Pemodelan Akhir Analisis Multivariat

Hasil uji interaksi antar variabel independen di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara variabel derajat DBD dan trombosit dimana nilai p 0,093 0,05.

4.4.4 Pemodelan Akhir

Dari hasil pemodelan dan uji interaksi antar variabel independen yang telah dilakukan sebelumnya, maka selanjutnya dilakukan pemodelan akhir. Variabel yang masuk ke pemodelan akhir adalah derajat DBD dan trombosit. Tabel 4.15 Hasil Analisis Multivariat Pada Pemodelan Akhir Variabel B ExpB IK 95 P Derajat Dummy Trombo 1 1,306 -0,351 3,691 0,704 2,698 ; 5,051 0,560 ; 0,885 0,000 0,003 Berdasarkan Tabel 4.15 di atas diperoleh model akhir yaitu model regresi cox proportional hazard sebagai berikut: ℎ � =ℎ � ��� {1,306derajat DBD-0,351 Trombosit 100.000mm 3 } ℎ � =ℎ � 3,691derajat DBD+0,704Trombosit 100.000mm 3 Berdasarkan hasil diatas juga didapat interpretasi bahwa penderita yang mengalami derajat DBD ringan 1 dan 2 3,691 kali lebih cepat sembuh daripada penderita yang mengalami DBD berat 3 dan 4. Begitu juga dengan halnya penderita dengan trombosit 1 100.000mm 3 kemungkinan 0,704 kali lebih cepat sembuh dibandingkan dengan penderita yang memiliki jumlah trombosit 50.000mm 3 dan penderita dengan trombosit 50.000mm 3 -100.000mm 3 . Jadi faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan DBD adalah derajat DBD dan trombosit. Universitas Sumatera Utara BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Faktor Umur Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Tahun 2011 Berdasarkan penelitian didapat bahwa penderita DBD terbanyak berada dalam kelompok umur 0-14 tahun yaitu sebanyak 205 orang 55,6. Dari 205 orang kelompok umur 0-14 tahun, terdiri dari 171 orang 83,4 yang mengalami kesembuhan dan sisanya 34 orang 16,6 termasuk dalam sensor meninggal atau pulang atas permintaan sendiri. Sedangkan kelompok umur ≥ 15 tahun yang menderita DBD sebanyak 164 orang 44,4 yang terdiri dari 150 orang yang mengalami kesembuhan dan sisanya 14 orang sensor meninggal atau pulang atas permintaan sendiri. Teori penyakit menyebutkan bahwa anak merupakan kelompok yang paling mudah menderita penyakit ini karena sistem imun mereka belum cukup matang dan kuat untuk melawan penyakit Halstead, 2007 Hasil analisis Kaplan-Meier dengan uji Log Rank menunjukkan bahwa variabel umur memiliki nilai p = 0,014 0,05 yang berarti terdapat pengaruh umur terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD. Dengan nilai hazard ratio 1,247 dimana penderita yang berumur ≥ 15 tahun lebih cepat sembuh 1,247 kali daripada penderita yang berumur 15 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian berdasarkan hasil Chatarina 1999, menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap kecepatan kesembuhan penderita di rumah sakit, hal tersebut juga di dukung oleh penelitian oleh Harris E, dan Kalayanarooj 2000 bahwa di daerah endemis dan hiperendmis seperi Asia Tenggara, penderita terbanyak adalah anak berusia dibawah 15 tahun Universitas Sumatera Utara 65-95 , usia lebih muda pada umumnya berhubungan dengan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi. 5.2 Pengaruh Faktor Jenis Kelamin Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Tahun 2011 Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penderita DBD terbanyak adalah perempuan yaitu sebayaak 197 orang 53,4 yang terdiri 175 orang mengalami kesembuhan dan 22 orang lainnya di sensor meninggal atau pulang atas kemauan sendiri. Pasien laki-laki berjumlah 172 orang 46,6 yang terdiri dari 146 orang mengalami kesembuhan dan sisanya 26 orang termasuk dalam sensor meninggal atau pulang atas permintaan sendiri. Hasil yang sama juga ditunjukkan dari penelitian Suci Amalia 2010, frekuensi penderita DBD di RS. Pemekasan Madura lebih banyak perempuan yaitu 51 dan laki-laki sebesar 49. Hasil analisis Kaplan-Meier dengan uji Log Rank menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin memiliki nilai p = 0,552 0,05 yang berarti tidak terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD. Dengan nilai hazard ratio 0,945 dimana penderita laki-laki lebih cepat sembuh 0,945 kali daripada penderita perempuan, walaupun perbedaannya tidak signifikan. Salah satu faktor yang menentukan terjadinya penyakit adalah adalah faktor intrisik yang berhubungan dengan kerentanan terhadap penyakit. Karakteristik jenis kelamin dan hubungan dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri dalam berbagai penyakit tertentu. Dalam penelitian ini didapat, tidak adanya pengaruh jenis kelamin, hasil yang didapat sesuai dengan penelitian Universitas Sumatera Utara Chatarina 1999, yang menyatakan tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD. Hal ini menggambarkan bahwa kecepatan kesembuhan penderita DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama.

5.3 Pengaruh Faktor Kecepatan Dirujuk ke Rumah Sakit Terhadap

Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Tahun 2011 Rata-rata pasien di rujuk ke RS. Santa Elisabeth setelah mengalami panas pada hari yang ke-4, dengan standar deviasi 2 hari. pasien yang dirujuk ke RS. Santa Elisabeth paling lama telah mengalami panas selama 14 hari, dan paling cepat setelah mengalami panas selama 1 hari. Hasil analisis Kaplan-Meier dengan uji Log Rank variabel kecepatan dirujuk ke rumah sakit memiliki nilai p = 0,177 0,05 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh kecepatan dirujuk ke rumah sakit terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD. Berdasarkan nilai HR Hazard Ratio pada penderita yang dirujuk setelah mengalami panas minimal hari ke-4 kemungkinan lebih cepat sembuh 0,979 kali dibandingkan dengan penderita yang telah mengalami panas diatas hari ke-4. Kecepatan penegakan diagnosa menjadi salah satu faktor utama keberhasilan penyembuhan penyakit DBD. Karena itu, pengetahuan yang memadai mengenai gejala-gejala dan penanganan awal penyakit ini sangat perlu diketahui dan dipahami secara benar. Penanganan gejala DBD harus dilakukan dengan cepat. Solusi yang paling dianjurkan adalah segera membawa penderita calon penderiya yang menunjukkan gejala-gejala tersebut ke pertolongan medis terdekat seperti rumah sakit. Penanganan DBD yang cepat dan tepat waktu bisa mencegah penyakit yang Universitas Sumatera Utara