Distribusi Kawasan Rawan Tanah Longsor pada Peruntukan Ruang Kawasan Konservasi Lindung

mengurangi erosi tanah, penanaman pohon dengan perakaran kuat pada lereng-lereng curam, dan sebagainya. b. Sementara soft engineering adalah upaya-upaya untuk merekayasa pola pikir masyarakat agar memiliki kesadaran yang tinggi dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pemanfaatan ruang. Upaya ini antara lain dapat dilakukan melalui penyuluhan, penyebarluasan informasi, pelatihan, dan sebagainya.

4.3.2 Distribusi Kawasan Rawan Tanah Longsor pada Peruntukan Ruang Kawasan Konservasi Lindung

Selain masalah yang telah disebutkan diatas, kendala lain yang dihadapi Kabupaten Bogor dalam hubungannya dengan tata ruang adalah ketidaktertiban dalam penggunaan lahan. Berdasarkan hasil overlay antara Peta RTRW Kabupaten Bogor dengan Peta Penutupan Lahan Kabupaten Bogor, pada beberapa kecamatan ditemukan kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya sebagaimana diatur dalam RTRW Kabupaten Bogor seperti yang terlihat pada Tabel 18 dan Gambar 12. Kawasan yang berdasarkan RTRW seharusnya merupakan kawasan konservasi dan kawasan lindung yang berfungsi untuk melindungi lingkungan disekitarnya dari bencana tanah longsor pada kenyataannya beralih fungsi menjadi permukiman, kebun, sawah, ladang maupun tegalan. Hal tersebut tentu saja menyalahi aturan pemanfaatan dari kawasan konservasi dan kawasan lindung sendiri. Kawasan konservasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. Penelitian dan pengembangan b. Ilmu pengetahuan c. Pendidikan d. Kegiatan penunjang budidaya e. Pariwisata alam dan rekreasi f. Pelestarian budaya Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, kegiatan pemanfaatan hutan pada kawasan lindung dapat berupa : 1. Kegiatan pemanfaatan kawasan meliputi : a. budidaya tanaman obat; b. budidaya tanaman hias; c. budidaya jamur; d. budidaya lebah; e. penangkaran satwa liar; atau f. budidaya hijauan makanan ternak. 2. Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung meliputi : a. pemanfaatan jasa aliran air; b. pemanfaatan air; c. wisata alam; d. perlindungan keanekaragaman hayati; e. penyelamatan dan perlindungan lingkungan; atau f. penyerapan danatau penyimpanan karbon 3. Pemungutan hasil hutan pada Hutan Lindung meliputi : a. rotan; b. madu; c. getah; d. buah; e. jamur; atau f. sarang burung walet. Kegiatan pemanfaatan baik di kawasan konservasi maupun kawasan lindung tentunya dilakukan dengan tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya; pengolahan tanah terbatas; tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi; tidak untuk menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; danatau tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam. Penyalahgunaan lahan dapat memicu terjadinya tanah longsor terutama pada wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi. Berdasarkan hasil overlay antara Peta RTRW dan Penutupan Lahan Kabupaten Bogor dengan Peta Kerawanan Tanah Longsor, diketahui bahwa alih fungsi lahan tersebut juga terjadi pada daerah dengan kerawanan longsor tinggi seperti yang terlihat pada Gambar x dan Tabel 18. Hal tersebut tentu menambah kerentanan daerah alih fungsi tersebut terhadap bencana tanah longsor mengingat tidak lagi adanya kawasan yang mampu melindungi lingkungan sekitar dari bahaya tanah longsor. Tabel 18 Distribusi kawasan rawan tanah longsor pada peruntukan ruang kawasan konservasi dan lindung Pola Ruang Lokasi Kecamatan Kerawanan Penutupan Lahan Kesesuaian Rekomendasi Kawasan Konservasi Babakan Madang, Caringin, Ciawi, Cigombong, Cigudeg, Cijeruk, Cisarua, Jasinga, Leuwiliang, Megamendung, Nanggung, Pamijahan, Sukajaya, Tamansari, Tenjolaya Tinggi Permukiman Tidak Sesuai Relokasi, Rehabilitasi Hutan Sesuai Pengamanan Kebun Tidak Sesuai Enrichment Planting, Pengamanan Sawah Tidak Sesuai Rehabilitasi, Pengamanan Ladang Tidak Sesuai Rehabilitasi, Pengamanan Tegalan Tidak Sesuai Rehabilitasi Kawasan Lindung Babakan Madang, Cisarua, Megamendung, Sukamakmur, Sukaraja Tinggi Permukiman Tidak Sesuai Relokasi, Rehabilitasi Hutan Sesuai Pengamanan Kebun Tidak Sesuai Enrichment Planting, Pengamanan Sawah Tidak Sesuai Rehabilitasi, Pengamanan Ladang Tidak Sesuai Rehabilitasi, Pengamanan Tegalan Tidak Sesuai Rehabilitasi Sumber : Peta Distribusi Kawasan Rawan Tanah longsor pada Peruntukan Ruang Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung Berdasarkan Tabel 18 diatas diketahui bahwa pada Kawasan Konservasi maupun Kawasan Lindung terdapat ketidaksesuaian antara peruntukan kawasan dengan pemanfaatan kawasan. Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung seharusnya berupa hutan, namun penutupan lahan di kawasan ternyata berupa permukiman, kebun, sawah, ladang dan tegalan. Untuk kawasan yang sudah berupa permukiman, perlu adanya direlokasi karena pada Kawasan konservasi maupun kawasan Lindung dilarang adanya pendirian bangunan, terlebih kawasan tersebut berada pada daerah kerawanan longsor tinggi, sehingga dapat membahayakan penduduk yang tinggal di dalamnya. Selain itu, pada lahan bekas permukiman tersebut juga diperlukan rehabilitasi lahan guna mengembalikan fungsi dari kawasan tersebut. Untuk kawasan yang masih berupa hutan diperlukan pengamanan kawasan agar tidak terjadi kembali alih fungsi lahan. Sedangkan untuk kawasan yang berupa kebun, secara substansial penutupan lahan tidak berbeda jauh fungsinya dengan hutan karena jenis tumbuhan di dalamnya bisa saja berupa pohon. Hal yang perlu diperhatikan adalah jenis tumbuhan yang ada di dalamnya sebaiknya berupa pohon. Sehingga diperlukan enrichment planting dengan pohon yang dapat menahan gerakan tanah, pada kawasan konservasi jenis yang ditanam tentunya adalah jenis-jenis setempat. Selain itu, tentunya diperlukan pengamanan kawasan sehingga pemanfaatan lahan dapat dikendalikan. Untuk kawasan berupa sawah dan ladang perlu adanya rehabilitasi dan pengamanan karena telah menyalahi aturan pemanfaatan pada Kawasan konservasi maupun kawasan Lindung. Sedangkan untuk kawasan yang tidak berfungsi optimal dengan penutupan lahan berupa tegalan juga diperlukan rehabilitasi guna mengoptimalkan fungsi dari kawasan tersebut. Menurut Suranto 2008 tingginya aktivitas alihfungsi lahan oleh masyarakat tersebut dipengaruhi oleh karakteristik fisik alam, karakteristik sosial ekonomi masyarakat, faktor turun temurun, tingginya nilai lahan yang layak huni dan kondisi lingkungan yang masih alami. Dengan demikian, diperlukan kebijakan dan strategi terkait pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi dan lindung terutama pada daerah rawan bencana longsor dalam konteks penataan ruang antara lain : 1. Perlu upaya evaluasi pelaksanaan atau implementasi kewajiban kepemilikan Ijin Mendirikan Bangunan IMB sebagai pengendali pemanfaatan lahan khususnya permukiman melalui penguatan kelembagaan dan bimbingan teknis kepada petugas pemerintah. 2. Perlu upaya pemantauan dan evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang dilaksanakan secara terus menerus. 3. Perlu adanya regulasi disertai penertiban yang tegas berupa sanksi hukum kepada siapapun yang membangun bangunan dengan tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan sehingga mempermudah dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan penataan ruang yang direncanaka dapat terwujud. Penertiban tersebut dapat berupa pemberian sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan sementara, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, penolakan atau pembatalan izin, pembongkaran bangunan, danatau pemulihan fungsi ruang. 4. Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif untuk meningkatkan perlindungan terhadap kawasan rawan bencana longsor. Mekanisme insentif dan disinsentif dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang dan untuk mengurangi atau mencegah timbulnya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Mekanisme ini dipandang sangat relevan untuk diterapkan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kawasan rawan bencana longsor, misalnya: a. Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum di kawasan rawan bencana longsor b. Pengenaan pajak yang tinggi terhadap kegiatan yang dikembangkan di kawasan rawan bencana longsor c. Pengenaan kewajiban kepada pemanfaat ruang di kawasan rawan bencana longsor untuk terlebih dahulu meningkatkan kontrol terhadap faktor penyebab longsor penghijauan, pembangunan retaining wall dan sebagainya dalam cakupan yang lebih luas daripada lahan yang dikuasai d. Pemberian preferensi kepada pemanfaat ruang yang bersedia untuk membebaskan dan menghutankan lahan di kawasan rawan bencana longsor. 5. Perlu upaya pendekatan kepada masyarakat yang memanfaatkan lahan pada kawasan konservasi dan lindung agar bersedia untuk direlokasi dan penyediaan lokasi untuk relokasi yang lebih layak huni untuk kawasan permukiman dan aktivitas ekonomi masyarakat. Gambar 12 Peta Distribusi Kawasan Rawan Tanah longsor pada Peruntukan Ruang Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan