16 Keterangan :
256 : Konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat V : Volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi mL
N : Normalitas NaOH W : Bobot sampel g
4. Bilangan Iod BSN 2006
Penentuan bilangan iod dilakukan berdasarkan metode SNI 01-2901-2006. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram yodium yang diserap per 100 gram minyak. Sampel yang akan
diuji dilelehkan pada suhu 60
o
C sampai 70
o
C lalu diaduk hingga rata. Sampel ditimbang sebanyak 0.4 gram sampai 0.6 gram dan dimasukan ke dalam erlenmeyer bertutup asah 250
mL atau 500 mL. Pada larutan tersebut ditambahkan 15 mL sikloheksana untuk melarutkan larutan uji tersebut. Sebanyak 25 mL larutan Wijs ditambahkan dengan menggunakan pipet
gondok lalu erlenmeyer tersebut ditutup. Sampel tersebut dikocok dan disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit. Ke dalam sampel tersebut ditambahkan 10 mL larutan KI
10 dan 50 mL air suling. Erlenmeyer tersebut ditutup, dikocok, kemudian dilakukan titrasi dengan larutan natrium tiosufat 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi
kuning muda. Sebanyak 1-2 mL indikator pati ditambahkan ke dalam larutan tersebut, lanjutkan dengan melakukan titrasi sampai warna birunya hilang setelah dikocok kuat-kuat.
Analisis dilakukan secara duplo. Perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh lebih besar dari 0.05. Perhitungan bilangan iod berdasarkan Persamaan 8.
Bilanga iod = 126.9 X N X V
2
-V
1
8 Keterangan:
N : Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N V
1
: Volume larutan tiosulfat 0.1 N yang digunakan pada titrasi sampel mL V
2 :
Volume larutan tiosulfat 0.1 N yang digunakan pada titrasi blanko mL 126.9 : Berat atom iod
W : Bobot sampel g
5. Densitas AOCS 1997
Pengukuran densitas CPO dilakukan dengan menggunakan metode AOCS Cc 10a-25. Pada metode ini terdapat perbedaan prosedur pengukuran densitas antara suhu
25
o
C dengan suhu di atas 25
o
C. Untuk pengukuran densitas pada suhu 25
o
C, sampel CPO harus dilelehkan terlebih dahulu agar kandungan olein dan stearin pada CPO tercampur
homogen. Kemudian sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menyaring kotoran yang tidak larut pada sampel. Setelah disaring, sampel didinginkan hingga suhu 20-
23
o
C dan setelah dingin sampel diisikan ke pycnometer hingga penuh. Kemudian pycnometer ditutup dan dipastikan tidak ada gelembung yang terperangkap di dalam
pycnometer tersebut. Setelah pycnometer terisi sampel didiamkan di suhu ruang 25 ± 0.1
o
C kemudian ditimbang dan dihitung densitasnya dengan Persamaan 9. Secara keseluruhan prosedur pengukuran densitas di atas suhu 25
o
C hampir sama dengan pengukuran densitas pada suhu 25
o
C. Sampel CPO dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring untuk
10W
17 menghilangkan kotoran yang tidak larut pada sampel. Kemudian sampel didinginkan pada
suhu 20-23
o
C. Sampel diisikan ke dalam pycnometer 100 mL sampai melebihi kapasitas pycnometer tersebut. Kemudian pycnometer tersebut ditutup dan pastikan tidak ada
gelembung yang terperangkap di dalam pycnometer tersebut. Pycnometer yang berisi sampel CPO kemudian dipanaskan hingga suhu yang ingin dicapai dengan perbedaan suhu ± 0.1
selama 30 menit. Setelah 30 menit pycnometer diangkat dari waterbath dan dikeringkan dari sisa-sisa air dan lemak yang menempel di dinding pycnometer. Kemudian pycnometer
didinginkan selama 30 menit. Hal ini bertujuan agar penimbangan pycnometer stabil. Setelah dingin pycnometer yang berisi sampel ditimbang dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 10. Densitas pada suhu 25
o
C =
W
2
–W
1
9 Densitas pada suhu di atas suhu 25
o
C =
F W 1+0.000025 X 35
10
Keterangan : W : Bobot air pada suhu 25
o
C g W
1
: Bobot pycnometer kosong g W
2
: Bobot pycnometer dan sampel g F : Bobot sampel pada suhu 60
o
C
w
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR
Mutu minyak sawit kasar crude palm oilCPO merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses produksi CPO. Pengolahan dan penyimpanan yang kurang baik dapat
merusak mutu CPO. Kerusakan mutu CPO ini akan berdampak pada daya jual dari CPO tersebut. Karakteristik mutu CPO juga menjadi salah satu hal yang berpengaruh terhadap sifat
reologi CPO. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fasina et al. 2006 viskositas dari minyak nabati biasanya dapat ditentukan berdasarkan parameter sifat kimia dan sifat termofisiknya
seperti bilangan penyabunan, bilangan Iod, banyaknya atom karbon per residu asam lemak, dan densitas. Berdasarkan SNI 01-2901-2006 sifat kimia yang paling berpengaruh terhadap mutu
CPO adalah kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan iod. Hasil analisis mutu sampel CPO yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6 dan data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 1. Tabel 6. Analisis mutu kadar air dan kotoran, asam lemak bebas dan bilangan iod sampel
CPO Sampel CPO
Parameter Kadar air dan kotoran
Asam lemak bebas Bilangan iod
g iod100 g CPO A
0.33
a
5.80
a
50.38
a
CPO B 0.69
b
3.88
b
51.30
a
CPO C 0.68
b
3.84
b
52.47
b
CPO D 0.67
b
4.58
c
54.15
c
Persyaratan mutu maks 0.5
maks 0.5 50-55
Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata p 0.05
BSN 2006
Hasil analisis mutu keempat sampel CPO pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak semua mutu CPO memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2901-2006. Selain itu dari Tabel 6
juga terlihat bahwa keempat sampel CPO yang dianalisis mempunyai karakteristik mutu yang berbeda-beda. Perbedaan mutu pada keempat sampel CPO ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain perbedaan keadaan lingkungan perkebunan jenis tanah dan unsur hara, perbedaan umur tanaman kelapa sawit, atau perbedaan proses penanganan penyimpanan yang tidak sama
antar pabrik pengolahan CPO. Kadar air dan kotoran merupakan salah satu faktor mutu yang perlu diperhatikan dalam
proses produksi CPO. Hal ini dikarenakan kadar air dan kadar kotoran yang tinggi dapat mempercepat reaksi kimia lainnya yang akan merusak mutu dari CPO. Kadar air merupakan
banyaknya kandungan air yang terdapat dalam sampel. Kadar air yang tinggi pada minyak dan lemak dapat mempercepat proses hidrolisis minyak dan lemak sehingga menghasilkan asam
lemak bebas yang menyebabkan ketengikan Ketaren 2005. Kadar kotoran merupakan bahan-bahan yang tidak larut dalam minyak. Tingginya kadar
kotoran pada CPO biasanya terjadi akibat adanya kontaminasi CPO selama proses pengolahan, penyimpanan, dan transportasi Naibaho 1998. Tingginya kadar kotoran pada CPO