 2 inovasi :

a. Inovasi teknologi (produk, pelayanan atau proses produksi)

b. Inovasi administrasi (organisasional, struktural, dan sosial)

2.1.2.3. Sifat Perubahan Dalam Inovasi

Utami Munandar (2006) mengemukakan bahwa ada enam sifat perubahan

dalam sebuah inovasi, yaitu:

1. Penggantian (substitusi)

2. Perubahan (alternation)

3. Penambahan (addition)

4. Penyusunan kembali (restructuring)

5. Penghapusan (elimination)


(42)

30

2.1.2.4. Perilaku Inovatif

Pengertian perilaku inovatif menurut Wess & Farr (dalam De Jong & Kemp,

2003) adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan,

memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal ‘baru’, yang bermanfaat dalam

berbagai level organisasi.

Tiga Hal Perilaku Inovatif (John Adair, 1996), yaitu:

Generating Ideas

Individu/kelompok dlm menghasilkan gagasan utk mengembangkan produk,

proses, pelayanan yg ada sebelumnya atau menciptakan sesuatu yg baru.

Harvesting Ideas

Masih meliputi kelompok yg sama dlm mengumpulkan, menyaring &

mengevaluasi gagasan.

Developing and Implementing These Idea

Masih melibatkan kelompok dlm mengembangkan & meningkatkan gagasan

sampai pada diberikannya tanggapan yg berasal dari orang lain.

Karakter Individu yang memiliki karakter inovatif (George JM dan Zhou J, 2001),

diantaranya:

a. Mencari tahu teknologi baru, proses, teknik, ide-ide baru

b. Menghasilkan ide-ide kreatif

c. Memajukan dan memperjuangkan ide-ide ke org lain

d. Meneliti & menyediakan sumber daya yang diperlukan utk mewujudkan


(43)

31

e. Mengembangkan rencana dan jadwal yang matang utk mewujudkan ide baru

tersebut.

f. Kreatif

Tahap-tahap perilaku inovatif (Scott SG & Bruce RA, 1994) adalah sebagai

berikut:

1. Perilaku inovasi dimulai dari pengenalan masalah dan penghimpunan ide atau

solusi, dpt berupa sesuatu yg baru atau merupakan adaptasi dari situasi yg

lain.

2. Berusaha mencari dukungan untuk ide tersebut dan mencoba membangun

kerjasama antar pendukung ide.

3. Menyelesaikan ide tersebut dengan membuat modul atau prototipe inovasi

dalam wujud nyata yg dpt dirasakan atau disentuh dan mengubahnya ke arah

penggunaan yg produktif atau terlembagakan.

2.1.2.5. Karakteristik Inovasi

Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi, yaitu:i:

1. Keunggulan relatif (relative advantage)

Derajat di mana suatu inovasi dianggap lebih baik unggul daripada

yang pernah ada. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi

ekonomi, prestise sosial, kenyamanan. dan kepuasan. Semakin besar

keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi.Semakin cepat inovasi


(44)

32

2. Kompatibilitas (compatibility)

Derajat di mana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan

nilai-nilai yang berlaku. pengalaman masa lalu, dan kebutuhan pengadopsi.

Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai

dengan nilai dan norma yang berlaku, inovasi itu tidak dapat diadopsi

dengan mudah sebagairnana halnya dengan inovasi yang sesuai

(compatible).

3.Kerumitan (complexity)

Derajat di mana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk

dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan

mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang

sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi.

semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

4. Kemampuan diujicobakan (trialability)

Derajat di mana suatu inovasi dapat diuji coba batas tertentu. Suatu

inovasi yang dapat diujicobakan dalam seting sesungguhnya umumnya

akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi. suatu

inovasi harus mampu mengemukakan keunggulannya.

5.Kemampuan untuk diamati (observability)

Derajat di mana hasil suatu inovasi dapat dilihat orang lain. Semakin

mudah seseorang melihat hasil suatu inovasi., semakin besar kemungkinan


(45)

33

Semakin besar keunggulan relatif, kesesuaian.. kemampuan untuk

diujicobakan, dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil

kerumitannya, semakin cepat inovasi dapat diadopsi.

2.1.2.6. Aspek-aspek Inovasi

Menurut De Jong & Den Hartog (2003) Perilaku inovatif dapat

didefinisikan sebagai semua tindakan individu yang diarahkan pada generasi,

pengenalan dan penerapan baru yang bermanfaat pada setiap tingkat organisasi.

De Jong & Den Hartog (2003) merinci lebih mendalam perilaku inovatif dalam

melakukan proses inovasi menjadi 4 aspek sebagai berikut:

1) Melihat Peluang

Melihat peluang bagi karyawan untuk mengidentifikasi berbagai

peluang/kesempatan yang ada. Peluang dapat berawal dari ketidak samaan dan

diskontinuitas yang terjadi karena adanya ketidak sesuaian dengan pola yang

diharapkan misalnya timbulnya masalah pada pola kerja yang sudah berlangsung,

adanya kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi, atau adanya indikasi trends

yang sedang berubah.

2) Mengeluarkan Ide

Dalam fase ini, karyawan mengeluarkan konsep baru dengan tujuan untuk

perbaikan. Hal ini meliputi mengeluarkan ide sesuatu yang baru atau

memperbaharui pelayanan, pertemuan dengan klien dan teknologi pendukung.


(46)

34

informasi dan konsep yang telah ada sebelumnya untuk memecahkan masalah dan

atau meningkatkan kinerja.

3) Memperjuangkan

Maksudnya disini untuk mengembangkan dan mengimplementasikan ide,

karyawan harus memiliki perilaku yang mengacu pada hasil. Perilaku Inovasi

Konvergen meliputi usaha menjadi juara dan bekerja keras. Seorang yang

berperilaku juara mengeluarkan seluruh usahanya pada ide kreatif. Usaha menjadi

juara meliputi membujuk dan mempengaruhi karyawan dan juga menekan dan

bernegosiasi. Untuk mengimplementasikan inovasi sering dibutuhkan koalisi,

mendapatkan kekuatan dengan menjual ide kepada rekan yang berpotensi.

4) Aplikasi

Dalam fase ini meliputi perilaku karyawan yang ditujukan untuk

membangun, menguji, dan memasarkan pelayanan baru. Hal ini berkaitan dengan

membuat inovasi dalam bentuk proses kerja yang baru ataupun dalam proses rutin

yang biasa dilakukan.

2.1.3. Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di

antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata

yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C. Rost.,1993).

Dari literatur diketahui terdapat teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu

dilahirkan, bukan dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi


(47)

35

dengan yang dipimpin. Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin timbul karena

situasi yang memungkinkan ia ada. Dan teori paling baru melihat kepemimpinan

melalui prilaku organisasi.

Kepemimpinan adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku

bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai

tujuan organisasi.

Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang digunakan

pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan

merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang

tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.

Menurut Humphreys (2002) maupun Liu et al. (2003) gaya kepemimpinan

ada dua yaitu kepemimpinan transformational dan kepemimpinan transactional, berdasarkan konsep yang dipopulerkan oleh Bass pada tahun 1985 ini mampu mengakomodir konsep kepemimpinan yang mempunyai spektrum

luas, termasuk mencakup pendekatan perilaku, pendekatan situasional, sekaligus

pendekatan kontingensi.

2.1.3.1.Kepemimpinan Transformasional (transformational leadership)

Pemimpin transformasional mengevaluasi kemampuan dan potensi

masing-masing bawahan untuk menjalankan suatu tugas/pekerjaan, sekaligus melihat

kemungkinan untuk memperluas tanggung jawab dan kewenangan bawahan di

masa mendatang. Sebaliknya, pemimpin transaksional memusatkan pada


(48)

36

jawab dan wewenang bawahan demi kemajuan bawahan. Perbedaan tersebut

menyebabkan konsep kepemimpinan transaksional dan transformasional

diposisikan pada satu kontinuum dimana keduanya berada pada ujung yang

berbeda (Dvir et al., 2002).

Humphreys (2002) menegaskan bahwa hubungan antara atasan dengan

bawahan dalam konteks kepemimpinan transformasional lebih dari sekedar

pertukaran “komoditas” (pertukaran imbalan secara ekonomis), tapi sudah

menyentuh sistem nilai (value system). Pemimpin transformasional mampu

menyatukan seluruh bawahannya dan mampu mengubah keyakinan (beliefs),

sikap, dan tujuan pribadi masing-masing bawahan demi mencapai tujuan, bahkan

melampaui tujuan yang ditetapkan (Humphreys, 2002; Liu et al., 2003; Rafferty

& Griffin, 2004; Yammarino et al., 1993). Bass et al. (2003) serta Humphreys

(2002) menjelaskan kemampuan pemimpin transformasional mengubah sistem

nilai bawahan demi mencapai tujuan diperoleh dengan mengembangkan salah satu

atau seluruh faktor yang merupakan dimensi kepemimpinan transformasional,

yaitu: karisma (kemudian diubah menjadi pengaruh ideal atau (idealized influence), inspirasi (inspirational motivation), pengembangan intelektual (intellectual stimulation), dan perhatian pribadi (individualized consideration).

Idealized influencemenurut Sarros dan Santora (2001) merupakan perilaku

(behavior) yang berupaya mendorong bawahan untuk menjadikan pemimpin

mereka sebagai panutan (role model). Pada mulanya, dimensi ini dinamakan

karisma, namun karena mendapat banyak kritik maka istilah karisma diubah


(49)

37

(transcendent power) yang diyakini oleh bawahan dimiliki oleh pemimpinnya,

sehingga bawahan percaya sepenuhnya dan mau melakukan apa saja demi

pemimpinnya (true believer). Aspek tersebut tidak dimiliki oleh setiap orang dan

selama ini tidak tercakup dalam kajian kepemimpinan transformasional, sehingga

dimensi ini tidak tepat disebut karisma. Kajian mengenai dimensi ini lebih

terpusat pada pemimpin yang memiliki visi jauh kedepan dan mampu

menanamkan visi tersebut dalam diri bawahan (Rafferty & Griffin, 2004).

Lebih jauh, pemimpin yang mempunyai idealized influence selain mampu

mengubah pandangan bawahan tentang apa yang penting untuk dicapai pada saat

ini maupun masa mendatang (visi), juga mau dan mampu berbagi resiko dengan

bawahan, teguh dengan nilai, prinsip, dan pendiriannya, sehingga bawahan

percaya, loyal, dan menghormatinya (Bass et al., 2003; Humphreys, 2002; Sarros

& Santora, 2001; Yammarino et al., 1993). Idealized influence merupakan

dimensi terpenting kepemimpinan transformasional karena memberikan inspirasi

dan membangkitkan motivasi bawahan (secara emosional) untuk menyingkirkan

kepentingan pribadi demi pencapaian tujuan bersama (Humphreys, 2002; Rafferty

& Griffin, 2004).

Inspirational motivation menurut Humphreys (2002) serta Rafferty dan Griffin (2004) memiliki korelasi yang erat dengan idealized influence. Seperti

dijelaskan sebelumnya, pemimpin transformasional memberi nspirasi kepada

bawahan untuk memusatkan perhatian pada tujuan bersama dan melupakan

kepentingan pribadi. Inspirasi dapat diartikan sebagai tindakan atau kekuatan


(50)

38

Keeratan dua dimensi ini mendorong munculnya pandangan untuk menyatukan

kedua dimensi ini dalam satu konstruk. Namun dalam penelitian ini, idealized

influence dan inspirational motivation diposisikan sebagai dua konstruk yang

berbeda dimana idealized influence mempunyai makna yang lebih dalam daripada

inspirational motivation, atau dengan kata lain, inspirational motivation

merupakan sisi luar atau perwujudan idealized influence (Humphreys, 2002;

Rafferty & Griffin, 2004).

Inspirational motivation menurut Humpherys (2002) berbentuk komunikasi

verbal atau penggunaan simbol-simbol yang ditujukan untuk memacu semangat

bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan akan arti penting visi dan misi

organisasi sehingga seluruh bawahannya terdorong untuk memiliki visi yang

sama. Kesamaan visi memacu bawahan untuk bekerja sama mencapai tujuan

jangka panjang dengan optimis. Sehingga pemimpin tidak saja membangkitkan

semangat individu tapi juga semangat tim (Bass et al., 2003).

Intellectual stimulation, merupakan faktor penting kepemimpinan transformasional yang jarang memperoleh perhatian (Rafferty & Griffin, 2004).

Intellectual stimulation merupakan perilaku yang berupaya mendorong perhatian

dan kesadaran bawahan akan permasalahan yang dihadapi. Pemimpin kemudian

berusaha mengembangkan kemampuan bawahan untuk menyelesaikan

permasalahan dengan pendekatanpendekatan atau perspektif baru. Dampak

intellectual stimulation dapat dilihat dari peningkatan kemampuan bawahan dalam

memahami dan menganalisis permasalahan serta kualitas pemecahan masalah


(51)

39

et al., 1993). Bass et al. (2003) serta Sarros dan Santora (2001) berpandangan

bahwa intellectual stimulation pada prinsipnya memacu bawahan untuk lebih

kreatif dan inovatif dalam memahami dan memecahkan masalah. Bawahan

didorong untuk meninggalkan cara-cara atau metode-metode lama dan dipacu

untuk memberikan ide dan solusi baru. Bawahan bebas menawarkan metode baru

dan setiap ide baru tidak akan mendapat kritikan atau celaan. Sebaliknya,

pemimpin berusaha meningkatkan moral bawahan untuk berani berinovasi.

Pemimpin bersikap dan berfungsi membina dan mengarahkan inovasi dan

kreativitas bawahan.

Invidualized consideration atau perhatian pribadi. Individualized consideration mengarah pada pemahaman dan perhatian pemimpin pada potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap bawahannya. Pemimpin menyadari

perbedaan kemampuan, potensi, dan juga kebutuhan bawahan. Pemimpin

memandang setiap bawahannya sebagai aset organisasi. Oleh sebab itu,

pemahaman pemimpin akan potensi dan kemampuan setiap bawahan

memudahkannya membina dan mengarahkan potensi dan kemampuan terbaik

setiap bawahan (Bass et al., 2003; Sarros & Santora, 2001; Yammarino et al.,


(52)

40

2.1.3.2.Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) mendasarkan diri

pada prinsip transaksi atau pertukaran antara pemimpin dengan bawahan.

Pemimpin memberikan imbalan atau penghargaan tertentu (misalnya, bonus)

kepada bawahan jika bawahan mampu memenuhi harapan pemimpin (misalnya,

kinerja karyawan tinggi). Di sisi lain, bawahan berupaya memenuhi harapan

pemimpin disamping untuk memperoleh imbalan atau penghargaan, juga untuk

menghindarkan diri dari sanksi atau hukuman. Di sini tercipta hubungan

mutualisme dan kontribusi kedua belah pihak akan memperoleh imbalan (Bass et

al., 2003; Humphreys, 2002; Liu et al., 2003; Yammarino et al., 1993). Sarros dan

Santora (2001) menyebutkan bahwa imbalan yang dikejar dua belah pihak lebih

bersifat ekonomi. Kebutuhan fisik dan materi bawahan berusaha dipenuhi oleh

pemimpin dan sebagai balasannya, pemimpin memperoleh imbalan berupa

performa bawahan yang tinggi.

Waldman et al. (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional

“beroperasi” pada sistem atau budaya yang sudah ada (eksisting) dan tujuannya

adalah memperkuat strategi, sistem, atau budaya yang sudah ada, bukan

bermaksud untuk mengubahnya. Oleh sebab itu, pemimpin transaksional selain

berusaha memuaskan kebutuhan bawahan untuk “membeli” performa, juga

memusatkan perhatian pada penyimpangan, kesalahan, atau kekeliruan bawahan

dan berupaya melakukan tindakan korektif.

Humphreys (2002) serta Yammarino et al. (1993) menyebutkan bahwa


(53)

41

sehingga berkembang menjadi paradigma praktek kepemimpinan dalam

organisasi.

Kepemimpinan transaksional menurut beberapa pakar memiliki dua karakter

yang dinamakan contingent reward dan management by exception. Pemimpin transaksional yang mempunyai karakter contingent reward akan menjelaskan

tujuan dan sasaran yang hendak dicapainya dan mengarahkan bawahan untuk

mencapainya. Besar kecilnya imbalan (reward) akan tergantung pada (contingent)

sejauh mana bawahan mencapai tujuan dan sasaran tersebut (Bass et al., 2003;

Humphreys, 2002; Yammarino et al., 1993).

Sedangkan pemimpin transaksional berkarakter management by exception

dapat dibagi lagi kedalam dua sifat, yaitu aktif dan pasif. Pada active management

by exception, pemimpin menetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai

berikut standar kerja yang harus dipatuhi. Jika terjadi penyimpangan, pemimpin

tidak segan menjatuhkan sanksi kepada bawahan. Pemimpin dengan sifat seperti

ini akan cenderung mengawasi bawahan dengan ketat dan segera melakukan

tindakan korektif apabila muncul penyimpangan, kekeliruan, atau kesalahan.

Sementara pada passive management by exception, pemimpin menghindari

tindakan korektif atau “keributan” dengan bawahan selama tujuan dan sasaran

yang disepakati bersama tercapai (Bass et al., 2003; Humphreys, 2002;

Yammarino et al., 1993).

Bass et al. (2003) maupun Sarros dan Santora (2001) menjelaskan bahwa

karakter contingent reward menggambarkan hubungan timbal balik yang positif


(54)

42

pengarahan dalam proses mencapai tujuan sebagai upaya memacu performa

bawahan. Di sisi lain, bawahan terdorong untuk mengerahkan kemampuan terbaik

karena besar kecilnya imbalan akan tergantung pada sejauhmana mereka

mencapai tujuan. Sebaliknya, management by exception (aktif maupun pasif)

menurut Yammarino et al. (1993) dapat berdampak negatif terhadap kinerja

bawahan karena bawahan takut membuat kesalahan untuk menghindari sanksi

sehingga merasa bekerja di bawah tekanan. Kondisi ini menyebabkan proses

organisasi tidak akan berjalan efektif. Sedangkan passive management by

exception tidak mendorong bawahan untuk bekerja dengan giat. Selama target

tercapai dan sistem organisasi berjalan sebagaimana mestinya maka semua orang

merasa bahagia. Tidak ada petualangan atau tantangan baru dalam bekerja.

Kondisi tersebut akan membawa kejenuhan pada bawahan sehingga kinerja


(55)

43

2.1.4. Kinerja

2.1.4.1. Pengertian Kinerja

Definisi kinerja karyawan menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara

(2006), bahwa Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”

Menurut Helfert dalam Rivai (2009) kinerja adalah suatu tampilan keadaan

secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau

prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam

memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu

istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau keseluruhan tindakan atau

aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah

standar seperti biaya-biaya masa lalu yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,

pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya. Sedangkan

menurut Mulyadi adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional

organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan

kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan bambang Kusriyanto adalah

perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu

(lazimnya per jam). Selanjutnya kinerja karyawan adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya


(56)

44

Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A),

motivasi atau motivation (M) dan peluang atau opportunity (O), yaitu :

Kinerja = f (A x M x O)

Artinya kinerja merupakan fungsi dan kemampuan, motivasi dan peluang

(Robbins, 2001). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor

kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat

kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya

rintangan-ringtangan yang mengendalikan karyawan itu. Meskipun seorang individu

mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat.

Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok

orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan

tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan

performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil

dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah

hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseoarng atau kelompok orang dalam suatu

perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan

tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai kinerja di atas, maka dapat


(57)

45

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.4.2. Aspek-Aspek Kinerja Karyawan

Aspek-aspek yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut A.A Anwar

Prabu Mangkunegara (2006) adalah aspek kemampuan (ability) dan aspek

motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis yang

merumuskan bahwa:

Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowledge + Skill Penjelasan:

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan

karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior,

very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk

jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan


(58)

46

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan

terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang

bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja

tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi

kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang

dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,

kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Sedangkan menurut Simamora yang dikutip oleh A.A Anwar Prabu

Mangkunegara (2006), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Faktor individual yang terdiri dari: a. Kemampuan dan keahlian

b. Latar belakang

c. Demografi

2. Faktor psikologis yang terdiri dari: a. Persepsi

b. Attitude

c. Pembelajaran

d. Motivasi

3. Faktor organisasi yang terdiri dari: a. Sumber daya

b. Kepemimpinan


(59)

47

d. Struktur

e. Job design

Selanjutnya A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2006:) mengutip pendapat

dari A. Dale Timple yang menyatakan faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang

dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal yaitu

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan.

Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau

pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Seseorang karyawan yang

menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti

kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak

perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan

kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal. Seperti nasib baik, suatu tugas yang

mudah atau ekonomi yang baik.

Dari paparan tersebut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2006)

menyimpulkan bahwa faktor penentu prestasi kerja individu dalam organisasi

adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi.

1. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki

integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah).

Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka

individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik


(60)

48

mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan

atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Faktor Lingkungan Kerja Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu

dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud

antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang

menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim

kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif

memadai.

Malayu S.P Hasibuan (2006:95) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang

dinilai kinerja mencakup sebagai berikut:

1) Kesetiaan.

Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya

dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga

dan membela organisasi, di dalam maupun di luar pekerjaannya dari

rongrongan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

2) Prestasi Kerja.

Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat

dihasilkan karyawan tersebut dari uraian jabatannya.

3) Kejujuran.

Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi

perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada


(61)

49

4) Kedisiplinan.

Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan

yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang

dibebankan kepadanya.

5) Kreativitas.

Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan

kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih

berdaya guna dan berhasil guna.

6) Kerjasama.

Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerjasama

dengan karyawan lainnya secara vertikal maupun horizontal, baik di dalam

maupun di luar pekerjaan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.

7) Kepemimpinan.

Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai

pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau

bawahannya untuk bekerja secara efektif.

8) Kepribadian.

Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang,

disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta

berpenampilan simpatik dan wajar.

9) Prakarsa.

Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan


(62)

50

mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang

dihadapinya.

10) Kecakapan.

Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan

menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam

penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.

11) Tanggung jawab.

Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan

kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, saran dan prasarana yang

digunakan serta perilaku kerjanya.

2.1.4.3. Faktor-Faktor Kinerja Karyawan

Proses kinerja dalam sebuah perusahaan atau organisasi dapat dipengaruhi

oleh banyak faktor. Menurut Rivai (2005) berikut adalah faktor-faktor yang terkait

dengan kinerja, yaitu:

a. Kebutuhan yang dibuat pekerja.

Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu

sendiri ialah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa

suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara

keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya

b. Tujuan yang khusus.

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan organisasi untuk dicapai. Setiap


(63)

51

dengan jenjang organisasi yang dimiliki, selanjutnya tujuan yang dirumuskan

dirinci lebih lanjut menjadi tujuan di tingkat yang lebih rendah. Apabila orang

mengetahui dan memahami apa yang diharapkan dari mereka dan mengambil

bagian dalam membentuk harapan tersebut, mereka akan memberikan usaha

terbaiknya untuk mendapatkannya (Wibowo, 2007).

c. Komitmen

Menurut Wibowo (2007) bawahan akan meningkat kinerjanya apabila

mempunyai komitmen terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya.

d. Umpan balik

Umpan balik memungkinkan pengalaman yang diperoleh dari pekerjaan

oleh individu dipergunakan untuk memodifikasi tujuan organisasi. Dengan

demikian, umpan balik juga dapat dipergunakan untuk meninjau kembali

perencanaan kinerja (Wibowo, 2007).

e. Situasi

Kinerja suatu organisasi juga dipengaruhi oleh lingkungan kerja atau

situasi kerja dimana situasinya dapat memberikan kenyamanan sehingga

mendorong kinerja karyawan. Juga termasuk bagaimana kondisi hubungan

antarmanusia di dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan

maupun diantara rekan sekerja (Wibowo, 2007).

f. Pembatasan.

Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan

seberapa jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah berhasil dicapai. Agar


(64)

52

pekerjaan. Hal tersebut dapat diuraikan dari analisis pekerjaan dengan

menganalisis hubungannya dengan kinerja karyawan saat sekarang. Untuk

menjaga akuntabilitas karyawan, harus ada peraturan-peraturan tertulis dan

diberitahukan kepada karyawan (Rivai, 2009).

g. Ketekunan.

Menurut Robert dan John (2006) banyak faktor yang mempengaruhi

kinerja karyawan individual, usaha yang dicurahkan, dan dukungan

organisasi yang diterimanya. Sebagian unit SDM dalam organisasi ada untuk

menganalisis dan menyampaikan bidang ini. Peran yang sebenarnya dari unit

SDM dalam organisasi ”seharusnya” tergantung pada apa yang diharapkan

oleh manajemen atas. Sehubungan dengan fungsi manajemen manapun,

aktivitas manajemen SDM harus dikembangkan, di evaluasi, dan diubah bila

perlu sehingga mereka dapat memberikan kontribusi pada kinerja kompetitif

organisasi dan individu di tempat kerja.

2.1.4.4. Penilaian Kinerja

Berbicara tentang kinerja, erat kaitannya dengan suatu pendapat bahwa

untuk mengetahui hasil kinerja yang dicapai karyawan dalam suatu perusahaan

maka hal pertama yang harus dilakukan pimpinan adalah melaksanakan penilaian

kinerja. Dari hasil penilaian kinerja yang telah dilaksanakan tersebut akan

diketahui nilai perusahaan dan kinerja perusahaan secara menyeluruh apakah

kinerja perusahaan baik atau tidak di mata konsumen, karyawan, dan


(1)

177

inovasi dalam dirinya namun tidak didukung oleh gaya kepemimpinan yang terdapat ditempatnya bekerja, maka kinerja yang ditampilkan belum optimal.

5.2. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan maupun penelitian yang serupa, disarankan agar lebih memperhatikan item-item pernyataan pada skala/ukuran, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya pernyataan agar dapat lebih mengukur apa yang ingin di ukur. Jumlah responden pun disesuaikan dengan banyaknya jumlah item-item pernyataan pada variabel teramati agar didapatkan Goodness of Fit (GOF) yang lebih baik lagi.

2. Untuk pimpinan perusahaan hendaknya memfasilitasi dan mendukung karyawan agar bisa bebas berkreativitas dan berinovasi dalam menghasilkan sebuah karya didalam pekerjaannya. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian dimana gaya kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap optimalnya kinerja.

3. Untuk para karyawan, hendaknya untuk lebih meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam dirinya guna mengoptimalkan kinerja. Karena walaupun sudah didukung oleh gaya kepemimpinan yang kondusif, jika dalam diri masing-masing karyawan kurang terdapat kreativitas dan inovasi maka hal tersebut tetap akan mempengaruhi kinerjanya.


(2)

178

4. Pemerintah Daerah Bandung, khususnya Dinas Industri dan perdagangan Bandung perlu meningkatkan bantuan dan dukungan kepada para studio desain. Bantuan materil dapat berupa bantuan sarana prasarana, dana hibah, pinjaman dana dan kemudahan dalam izin pendirian sebuah studio desain seperti yang selama ini telah dilaksanakan. Sedangkan dukungan moril dapat dilakukan dengan penyelenggaraan pelatihan/penyuluhan mengenai industri kreatif.


(3)

(4)

(5)

(6)