Dasar Hukum dan Sanksi Pencurian
sebagaimana yang diatur dalam dalam pasal 363 ayat 1 angka 2 KUHP ialah karena tindak pidana tersebut dilakukan pelaku pada kondisi-kondisi tertentu
diantaranya : a pada waktu terjadi kebakaran b pada waktu terjadi ledakan c pada waktu terjadi bahaya banjir d pada waktu terjadi gempa bumi atau gempa
laut e pada waktu terjadi letusan gunung merapi f pada waktu ada kapal karam g pada waktu ada kapal terdampar h pada waktu terjadi kecelakaan kereta api
i pada waktu terjadi suatu pemberontakan j pada waktu terjadi huru-hara, dan k pada waktu terjadi bahaya perang.
Unsur yang memberatkan tindak pidana dalam pasal 363 ayat 1 angka 5 KUHP ialah Pelaku dalam melaksanakan niat jahatnnya melakukan
pembongkaran, perusakan pemanjatan atau telah memakai kunci-kunci palsu, perintah palsu atau seragam palsu. Kata „verbreking‟ atau „perusakan‟ itu
merupakan sebuah kata yang oleh pembentuk Undang-Undang telah ditambahkan kedalam rumusan tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 363 ayat 1
angka 5 KUHP. Perbuatan para pencuri merusak pintu atau jendela untuk memasuki sebuah
rumah, misalnya dengan cara mencungkil, memecahkan atau mengangkat kaca atau dengan cara melepaskan daun pintu atau jendela dari engselnya itu
merupakan „verbrekingen‟ atau „perusakan-perusakan‟. Jika seorang pencuri telah berhasil memasuki sebuah rumah dengan maksud untuk mencuri barang-barang
kepunyaan pemilik rumah tersebut, setelah sebelumnya ia berhasil merusakan pintu depan dari rumah yang bersangkutan. apakah orang dapat mengatakan
bahwa ia telah mulai melakukan suatu pencurian? padahal ia sama sekali belum menyentuh satu barang pun yang terdapat dalam rumah tersebut.
Menurut Hoge Raad pencurian dengan perusakan itu merupakan satu kejahatan, dengan merusak penutup atau pintu sebuah rumah, dimulailah
pelaksana dari kejahatan tersebut. Dalam hal ini terdapat percobaan untuk melakukan suatu pencurian dengan perusakan.
20
Unsur-unsur yang memberatkan pidana seperti yang telah dibicarakan di atas itu, di dalam doktrin juga sering disebut „starfverzwarende omstandingheden‟
atau „keadaan-keadaan yang memberatkan pidana‟.
21
Pencurian dalam bentuk diperberat gequaliceerde dipidana penjara selama-lamnya 7 tahun. Sedangkan
terhadap pasal 363 ayat 2 KUHP dikenkan pidana penjara paling lama 9 sembilan tahun.
22
Walaupun begitu, seseorang yang mencuri, baru dapat dikenakan hukuman apabila memenuhi beberapa syarat berikut :
a. Pelaku tindak pidana haruslah seseorang yang balig dan berakal.
b. Harta yang dicuri di isyaratkan : a harta yang bernilai, b mencapai
nishab curian yang ditetapkan Islam, c terpelihara secara aman, d berupa materi yang dikuasai dan dihadirkan ketika dibutuhkan dan bukan
barang yang cepat rusak, e bukan barang yang pada dasarnya sesuatu yang mubah, f bukan hak pencuri atau hak bersama masyarakat,g
orang yang mencuri bukan orang yang diberi izin memasuki tempat
20
Lamintang, dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, Bandung : Tarsito, 1979, h. 78
21
Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Bandung: Sinar Baru, 1998, h. 48
22
M. Dipo Syaputra Lubis, Perbandingan Tindak Pidana Pencurian menurut Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Islam, Jurnal, Medan, 2013, h. 32
pemeliharaan harta tersebut, h pencuri benar-benar bertujuan mencuri barang tersebut, bukan sambilan.
23
c. Pemilik barang yang dicuri, haruslah benar- benar pemilik barang.
d. Tempat pencurian haruslah diwilayah yang di dalamnya berlaku hukum
Islam. Dalam hal pelaku tindak pidana pencurian, haruslah seorang yang balig dan
berakal. Apabila seorang pencuri masih dibawah umur, maka hal tersebut dapat dijadikan alasan penghapus pidana. Akan tetapi, untuk gugurnya hukum
pencurian haruslah memenuhi syarat berikut : a.
Orang yang kecurian tidak mengaku barangnya dicuri oleh tergugat b.
Orang yang kecurian mengaku mengemukakan sanksi palsu. c.
Pencuri menarik pengakuannya mencuri barang tersebut d.
Apabila pencuri mengembalikan barang yang ia curi kepada pemiliknya sebelum diajukan kepada hakim, pencuri tidak dikenakan hukuman
potong tangan. e.
Barang yang dicuri tersebut menjadi milik pencuri sebelum diajukan gugatan pencurian kepada hakim.
b. Barang yang Dicuri Berupa Harta
Barang yang dicuri harus berupa harta 1 yang bergerak, 2 berharga, 3 memiliki tempat penyimpanan yang layak, 4 sampai nisab. Harta yang dicuri itu
disyaratkan harus bergerak, karena pencurian mempunyai makna perpindahan
23
Lily Elina Sitorus, Pembuktian Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok, 2002, h. 51.
harta, dari pemilik kepada pencuri. Benda dianggap benda bergerak, jika harta itu dapat dipindahkan. Disyaratkan pula harta itu materi kongret atau benda-benda
yang bersifat material. Sedangkan menurut mazhab Maliki, Syafi‟i dan Hambali menyatakan
bahwa, harta berupa benda yang dimiliki dan diperjualbelikan, meskipun dalam penerapan prinsip ini mereka berbeda pendapat dalam kasus pencurian mushaf Al-
Qur‟an, kitab-kitab Ilmiah, buah-buahan, alat musik, dan sebagainya. Dalam masail fiqhiyah dijelaskan tentang hal diatas, terutama tentang
keberadaan benda. Ada dua hal yang harus diketahui yaitu hiriz bi al-makan dan hiriz bi al-nafs. dengan hiriz bi al makan adalah tempat yang disediakan khusus
untuk menyimpan barang dan tidak setiap orang diperbolehkan masuk tanpa izin pemiliknya. menurut imam Syafi‟i dan Imam Ahmad, tempat itu harus terkunci
dan khusus disediakan untuk menyimpan barang. Sedangkan yang dimaksud dengan hiriz bi al-nafs atau hiriz bi al hifdz adalah barang yang berada dalam
penjagaan. Menurut Imam Abu Hanifah, tidak wajib dikenakan hukum potong tangan
pada pencurian harta dalam keluarga yang mahram, karena mereka diperbolehkan keluar masuk tanpa izin. Menurut Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad seorang ayah
tidak terkena hukuman potong tangan karena mencuri harta anaknya, cucunya, dan seterusnya sampai ke bawah. Demikian pula sebaliknya, anak tidak dapat
dikenai hukuman potong tangan, karena mencuri harta ayahnya, kakeknya, dan
seterusnya ke atas. Menurut Imam Abu Hanifah, tidak ada hukum potong tangan pada kasus pencurian antara suami istri.
24
Bila Harta yang dicuri itu tidak mencapai nisab, maka tidak dapat dijatuhi hukuman had. Bagi pencurian harta yang bernilai dibawah nisab diancam dengan
hukuman ta’zir.
c. Harta Yang Dicuri Milik Orang Lain
Dalam tindak pidana pencurian disyaratkan bahwa, sesuatu yang dicuri itu merupakan milik orang lain, yang dimaksud dengan milik orang lain yaitu
memindahkan harta dari tempat penyimpanannya ke tempat yang kita kuasai. Tetapi beda halnya ketika kita memindahkan harta yang sifatnya syubhat dalam
hal ini pencuri tidak dikenai hukuman had tetapi hukumannya bersifat ta’zir.
25
Menurut Imam Abu Hanifah, barang yang dicuri itu disyaratkan tidak sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya untuk dihancurkan atau dibuang. Sedangkan
Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad tidak sependapat dengan pendapat ini. Menurut mereka, setiap harta yang dapat diperjualbelikan adalah harta yang
berharga dan pencurinya dapat dijatuhi had. Tetapi menurut imam Abu Hanifah tidak semua benda yang dapat diperjual belikan dikenakan hukuman had.
Misalnya pencuri kain kafan, tidak dapat dijatuhi hukuman had. d.
Ada Itikad Tidak Baik Adanya itikad tidak baik dari seorang pencuri, terbukti bila ia mengetahui
bahwa hukum mencuri itu adalah haram dan dengan perbuatannya itu ia
24
Djazuli. Fiqh Jinayah Upaya menanggulangi Kejahatan Dalam Islam . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, h. 76.
25
Djazuli. Fi h Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan dala Isla . Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996, h. 78.
bermaksud memiliki barang yang dicurinya tanpa sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya.
26