h. 427. Salafiah Pemikiran Ahmad Hasan Bandung tentang teologi Islam - Repository UIN Sumatera Utara

Selanjutnya, Al- Nasysy r berpendapat bahwa nama Mu‟tazilah timbul dalam lapangan pertentangan- pertentangan politik Islam terutama antara „Al dan Mu„ w yah, tetapi nama tersebut tidak digunakan untuk satu golongan tertentu. Menurutnya kata-kata i‟tazala dan al-Mu‟tazilah terkadang dipakai untuk orang yang menjauhkan diri dari peperangan, orang yang menjauhkan diri dari „Al dan sebagainya. Pada hakikatnya, orang tersebut menjauhkan diri dari masyarakat umum dan memusatkan pemikiran pada ilmu pengetahuan dan ibadah. Sementara itu, di antara mereka terdapat dua orang dari cucu- cucu Nabi yaitu Ab Hasyim, „Abdull h dan al-Hasan ibn Mu ammad ibn al-Hanaf ah. Selain itu, Wa il juga mempunyai hubungan erat dengan Ab Hasyim. Oleh karena itu, menurut al- Nasysy r, golongan Mu‟tazilah timbul dari orang-orang yang mengasingkan diri untuk ilmu pengetahuan dan ibadah dan bukan dari faktor politik. 123 Asal- usul nama Mu‟tazilah yang secara pasti, sangat sulit untuk diketahui, disebabkan telah terjadi perbedaan pendapat tentang kemunculannya menurut para ahli. Artinya, aliran Mu‟tazilah merupakan aliran yang muncul karena permasalahan teologi dalam sejarah Islam, yang mana Wa il b in „A a‟ yang menjadi ulama utamanya dalam aliran Mu‟tazilah. żolongan Mu‟tazilah dikenal juga dengan nama lain, seperti ahl al- „adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl at- tauhīd wa al-„adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan. 124 Adapun lawan Mu‟tazilah memberi nama golongan ini dengan al- Qadariah dengan alasan mereka menganut paham free will and free act, yaitu bahwa manusia itu bebas berkehendak dan bebas berbuat. Ada juga yang menamakan al- Mu‟a ilah karena golongan Mu‟tazilah berpendapat bahwa wujud di luar zat Tuhan, kemudian dijuluki dengan nama wa‟diyyah karena Mu‟tazilah berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taat akan hukum-hukum Allah. 125 123 „Al Sam ‟ al-Nasysy r, Ẓasy„ah al-Fikr al-Falsafi fī al-Islāmi ẒKairo: D r al-Ma„ rif,

1966, h. 427.

124 Nasution, Islam, h. 32-33. 125 Rozak dan Anwar, Ilmu, h. 100. Ada li ma dasar ajaran Mu‟tazilah atau al-Ushūl al-Khamsah yaitu al- tauhīd pengesaan Tuhan, al-„adl keadilan Tuhan, al-wa‟d wa al-wa‟īd janji dan ancaman Tuhan, al-manzilah bain al-manzilatain posisi di antara dua posisi dan al-amr bi al- ma‟rūf wa an-nahy „an al-munkar menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. 126 Mu‟tazilah adalah aliran yang banyak berkontribusi di dalam pengembangan pemikiran kalam. Ciri khas aliran ini adalah memberi porsi besar terhadap akal di dalam memahami berbagai persoalan. Aliran ini mengajarkan bahwa semua pengetahuan dapat diperoleh melalui akal. Kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam. Akal dapat mengetahui kewajiban mengetahui Tuhan, bersyukur atas nikmatnya, meninggalkan kekafiran, berbuat adil, mengetahui baik buruknya kezaliman dan permusuhan. Oleh karena itu, manusia wajib mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat, sekalipun belum turun wahyu. Menurut Muktazillah, walaupun akal dengan kemampuannya yang demikian penting, bukan berarti membawa seseorang untuk mengabaikan wahyu. Wahyu tetap sangat diperlukan, demikian pula diutusnya Rasul untuk memberikan penjelasan akan ketentuan- ketentuan yang tidak dapat dijangkau oleh akal. Wahyulah yang menentukan waktu salat dan akal tidak dapat menjangkaunya. 127

7. Salafiah

Kata Salaf berasal dari bahasa Arab, Salaf a - ālih yaitu tiga generasi muslim awal yaitu para sahabat, tabiin, dan tabi tabiin. Menurut ablaw Ma m d Sa„ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, tabiin, tabi tabiin, para pemuka abad ke 3 H, dan para pengikutnya pada abad ke 4 H yang terdiri atas mu addi in. 128 Pada awalnya, kelompok Salaf muncul diakibatkan karena penolakan terhadap ajaran Mu‟tazilah yang lebih mementingkan penggunaan akal dalam menyelesaikan persoalan- persoalan agama. Kaum Salaf datang menentang penggunaan metode akal yang 126 Zahrah, “T r kh”, h. 151. 127 Ilhamuddin, Ilmu, h. 146-147. 128 ablawi Ma m d Sa„ad, At-Tashawwuf fi Tura Ibn Taymiyyah Mesir: Al-Hai‟al al- Had s al-Mi riyah al-„Ammah li al-Kit b, 1984ẓ, h. 11. digunakan Mu‟tazilah. Mereka menginginkan agar pengkajian akidah kembali kepada prinsip-prinsip yang dipegang oleh para sahabat dan tabiin. Mereka mengambil prinsip-prinsip akidah dan dalil-dalil berdasarkan Alquran dan Sunnah. 129 Paham Salaf dikenal sebagai kelompok yang tidak mau mentakwilkan ayat-ayat mutasyābihat agar tidak terjerumus kepada paham tasybih perumpamaan atau penyerupaan. 130 Gerakan Salafiah berkembang terutama di Baghdad pada abad ke 3 H9 M. Pada saat itu, terjadi gairah menggebu-gebu yang diwarnai fanatisme terhadap paham yang dibawa A mad bin anbal. Respon terhadap sikap fanatisme terhadap A mad bin anbal disebabkan peristiwa mihnah 131 terjadi pada masa pemerintahan al-Makmun, yang mengembangkan mazhab Mu‟tazilah. Pada peristiwa tersebut, A mad bin anbal dan 30 pemuka agama lainnya di uji oleh Is q ibn Ibr h m yang ditanya tentang pendapatnya mengenai Alquran dan sifat-sifat Allah. A mad bin anbal dengan tegas menjawab bahwa Alquran adalah sabda Allah dan Allah adalah sebagaimana Ia sifatkan diri-Nya dalam Alquran, sehingga pernyataan A mad bin anbal tersebut mengakibatkan ia di penjara. 132 Nasib yang sama dialaminya pada masa pemerintahan para pengganti al- Makmun, yaitu al- Mu‟ta im dan al-W iq. Selanjutnya, setelah al-Mutawakil naik tahta, A mad bin anbal memperoleh kebebasan. Pada masa pemerintahan al- Mutawakil, ia memperoleh kehormatan dan kemuliaan. 133 Sikap A mad bin anbal yang berani dan tidak takut mati dalam mempertahankan keyakinannya 129 Zahrah, “T r kh”, h. 226. 130 Al- Syahrast n , “Al-Milal”, h. 77. 131 Dalam sejarah Islam, mihnah dijalankan oleh pemerintahan al- Ma„mun untuk mengetes keyakinan para ulama hadis mengenai hakikat Alquran, apakah diciptakan makhluk, atau bukan. Menurut Watt, mihnah adalah kebijaksanaan politis yang muncul dari ketegangan antara blok-blok otokratik dan konstitusionalis. Dua kelompok yang bertentangan itu ialah tokoh- tokoh ortodoksi yang menyatakan kekadiman Alquran dan kelompok Muktazilah dengan dukungan khalifah yang berkuasa menyatakan keterciptaan Alquran. Pendapat Watt dalam hal ini hanya melihat dari sudut pandang politik, tanpa melihat sisi lain yang lebih penting. Menurut buku Rozak dan Anwar, misi penting dalam peristiwa mihnah disebabkan dengan maksud tujuan misi suci untuk melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi munkar. Lihat W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Terj. Hartono Hadikusumo Yogyakarta: Tiara Wacana,

1990, h. 61-62. Lihat juga Rozak dan Anwar, Ilmu, h. 136.