Keadilan Tuhan Pemikiran Ahmad Hasan Bandung tentang teologi Islam - Repository UIN Sumatera Utara

mengingatkan para pembacanya tentang sulitnya menemukan kata yang tepat bagi redaksi-redaksi dalam Alquran. Ia juga mengingatkan bahwa karya tafsirnya itu bisa saja tidak mampu mengekspresikan makna yang tepat bahkan untuk satu ayat saja dalam Alquran. 44 Selanjutnya, berawal dari Alquran surat Ali „Imran ayat 103 yang berbunyi “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah” dan surat al- An‟am ayat 155 yang artinya “ Dan Alquran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah Dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat ”. Ahmad Hassan meyakinkan bahwa Alquran merupakan dasar ajaran Islam. 45 Oleh sebab itu, seluruh sumber selain Alquran adalah sumber sekunder dan sebagai perangkat penjelas bagi Alquran. Alquran meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik terkait dengan aspek „aqīdah,„ibādah, syarī„at, mu„āmalāt, kebahagiaan, kesejahteraan, keadilan bagi umat manusia di dunia dan akhirat. Dengan demikian, pemikiran Ahmad Hassan tentang Alquran adalah kalam Allah atau firman Allah Swt., yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Alquran merupakan firman Allah yang terjaga kesuciannya sampai kapan pun, sehingga dengan Alquran atau kalam Allah maka manusia dapat berhubungan dengan Allah. Oleh karena itu, Ahmad Hassan mengajak umat Islam untuk membaca dan memahami Alquran sebagai pedoman dan petunjuk manusia dan mempraktikkannya seluruh ajaran Alquran dalam kehidupan sehari-hari.

4. Keadilan Tuhan

Seluruh Muslim sepakat mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Adil. Namun, ketika menjelaskan konsep keadilan Tuhan tersebut, para teolog berbeda pendapat, bahkan ada yang saling bertentangan. Sebagaimana Mu‟tazilah yang melihat keadilan Tuhan dari segi kepentingan dan hak manusia. Menurut mereka, keadilan adalah memberikan kepada seseorang akan haknya. 46 44 Hassan, Tafsir, h. ix-xii. 45 Ibid., h. xiii. 46 „Abduljabb r, Tanzīh al-Qur‟ān „an al-Ma ā‟in Beirut: Dar al-Nah ah al- ad ah, t.t., h. 302. Dikatakan Allah yang Maha Adil, berarti semua perbuatan-Nya baik dan Allah tidak mungkin berbuat buruk dan mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh sebab itu, menurut Mu‟tazilah, Allah tidak akan berbuat zalim dalam memberikan hukuman kepada hamba-hambanya, Allah akan memberikan ganjaran kepada manusia dengan adil bagi makhluknya yang melaksanakan kebaikan dan kejahatan, sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri. Sementara itu, Asy„ariah dan Maturidiah melihat keadilan Tuhan dari segi kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, karena mereka mengartikan keadilan seba gai menempatkan sesuatu pada tempatnya. Menurut Asy„ariah, keadilan Allah adalah kebebasan Allah untuk melakukan apa saja terhadap makhluk-Nya. 47 Selanjutnya kelompok Salafiah berpendapat bahwa keadilan Tuhan merupakan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. 48 Mengenai persoalan keadilan Allah, Allah Swt., telah berfirman dalam Alquran, sebagaimana yang berbunyi:                     Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia yang berhak disembah, yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang berilmu juga menyatakan yang demikian itu. Tidak ada Tuhan melainkan Dia yang berhak disembah, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”Ṭ QS. Ᾱli „Imr n [3]: 18ẓ. 49 Allah menegaskan lagi dalam Alquran surat Fu ilat tentang keadilan Allah, sebagai berikut:               Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka pahalanya untuk dirinya sendiri dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, 47 Al- Syahrast n , “Al-Milal”, h. 58. 48 Zahrah, “T r kh”, h. 239. 49 Kementerian Agama, Al- Qur‟an, h. 52. maka dosanya untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba- Ẓya”Ṭ QS. Fu ilat [41]: 46. 50 Ayat-ayat di atas dengan jelas menegaskan keadilan Allah terhadap makhluk ciptaan-Nya, terutama manusia. Perbuatan manusia, baik dan buruknya akan ditanggung oleh manusia sendiri. Bagi manusia yang melakukan perbuatan baik akan mendapat pahala, dan bagi manusia yang melakukan perbuatan jahat akan mendapatkan dosa. 51 Menurut Ahmad Hassan bahwa Allah Maha Adil dan Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak. Allah adalah pencipta segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang ada di alam semesta ini karena adanya kehendak Allah. Oleh sebab itu, Ahmad Hassan memberikan perumpamaan sebagai berikut: Manusia mempunyai undang-undang agama maupun agama itu yang berasal dari Allah, ataupun agama hasil bikinan manusia. Begitu juga mereka yang mempunyai aturan negara, negeri, desa dan kampung. Yang berat dan ringan, sedikit dan banyak bergantung dengan keadaan tempat, pergaulan dan perhubungan masing-masing dengan lainnya. Ringkasnya, tiap-tiap seorang yang terikat di dalam satu undang-undang maupun bikinan sendiri maupun bikinan orang lain, apabila menjalankannya sebagaimana mestinya, dinamakan ia adil dan yang menyalahinya dinamakan zhalim. Sekarang marilah kita periksa, adakah Allah terikat dengan salah satu undang-undang, maupun undang-undang ciptaan-Nya sendiri atau ciptaan lainnya? Tidak ada, maka dengan undang-undang apakah dapat disalahkan Tuhan membikin orang buta, bisu, tuli, tidak berkaki, tidak bertangan, lemah, sakit, susah, miskin dan lain-lain? Undang-undang apakah yang mewajibkan Tuhan berbuat semua orang sama jelek, sama bisa ngomong, sama bisa mendengar, sama berkaki tangan sama kuat, sama sehat, sama senang dan kaya dan sama yang lain- lainnya? Tidak, tidak ada undang-undang apapun terhadap Tuhan tentang mesti begini, tidak boleh begitu. Tidakkah tertebus kekurangan, kesusahan dan kepayahan tersebut, jika di akhirat kelak Allah beri kepada mereka kesenangan, kecukupan, dan kenikmatan yang belum pernah terlintas di hati-hati manusia. 52 Berdasarkan penjelasan di atas, Ahmad Hassan menekankan bahwa Allah memiliki kehendak yang mutlak atas segala hal yang Dia ciptakan. Allah yang Maha Adil tidak akan mungkin memberikan kesulitan kepada hambanya di luar kemampuan hambanya. Sesungguhnya, Allah adalah Maha Pencipta atas segala 50 Ibid., h. 481. 51 Afrizal M., Ibn, h. 118. 52 Hassan, Adakah, h. 35-36. sesuatu dengan berbagai sebab yang diciptakan-Nya. Allah menciptakan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya yang akan menjadi sebab segala perbuatannya. Menurut Ahmad Hassan, Allah berbuat sesuatu bukan karena kewajiban, namun Allah berbuat karena kehendak-Nya dan tidak ada yang dapat menentang kehendak-Nya. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah, diberikan kemampuan untuk menentukan baik dan buruknya. Sebenarnya, manusia tidak akan dapat memahami bentuk keadilan Allah, karena segala yang Allah ciptakan dan kehendaki baik di dunia dan di akhirat, baik yang jahat maupun yang buruk, sungguhpun tiada yang sia-sia.

B. Apek Kemanusiaan

Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik dan memiliki kelebihan dari makhluk ciptaan Allah lainnya. Manusia dalam berbagai aspek ilmu pengetahuan, sering menjadi perbincangan dan perdebatan, karena manusia dikenal sebagai makhluk yang paling mulia, baik dilihat dari biologis maupun dari segi psikologisnya dan memiliki berbagai potensi, serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Pada dasarnya, Allah Swt., yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, menciptakan manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat berkembang, membekali dan melengkapinya dengan akal dan perasaan, agar manusia dapat mempertahankan kedudukannya sebagai manusia yang mulia. Potensi akal yang dimiliki oleh manusia, menjadikannya mampu berhubungan dengan Sang Pencipta, merencanakan sesuatu, membudayakan alam semesta, atau mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 53 Namun, dalam segala usaha manusia, pada hakikatnya tidak akan pernah berhasil dengan kekuatan manusia itu sendiri. Ada suatu kekuatan di atas manusia yang ikut menentukan keberhasilan usaha manusia, yaitu kekuatan Allah Swt. Hal inilah yang menjadi perdebatan di kalangan mutaka llīmūn terkait dengan persoalan manusia. Permasalahan yang akan dibahas dalam persoalan 53 Didiek Ahmad Supadie, et. al., Pengantar Studi Islam Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h. 137. kalam yang berhubungan dengan manusia di antaranya adalah Rasul dan wahyu, akal manusia, perbuatan manusia, posisi pelaku dosa besar, dan konsep iman, yang akan diuraikan di bawah ini.

1. Rasul dan Wahyu