Latar Belakang Analisis resiko produksi pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari Gunung Sindur Kabupaten Bogor

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Luas perairan Indonesia yang melebihi luas daratannya menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Sebagai negara maritim, sektor perikanan memegang peranan penting dalam meningkatkan ekonomi masyarakat, perdagangan maupun penyerapan tenaga kerja. Bahkan secara nasional sektor perikanan dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap Produk Domestik Bruto PDB DKP, 2008. Nilai PDB nasional untuk sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai PDB Nasional Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2004-2008 Lapangan Usaha Nilai PDB dalam Rp Milyar Rata-rata Perubahan tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Tanaman Bahan Makanan 165.558,2 181.331,6 214.346,3 265.090,9 347.841,7 20,65 Tanaman Perkebunan 49.630,9 56.433,7 63.401,4 81.595,5 106.186,4 21,23 Peternakan 40.634,7 44.202,9 51.074,7 61.325,2 82.835,4 19,83 Kehutanan 20.290,0 22.561,8 30.065,7 35.883,7 39.992,1 18,81 Perikanan 53.010,8 59.639,3 74.335,3 97.697,3 136.435,8 27,05 Total 329.124,6 364.169,3 433.223,4 541.592,6 713.291,4 21,58 Sumber : BPS 2009, diolah Berdasarkan data pada Tabel 1, sektor perikanan mengalami peningkatan rata-rata per tahun paling tinggi bila dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan yaitu dengan nilai 27,05 persen. Sedangkan nilai rata- rata perubahan yang paling rendah yaitu pada sektor kehutanan yang hanya mencapai 18,81 persen per tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki prospek yang baik di masa mendatang sehingga dapat menjadi andalan untuk kemajuan perekonomian Indonesia. Sektor perikanan dibagi menjadi dua yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan tangkap umumnya merupakan kegiatan ekonomi masyarakat yang dilakukan dengan menangkap ikan di perairan dengan menggunakan berbagai alat dan metode. Sebagian besar ikan yang ditangkap di perairan Indonesia yaitu bersumber dari ikan laut. Hal ini apabila dilakukan secara terus menerus dan dengan cara-cara yang tidak diizinkan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem laut sehingga dapat mengurangi populasi ikan yang dapat berimplikasi terhadap penurunan pendapatan nelayan. Menurut data dari DKP 2008, dari tahun 2004 hingga tahun 2007 produksi ikan terutama perikanan budidaya di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada sektor perikanan budidaya rata-rata peningkatan produksi dari tahun 2004-2007 yaitu sebesar 28,82 persen per tahun, sedangkan perikanan tangkap lebih rendah 26,79 persen yaitu hanya 2,03 persen per tahunnya. Adapun angka konsumsi ikan nasional pada tahun 2008 adalah sebesar 28 kg per kapita per tahun, meningkat dibandingkan tahun 2007 sebesar 26,03 kg per kapita per tahun. Di tahun 2009 dan 2010, masing-masing tingkat konsumsi ikan ditargetkan sebesar 30,16 kg dan 30,89 kg per kapita per tahun 1 . Hal tersebut mengindikasikan bahwa perikanan budidaya memiliki peluang yang lebih tinggi dalam menghasilkan produk perikanan dibandingkan dengan perikanan tangkap yang perkembangannya relatif lambat. Jumlah produksi ikan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2 . Perkembangan Produksi Ikan Indonesia Tahun 2004-2007 Jenis Produksi Ton 2004 2005 2006 2007 Rata-rata perubahan tahun Budidaya 1.468.610 2.163.674 2.682.596 3.088.800 28,82 Penangkapan 4.651.121 4.705.868 4.769.160 4.940.000 2,03 Total 6.119.731 6.869.542 7.451.756 8.028.800 9,49 Sumber : DKP 2008, diolah Tingginya peluang dalam perikanan budidaya menyebabkan banyak masyarakat mulai tertarik pada sektor ini. Menurut Effendi 2004, perikanan 1 www.harian-global.com . Lele Jadi Komoditas Utama. Diakses 03 Januari 2011 budidaya berdasarkan sumber air dibagi menjadi tiga yaitu budidaya air tawar freshwater culture, budidaya air payau brackishwater culture, dan budidaya laut mariculture. Budidaya air tawar dilakukan dengan menggunakan sumber air dari perairan tawar, sedangkan budidaya air payau dan marikultur masing-masing menggunakan air payau dan laut sebagai sumber airnya. Berdasarkan hal tersebut, budidaya air tawar umumnya dilakukan di daratan, baik dataran erndah maupun dataran tinggi. Budidaya air payau dilakukan di dataran sekitar pantai, muara sungai, atau rawa payau. Budidaya laut dilakukan di perairan laut yang terlindung dari ombak dan badai seperti teluk, selat, dan perairan dangkal yang terlindung. Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki potensi untuk pengembangan dalam sektor perikanan budidaya. Berdasarkan data dari BPS 2009, pada tahun 2007 Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang paling tinggi menghasilkan ikan budidaya yaitu sebesar 118.162 ton. Sementara itu total produksi ikan budidaya untuk Pulau Jawa pada tahun yang sama yaitu sebesar 210.921 ton, sehingga Jawa Barat berkontribusi terhadap produksi ikan budidaya di Pulau Jawa sebesar 56 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki potensi yang lebih tinggi untuk dikembangkan lebih lanjut dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Pulau Jawa. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki alam dan pemandangan indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut Sumber Daya Air, Sumber Daya Alam dan pemanfaatan lahan, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Pesisir dan Laut, serta Sumber Daya Perekonomian. Menurut data tahun 2005 propinsi Jawa Barat kini memiliki 16 Kabupaten dan 9 Kota dengan jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 2003 yaitu sebesar 38.059.540 jiwa 2 . Besarnya jumlah penduduk di Jawa Barat dapat dijadikan sebagai peluang karena dengan tingkat populasi yang tinggi maka tingkat konsumsi masyarakatnya pun semakin tinggi. Jawa Barat beriklim tropis dengan suhu berkisar antara 9 o C-34 o C dengan curah hujan berkisar antara 2.000 sampai 5.000 milimeter per tahun. 2 www.indonesia.go.id . Portal Nasional Republik Indonesia, Profil Daerah Jawa Barat. Diakses 09 Januari 2011 Jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Jawa Barat diantaranya yaitu ikan mas, nila, mujair, nilem, gurame, tawes, tambakan, bawal, lele, dan patin. Ikan lele merupakan salah satu ikan andalan dalam produksi ikan konsumsi dari Jawa Barat. Data produksi ikan konsumsi budidaya dalam kolam di Jawa Barat tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 . Produksi Ikan Konsumsi Budidaya dalam Kolam di Jawa Barat Tahun 2004-2009 Jenis Ikan Produksi Ton Perubahan Rata-Rata tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Mas 32.928,6 26.729 26.130,5 32.983 30.852,4 -0,33 Nila 24.913,3 27.425,3 28.817,3 26.963,2 31.471,8 6,36 Mujair 4.445,2 2.986,8 3.843,9 3.435 3.643,3 -2,17 Nilem 12.685,7 11.839,7 12.802,1 13.413,4 11.413,2 -2,71 Gurame 4.114,6 5.917,8 9.561 8.751 10.004 27,81 Tawes 5.267,6 6.536,7 4.678 7.220,1 4.883 4,41 Tambakan 2.793,1 2.849,3 2.849,3 3.099,6 2.722,1 0,06 Bawal 422,4 1.427,2 1.847,5 1.453,7 1.018,8 54,02 Lele 16.379,2 23.627 26.233 31.167,5 47.190 31,38 Patin 1.036,6 918,2 1.280,8 1.738,6 1.154,3 7,55 Total 104.986,30 110.257,00 118.043,40 130.225,10 144.352,90 Sumber : DKP Provinsi Jawa Barat 2010, diolah Berdasarkan Tabel 3 rata-rata perubahan produksi ikan konsumsi di Jawa Barat per tahunnya yang paling tinggi yaitu produksi ikan bawal yang mencapai 54 persen. Produksi budidaya ikan lele berada pada urutan kedua yaitu sebesar 31 persen. Rata-rata perubahan yang paling kecil yaitu pada produksi ikan nilem yaitu -2,71 persen per tahun yang berarti pada produksi ikan tersebut mengalami penurunan. Total produksi yang paling tinggi yaitu pada komoditas ikan mas yang mencapai rata-rata 29.924,7 ton per tahun. Komoditas ikan lele berada pada urutan kedua yaitu sebesar 28.919,34 ton per tahun. Rata-rata produksi paling rendah yaitu pada komoditas ikan patin yang hanya mencapai 1.225,7 ton per tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komoditas ikan lele cukup menjadi andalan dalam produksi perikanan budidaya di Jawa Barat. Jawa Barat memiliki beberapa Kota dan Kabupaten yang dijadikan sebagai sentra budidaya ikan lele karena besarnya produksi dalam menghasilkan komoditas tersebut. Beberapa Kota dan Kabupaten tersebut diantaranya yaitu Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya, dan Kota Bogor. Produksi Ikan Lele Konsumsi menurut KabupatenKota di Jawa Barat Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 . Produksi Ikan Lele Konsumsi Menurut KabupatenKota di Jawa Barat Tahun 2005-2009 KabupatenKota Produksi Ton Perubahan Rata-Rata tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Kab. Ciamis 693,35 700,63 418,32 435,99 1.062,82 27,19 Kab. Cianjur 1.284 1.232,1 1.248,36 760,19 247,53 -27,32 Kab. Sukabumi 482,51 648,04 699,89 592,55 374,08 -2,47 Kab. Karawang 803,8 467,4 440 647,2 784,56 5,15 Kab. Indramayu 8.317,9 8.750,66 10.796,6 13.270,79 17.093,47 20,08 Kab. Cirebon 258,5 244,5 286,7 450,9 447,9 17,11 Kab. Bogor 452,1 6.469 6.355 8.143 18.312,86 370,54 Kab. Bandung 555,76 363,46 570,98 896,15 1.065,56 24,59 Kota Tasikmalaya 218,22 425,43 410,56 519,05 565,88 31,73 Kota Bogor 38,72 340,35 307,68 226,62 470,37 212,65 Total 13.104,86 19.641,57 21.534,09 25.942,44 40.425,03 Sumber : DKP Provinsi Jawa Barat 2010, diolah Berdasarkan Tabel 4, persentase rata-rata perubahan Kabupaten Bogor merupakan yang paling tinggi yaitu dengan rata-rata perubahan sebesar 370,5 persen per tahun. Persentase rata-rata perubahan yang paling rendah yaitu berasal dari kabupaten Cianjur sebesar -27,3 persen per tahun, hal ini karena produksi ikan lele konsumsi pada daerah tersebut terus mengalami penurunan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Sementara itu, rata-rata total produksi ikan lele konsumsi paling tinggi dihasilkan dari Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 1.1645,9 ton per tahun, sedangkan Kabupaten Bogor berada diurutan kedua yaitu dengan rata-rata produksi sebesar 7.946,4 per tahun. Produksi ikan lele konsumsi paling rendah berasal dari Kota Bogor dengan rata-rata produksi yang hanya mencapai 276,7 ton per tahunnya. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kota penghasil ikan konsumsi yang cukup tinggi di Jawa Barat. Beberapa ikan konsumsi air tawar yang umumnya dibudidayakan oleh masyarakat yaitu ikan mas, ikan bawal, ikan mujair, ikan lele, ikan nila, ikan gurame dan lain sebagainya. Jumlah produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 . Produksi Ikan Konsumsi Budidaya dalam Kolam di Kabupaten Bogor Tahun 2005-2009 Jenis Ikan Tahun Ton Perubahan Rata-Rata tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Mas 834,48 3.411 2.903 2.697 1.966,17 64,92 Nila 427,54 1.877 2.095,5 2.316 1.092,59 77,09 Mujair 10,57 32 24,3 14 26,22 55,90 Nilem 2,36 15 13,7 9,5 1,8 103,80 Gurame 358,5 1.424 1.719 1.863 1.946,43 82,70 Tawes 170,56 331 405 421 70,44 9,28 Tambakan 173 173 148 19,31 -25,35 Bawal 630,06 849,4 934,5 358,36 -4,21 Lele 452,1 6.469 6.355 8.143 18.312,86 370,54 Total 2256,11 14.362 14.538 16.546 23.794,18 Sumber : DKP Provinsi Jawa Barat 2010, diolah Berdasarkan Tabel 5, perubahan rata-rata produksi ikan lele konsumsi di Bogor merupakan yang tertinggi yaitu 370,54 persen per tahun, sedangkan rata- rata perubahan produksi yang paling rendah yaitu pada komoditas ikan tambakan yaitu -25,35 persen per tahun. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa budidaya ikan lele konsumsi di Kabupaten Bogor diminati oleh masyarakat atau petani sekitar. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha budidaya ikan konsumsi adalah CV Jumbo Bintang Lestari. Perusahaan ini fokus pada usaha pembesaran ikan lele dumbo. Pembesaran ikan lele merupakan komoditas akuakultur yang menjanjikan untuk dibudidayakan dan dikembangkan, hal tersebut dikarenakan cara pembudidayaannya yang relatif lebih mudah namun memiliki beberapa kendala dalam proses produksinya. Diantara kendala-kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan lele yaitu adanya tingkat risiko. Risiko yang muncul dalam budidaya pembesaran ikan lele yaitu fluktuasi jumlah produksi yang dihasilkan, perubahan cuaca, dan serangan hama penyakit yang mengakibatkan ikan lele yang diproduksi mengalami kematian ataupun terjangkiti penyakit sehingga dapat menurunkan kualitas dan jumlah yang diproduksi. Jumlah produksi ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 . Jumlah Produksi Ikan Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Tahun 2008-2010 Bulan Produksi kg 2008 2009 2010 Januari - 18.544,00 16.785,50 Februari - 20.614,70 19.636,50 Maret 18.309,90 20.430,70 23.212,00 April 17.437,60 20.121,40 21.453,50 Mei 18.407,40 20.046,10 22.206,00 Juni 17.802,70 22.601,70 19.647,60 Juli 19.455,30 21.737,80 21.793,50 Agustus 18.967,60 22.470,70 23.334,70 September - - 19.600,20 Oktober 19.611,40 19.750,70 17.370,70 Nopember 19.313,20 24.028,60 15.475,60 Desember 20.316,50 22.760,60 - Total 169.621,60 233.107,00 220.515,80 Rata-rata 14.135,13 19.425,58 18.376,31 Sumber : CV Jumbo Bintang Lestari 2010, diolah Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa rata-rata produksi ikan lele konsumsi CV Jumbo Bintang Lestari mengalami fluktuasi. Rata-rata produksi pada tahun 2008 yaitu 14,135 ton per bulannya, sedangkan pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 19,425 ton per bulannya dan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 18,376 ton per bulannya. Hal ini dapat menjadi indikasi adanya risiko pada produksi ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari. Keadaan iklim, cuaca, dan kelembaban sekitar tempat budidaya akan mempengaruhi kualitas air tempat budidaya sehingga dapat pula berpengaruh terhadap jumlah produksi ikan yang dihasilkan dan kualitasnya. Hal tersebut terkait dengan Kota Bogor yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu antara 50 sampai 450 milimeter per tahun. Pada musim hujan, bakteri dan virus akan cepat tumbuh sehingga menyebabkan ikan yang diproduksi pun menjadi rentan terkena penyakit sehingga pertumbuhannya menjadi lambat bahkan mengalami kematian. Disamping itu kondisi cuaca yang demikian dapat berpengaruh terhadap suhu air dan pH sehingga menjadi fluktuatif yang menyebabkan ikan yang diproduksi mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini perlu diantisipasi, karena bila terus dibiarkan akan menimbulkan risiko yang lebih besar lagi yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan pembudidaya ikan.

1.2 Perumusan Masalah