tahun 2005 dan 14.440 km
2
untuk tahun 2010 BPS, Statistik Indonesia 2010. Dari data yang telah ditunjukkan, Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya
mengalami kepadatan penduduk. Berdasarkan data BPS Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa penduduk di DKI Jakarta
umumnya memadati wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan dengan kepadatan penduduk secara berurutan adalah 18.745 km
2
, 17.147 km
2
dan 15.287 km
2
.
Tabel 4.1. Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut KabupatenKota administratif 2009
No KabupatenKota
Luas km
2
Penduduk orang
Kepadatan Penduduk km
2
1 Jakarta Selatan
141,27 2.159.638
15.287 2
Jakarta Timur 188,03
2.448.653 13.023
3 Jakarta Pusat
48,13 902.216
18.745 4
Jakarta Barat 129,54
2.221.243 17.147
5 Jakarta Utara
146,66 1471663
10.035 6
Kepulauan Seribu 8,7
19.587 2.251
Jumlah 662,33
9.223.000 13.925
Sumber: BPS, 2010
4.2. Kondisi Perekonomian
Tujuan dari pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang terkait dengan visi DKI Jakarta adalah terwujudnya Jakarta sebagai ibukota Negara Republik
Indonesia yang manusiawi, efisien dan berdaya saing global, dihuni oleh masyarakat yang partisipatif, berakhlak, sejahtera, dan berbudaya, dalam
lingkungan kehidupan yang aman dan berkelanjutan BPS, 2010. Adapun pemahaman terhadap visi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jakarta sebagai ibukota negara dan kota perdagangan dan jasa hendaknya
memiliki daya saing global dan mampu menjalankan fungsinya secara
efisien, sehingga representatif dipandang dari kepentingan nasional dan internasional.
2. Jakarta hendaknya dihuni warga kota yang sejahtera, berakhlak, berbudaya
dan berdisiplin tinggi, produktif serta memiliki kecintaan dan komitmen untuk berpartisipasi dalam membangun kotanya.
3. Jakarta hendaknya memilih penataan kota dan lingkungan yang baik dan
manusiawi, agar dapat lebih menjamin dinamika kehidupan berkelanjutan. Sedangkan untuk mencapai visi tersebut maka dilakukan misi sebagai
berikut BPS, 2010: 1.
Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang efisien, efektif, kompetitif dan terjangkau.
2. Mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis
partisipasi masyarakat. 3.
Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban kota.
4. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota.
5. Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik.
Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu daerah adalah dengan mengetahui nilai Produk Domestik
Regional Bruto PDRB. Pertumbuhan PDRB di DKI Jakarta dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terus mengalami peningkatan Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000-2010
Tahun PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku Juta Rupiah
2000 227.924.124
2001 263.720.107
2002 299.991.943
2003 334.364.795
2004 375.562.000
2005 433.860.000
2006 501.772.000
2007 566.449.400
2008 677.044.700
2009 757.696.600
2010 862.158.900
Sumber: BPS, 2010 PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010
adalah sebesar Rp 862,16 triliun, sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 757,70 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar Rp 104,46 triliun. Peranan tiga sektor
utama yakni sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap total perekonomian
DKI Jakarta pada tahun 2010 sekitar 64,16 persen. Dalam tahun 2010, berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menghasilkan
nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar adalah sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan sebesar Rp. 239,16 triliun, kemudian diikuti oleh sektor
perdagangan-hotel-restoran sebesar Rp. 178,40 triliun, dan sektor industri pengolahan sebesar Rp 135,64 triliun. Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa Service
City tercermin dari struktur perekonomian Jakarta yang diukur dengan PDRB menurut sektoral lapangan usaha. Sekitar 71,27 persen PDRB Jakarta berasal
dari sektor tersier perdagangan, keuangan, jasa, dan pengangkutan, 28,20 persen berasal dari sektor sekunder industri pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air
bersih dan hanya sebesar 0,53 persen dari sektor primer pertanian dan pertambangan. Tabel 4.3.
Tabel 4.3. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2010
Lapangan Usaha Nilai
Miliar Rupiah Struktur
Persen 2009
2010 2009
2010
Pertanian 762,98
857,21 0,10
0,10 Pertambangan dan Penggalian
3.155,76 3.704,28
0,42 0,43
Industri Pengolahan 118.163,19 135.643,23
15,60 15,73
Listrik, Gas dan Air Bersih 8.294,31
9.012,26 1,09
1,05 Konstruksi
86.646,98 98.424,99
11,44 11,42
Perdagangan, Hotel dan Restoran
156.084,32 178.395,88 20,60
20,69 Pengangkutan dan Komunikasi
74.970,89 87.703,27
9,89 10,17
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
213.437,91 239.164,22 28,17
27,74 Jasa-jasa
96.180,24 109.253,58 12,69
12,67 PDRB
757.696,59 862.158,91
100,00 100,00
PDRB Tanpa Migas 754.540,83
858.454,63 99,58
99,57
Sumber: BPS, 2010
4.3. Ketenagakerjaan