9 Menurut Anonim 2009, natrium hipoklorit NaOCl merupakan senyawa yang dapat secara
efektif digunakan untuk pemurnian air. Dalam skala besar natrium hipoklorit juga digunakan untuk pemurnian permukaan, pemutih, penghilang bau dan disinfektan air. Natrium hipoklorit berupa larutan
yang berwarna agak kekuningan dengan bau yang khas. Sebagai agen pemutih untuk keperluan rumah tangga, biasanya digunakan natrium hipoklorit 5 persen dengan pH sekitar 11 atau 10-15 persen
dengan pH sekitar 13. Natrium hipoklorit bersifat tidak stabil, mudah hancur oleh panas, asam, sinar matahari, logam tertentu serta gas beracun dan korosif, termasuk klorin. Natrium hipoklorit adalah
oksidator kuat serta bereaksi dengan senyawa yang mudah terbakar dan reduktor. Keberadaan soda kaustik dalam natrium hipoklorit menyebabkan pH air meningkat. Ketika
natrium hipoklorit larut dalam air, dua zat bentuk, yaitu asam hipoklorit HOCl dan ion hipoklorit OCl
-
, pH air menentukan berapa banyak asam hipoklorit yang terbentuk. Penambahan hipoklorit dalam air menyebabkan terbentuknya asam hipoklorit HOCl dengan reaksi sebagai berikut :
NaOCl + H
2
O HOCl + NaOH
-
Asam hipoklorit kemudian terdegradasi membentuk asam klorida HCl dan oksigen O
2
. Oksigen merupakan oksidator yang sangat kuat. Oleh karena itu, natrium hipoklorit sering digunakan untuk
membunuh bakteri, virus, dan jamur Anonim 2009. Menurut Fygy 2009, natrium hipoklorit dan kalsium hipoklorit mempunyai sifat
multifungsi. Selain sebagai pemutih, kedua senyawa ini dapat berfungsi sebagai penghilang noda dan desinfektan sanitizer. Fungsi ganda NaClO sebagai penghilang noda maupun desinfektan dapat
menjadi keunggulan ekonomis. Secara komersial menurut Casson and Bess 2003, natrium hipoklorit tersedia dalam
konsentrasi 5-15 persen. Padatan natrium klorida terbentuk jika kandungan konsentrasinya di atas 15 persen. Stabilitas natrium hipoklorit sangat dipengaruhi oleh pH, panas, cahaya, dan kation logam
berat. Larutan hipoklorit paling stabil pada konsentrasi hipoklorida 10 persen pada pH 11, dengan logam Fe, Cu, atau Ni dengan konsentrasi 0.5 mgL dan harus disimpan di tempat gelap pada suhu
21
o
C. Jika pH kurang 11, biasanya akan mengalami dekomposisi dengan cepat Herry 2010.
2.8 Pengaruh Jumlah Minyak dan Proses Oksidasi Selama Penyamakan
1. Pengaruh Jumlah Minyak dalam Penyamakan
Minyak yang dibutuhkan dalam penyamakan tergantung dari jumlah bahan kulit yang akan disamak. Minyak tersebut akan mengalami oksidasi dan polimeriasi, kemudian terfiksasi pada
serat yang ada dikulit untuk membentuk kulit samoa Suparno 2006. Serat kolagen adalah komponen utama yang akan bereaksi dengan minyak sehingga kebutuhan minyak yang akan
digunakan sebagai bahan penyamak disesuaikan dengan jumlah bahan kulit yang akan disamak. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan
pencucian akhir dalam air basa hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing Sharpouse 1981; Dewhurst 2004
2. Proses Oksidasi Selama Penyamakan Minyak
Proses oksidasi dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu oksidasi di dalam molen dan oksidasi di luar molen dibentangkan pada toggle. Proses penyamakan minyak akan terjadi pada saat
oksidasi di dalam molen. Proses penyamakan minyak terjadi ketika minyak berpenetrasi ke dalam kulit dan mengalami proses oksidasi antara asam lemak tidak jenuh pada minyak yaitu oleat,
10 linoleat dan linolenat yang mengakibatkan terjadinya ikatan antara minyak dan protein kolagen
pada kulit melalui pembentukan matriks polimer. Oksidasi di luar molen dilakukan untuk menyempurnakan proses oksidssi di dalam molen. Adanya oksigen di udara saat kulit dioksidasi di
luar molen dapat membantu proses oksidasi. Oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung minyak atau lemak dibiarkan kontak dengan udara. Selain itu, saat
oksidasi di luar molen, kulit dibentangkan pada toggle dryer, sehingga ada aliran udara kering yang mengenai kedua sisinya yang menyebabkan kulit lebih kaku, kering, dan teksturnya lebih
kuat. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak atau lemak. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan, sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecilpun mudah mengalami proses
oksidasi. Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan oksigen terhadap ikatan rangkap ikatan tidak jenuh, sehingga membentuk hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida terdiri dari asam oleat mengandung 1 ikatan rangkap, asam linoleat 2 ikatan rangkap, dan asam linolenat 3 ikatan rangkap Ketaren 1986.
Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Reaksi Pembentukan Peroksida Ketaren 1986 Asam lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap oksigen dengan bertambahnya
jumlah ikatan rangkap pada rantai karbon. Sebagai contoh, asam linoleat akan teroksidasi lebih mudah daripada asam oleat pada kondisi yang sama Ketaren 1986.
Selama proses penyamakan, maka minyak akan membentuk senyawa-senyawa polimer yang akan masuk ke dalam kulit. Secara umum, proses pembentukan senyawa polimer pada proses
oksidasi dapat dilihat pada Gambar 6. -CH = CH- + HOO-R -CH = CH
+
- O-OR H
-CH – CHOH- O - R
Gambar 6. Reaksi Pembentukan Senyawa Polimer Ketaren 1986 Monoksida
Peroksida
11
III. METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat