Keragaman Genetik antar Populasi

jarak fisik Ja ra k g e n e ti k 800 700 600 500 400 300 200 100 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 Gambar 8 Hubungan antara jarak genetik dengan jarak fisik Selain dari jarak serta nilai pembagian ragam genetik, peubah lain yang dapat digunakan untuk mencirikan ragam genetik antar populasi adalah analisis gerombolkelompok atau dendogram jarak genetik antar populasi. Berdasarkan analisis nilai jarak genetik yang telah dihitung berdasarkan software Popgene versi 3.2 dan diolah menggunakan metode pemasangan kelompok aritmatika tidak berbobot Unweighted Pair-Grouping Method with Aritmatic Averaging, UPGMA dengan software Numerical Taxonomy and Mulivariate Analysis System NTSys Versi 2.01., dihasilkan dendrogram jarak genetik antar populasi seperti terlihat pada Gambar 9. Gambar 9 Dendrogram populasi nuklear daun Shorea laevis Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa populasi nuklear daun S. laevis yang dianalisis membentuk tiga kelompok klaster besar dimana kelompok besar pertama terdiri dari populasi Bukit bangkirai, ITCIKU, SBK dan SJM. Kelompok besar kedua dibentuk oleh kelompok pertama dengan populasi Sarpatim dan Berau. Sedangkan kelompok ketiga dibentuk antara kelompok pertama, kelompok kedua dan populasi Batu Ampar. Berdasarkan dendogram tersebut, dapat dilihat bahwa tujuh populasi yang dianalisis tidak mengelompok seluruhnya berdasarkan propinsi. Semua populasi secara umum mengelompok secara acak. Kemampuan suatu jenis pohon hutan untuk beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan sangat tergantung pada keragaman genetik dan multiplisitas individual pohon dalam populasi Gregorius, 1989 dalam Hosius et al., 2000. Penetapan pola struktur dan variasi distribusi genetik di dalam dan antar populasi akan memberikan informasi dasar bagi kepentingan penetapan aktivitas pemuliaan pohon di masa datang dan upaya melakukan konservasi sumberdaya genetik serta penelusuran asal usul bahan tanaman. Upaya pemuliaan yang dapat dilakukan ialah membangun kebun benih dengan bahan tanaman berasal dari populasi yang berbeda dengan anak-anakan berasal dari pohon plus yang telah dipilih. Sistem penanaman dilakukan dengan melihat hubungan kekerabatan dari pohon plus, apabila anakan berasal dari populasi yang berdekatan maka penanamannya dilakukan sangat berjauhan. Dengan kata lain berdasarkan Gambar 7 anakan dari pohon plus PT. ITCIKU harus di tanam pada jarak yang berjauhan dari anakan pohon plus Bukit Bangkirai. Pada anakan dari pohon plus PT. ITCIKU harus ditanam berdekatan dengan anakan dari pohon plus Batu Ampar. Hal ini bertujuan meningkatkan variasi genetik dalam populasi tersebut, sehingga akan menghasilkan benih yang berkualitas dan unggul secara genetik. Mempertahankan keragaman atau variasi genetik suatu populasi sangat penting dalam konservasi karena akan menjamin ketersediaan sumberdaya genetik apabila diperlukan. Variasi genetik yang tinggi akan mendukung suatu populasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya serta keanekaragaman hayati akan terjaga. Menurut Namkoong et al. 1996 dalam Finkeldey 2005 salah satu indikator genetik dalam praktek manajemen hutan yang lestari adalah besarnya variasi genetik. Variasi genetik yang besar sangat mempengaruhi kemampuan jenis untuk beradaptasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. DNA daun pada jenis Shorea laevis dapat diisolasi dan diekstraksi dengan cukup murni sehingga dapat dilakukan proses amplifikasi. Beberapa hasil seleksi primer pada daun menghasilkan amplifikasi pola pita yang polimorfik. 2. Nilai ragam genetik atau heterozigositas He rata-rata populasi S. laevis di Pulau Kalimantan lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai He jenis- jenis Shorea sp lainnya. Populasi S. laevis dari PT. ITCIKU memiliki nilai variasi genetik tertinggi dengan nilai H e = 0,5104. Sedangkan populasi yang memiliki nilai rata-rata H e paling kecil adalah S. laevis Berau, yaitu H e = 0,3958. Nilai-nilai variasi genetik tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merancang program pemuliaan dalam mempertahankan atau meningkatkan variasi sumberdaya genetik jenis S. laevis. 3. Populasi yang memiliki jarak genetik yang paling besar adalah antara populasi Batu Ampar dengan populasi Sari Bumi Kusuma dengan nilai jarak genetik yaitu 0,5229. Jarak genetik yang besar ini mengindikasikan bahwa hubungan kekerabatan kedua populasi ini cukup jauh. Sedangkan populasi dengan jarak genetik terdekat adalah antara populasi Bukit Bangkirai dengan populasi ITCIKU yaitu 0,0072.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukannya eksplorasi primer spesifik dan primer universal lebih banyak lagi agar dapat memisahkan antar populasi wilayah konsesi di Kalimantan. 2. Perlu dilakukannya upaya pemuliaan dan strategi konservasi genetik jenis S. laevis . DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1991.Vademikum Dipterocarpaceae. Badan Litbang Departemen Kehutanan. http:www.indonesiaforest.com. Bonbouza H, Jaquemin JM, Baudoin JP, dan Mergeai G. 2006. Optimization of a realible, fast, cheap and sensitive silver staining method to detect SSR markers in polyacrylamide gels. Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 2006 10 2, 77-81. Crowder LB. 1986. Ecological and morphological shifts in Lake Michigan fishes: Glimpses of the ghost of competition past. Environ. Biol. Fish. 16: 147-l 5 Djamhuri, E. 2009. Dasar-dasar Pemuliaan Pohon Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:12 – 15. Elrod S, Stansfield W. 2002. Genetics. Fourth Edition, McGraw-Hill, NY. Estoup A, Jarne P, Cornent JM. 2002. Homoplasy and mutation model at microsatellite loci and their consequnces for population genetic analysis. Mol. Ecol. 11: 1591-1604. Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E., Siregar IZ., Siregar UJ., Kertadikara AW., penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-Univerity-Gottingen. Terjemahan dari : An Introduction to Tropical Forest Genetics. Henry RJ. 1997. Practical Aplications of Plant Molecular Biology. London: Chapman and Hall. Hosius B, F Bergmann, M Konnert and W Henkel. 2000. A concept of seed orchards based on isoenzyme gene markers. Forest Ecology and Management 131: 143 –152. Husnaeni A. 2008. Variasi Genetik Jati Pada Hutan Tanaman Di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Kimura M Crow J F. The number of alleles that can be maintained in a finite population. Genetics 49:725-38, 1964. Mader SS. 2001. Biology. Ed ke-7. New York : The Mc Graw-Hill Companies, Inc. Martawijaya A, Iding K, Kosasi K, Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Balitbang.