Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Banten
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
DI PROVINSI BANTEN
ANDRI PRIYANTO
(H 151090154)
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Andri Priyanto H151090154
(4)
(5)
ABSTRACT
ANDRI PRIYANTO. Analysis of Factors Affecting the Development of Human Resources in the Province of Banten. Under direction of SRI MULATSIH and YETI LIS PURNAMADEWI
The increasing of human development will have an impact on improving the quality of labor which in turn will affect the level and quality of economic growth. The United Nations Development Programme (UNDP) since 1990 has used the Human Development Index (HDI) to measure the achievment of human development process. The economic growth and GDRP (Gross Domestic Regional Product) per capita in Banten province was raising during in the research period (2002-2009), while HDI was in the 23rd from 33 provinces in Indonesia.
The purpose of this study is to examines the development of human resources in the province of Banten, to analyze the factors that influence human resource development in Banten province, and to formulate policies that can be taken to enhance human resource development. The study was conducted in Banten province by using secondary data derived from BPS and Ministry of Finance from 2002 to 2009. Descriptive analysis is used to see the condition of economic development and human resource development, panel data regression model used is to determine the factors that influence human development index.
The results of this study is during the period 2002-2009, economic development in Banten Province has improved human development index (HDI) from 66,6 in 2002 to 70,6 in 2009. Except gini ratio (GR), factors that significantly increase the HDI are: GDRP per capita (INC), government expenditure in education and health (GOV), head of family educated of junior high school (EDU), and the number of resident sickness (HLTH), with the coefficient value: 0,00014; 0,03; 16,71; and 4,76 respectively. The head of the family with junior high school educated or equivalent and above is the most influential factor in human development.
Four significant factors should be priority in government policy to improve human development and reduce gap with other province. The improvement of HDI in province level has a strong relation to the human development in each District of Banten Province. This study found that Pandeglang and Lebak District below the average. Policy implications that can be taken in improving the HDI is to increase sustainable education and social activities and strengthen coordination between government officials..
(6)
(7)
RINGKASAN
ANDRI PRIYANTO. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan YETI LIS PURNAMADEWI
Peningkatan sumber daya manusia (SDM) akan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means) bagi pembangunan SDM untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan penciptaan lapangan kerja atau usaha, dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang memungkinkan peningkatan kualitas anggota keluarganya. Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. United Nations Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam pembangunan SDM.
Pencapaian pembangunan yang komprehensif di Provinsi Banten dirasa belum memuaskan, dimana pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita yang terus meningkat tiap tahunnya, namun pencapaian IPM masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain. IPM Provinsi Banten menempati ranking 23 dari seluruh provinsi se Indonesia. Kualitas SDM sangat tergantung pada tingkat pendidikan dan kesehatan dari penduduk itu sendiri. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan terakhir penduduk berusia 10 tahun keatas di Banten masih didominasi oleh tidak/belum dan tamat SD/MI/Sederajat, yaitu sebesar 55,60 persen (BPS, 2009). Penduduk yang tidak berkualitas sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan kurang beruntung mendapatkan pekerjaan (pengangguran).
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengkaji pembangunan ekonomi dan SDM di Provinsi Banten, (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten, dan (3) Merumuskan kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan SDM.
Penelitian dilakukan di Provinsi Banten dengan menggunakan data sekunder berupa panel data yang mencakup kabupaten/kota di Provinsi Banten. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat kondisi pembangunan ekonomi dan pembangunan SDM. Sementara model regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan sumber daya manusia. Model dimodifikasi dari Ramirez, et. al (2000).
Hasil kajian selama periode 2002-2009, menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi berhasil meningkatkan IPM di Provinsi Banten, dari sekitar 66,6 pada tahun 2002 menjadi 70,6 pada tahun 2009. Pencapaian IPM tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain karena masih terjadi ketimpangan yang cukup besar di Provinsi Banten. Ketimpangan terjadi baik pada pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh indikator PDRB perkapita maupun pada pembangunan SDMyang ditandai tingkat pendidikan dan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan/kesehatan.
(8)
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa selain indeks gini rasio (GR), semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini berpengaruh nyata dalam meningkatkan IPM di Provinsi Banten. Variabel-variabel tersebut yaitu: PDRB perkapita (INC), pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan (GOV), pendidikan kepala rumah tangga (EDU), serta jumlah penduduk yang sakit (HLTH) dengan koefisien masing masing sebesar: 0,00014; 0,03; 16,71; dan 4,76. Variabel pendidikan kepala rumah tangga merupakan faktor paling dominan dalam meningkatkan pembangunan manusia di Banten.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka untuk meningkatkan IPM di Provinsi Banten dirumuskan saran kebijakan sebagai berikut: (1) Pembangunan manusia di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang masih rendah untuk itu perlu adanya peningkatan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan maupun kesehatan di ketiga kabupaten tersebut, (2) Empat faktor yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM sebaiknya menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan pemerintah, (3) Perlu adanya peningkatan investasi terutama pada kabupaten/kota yang PDRB perkapitanya masih rendah
(9)
©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(10)
(11)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
DI PROVINSI BANTEN
ANDRI PRIYANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
(12)
(13)
(14)
(15)
Judul Tesis : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten
Nama : Andri Priyanto NRP : H151090154
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr.
(16)
(17)
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ijin dan ridho-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tema yang dipilih untuk penelitian ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten”. Penulis memilih tema dan lokasi penelitian karena melihat kondisi SDM di Provinsi Banten yang relatif rendah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan masukan dalam menyusun tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Pusat Statistik yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang tak terkira kepada Tri Murti (ibunda tercinta), Aning Widiarti (istri penulis), Muhammad Rizqi Al Fajri Wicaksono (anak pertama penulis), Aisyah Rizqia Putri Salsabila (anak kedua penulis) dan seluruh keluarga besar Angkatan II BPS-IPB serta BPS Provinsi Banten, yang telah memberikan dukungan, berupa moril dan materiil dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini menjadi hasil penelitian yang bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pembangunan di Provinsi Banten khususnya dalam hal pembangunan SDM serta bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.
Bogor , Juni 2011 Penulis,
(18)
(19)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Andri Priyanto lahir pada tanggal 26 April 1979, di Magelang (Jawa Tengah). Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Sukamto, alm dan Ibu Trimurti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Cacaban Satu Magelang, pada tahun 1991, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri Empat Magelang pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN Lima Magelang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1997.
Setelah tamat SMA, pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta, lulus pada tahun 2000, dan langsung melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2001 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.St). Setelah itu bekerja pada Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara selama lebih kurang 5 tahun 7 bulan. Pada tahun 2003 penulis menikah dengan Aning Widiarti dan sampai dengan sekarang sudah mempunyai satu putra dengan nama Muhammad Rizqi Al Fajri Wicaksono dan seorang putri bernama Aisyah Rizqia Putri Salsabila. Pada tahun 2007 penulis dipindah tugaskan ke Badan Pusat Statistik Provinsi Banten sampai dengan sekarang.
Pada tahun 2009, Gelar sarjana diperoleh melalui Program Alih Jenjang pada Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor tahun 2009. Penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Penyelenggaraan Khusus Program Studi Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor hasil kerja sama BPS dan IPB.
(20)
(21)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xxiii
DAFTAR GAMBAR... xxv
DAFTAR LAMPIRAN... xxvii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………... 1
1.2. Perumusan Masalah ………... 4
1.3. Tujuan Penelitian .. ………. 7
1.4. Manfaat Penelitian ……….. 7
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ……..……….... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pembangunan ….…….……… 9
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi..………. 10
2.3. Teori Pembangunan Manusia ……….. 14
2.4. Tinjauan Studi Terdahulu... .. . ……… 17
2.5. Kerangka Pemikiran………. 18
2.6. Hipotesis Penelitian ………. 20
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 21
3.2. Jenis dan Sumber Data ... ... 21
3.3. Metode Analisis Data ………... 23
3.3.1 Analisis Deskriptif ………... 23
3.3.2 Analisis Regresi Data Panel ……… 23
3.4. Spesifikasi Model ……… 28
3.5. Uji Asumsi ……….. 29
3.6. Definisi Operasional ……… 30
IV DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN 4.1. Kependudukan... 33
4.2. Perkembangan Perekonomian... 37
4.3. Kebijakan Pembangunan SDM... 41
(22)
V ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN
5.1. Hasil Uji Model ... 55 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan SDM ... 57
5.2.1 Pengaruh PDRB Perkapita terhadap Pembangunan
SDM... ... 57 5.2.2 Pengaruh Gini Rasio terhadap Pembangunan SDM ... 59 5.2.3 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap
Pembangunan SDM... 60 5.2.4 Pengaruh KRT Berpendidikan SMP/ Sederajat keatas
terhadap Pembangunan SDM ... 63 5.2.5 Pengaruh Angka Kesakitan terhadap Pembangunan
SDM... 67 5.3. Implikasi Kebijakan... 70 VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 75 6.2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya... 76
(23)
DAFTAR TABEL
1 IPM Wilayah Jawa dan Bali Tahun 2007–2009 ... 4 2 Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas menurut Jenis Kelamin dan
Ijazah Tertinggi yang Dimiliki di Provinsi Banten Tahun 2009... 5 3 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2007-2008... 6 4 Variabel yang Digunakan dalam Penelitian dan Keterangannya ... 32 5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 Tahun
Keatas menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun
2008-2009 ... 35 6 Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Banten
Tahun 2007–2009 ... 38 7 Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan menurut Kabupaten/Kota
dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2009 ... 40 8 Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2007–2009 ... 44 9 Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas menurut Kabupaten/Kota Tahun
2007–2009 ... 44 10 Angka Harapan Hidup dan Indeksnya menurut Kabupaten/Kota di
Banten, Tahun 2008-2009 ... 45 11 Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah dan Indeksnya
menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 ... 47 12 Daya Beli dan Indeksnya menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2008-2009... ... 49 13 IPM dan Rangking IPM menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2008-2009 .. ... 50 14 Perkembangan IPM Regional Periode 2002, 2004 dan 2009…... ... 51 15 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi IPM .. ... 56 16 Perkembangan PDRB Perkapita dan IPM Rank Tahun 2009 ……….. 59
(24)
(25)
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan Ranking IPM Provinsi di Jawa dan Bali, Tahun 2002,
2004- 2009 ... 3 2 PDRB Perkapita Provinsi Banten 2002–2009... 4 3 Modal dan Output per Efektif Tenaga Kerja ……… 12 4 Dinamika Produktivitas Tenagakerja ……… ……….. 13 5 Kerangka Penelitian... 19 6 Estimasi dengan Pendekatan PLS ……… 26 7 Estimasi dengan Pendekatan WG ………. 27 8 Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun
1961-2009 ... 34 9 Piramida Penduduk Provinsi Banten Tahun 2010 ... 34 10 Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2002–2009... 36 11 Persentase Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Banten Tahun 2002-2009 ... 37 12 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2002–2009... 38 13 Persentase Distribusi Sembilan Sektor Kegiatan Ekonomi di Provinsi
Banten 2000–2008... 39 14 Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
2002–2009... 39 15 Perkembangan Indeks Gini Rasio Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten 2002–2009... 41 16 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas Berdasarkan Pendidikan
pada Tahun 2009………... 42
17 Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan
Kesehatan menurut Kabupaten/Kota tahun 2002-2009... 43 18 Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2009 ... ... 46 19 Indeks Pendidikan menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2008-2009 ... ... 47 20 Indeks Daya Beli menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2008-2009 ... ... 48 21 IPM menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2009 ... 50 22 Perkembangan IPM dan Rangking Provinsi se Indonesia Tahun 2009 52
(26)
23 Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode
2002-2009 ... ... 53 24 IPM dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan Pendidikan
menurut Kabupaten/Kota tahun 2002-2009... 58 25 IPM dan PDRB Perkapita menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-
2009... 62 26 IPM dan KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 ... 66 27 IPM dan Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-
(27)
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Sekunder yang Dianalisis... 81 2 IPM dan PDRB Perkapita menurut Kabupaten/Kota dari Tahun
2002-2009 ... ... 84 3 IPM dan Indeks Gini Rasio menurut Kabupaten/Kota dari Tahun
2002-2009... ... 85 4 IPM dan Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan
Kesehatan menurut Kabupaten/Kota dari Tahun 2002-2009... 86 5 IPM dan Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas
menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 ... 87 6 IPM dan Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Tahun
2002-2009 ... ... 88 7 Output Hasil Pengolahan ... 89 8 Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan menurut Jenis Pengeluaran
dan Golongan Pengeluaran, Tahun 2009 ... 93 9 Persentase Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan menurut Jenis
Pengeluaran dan Golongan Pengeluaran, Tahun 2009 ... 95 10 Penduduk Berusia 10 Tahun keatas menurut Status Sekolah dan Jenis
Kelamin, Tahun 2009... 97 11 Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun keatas menurut Status
Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009... 98 12 Banyaknya Penduduk Usia 7 - 12 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 99 13 Banyaknya Penduduk Usia 13 - 15 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 100 14 Banyaknya Penduduk Usia 16 - 18 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 101 15 Banyaknya Penduduk Usia 19 - 24 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 102 16 Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi Dimiliki,
Tahun 2009 ... ... 103 17 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi
yang Dimiliki, Tahun 2009 ... 104 18 Banyaknya Penduduk menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis
(28)
19 Persentase Penduduk menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis
(29)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal, kedua sumber daya tersebut dalam ilmu ekonomi disebut sebagai faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi mampu mengubah bahan awal menjadi suatu produk dimana nilai output tersebut lebih tinggi dari pada bahan awal atau input yang digunakan semula. Peningkatan nilai tambah dari suatu bahan baku menjadi produk atau dari input menjadi output menunjukkan adanya perkembangan perekonomian suatu negara. Dornbusch, et. al.(2004) juga menegaskan suatu teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model pertumbuhan Solow yang dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi.
Dengan pertimbangan pembangunan berkelanjutan, target pertumbuhan ekonomi bukan lagi menjadi tujuan utama. Pembangunan dapat dilakukan bukan saja dalam bidang usaha-usaha fisik seperti pertanian, industri atau pariwisata yang sudah biasa dikenal, akan tetapi di bidang SDM juga memerlukan pengembangan. Menurut paradigma pembangunan manusia, tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya untuk menikmati kehidupan yang kreatif, sehat dan berumur panjang. Pertumbuhan produksi dan pendapatan hanya merupakan alat pembangunan, sedangkan tujuan akhirnya adalah manusia yaitu memperluas pilihan-pilihan manusia (Haq, 1995). Pengertian ini mempunyai dua sisi. Pertama, pembentukan kemampuan manusia seperti tercermin dalam kesehatan, pengetahuan dan keahlian yang meningkat. Kedua penggunaan kemampuan yang telah dipunyai untuk bekerja, untuk menikmati kehidupan atau untuk aktif dalam kegiatan kebudayaan, sosial, dan politik.
(30)
2
Pada pembangunan SDM, sejumlah dana dikeluarkan masa sekarang (saat pembangunan dilakukan) untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam meraih kesempatan memperoleh penghasilan lebih di masa mendatang. Imbalannya adalah tingkat penghasilan yang lebih tinggi, mencapai tingkat konsumsi yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Pembangunan manusia secara holistik mempunyai 4 (empat) unsur penting, yakni peningkatan produktivitas, pemerataan kesempatan, kesinambungan pembangunan, dan pemberdayaan manusia, melalui perbaikan pendidikan dan kesehatan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan SDM. Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, tetapi juga dapat meningkatkan ketrampilan serta pengalaman kerja. Pendidikan yang terarah, dengan sistematika yang terukur dan disesuaikan dengan pasar kerja akan meningkatkan produktivitas kerja dan mampu bersaing di pasar kerja.
Kesehatan, juga sangat penting dalam meningkatkan pembangunan SDM di daerah. Bagi pemerintah daerah, meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat merupakan salah satu kegiatan pembangunan SDM yang penting untuk depan, dengan mengeluarkan sejumlah uang untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Kualitas manusia yang meningkat pada sisi lain akan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means) bagi pembangunan manusia untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Bukti empiris yang menunjukkan bahwa tidak ada suatu negara pun yang dapat membangun manusia secara berkesinambungan tanpa tingkat pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan penciptaan lapangan kerja atau usaha, dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang memungkinkannya “membiayai” peningkatan kualitas anggota keluarganya.
Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. Kaitannya dengan capaian pembangunan yang komprehensif yang mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations Development
(31)
3
Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan IPM (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam pembangunan manusia. Berdasarkan penilaian UNDP,1990 kualitas SDM Indonesia atau tingkat Provinsi juga diukur melalui IPM (human development index).
Nilai IPM Provinsi Banten sebagai daerah penyangga Ibu Kota tahun 2009 berada dalam kategori menengah dengan angka IPM sebesar 70,06 dan berada pada peringkat ke 23 dari 34 Provinsi. Membandingkan peringkat IPM antar Provinsi selama periode 2002 sampai 2009 memperlihatkan bahwa Banten mengalami ketertinggalan dalam pembangunan SDM-nya. Oleh karena itu meningkatkan mutu masyarakatnya Banten perlu melalui IPM dengan lebih cepat untuk mengejar ketertinggalannya dari Provinsi-Provinsi lainnya (Gambar 1).
Sumber : BPS Provinsi Banten
Gambar 1. Perkembangan Ranking IPM Provinsi di Jawa dan Bali, Tahun 2002, 2004- 2009
Dalam hal ini perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh pemerintah apakah proses pembangunan selama sepuluh tahun terakhir di Provinsi Banten ini sudah mendekati hasil yang optimal atau belum. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang campur tangan pemerintah dalam pembangunan manusia sebagai modal pembangunan ekonomi di Provinsi Banten.
1 1 1 1 1 1 1
17
14 14 14 15 15 15
13
17
16
15
14 14 14
3 3 4 4 4 4 4
25 23 22 20 19 18 18 11
20 20 21
23 23 23
9
15 15 16 16 16 16
0 5 10 15 20 25 30
2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Banten Bali Tahun Ranking
(32)
4
1.2. Perumusan Masalah
Provinsi Banten mengalami kenaikan PDRB perkapita dengan cukup pesat, yakni rata-rata 10,06 juta rupiah selama periode 2002 – 2009. (Gambar 2).
7.22 7.74 8.39
9.37 10.61
11.41 12.76 13.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00
Ju
ta R
u
p
iah
2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9
Tahun
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah)
Gambar 2. PDRB Perkapita Provinsi Banten 2002 – 2009
Berkaitan dengan pencapaian pembangunan yang komprehensif dan mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia, selain memperlihatkan kinerja pembangunan ekonomi, perlu dilihat juga proses pembangunan SDM. Pembangunan SDM Provinsi Banten dirasa sangat mengkawatirkan, dimana IPM Provinsi ini merupakan urutan terbawah di tiga tahun terakhir diantara Provinsi di Jawa dan Bali (Tabel 1.) serta ranking 23 diantara provinsi se Indonesia (Tabel 14).
Tabel 1. IPM Wilayah Jawa dan Bali Tahun 2007 – 2009
Provinsi 2007 2008 2009
DKI Jakarta 76,59 77,03 77,36
Jabar 70,71 71,12 71,64
Jateng 70,92 71,60 72,10
DIY 74,15 74,88 75,23
Jatim 69,78 70,38 71,06
Banten 69,29 69,70 70,06
Bali 70,53 70,98 71,52
(33)
5
Rendahnya kualitas SDM mencerminkan buruknya mutu pendidikan karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas SDM sangat tergantung dari pendidikan dari penduduk itu sendiri. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan terakhir penduduk berusia 10 tahun ke atas di Banten masih didominasi oleh Tamat SD/MI/Sederajat, yaitu sebesar 29,7 persen. Sedangkan yang mampu menamatkan hingga tingkat diploma, sarjana/pasca sarjana hanya sebesar 1,96 persen (Tabel 2).
Tabel 2. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Ijazah Tertinggi yang Dimiliki di Provinsi Banten Tahun 2009
Tingkat Jenjang Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Tidak/Belum Tamat
SD/MI/Sederajat 22,5 29,3 25,9
SD/MI/Sederajat 28,9 30,6 29,7
SLTP/Sederajat 18,7 17,6 18,1
SLTA/SMK/Sederajat 23,9 17,5 20,7
Universitas 6,0 5,1 5,5
J U M L A H 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2009
Akibat lain dari tidak terpenuhinya kebutuhan SDM yang berkualitas adalah masuknya SDM dari wilayah lain diluar Banten yang dapat membuat tersingkirnya SDM lokal Banten karena kalah dalam bersaing. Penduduk yang tidak berkualitas relative sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan kurang beruntung mendapatkan pekerjaan (pengangguran). Provinsi Banten merupakan daerah yang persentase pengangguran terbesar diantara Provinsi di Indonesia (Tabel 3). Sehingga perlu campur tangan pemerintah untuk meningkatkan kualitas penduduk, melalui penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan.
(34)
6
Tabel 3. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2007-2008
Kabupaten/Kota 2007 2008
Kab. Pandeglang 10,02 11,13
Kab. Lebak 12,35 10,68
Kab. Serang 15,39 15,23
Kab. Tangerang 17,13 16,49
Kota Tangerang 20,43 18,62
Kota Cilegon 20,84 18,65
Provinsi Banten 15,75 15,18
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2008
Menurut teori, pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi. Berdasar studi-studi sebelumnya, juga diperoleh beberapa variabel yang dapat merepresentasikan pembangunan SDM. SDM yang berkualitas sangat diperlukan bagi pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu adalah hal yang menarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM sehingga bisa dirumuskan strategi untuk peningkatan pembangunannyadi Provinsi Banten.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di Provinsi Banten?
2. Faktor apa yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten? 3. Kebijakan apa yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan
(35)
7
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji perkembangan pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di Provinsi Banten.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten.
3. Menganalisis kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan SDM.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini, menambah kajian empiris mengenai variabel yang mempengaruhi pembangunan SDM pada tingkat regional. Bagi pembuat kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dukungan secara keilmuwan dalam menyusun kebijakan pembangunan manusia untuk mendorong perkembangan pembangunan ekonomi. 1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada pembangunan SDM dan variabel yang mempengaruhinya di Provinsi Banten periode tahun 2002-2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu PDRB Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se Provinsi Banten sebagai proxy keberhasilan pembangunan perekonomian, data PDRB perkapita, IPM sebagai indikator keberhasilan pembangunan SDM, KRT berpendidikan SMP/sederajat dan sebagai proses keberhasilan di bidang kesehatan angka kesakitan.
(36)
8
(37)
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Pembangunan
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang mencakup berbagai aspek kehidupan secara berkesinambungan yang hasilnya harus bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses dari pemikiran yang dilandasi keinginan untuk mencapai kemajuan bangsa.
Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah kecukupan (sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). kecukupan (sustenance) adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (self esteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap menghamba berupa kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah konsep kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini.
Sedangkan tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) ada tiga, yaitu:
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup
2. Peningkatan standar hidup
3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial
Bank Dunia 1991, dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa tujuan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Sedangkan United Nations Development Programme (UNDP, 1991) menyatakan bahwa cara terbaik untuk mewujudkan pembangunan adalah dengan meningkatkan kualitas manusia.
(38)
10
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat kinerja perekonomian, baik di tingkat nasional maupun regional (daerah). Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi penduduk bertambah. Dalam tingkat negara seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri diukur secara agregat dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Seluruh barang dan jasa yang diproduksi dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perubahan peningkatan PDB riil pada periode tertentu. Pada tingkat rumah tangga ataupun individu pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan perkapita. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan pengukuran peningkatan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita.
Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau SDM.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Sukirno (2004), menerangkan beberapa faktor penting yang dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat.
(39)
11
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi.
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern memegang peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. 4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.
Selanjutnya, konsep modal manusia ini menjadi penting sejalan dengan perkembangan pemikiran, bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara tidak hanya didukung oleh kenaikan stok modal fisik dan jumlah tenaga kerja, tetapi juga peningkatan mutu modal manusia yang memiliki pengaruh kuat terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja serta pemanfaatan kemajuan teknologi. Dalam konsep pertumbuhan modern, faktor teknologi dalam arti luas yang dianggap konstan dan ditentukan secara eksogenus oleh aliran pemikiran pertumbuhan tradisional, dianggap kurang tepat. Faktor teknologi adalah dinamis dan ditentukan oleh SDM atau mutu modal manusia. Menurut teori pertumbuhan modern, pertumbuhan ekonomi tidak hanya bersumber dari peningkatan jumlah faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja (labour) dan modal fisik (kapital) saja, tetapi juga dari produktivitas dari tenaga kerja yang berkaitan erat dengan sejauhmana peningkatan mutu modal manusia.
Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen. Model pertumbuhan Harrod-Domar menekankan perlunya tabungan untuk kegiatan investasi yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang direpresentasikan oleh peningkatan pendapatan nasional.
Teori perubahan struktural menekankan pada mekanisme transformasi ekonomi negara terbelakang dengan kegiatan ekonomi yang bersifat pertanian subsisten menuju negara modern yang berbasis industri manufaktur dan jasa. Proses transformasi ini disebabkan adanya surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang pindah ke sektor industri secara terus menerus.
(40)
12
Teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model pertumbuhan Solow karena pertama kali dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi, dengan asumsi:
1. Diminishing return to scale bila input tenaga kerja dan modal digunakan secara parsial dan constant return to scale bila digunakan secara bersama-sama.
2. Perekonomian berada pada keseimbangan jangka panjang (full employment).
Model pertumbuhan endogen memasukkan pengaruh teknologi, investasi modal fisik dan SDM sebagai variabel endogen. Model pertumbuhan endogen menggunakan asumsi diminishing return to scale atas investasi modal dari model, dan memberikan peluang terjadinya increasing return to scale dalam produksi agregat dan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal. Investasi sektor publik dan swasta dalam SDM menghasilkan ekonomi eksternal dan peningkatan produktivitas sehingga terjadi increasing return to scale dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara. Tingkat pertumbuhan tetap konstan dan berbeda antar negara tergantung tingkat tabungan nasional dan tingkat teknologinya. Tingkat pendapatan perkapita di negara-negara miskin akan modal cenderung tidak dapat menyamai tingkat pendapatan perkapita di negara kaya, meskipun tingkat pertumbuhan tabungan dan tingkat pertumbuhan penduduknya serupa.
Aspek yang menarik dari model pertumbuhan endogen adalah mampu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas investasi yang tinggi yang ditawarkan negara berkembang (rasio modal-tenaga kerja rendah) akan berkurang dengan cepat karena rendahnya tingkat investasi SDM (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R&D). Model ini dikembangkan lagi oleh Romer dengan menambahkan asumsi cadangan modal dalam keseluruhan perekonomian dan adanya eksternalitas positif dari ilmu
(41)
13
pengetahuan sebagai barang publik, secara positif mempengaruhi output pada tingkat industri, sehingga terdapat kemungkinan increasing return to scale pada tingkat perekonomian secara keseluruhan.
2.3. Teori Pembangunan Manusia
Salah satu pelopor pendekatan pembangunan manusia dalam Ilmu Ekonomi Pembangunan adalah Sen (2000) melalui konsep human capabilities approach. Pendekatan ini menekankan pada gagasan kemampuan (capabilities) manusia sebagai tema sentral pembangunan. Haq (1995) juga telah menegaskan, manusia harus menjadi inti dari gagasan pembangunan, dan hal ini berarti bahwa semua sumberdaya yang diperlukan dalam pembangunan harus dikelola untuk meningkatkan kapabilitas manusia. Gagasan ini sejalan dengan pemikiran UNDP yang diterjemahkan ke dalam beberapa indikator sosial-ekonomi yang menggambarkan kualitas hidup dalam beberapa ukuran kuantitatif, seperti kemampuan ekonomi, kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan untuk hidup lebih panjang dan sehat (Ranis, 2004).
Dimensi pembangunan sosial-ekonomi mencakup dan terkait dengan beberapa tema utama, antara lain prestasi perekonomian, kenaikan taraf kesehatan, angka harapan hidup serta perluasan distribusi pendidikan. Secara umum, UNDP (United Nations Development Program) mendefinisikan pembangunan manusia (human development) sebagai perluasan pilihan bagi setiap orang untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna (UNDP, 1990). Memperluas pilihan manusia berarti mengasumsikan suatu kondisi layak hidup yang memungkinkan manusia memperoleh akses untuk mendapatkan pengetahuan dan pendidikan serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Secara ringkas Ranis (2004) mengartikan pembangunan manusia sebagai peningkatan kondisi seseorang sehingga memungkinkan hidup lebih panjang sekaligus lebih sehat dan lebih bermakna.
Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP menyatakan ada 4 aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan manusia, yaitu:
1. Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan pekerjaan dan perolehan pendapatan. Dalam komponen ini,
(42)
14
pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari model pembangunan manusia.
2. Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluang-peluang ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk hambatan ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk berpartisipasi sekaligus memperoleh manfaat dari peluang-peluang tersebut.
3. Adanya aspek keberlanjutan (sustainability), yakni bahwa peluang-peluang yang disediakan kepada setiap individu saat ini dapat dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama, daya dukung lingkungan atau modal alam dan ‘ruang’ kebebasan manusia untuk berkreasi.
4. Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh masyarakat. Artinya, masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan dan proses-proses pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan, dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Peningkatan kualitas SDM menurut RPJMN untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi, dengan strategi pengembangan:
1. Meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja. 2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan.
3. Meningkatkan produktivitas angkatan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal.
Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk yang dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan SDM secara fisik dan mental. Azas pemerataan yang merupakan salah satu dasar trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan. Azas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk perlu dilakukan oleh pemerintah
(43)
15
melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar.
Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai semacam “model” pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh penduduk, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya.
b. Untuk penduduk; berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan (pertumbuhan ekonomi dalam negeri);
c. Oleh penduduk; berupa upaya untuk memperkuat (empowerment) penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan.
Kaitannya dengan capaian pembangunan yang komprehensif yang mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara atau wilayah dalam pembangunan manusia. Dimensi pembangunan manusia menjadi sangat penting sehingga diperlukan kemauan dan komitmen yang kuat dari penyusun kebijakan dan para pelaku pembangunan.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.
Karena hanya mencakup tiga komponen utama, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan lainnya dan tidak terbatas pada sektor-sektor utama saja (kesehatan, pendidikan dan ekonomi) terutama aspek pembangunan manusia yang sifatnya abstrak dan
(44)
16
tidak memungkinkan untuk diukur (mental, moral, spiritual, tanggung jawab dan sejenisnya)(BPS, 2009).
Sementara itu UNDP sejak tahun 1990 telah mengeluarkan secara berkala IPM sebagai ukuran kuantitatif tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indeks ini merupakan teknik komposit terhadap beberapa indikator tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Secara umum IPM merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui pencapaian pembangunan manusia suatu negara karena dalam batas-batas tertentu IPM mewakili tujuan dari pembangunan manusia. Hal ini sejajar dengan pemahaman yang telah dikemukakan oleh UNDP dalam Laporan Pembangunan Manusia Tahun 1990, bahwa tujuan mendasar dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat hidup lebih panjang, lebih sehat serta memiliki kreativitas untuk mengaktualisasikan gagasan. Pernyataan ini sejalan dengan yang pernah dikemukakan oleh Sen (2000), bahwa dengan menempatkan pembangunan manusia sebagai tujuan akhir dari proses pembangunan diharapkan dapat menciptakan peluang-peluang yang secara langsung menyumbang upaya memperluas dan meningkatkan kemampuan manusia dan kualitas kehidupan mereka, antara lain melalui peningkatan layanan kesehatan, pendidikan dasar dan jaminan sosial, khususnya bagi warga miskin.
Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik benang merah kesamaan, bahwa pembangunan manusia adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan, sehingga membuat manusia menjadi lebih sehat, lebih kreatif dan lebih produktif sehingga memungkinkan untuk meraih peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya masing-masing dalam kelangsungan hidupnya untuk mendapatkan penghasilan yang layak.
2.4. Tinjauan Studi Terdahulu
Brata (2002), meneliti tentang Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia. Hasil estimasi memberikan bukti adanya hubungan antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia, termasuk di masa krisis. Hasil estimasi model IPM dan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) dengan metode 2SLS. Dalam model IPM, variabel PDRB adhk terbukti sangat signifikan pengaruhnya terhadap tingkat
(45)
17
pembangunan manusia yang dilihat dari IPM. Selain itu, variabel lama pendidikan sekolah perempuan juga berpengaruh signifikan. Sedangkan indeks Gini, rasio migas dan variabel boneka konflik tidak signifikan pengaruhnya terhadap IPM
Ranis (2004), dalam penelitiannya menemukan bahwa pembangunan manusia merupakan prasyarat untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kebijakan pemerintah dan pendanaan publik mungkin perlu ditingkatkan. Negara dalam ambang batas pembangunan manusia apabila suatu bangsa yang terjebak siklus perangkap kemiskinan. Rendahnya pembangunan manusia mungkin perlu target pemerintah dalam menginvestasikan untuk memenuhi biaya perbaikan pembangunan manusia. Investasi ini meliputi biaya tetap sekolah, rumah sakit, dan yang diperlukan perbaikan pemerintahan untuk secara efektif melaksanakan proyek investasi tersebut.
Ramires, et. al (2000), dalam kajiannya tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia, menggunakan dua model yaitu: (1) pertumbuhan ekonomi untuk pembangunan manusia, (2) pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbagai hubungan di masing-masing model, beserta tinjauan dari beberapa materi yang ada. Ramires menggunakan data lintas-negara untuk periode 1970-1992. Hasil yang diperoleh bahwa ada hubungan positif yang kuat di kedua arah dan bahwa pengeluaran publik untuk pelayanan sosial dan pendidikan perempuan menentukan kekuatan hubungan antara pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia, sementara tingkat investasi dan distribusi pendapatan berhubungan signifikan dalam menentukan kekuatan antara pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil-hasil studi empiris di berbagai negara termasuk juga di Indonesia, menunjukkan adanya keterkaitan antara pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi, adapun faktor faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM sudah mulai diungkap satu persatu.
2.5. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat di katakan kualitas SDM di Provinsi Banten berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, karena SDM merupakan salah satu input dalam proses produksi, yang selanjutnya akan mempengaruhi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu perlu perhatian yang serius
(46)
18
terhadap pembangunan SDM. Untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satu indikatornya adalah IPM. Meningkatnya IPM akan berdampak pada pencapaian pembangunan. Strategi untuk meningkatkan IPM secara efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian IPM, sehingga bisa dijadikan faktor penting dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar 3
Gambar 3. Kerangka Penelitian
Gambar 3. Kerangka Pemikiran 2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah:
1. Pembangunan ekonomi berpengaruh positif terhadap meningkatkan pembangunan SDM
2. Peningkatan PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan SDM.
Analisis Deskriptif
1. PDRB perkapita yang tinggi 2. IPM yang rendah
3. Pendidikan yang rendah 4. Pengangguran yang tinggi
Strategi dalam peningkatan SDM
Faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM 1. Koefisien gini rasio 2. Pendapatan perkapita 3. Pengeluaran Pemerintah 4. Pendidikan
5. Kesehatan PROVINSI BANTEN
Pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia
Provinsi Baru Penyangga Ibu Kota
Gambaran Pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di
Provinsi Banten
(47)
19
3. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan SDM
(48)
20
(49)
21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Provinsi Banten dengan menggunakan data tahun 2002 sampai dengan tahun 2009. Pemilihan dilakukan dengan melihat Provinsi Banten merupakan provinsi baru dan secara geografis yang strategis, sebagai penopang Ibu Kota Negara, namun melihat isu nasional mengenai kemiskinan, pengangguran dan pendidikan yang masih kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah ataupun masyarakat itu sendiri menjadi bahan pemikiran Provinsi Banten layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan. Data yang digunakan antara lain data produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se Provinsi Banten, data IPM, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup, realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan, tenaga kerja tahun 2002 sampai 2009. Data APBD yang digunakan berasal dari publikasi APBD oleh BPS dan Departemen Keuangan. Data APBD dipisahkan menurut fungsinya, sehingga didapat besarnya nilai anggaran untuk pendidikan, kesehatan. Data kesehatan dan pendidikan dikumpulkan oleh BPS setiap tahun melalui SUSENAS.
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan membaca tabel dan gambar. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat kondisi pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan dan pembangunan SDM selama periode penelitian. Analisis disajikan dalam bentuk deskripsi dibantu dengan tabel dan gambar agar dapat dengan mudah dipahami pembaca.
(50)
22
Analisis Regresi Data Panel
Data panel (atau longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni.
Penggunaan data panel telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi diantaranya sebagai berikut:
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. 2. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section, data panel
dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien.
3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.
4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja.
Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki keterbatasan di antaranya adalah:
1. Masalah dalam disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors
umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai.
(51)
23
a. Self-selectivity Æ Permasalahan ini muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada.
b. Nonresponse Æ Permasalahan ini muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden (sample rumahtangga).
c. Attrition Æ Yaitu jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi
4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.
5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah (misleading inference).
Analisis data panel secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu statis dan dinamis. Pada analisis data panel dinamis, regressor-nya mengandung variabel lag dependent-nya, sedangkan pada analisis data panel statis tidak. Penelitian ini menggunakan analisis data panel statis sehingga pembahasannya dibatasi untuk analisis statis saja.
Secara umum, terdapat dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas.
Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagai berikut: it
it i it a X
y = + β+ε (3.1) dimana: yit : nilai dependent variable untuk setiap unit individu (cross section
unit) i pada periode t dimana i = 1, …, n dan t = 1, …, T
i
a : unobserved heterogenity it
X : nilai independent variable yang terdiri dari sejumlah K variabel. Struktur datanya sebagai berikut.
(52)
24 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = KNT NT NT KN N N KN N N T K T T K K T K T T K K it x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x X ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 22 12 22 222 122 21 221 121 1 21 11 12 212 112 11 211 111
Pada one way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: it
i it =λ +u
ε (3.2) dimana: λi : efek individu (time invariant)
it
u : disturbance yang besifat acak (uit ~N(0,σu2))
Untuk two way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: it
t i
it =λ +μ +u
ε (3.3) Dimana: μt : efek waktu (individual invariant)
Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way telah memasukkan efek dari waktu (μt) ke dalam komponen error. uit diasumsikan tidak berkorelasi dangan Xit.
A Fixed Effect Model (FEM)
FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intecept. Untuk one way komponen error: yit =ai+λi+Xitβ+uit (3.4) Untuk two way komponen error: yit =ai+λi+μt +Xitβ+uit (3.5) Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), dan Two Way Error Component Fixed Effect Model.
individu ke-1 individu ke-2 individu ke-N periode 1 periode 2 periode T
(53)
25
1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah dengan menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled) sehingga terdapat N x T observasi yang diregresikan dengan model:
it it i
it X u
y =α + + dengan αi =ai+λi (3.6) Asumsinya tidak ada perbedaan antar individu sehingga αi bersifat konstan untuk semua observasi (αi = α ). Pendugaan parameternya mirip dengan estimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Square).
Keuntungan menggunakan pendekatan PLS adalah dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien. Hal ini disebabkan oleh observasinya menjadi lebih banyak.
Kelemahan pendekatan PLS yaitu dugaan parameter β akan bias karena mengabaikan efek individu. PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode waktu yang sama atau sebaliknya yaitu PLS tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.
2. Pendekatan Within Group (WG)
Pendekatan WG digunakan untuk mengatasi masalah bias pada PLS. Teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu. Model regresi dari pendekatan WG ini adalah:
i it it y y
y* = −
∑
= −
= T
t it
i T y
y 1 1 i i i
i x u
y =α + 'β+ (3.7)
i it it x x
x* = −
∑
= −
= T
t it
i T x
x 1 1 it it i
it x u
(54)
26
(
i i) (
it i)
' ( it i)i
it y x x u u
y − = α −α + − β+ − atau * *' *
it it it x u
y = β+ (3.9) Kelebihan pendekatan WG adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak bias. Kelemahannya adalah dugaan parameter β relatif lebih tidak efisien dibanding pendekatan PLS. Atau dengan kata lain nilai var( βWG ) > var(βPLS). Kelemahan lainnya adalah tidak mengakomodir heterogenitas individu karena tidak ada intercept dalam model WG.
3. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV)
Pendekatan ini banyak digunakan untuk menduga parameter pada FEM. Pendekatan ini merepresentasikan perbedaan intercept dengan dummy variable. Jumlah dummy variable adalah sesuai dengan banyaknya individu. Persamaan regresi untuk pendekatan LSDV adalah sebagai berikut :
it it Nit N it
it
it d d d x u
y =α1 1 +α2 2 +...+α + 'β+ (3.10) Persamaan ini diestimasi dengan metode OLS sehingga diperoleh βLSDV.
Kelebihan pendekatan LSDV adalah dapat menghasilkan parameter βLSDV yang efisien dan tidak bias. Kelemahannya hanya terjadi jika jumlah unit observasinya (individu) sangat besar sehingga akan terlihat cumbersome.
Uji signifikansi intercept menggunakan uji-F dengan hipotesis: H0 : α1=α2 =...=αN (Lebih baik menggunakan metode PLS)
H1 : minimal satu dari αi ada yang tidak sama (Lebih baik menggunakan metode LSDV)
(55)
27 1 . 1 2 2 2 − − − − − = N k N NT R R R F LSDV PLS LSDV
stat (3.11) Dimana 2
LSDV
R : koefisien determinasi LSDV
2
PLS
R : koefisien determinasi PLS
k : banyaknya peubah
Jika Fstat >Ftabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa
nol sehingga hipotesa bahwa α adalah konstan dapat ditolak atau dengan kata lain penggunaan metode LSDV lebih valid.
4. Pendekatan Two Way Error Component Fixed Effect Model
Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed effect tidak hanya berasal dari observasi individu tetapi juga berasal dari efek waktu, sehingga model dasar yang digunakan adalah:
it it t i
it x u
y =α +γ + ' β+ (3.12) dimana γt merepresentasikan efek waktu.
Jika masing efek individu dan efek waktu diasumsikan berbeda, maka akan terdapat sejumlah N+T dummy variable. Sehingga modelnya menjadi:
it it Tit T it Nit N it
it d d g g x u
y =α1 1 +...+α +γ1 1 +...+γ + 'β+ (3.13) d adalah dummy variable untuk individu dan g adalah dummy variable untuk periode waktu.
Penambahan sejumlah dummy variable ke dalam persamaan menyebabkan masalah pada penggunaan two way fixed effect yaitu berkurangnya derajat kebebasan, yang pada akhirnya akan semakin mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi.
B. Random Effect Model (REM)
REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. Untuk one way komponen error: yit =ai+Xitβ+uit+λi (3.14) Untuk two way komponen error: yit =ai+Xitβ+uit +λi+μt (3.15)
(56)
28
Asumsi yang digunakan dalam REM adalah
(
uit | i)
=0E τ
(
2)
2| i u
it u
E τ =σ
(
i |xit)
=0Eτ untuk semua i dan t
(
2)
2| στ
τi xit =
E untuk semua i dan t
(
uit j)
=0E τ untuk semua i, t, dan j
(
uitujs)
=0E untuk i≠ j dan t≠s
( )
i j =0Eττ untuk i≠ j
Dimana untuk:
One way error component: τi =λi
Two way error component: τi =λi +μt
Dari semua asumsi di atas, yang paling penting adalah E
(
τi|xit)
=0 . Pengujian asumsi ini menggunakan HAUSMAN test. Uji hipotesis yang digunakan adalah:H0 : E
(
τi|xit)
=0Æ Tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebasH1 : E
(
τi |xit)
≠0Æ Ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas(
)
(
M M)
(
)
( )
kH = βˆREM −βˆFEM ' FEM − REM −1βˆREM −βˆFEM ~χ2
dimana M : matriks kovarians untuk parameter β k : derajat bebas
Jika H > 2
tabel
χ maka komponen error mempunyai korelasi dengan peubah bebas dan artinya model yang valid digunakan adalah REM.
Penduga REM dapat dihitung dengan dua cara yaitu pendekatan Between Estimator (BE) dan Generalized Least Square (GLS).
1. Pendekatan Between Estimator (BW)
Pendekatan ini berkaitan dengan dimensi antar data (differences between individual) yang ditentukan sebagaimana OLS estimator pada sebuah regresi dari rata-rata individu y dalam nilai x secara individu. BW konsisten untuk N tak hingga, dengan asusmsi bahwa peubah bebas dan error tidak saling berkorelasi (E
(
xit,εi)
=0).(57)
29
2. Pendekatan Generalized Least Square (GLS)
Pendekatan GLS mengkombinasikan informasi dari dimensi antar dan dalam (between dan within) data secara efisien. GLS dapat dipandang sebagai rata-rata yang dibobotkan dari estimasi between dan within dalam sebuah regresi.
Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model tertentu (FEM atau REM) berdasarkan HAUSMAN Test, maka kita dapat melakukan uji terhadap asumsi yang digunakan dalam model.
1. Uji Heteroskedastisitas
Nilai dugaan parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate), maka var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama, yang disebut dengan homoskedastisitas. Metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas (Greene, 2002).
2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi yang terjadi dalam model regresi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Pengujian ada tidaknya autokorelasi dalam model dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan Wooldridge Test. Metode Wooldrigde menggunakan residual dari model regresi pada first differences. Model regresi terbebas dari masalah autokorelasi jika korelasi residual dari model regresi pada first differences terhadap lag-nya adalah -0,05 (Drukker, 2003). Spesifikasi Model
Spesifikasi Model dalam Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan sebelumnya faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan SDM dengan proksi IPM, adalah sebagai berikut, yaitu diantaranya pengeluaran pemerintah, pembangunan ekonomi,
(58)
30
pendidikan, tingkat ketimpangan, kesehatan. Faktor pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan digunakan sebagai pendekatan untuk pengeluaran pemerintah (GOV). Kepala rumah tangga berpendidikan SMP/sederajat keatas menunjukkan tingkat pendidikan (ED). Hasil pembangunan ekonomi dengan indikator PDRB perkapita (INC). Data indeks gini menunjukkan ketimpangan pendapatan (GR). Tingkat kesehatan dapat diukur dengan angka kesakitan (HLTH).
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia, model dimodifikasi dari Ramirez, et. al(2000) menjadi:
Yit = β0 + β1 EDit+ β2INCit+ β3GRit + β4 HLTHit + β5 GOVit + εit (3.16)
Y : IPM
ED : Persentase Kepala Rumah Tangga berpendidikan (SMP/sederajat keatas) (persen)
INC : PDRB Perkapita (Ribu Rupiah) GR : Indeks Gini Rasio
HLTH : Angka kesakitan (persen)
GOV : Persentase Pengeluaran Pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan (persen)
ε : error term
i : Kabupaten/Kota
t : Tahun
3.4. Definisi Operasional
Pada bab 2 telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, ukuran ketimpangan pendapatan dan faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan SDM. Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut, maka dapat didefinisikan beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan definisi operasional sebagai berikut. 1. IPM yaitu merupakan indikator komposit tunggal yang mampu mengukur
dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk yaitu umur panjang dan
(59)
31
sehat, berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak (daya beli).
2. PDRB perkapita yaitu PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga konstan menunjukkan nilai PDRB dan Pendapatan Regional per kepala atau per satu orang penduduk. (Ribu rupiah)
3. Indeks gini rasio adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Nilai Indeks Gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu), dimana nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan sempurna. Nilai indeks gini ini digunakan sebagai proksi ukuran ketimpangan pendapatan.
4. Pengeluaran pemerintah atas pendidikan merupakan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan didekati dengan jumlah pengeluaran pembangunan untuk sektor pendidikan dan kebudayaan pada anggaran pendapatan belanja negara tahun 2002-2003. Selanjutnya pada tahun 2004-2009 diwakili oleh belanja negara menurut fungsi pendidikan. Variabel tersebut dihitung dalam satuan persentase terhadap total pengeluran pemerintah.
5. Pengeluaran pemerintah atas kesehatan merupakan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan didekati dengan jumlah pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan dan keluarga berencana pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2002-2003. Kemudian selanjutnya tahun 2004-2009 diwakili dengan belanja negara menurut fungsi kesehatan. Variabel tersebut dihitung dalam satuan persentase terhadap total pengeluran pemerintah.
6. Kepala rumah tangga berpendidikan SMP/sederajat keatas adalah nilai rata-rata kepala rumah tangga menempuh pendidikan SMP/sederajat keatas di sekolah. Satuan yang digunakan dalam menghitung adalah persen.
7. Angka Kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan atau keluhan kesehatan sehingga dapat menggangu aktivitas sehari-hari. Satuan yang digunakan dalam menghitung adalah persen.
(60)
32
Tabel 4. menunjukkan tentang variabel dan keterangannya.
Tabel 4. Variabel yang Digunakan dalam Penelitian dan Keterangannya
No Nama Variabel Keterangan Satuan
1. Y IPM Tanpa Satuan
2. GOV Persentase Pengeluaran
pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran
Persen
3. INC PDRB perkapita Ribu Rupiah
4. GR Indeks Gini Rasio Tanpa satuan
5. HLTH Angka kesakitan Persen
6. ED KRT berpendidikan
SMP/sederajat keatas
(61)
33
IV. DINAMIKA PEMBANGUNAN
SDM DI PROVINSI BANTEN
4.1. Kependudukan
Provinsi Banten mempunyai luas 9.018,64 Km2. Secara administrasi wilayah ini dibagi menjadi empat kabupaten dan empat kota dan terdiri dari 154 kecamatan serta 1.535 desa/kelurahan. Wilayah Provinsi Banten berada pada batas astronomis 105.01’11”-106.07’12”BT dan 5.07’50”-7.01’1”LS, serta mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan nasional dan berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara. Batas wilayah Provinsi Banten adalah: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan dengan Samudera Hindia dan, Sebelah barat dengan Selat Sunda.
Informasi kependudukan sangat diperlukan bagi perencanaan dan evaluasi pembangunan. Hal ini dikarenakan paradigma pembangunan telah bergeser, yang semula pembangunan hanya bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi saat ini juga peningkatan kualitas SDM. Jumlah penduduk di suatu daerah, sebenarnya merupakan suatu aset dan potensi yang besar bagi pembangunan apabila penduduk tersebut berkualitas, sebaliknya apabila jumlah penduduk yang besar tersebut mempunyai kualitas yang rendah, maka akan menjadi beban bagi proses pembangunan yang dilaksanakan. Pada Gambar 4 ditunjukkan perkembangan jumlah penduduk Banten yang terus meningkat dari tahun 1961 sampai 2009. Kecenderungan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun ini bukan hanya disebabkan pertambahan penduduk secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas migran baru yang masuk yang disebabkan daya tarik Provinsi Banten. Daya tarik wilayah Banten, adanya daerah industri di sekitar Tangerang, Serang dan Cilegon, terutama industri pengolahan yang memberikan kontribusi 48,75 persen terhadap PDRB di provinsi ini. Penelitian Iskandar at. al., 2007 menyatakan, industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumber daya (resource-based industries), industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di sekitar kota.
(1)
Lampiran 16. Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijasah Tertinggi yang
Dimiliki, Tahun 2009
Kabupaten/Kota
Ijazah Tertinggi
Jumlah Tidak
Punya SD/MI
SLTP /MTs
SMU/
SMK/MA DI/DII
D3. DIV. S1. S2.S3 Laki-laki
Kab Pandeglang 144.407 167.685 65.171 41.483 3.838 9.818 432.402 Kab Lebak 163.736 208.092 70.723 37.098 2.294 6.369 488.312 Kab Tangerang 314.246 332.878 297.958 452.716 5.495 92.450 1.495.743 Kab Serang 138.097 207.370 116.546 82.144 3.491 6.988 554.636 Kota Tangerang 61.526 124.197 120.187 232.307 2.906 79.761 620.884 Kota Cilegon 21.459 38.983 29.128 48.239 1.420 7.727 146.956 Kota Serang 44.785 59.748 37.565 49.408 1.304 12.775 205.585 Banten 888.256 1.138.953 737.278 943.395 20.748 215.888 3.944.518
Perempuan
Kab Pandeglang 169.672 162.506 52.592 30.403 4.163 5.945 425.281 Kab Lebak 208.093 212.849 51.430 23.672 2.284 2.836 501.164 Kab Tangerang 378.985 374.568 285.803 314.827 10.122 83.783 1.448.088 Kab Serang 195.871 180.042 92.490 50.895 2.464 3.734 525496 Kota Tangerang 104.040 149.540 133.131 186.515 6.785 60.739 640.750 Kota Cilegon 29.875 41.285 31.782 31.450 927 5.029 140.348 Kota Serang 48.305 64.321 33.626 39.798 2.296 7.682 196.028 Banten 1.134.841 1.185.111 680.854 677.560 29.041 169.748 3.877.155
Laki-laki+Perempuan
Kab Pandeglang 314.079 330.191 117.763 71.886 8.001 15.763 857.683 Kab Lebak 371.829 420.941 122.153 60.770 4.578 9.205 989.476 Kab Tangerang 693.231 707.446 583.761 767.543 15.617 176.233 2.943.831 Kab Serang 333.968 387.412 209.036 133.039 5.955 10.722 1.080.132 Kota Tangerang 165.566 273.737 253.318 418.822 9.691 140.500 1.261.634 Kota Cilegon 51.334 80.268 60.910 79.689 2.347 12.756 287304 Kota Serang 93.090 124.069 71.191 89.206 3.600 20.457 401.613
(2)
Lampiran 17. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijasah
Tertinggi yang Dimiliki, Tahun 2009
Kabupaten/Kota
Ijazah Tertinggi
Jumlah Tidak
Punya SD/MI
SLTP/ MTs
SMU/
SMK/MA DI/DII
D3. DIV. S1. S2.S3 Laki-laki
Kab Pandeglang 33,4 38,8 15,1 9,6 0,9 2,3 100
Kab Lebak 33,5 42,6 14,5 7,6 0,5 1,3 100
Kab Tangerang 21,0 22,3 19,9 30,3 0,4 6,2 100
Kab Serang 24,9 37,4 21,0 14,8 0,6 1,3 100
Kota Tangerang 9,9 20,0 19,4 37,4 0,5 12,8 100
Kota Cilegon 14,6 26,5 19,8 32,8 1,0 5,3 100
Kota Serang 21,8 29,1 18,3 24,0 0,6 6,2 100
Banten 22,5 28,9 18,7 23,9 0,5 5,5 100
Perempuan
Kab Pandeglang 39,9 38,2 12,4 7,1 1,0 1,4 100
Kab Lebak 41,5 42,5 10,3 4,7 0,5 0,6 100
Kab Tangerang 26,2 25,9 19,7 21,7 0,7 5,8 100
Kab Serang 37,3 34,3 17,6 9,7 0,5 0,7 100
Kota Tangerang 16,2 23,3 20,8 29,1 1,1 9,5 100
Kota Cilegon 21,3 29,4 22,6 22,4 0,7 3,6 100
Kota Serang 24,6 32,8 17,2 20,3 1,2 3,9 100
Banten 29,3 30,6 17,6 17,5 0,7 4,4 100
Laki-laki+Perempuan
Kab Pandeglang 36,6 38,5 13,7 8,4 0,9 1,8 100
Kab Lebak 37,6 42,5 12,3 6,1 0,5 0,9 100
Kab Tangerang 23,5 24,0 19,8 26,1 0,5 6,0 100
Kab Serang 30,9 35,9 19,4 12,3 0,6 1,0 100
Kota Tangerang 13,1 21,7 20,1 33,2 0,8 11,1 100
Kota Cilegon 17,9 27,9 21,2 27,7 0,8 4,4 100
Kota Serang 23,2 30,9 17,7 22,2 0,9 5,1 100
(3)
Lampiran 18. Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Keluhan Kesehatan, Jenis
Kelamin dan Kabupaten/Kota, Tahun 2009
Kabupaten/Kota
Jenis Keluhan Kesehatan
Panas Batuk Pilek Asma Diare
Laki-laki
Kab Pandeglang 82.075 89.202 97.466 16.326 11.006
Kab Lebak 53.832 76.963 63.001 12.079 11.147
Kab Tangerang 328.093 436.788 420.974 32.015 35.563 Kab Serang 88.309 129.145 110.936 12.065 9.889 Kota Tangerang 140.339 167.579 166.065 7.412 9.420
Kota Cilegon 30.199 35.695 25.908 1.199 1.627
Kota Serang 47.286 60.485 57.432 4.871 7.203
Banten 770.133 995.857 941.782 85.967 85.855
Perempuan
Kab Pandeglang 88.900 98.677 114.755 16.858 12.248
Kab Lebak 51.137 77.204 74.170 14.750 6.168
Kab Tangerang 293.237 375.721 355.905 39.418 24.395
Kab Serang 70.760 95.731 87.690 9.280 10.127
Kota Tangerang 126.227 160.328 156.625 6.505 6.569
Kota Cilegon 29.346 37.367 25.663 1.576 2.792
Kota Serang 41.708 57.836 58.593 5.857 7.404
Banten 701.315 902.864 873.401 94.244 69.703
Laki-laki+Perempuan
Kab Pandeglang 170.975 187.879 212.221 33.184 23.254 Kab Lebak 104.969 154.167 137.171 26.829 17.315 Kab Tangerang 621.330 812.509 776.879 71.433 59.958 Kab Serang 159.069 224.876 198.626 21.345 20.016 Kota Tangerang 266.566 327.907 322.690 13.917 15.989
Kota Cilegon 59.545 73.062 51.571 2.775 4.419
Kota Serang 88.994 118.321 116.025 10.728 14.607 Banten 1.471.448 1.898.721 1.815.183 180.211 155.558
(4)
Lanjutan lampiran 18
Kabupaten/Kota
Jenis Keluhan Kesehatan Jumlah Penduduk Yang Ada
Keluhan Sakit Kepala Sakit Gigi Lainnya
Laki-laki
Kab Pandeglang 39.555 11.615 67.333 203.055
Kab Lebak 27.487 10.215 82.289 190.220
Kab Tangerang 88.947 28.697 177.894 771.438
Kab Serang 30.767 8.140 61.691 224.249
Kota Tangerang 33.046 9.389 99.602 308.844
Kota Cilegon 9.947 2.451 8.497 53.507
Kota Serang 14.049 3.774 21.943 98.800
Banten 243.798 74.281 519.249 1.850.113
Perempuan
Kab Pandeglang 48.904 11.268 73.824 222.696
Kab Lebak 39.181 9.022 90.397 199.597
Kab Tangerang 125.836 29.903 216.690 715.386
Kab Serang 41.270 4.781 72.238 217.323
Kota Tangerang 35.485 6.537 125.615 322.008
Kota Cilegon 15.063 2.721 8.924 59.023
Kota Serang 20.234 4.905 25.569 102.400
Banten 325.973 69.137 613.257 1.838.433
Laki-laki+Perempuan
Kab Pandeglang 88.459 22.883 141.157 425.751
Kab Lebak 66.668 19.237 172.686 389.817
Kab Tangerang 214.783 58.600 394.584 1.486.824
Kab Serang 72.037 12.921 133.929 441.572
Kota Tangerang 68.531 15.926 225.217 630.852
Kota Cilegon 25.010 5.172 17.421 112.530
Kota Serang 34.283 8.679 47.512 201.200
(5)
Lampiran 19. Persentase Penduduk Menurut Jenis Keluhan Kesehatan, Jenis
Kelamin dan Kabupaten/Kota, Tahun 2009
Kabupaten/Kota
Jenis Keluhan Kesehatan Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit
Kepala
Sakit Gigi
Lain-nya Laki-laki
Kab Pandeglang 40,4 43,9 48,0 8,0 5,4 19,5 5,7 33,2
Kab Lebak 28,3 40,5 33,1 6,4 5,9 14,5 5,4 43,3
Kab Tangerang 42,5 56,6 54,6 4,2 4,6 11,5 3,7 23,1
Kab Serang 39,4 57,6 49,5 5,4 4,4 13,7 3,6 27,5
Kota Tangerang 45,4 54,3 53,8 2,4 3,1 10,7 3,0 32,2 Kota Cilegon 56,4 66,7 48,4 2,2 3,0 18,6 4,6 15,9
Kota Serang 47,9 61,2 58,1 4,9 7,3 14,2 3,8 22,2
Banten 41,6 53,8 50,9 4,6 4,6 13,2 4,0 28,1
Perempuan
Kab Pandeglang 39,9 44,3 51,5 7,6 5,5 22,0 5,1 33,2
Kab Lebak 25,6 38,7 37,2 7,4 3,1 19,6 4,5 45,3
Kab Tangerang 41,0 52,5 49,8 5,5 3,4 17,6 4,2 30,3
Kab Serang 32,6 44,1 40,4 4,3 4,7 19,0 2,2 33,2
Kota Tangerang 39,2 49,8 48,6 2,0 2,0 11,0 2,0 39,0 Kota Cilegon 49,7 63,3 43,5 2,7 4,7 25,5 4,6 15,1
Kota Serang 40,7 56,5 57,2 5,7 7,2 19,8 4,8 25,0
Banten 38,1 49,1 47,5 5,1 3,8 17,7 3,8 33,4
Laki-laki+Perempuan
Kab Pandeglang 40,2 44,1 49,8 7,8 5,5 20,8 5,4 33,2
Kab Lebak 26,9 39,5 35,2 6,9 4,4 17,1 4,9 44,3
Kab Tangerang 41,8 54,6 52,3 4,8 4,0 14,4 3,9 26,5
Kab Serang 36,0 50,9 45,0 4,8 4,5 16,3 2,9 30,3
Kota Tangerang 42,3 52,0 51,2 2,2 2,5 10,9 2,5 35,7 Kota Cilegon 52,9 64,9 45,8 2,5 3,9 22,2 4,6 15,5
Kota Serang 44,2 58,8 57,7 5,3 7,3 17,0 4,3 23,6
Banten 39,9 51,5 49,2 4,9 4,2 15,4 3,9 30,7
(6)
Lampiran 20. Banyaknya Penduduk yang Sakit Menurut Lama Sakit dan Jenis
Kelamin, Tahun 2009
Kabupaten/Kota Lamanya Sakit (Hari) Jumlah
1-3 4-7 8-14 15-21 22-30
Laki-laki
Kab Pandeglang 53.774 44.151 5.768 5.355 6.118 115.166
Kab Lebak 47.570 44.771 5.677 1.546 5.930 105.494
Kab Tangerang 249.517 124.058 9.085 6.968 8.926 398.554
Kab Serang 59.379 43.614 4.753 5.800 3.944 117.490
Kota Tangerang 77.597 42.710 4.292 958 3.334 128.891
Kota Cilegon 27.469 8.821 462 484 369 37.605
Kota Serang 43.954 22.950 3.134 1.521 1.692 73.251
Banten 559.260 331.075 33.171 22.632 30.313 976.451
Perempuan
Kab Pandeglang 58.451 47.951 8.941 6.705 12.281 134.329
Kab Lebak 53.958 44.422 4.566 1.727 6.290 110.963
Kab Tangerang 237.442 94.839 10.554 7.477 7.413 357.725
Kab Serang 52.219 30.154 4.066 5.113 4.287 95.839
Kota Tangerang 74.158 39.634 6.269 1.443 2.898 124.402
Kota Cilegon 27.677 11.143 1.062 488 0 40.370
Kota Serang 43.163 22.466 3.107 1.907 872 71.515
Banten 547.068 290.609 38.565 24.860 34.041 935.143
Laki-laki+Perempuan
Kab Pandeglang 112.22.5 92.102 14.709 12.060 18.399 249.495
Kab Lebak 101.528 89.193 10.243 3.273 12.220 216.457
Kab Tangerang 486.959 218.897 19.639 14.445 16.339 756.279
Kab Serang 111.598 73.768 8.819 10.913 8.231 213.329
Kota Tangerang 151.755 82.344 10.561 2.401 6.232 253.293
Kota Cilegon 55.146 19.964 1.524 972 369 77.975
Kota Serang 87.117 45.416 6.241 3.428 2.564 144.766