ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR

Mutu minyak sawit kasar crude palm oilCPO merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses produksi CPO. Pengolahan dan penyimpanan yang kurang baik dapat merusak mutu CPO. Kerusakan mutu CPO ini akan berdampak pada daya jual dari CPO tersebut. Karakteristik mutu CPO juga menjadi salah satu hal yang berpengaruh terhadap sifat reologi CPO. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fasina et al. 2006 viskositas dari minyak nabati biasanya dapat ditentukan berdasarkan parameter sifat kimia dan sifat termofisiknya seperti bilangan penyabunan, bilangan Iod, banyaknya atom karbon per residu asam lemak, dan densitas. Berdasarkan SNI 01-2901-2006 sifat kimia yang paling berpengaruh terhadap mutu CPO adalah kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, dan bilangan iod. Hasil analisis mutu sampel CPO yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 6. Analisis mutu kadar air dan kotoran, asam lemak bebas dan bilangan iod sampel CPO Sampel CPO Parameter Kadar air dan kotoran Asam lemak bebas Bilangan iod g iod100 g CPO A 0.33 a 5.80 a 50.38 a CPO B 0.69 b 3.88 b 51.30 a CPO C 0.68 b 3.84 b 52.47 b CPO D 0.67 b 4.58 c 54.15 c Persyaratan mutu maks 0.5 maks 0.5 50-55 Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata p 0.05 BSN 2006 Hasil analisis mutu keempat sampel CPO pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak semua mutu CPO memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2901-2006. Selain itu dari Tabel 6 juga terlihat bahwa keempat sampel CPO yang dianalisis mempunyai karakteristik mutu yang berbeda-beda. Perbedaan mutu pada keempat sampel CPO ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perbedaan keadaan lingkungan perkebunan jenis tanah dan unsur hara, perbedaan umur tanaman kelapa sawit, atau perbedaan proses penanganan penyimpanan yang tidak sama antar pabrik pengolahan CPO. Kadar air dan kotoran merupakan salah satu faktor mutu yang perlu diperhatikan dalam proses produksi CPO. Hal ini dikarenakan kadar air dan kadar kotoran yang tinggi dapat mempercepat reaksi kimia lainnya yang akan merusak mutu dari CPO. Kadar air merupakan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam sampel. Kadar air yang tinggi pada minyak dan lemak dapat mempercepat proses hidrolisis minyak dan lemak sehingga menghasilkan asam lemak bebas yang menyebabkan ketengikan Ketaren 2005. Kadar kotoran merupakan bahan-bahan yang tidak larut dalam minyak. Tingginya kadar kotoran pada CPO biasanya terjadi akibat adanya kontaminasi CPO selama proses pengolahan, penyimpanan, dan transportasi Naibaho 1998. Tingginya kadar kotoran pada CPO 19 mempercepat terjadinya ketengikan pada minyak dan berpengaruh terhadap karakteristik aliran minyak Sathivel et al. 2003. Pada analisis kadar kotoran sampel yang digunakan adalah sampel CPO yang sudah dianalisis kadar airnya. CPO tersebut kemudian dianalisis kadar kotorannya dengan metode penyaring vakum dan menggunakan pelarut n-heksana. Penyaringan vakum dipilih agar penyaringan kotorannya lebih cepat. Pemilihan pelarut n-heksana ini dikarenakan kotoran-kotoran yang terkandung dalam CPO tidak akan larut sehingga kotoran dapat tersaring. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar air dan kotoran keempat sampel CPO hanya CPO A yang masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2901-2006. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan, CPO A menunjukkan hasil yang berbeda nyata` terhadap CPO B, CPO C, dan CPO D pada taraf signifikansi 0.05 p0.05 Lampiran 2. Pada CPO, secara alami terdapat air yang tidak dapat dipisahkan. Jumlah air pada CPO dapat meningkat akibat proses pengolahan CPO itu sendiri seperti pada proses steaming. Selai itu, kenaikan kadar air CPO juga terjadi saat penyimpanan. Kenaikan kadar air saat penyimpanan akibat adanya udara limbah atau kebocoran coil pemanas pada tangki pemanas Ritonga 2004. Asam lemak bebas merupakan parameter mutu CPO yang paling cepat berubah. Tingginya kadar asam lemak bebas pada CPO akan berdampak terhadap penurunan rendemen minyak sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Kadar asam lemak bebas biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan lemak atau minyak. Pembentukan asam lemak bebas dapat mempercepat kerusakan oksidatif lemak atau minyak karena asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dalam bentuk esternya Ketaren 2005. Berdasarkan hasil analisis mutu CPO yang tertera pada Tabel 6, kadar asam lemak bebas keempat sampel CPO melebihi batas maksimal yang ditetapkan di dalam SNI 01-2901-2006 namun bila mengacu pada SNI 01-2901-1996 dan standar spesifikasi PORAM The Palm Oil Refiners Association of Malaysia asam lemak CPO B, CPO C, dan CPO D masih memenuhi standar maksimal 5. Oleh karena itu standar yang ditetapkan SNI 01-2901-2006 perlu ditinjau kembali karena tidak harmonis dengan standar dengan negara lain dan standar maksimal 0.5 dirasa terlalu ketat. Berdasarkan uji statistik dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan, keempat sampel CPO mempunyai kadar asam lemak bebas yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 p0.05 Lampiran 2. Tingginya asam lemak bebas ini akibat terjadinya proses hidrolisis asam lemak akibat tingginya kadar air yang terkandung pada CPO tersebut. Menurut Gunawan 2004 CPO yang mengandung kadar air lebih besar dari 0.15 lebih cepat mengalami proses hidrolisis yang mengakibatkan meningkatnya nilai asam lemak bebas CPO. Proses hidrolisis pada minyak dan lemak dikatalis oleh adanya enzim lipase atau katalis asam. Pada CPO hidrolis yang dikatalisi oleh enzim lipase kemungkinan terjadinya sangat kecil karena pada proses produksi CPO telah dilakukan proses sterilisasi pada suhu 135 o C. Proses sterilisasi ini bertujuan untuk mematikan enzim lipase sehingga kenaikan asam lemak bebas akibat adanya enzim lipase dapat dicegah Rohani et al. 2006. Hidrolisis keempat sampel CPO diduga dipercepat dengan adanya katalis asam. Katalis asam pada proses ini dapat berupa asam lemak bebas yang terkandung pada CPO tersebut. Proses hidrolisi pada CPO dapat dilihat pada Gambar 7. 20 Gambar 7. Reaksi hidrolisis trigliserida yang menghasilkan asam lemak bebas List et al. 2005. Pada Tabel 6 terlihat bahwa CPO A memiliki nilai asam lemak bebas yang tertinggi dibandingkan sampel CPO lainnya, jika dilihat dari kadar air dan kadar kotorannya CPO A memiliki kadar air dan kotoran yang paling rendah. Tingginya asam lemak bebas CPO A diduga disebabkan oleh banyaknya asam lemak bebas yang terkandung pada CPO A sehingga mempercepat proses hidrolisis. Selain itu lamanya penyimpanan sampel CPO A sebelum dilakukan analisis dan tingginya suhu saat penyimpanan juga diduga berpengaruh terhadap tingginya asam lemak bebas CPO A. Bilangan iod merupakan derajat ketidakjenuhan pada minyak atau lemak. Menurut Ketaren 2005 bilangan iod adalah jumlah iod yang diserap dari 100 g minyak atau lemak. Besarnya bilangan iod pada minyak atau lemak tergantung pada asam lemak penyusun minyak atau lemak tersebut. Semakin banyak ikatan rangkap pada asam lemak penyusun minyak tersebut asam lemak tidak jenuh maka semakin tinggi bilangan iodnya sedangkan minyak atau lemak yang tersusun atas asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap asam lemak jenuh bilangan iodnya nol. Berdasarkan uji analisis mutu pada keempat sampel CPO, semua sampel CPO memiliki bilangan iod berkisar 50-54 g iod100g minyak dan telah sesuai dengan persyaratan SNI 01-2901-2006. Hal ini dikarenakan CPO tersusun atas 50 asam lemak jenuh dan 50 asam lemak tidak jenuh Mertin et al. 2005. Sedangkan berdasarkan uji statistik ANOVA bilangan Iod CPO A dan CPO B berbeda nyata dengan bilangan iod CPO C dan CPO D pada taraf signifikansi 0.05 p0.05 Lampiran 2. Perbedaan bilangan iod ini dikarenakan perbedaan jumlah asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang menyusun CPO tersebut. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Maskan 2003 dan Kim et al. 2010 komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh juga memengaruhi sifat reologi dari minyak nabati yang diujikan. Kim et al. 2010 dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara komposisi asam lemak penyusunnya terhadap viskositas dari minyak nabati tersebut. Minyak nabati yang tinggi asam lemak jenuhnya mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibanding minyak nabati yang tinggi asam lemak tidak jenuhnya. B. PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS MINYAK SAWIT KASAR Densitas merupakan hasil pengukuran masa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas suatu benda maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Menurut Noureddini et al. 1992 estimasi densitas pada minyak nabati merupakan hal yang penting dalam desain proses seperti destilasi, kasus pindah panas, dan proses pengaliran dalam pipa. Pengaruh suhu katalis 21 0.88 0.89 0.90 0.91 0.92 20 25 30 35 40 45 50 55 D ens it as gm L Suhu o C CPO A CPO B CPO C CPO D terhadap densitas CPO dapat dilihat pada Gambar 8 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 8. Pengaruh suhu terhadap densitas CPO. Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa terjadi kecenderungan penurunan densitas terhadap penurunan suhu pada keempat sampel CPO. Pada suhu 25 o C densitas keempat sampel CPO berkisar antara 0.90-0.91 gmL sedangkan pada suhu 55 o C densitasnya menurun mencapai 0.88-0.89 gmL. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Narvaez et al. 2008 pada 224 sampel minyak sawit dari perkebunan di Malaysia didapatkan nilai densitas minyak sawit pada suhu 50 o C berkisar antara 0.8896-0.8891 gmL sedangkan menurut Eddy dan Ekop 2007 densitas minyak sawit yang berasal dari perkebunan di Nigeria pada suhu 30 o C adalah 0.8940 gmL. Pada penelitian ini, densitas CPO pada suhu 30 o C berkisar 0.90-0.91 gmL dan pada suhu 50 o C densitasnya sekitar 0.89 gmL. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa densitas CPO pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan densitas CPO yang berasal Malaysia dan Nigeria. Persamaan densitas CPO dari perkebunan Indonesia, Malaysia, dan Nigeria ini sangat dipengaruhi oleh polymorphism dari CPO, formasi kristal, stabilitas gliserida, dan kondisi pemanasan dan pendinginan Eddy dan Ekop 2007. Selain itu, berdasarkan uji korelasi dengan Pearson pada keempat sampel CPO di suhu 25 o C menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara kadar air dan kotoran terhadap densitas CPO dengan Pearson correlation -0.954 Lampiran 4. Hal ini berarti 95 perbedaan densitas keempat sampel CPO pada suhu 25 o C dipengaruhi oleh kadar air dan kotoran. Tanda negatif pada Pearson correlation menunjukkan hubungan yang tidak searah antara densitas dan kadar air dan kotoran CPO. Meskipun densitas minyak dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, namun semua penelitian yang telah dilakukan oleh Noureddini et al. 1992, Rodenbush et al. 1999, dan Eddy dan Ekop 2007 mengenai densitas minyak sawit menyebutkan bahwa densitas minyak sawit menurun terhadap kenaikan suhu. Menurut Noureddini et al. 1992 beberapa minyak nabati yang telah diteliti menunjukkan kecenderungan penurunan densitas secara linier terhadap peningkatan suhu. Penurunan densitas disebabkan terjadinya peningkatan volume CPO dengan massa yang konstan pada suhu yang tinggi. Peningkatan volume ini disebabkan pecahnya molekul-molekul minyak 22 akibat suhu yang tinggi sehingga molekul-molekul menempati volume yang lebih besar dibandingkan saat suhu rendah Cuah et al. 2008 Hasil uji statistik korelasi dengan menggunakan uji korelasi dengan Pearson menunjukkan keempat sampel CPO mempunyai nilai Pearson correlation lebih dari -0.9 Lampiran 5. Hal ini berarti terdapat korelasi yang sangat kuat antara pengaruh suhu terhadap perubahan nilai densitasnya. Tanda negatif pada Pearson correlation menunjukan korelasi yang tidak searah antara pengaruh suhu dengan densitas CPO. Berdasarkan uji regresi, penurunan densitas terhadap peningkatan suhu mengikuti persamaan 11.  = � − �� 11 Di mana  adalah densitas dengan satuan gmL, T adalah suhu dengan satuan o C, b adalah intersep dan m adalah negatif gradien. Persamaan regresi CPO A, B, C, dan D dapat dilihat pada Tabel 7 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 7. Persamaan regresi pengaruh suhu terhadap densitas CPO Sampel Persamaan regresi R 2 CPO A  = 0.950 – 0.001140T 0.97 CPO B  = 0.929 – 0.000643T 0.92 CPO C  = 0.930 – 0.000786T 0.94 CPO D  = 0.933 – 0.000786T 0.94

C. SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR