Seleksi Primer Cross Spesies Amplification
species amplification untuk kedua jenis primer Shc dan Sle tersebut juga sudah pernah berhasil dilakukan pada jenis Shorea robusta Panday dan Geburek 2009.
Berdasarkan hasil seleksi primer tersebut, primer yang digunakan adalah primer yang teramplifikasi yang menghasilkan fragmen DNA polimorfik. Pada
penelitian ini pemilihan primer yang diguanakan adalah sebanyak tiga primer yaitu Sle01, Sle07 dan Shc04. Hal ini berdasarkan pada keterwakilan jumlah
primer polimorfik yang telah diuji diseleksi. Gambar 7.
a
b 1
2 3
7 6
5 4
50 bp 50 bp
100 bp 150 bp
200 bp 250 bp
100 bp 150 bp
200 bp 250 bp
c
Keterangan: a 1 = Primer Sle08, 2 = Primer Sle02, 3= Primer Sle05; b 4= Primer Shc03, 5=Primer Shc02, 6=Primer Shc01 dan 7=Shc07; c 8=Primer Sle07, 9=Primer
Shc04 dan 10=Primer Sle01.
Gambar 7 Foto hasil seleksi primer Pada Gambar 7a menunjukkan bahwa adanya lokus dan jumlah alel yang
sama monomorfis, hal ini berhubungan dengan tipe pengulangan dari primer yang digunakan dan jumlah sampel yang digunakan. Sedangkan pada Gambar
7c menunjukkan adanya kecocokan dalam amplifikasi primer terhadap DNA dimana ditemukan posisi lokus pada alel yang berbeda, sehingga dapat dikatakan
bahwa lokus tersebut polimorfik. Hasil elektroforesis pada gel poliakrilamid mampu memisahkan DNA
lebih sempurna. Penentuan ukuran dan jumlah alel yang muncul pada gel didasarkan pada asumsi bahwa semua pita DNA yang memiliki laju migrasi yang
sama disebut homolog Leung et al dalam Munarti 2005. Berdasarkan amplifikasi tiga primer yang digunakan yaitu Sle01, Sle07
dan Shc04 dapat dilihat jumlah alel yang ditemukan adalah minimum 1 alel dan maksimum 2 alel dan menghasilkan lokus polimorfik. Pada Gambar 8 dapat
dilihat bahwa DNA S.laevis menggunakan primer Shc04 memiliki fragmen DNA 8
10
9
50 bp 100 bp
150 bp 200 bp
250 bp
atau pita dengan berukuran antara 60-80 bp. Sedangkan untuk primer Sle01 dan Sle07 masing-masing memiliki fragmen DNA pada ukuran 150-200 bp dan 190 -
210 bp. Hal ini dapat dilihat perbandingan hasil produk PCR awal yang digunakan pada jenis Shorea leprosula dan Shorea curtisii dengan hasil produk PCR pada
jenis S.laevis. Adapun rinciannya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan ukuran pasangan basa base pairs
Primer Hasil PCR awal bp
Hasil PCR pada S. laevis
bp Keterangan
Sle01 179-188
150-200 Polimorfik
Sle07
175-190 190-210
Polimorfik
Shc04
96 60-80
Polimorfik
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa primer Shc04 memiliki lokus awal hasil PCR awal 96 bp dan lokus pada S.laevis 60-80 bp, hal ini diduga adanya mutasi
yang mengubah informasi genetik di dalam urutan DNA pada gen. Menurut Welsh 1990, mutasi dapat terjadi secara spontan dalam frekuensi tertentu yang
tergantung pada keadaan lokus itu sendiri dan informasi genetik disekitar kromosom. Mutasi pada beberapa lokus dapat terjadi dengan mudah, sementara
pada lokus - lokus lain kromosomnya sangat stabil. Tingkat kestabilan kromosom terhadap mutasi tergantung pada keadaan alel yang mengendalikan lokus.
4.3 Interpretasi dan Analisis Data 4.3.1 Keragaman Genetik dalam Populasi
Peubah yang digunakan untuk mencirikan keragaman genetik dalam populasi yaitu Presentase Lokus Polimorfik PLP, jumlah alel yang diamati na,
jumlah alel efektif ne dan variasi genetik He Finkeldey, 2005. Nilai peubah numerik hasil analisis berdasarkan mikrosatelit pada daun S. laevis disajikan pada
Tabel 8, sedangkan hasil skoring pita DNA disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 8 Peubah yang mencirikan keragaman genetik dalam populasi Shorea laevis
No. Populasi
N PLP
na ne
He 1
Batu Ampar 20
100 2,3333
1,8384 0,4467
2
Berau 20
100 2,6667
1,7881 0,3958
3 Sarpatim
20 100
1,7802 0,6332
0,4200
4 Suka Jaya Makmur
20 100
2,6667 1,8229
0,4325
5 Bukit Bangkirai
20 100
2,3333 1,8826
0,4646
6 Sari Bumi Kusuma
20 100
2,0000 1,8235
0,4400
7 ITCIKU
20 100
2,3333 2,0444
0,5104
Rata-rata 20
100 2,3019
1,6904 0,4443
Keterangan : N = Jumlah total individu; PLP = Persentase Lokus Polimorfik; na = Jumah alel yang diamati; ne
= Jumah alel efektif Kimura and Crow 1964; He = Diferensiasi genetik Nei 1973Heterozigositas harapan
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata PLP = 100 , na = 2,3019, ne = 1,6904 dan H
e
= 0,4443. Secara umum nilai variasi genetik ini lebih kecil bila dibandingkan dengan jenis Shorea lainnya yang juga dianalisis dengan
menggunakan penanda mikrosatelit, dimana pada jenis Shorea cordifolia nilai He = 0,723 Stacy et al 2001, Shorea curtisii nilai He = 0,639 Ujino et al. 1998, S.
leprosula Lee et al. 2004 dan Isoda et al. 2005 masing-masing nilai He =
0,622 dan 0,686 serta pada Jati Tectona grandis He= 0,601
Tabel 9. Kemungkinan yang menyebabkan rendahnya nilai keragaman yang didapat pada
penelitian ini adalah jumlah penandalokus yang digunakan sedikit. Tabel 9 Keragaman genetik beberapa jenis Meranti dan Jati
Populasi S. laevis di PT. ITCIKU memiliki nilai keragaman genetik tertinggi dengan nilai H
e
= 0,5104 garis melingkar merah. Sedangkan populasi yang memiliki nilai rata-rata H
e
paling kecil adalah S. laevis Berau, yaitu H
e
= 0,3958 garis melingkar hijau. Adanya nilai He tertinggi sebesar 0,5104 di lokasi
PT ITCIKU, menjadikan bahwa keragaman genetik dari lokasi tersebut dapat mewakili keragaman secara keseluruhan dari enam lokasipopulasi lainnya.
No Jenis
Metode H
e
Sumber
1 S. cordifolia
Mikrosatelit 0,723
Stacy et al. 2001 2
S. curtisii Mikrosatelit
0,639 Ujino et al. 1998
3 S. leprosula
Mikrosatelit 0,622
Lee et al. 2004 4
S. leprosula Mikrosatelit
0,686 Isoda et al. 2005
5 Tectona grandis
Mikrosatelit 0,601
Munarti 2005