Tingkat Pendidikan Empowerment Strategy for Fisherman Communities in Kusu Lovra Village of Kao Subdistrict of North Halmahera Regency

rata-rata pendapatan bersih untuk nelayan maupun untuk buruh nelayan perhari sebesar kurang lebih Rp.42.000,- Begitu juga pendapatan untuk buruh nelayan. Jika diasumsikan berdasarkan pengalaman nelayan desa Kusu Lovra bahwa penangkapan efektif 14 hari dalam sebulan maka rata-rata pendapatan nelayan adalah sebesar Rp.588.000- per bulan. Upah Minimum Propinsi UMP Maluku Utara tahun 2008 sebesar Rp. 700.000,-per bulan, pada tahun 2009 naik sebesar 10 menjadi Rp. 770.000,-per bulan .

4.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan suatu gambaran secara umum untuk melihat kualitas sumber daya manusia SDM masyarakat nelayan desa Kusu Lovra. Hal ini disebabkan karena pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan adaptasi dan adopsi terhadap teknologi dan perubahan kemajuan. Keragaan pendidikan pada masyarakat nelayan, secara umum diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan masyarakat nelayan serendah-rendahnya Sekolah Dasar SD dan setinggi-tingginya adalah Sekolah Menengah Pertama SMP, hal ini tidak menunjukkan adanya perbedaan berdasarkan perbedaan klasifikasi nelayan. Artinya baik pemilik nelayan katinting maupun buruh nelayan katinting mempunyai kesempatan yang sama dalam hal pendidikan. Namun demikian secara keseluruhan tingkat pendidikan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra dapat dikatakan masih relatif rendah karena ditemukan sebanyak 76,4 nelayan hanya berpendidikan Sekolah Dasar SD, dan 23,5 berpendidikan SMP dari total jumlah penduduk 341 jiwa. Tingkat pendidikan tersebut sangat berpengaruh terhadap inovasi dan kreativitas nelayan dalam melaksanakan aktivitasnya, dan akan berpengaruh pula terhadap tingkat pendapatan nelayan. Menurut Dahuri 2000 bahwa pada umumnya masyarakat pesisir lebih merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah dan relatif sederhana. Pendidikan formal yang diterima masyarakat pesisir secara umum jauh lebih rendah dari pendidikan masyarakat non pantai lainnya. Berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat, Rahardjo 1996 menyatakan bahwa masyarakat pesisir dapat dibedakan secara jelas dari masyarakat kota, perbedaan utamanya karena keadaan sosial ekonomi mereka yang umumnya terbelakang. Seperti terlihat dari beberapa indikator, misalnya pendapatan yang relatif rendah, kurangnya kelembagaan penunjang, lemahnya infrastruktur sosial, fisik, ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan dan status kesehatan. Sedangkan perhatian dan tingkat partisipasi nelayan terhadap pendidikan anak-anaknya cukup tinggi, baik untuk anak perempuan maupun anak laki-laki. Anak-anak mereka pada umumnya bersekolah hingga jenjang SLTP, walaupun tidak semua anak nelayan bersekolah hingga SLTP. Kepedulian masyarakat setempat terhadap arti penting pendidikan bagi masa depan kehidupan anak-anak mereka, mulai berubah sejak dasa warsa 90-an. Walaupun dengan kondisi yang demikian, ada juga nelayan yang mulai menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang pendidikan tinggi.

4.4 Sosial ekonomi nelayan